Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Munafrizal Manan, S.H., S.Sos., M.Si., M.IP.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Munafrizal Manan, S.H., S.Sos., M.Si., M.IP."— Transcript presentasi:

1 Munafrizal Manan, S.H., S.Sos., M.Si., M.IP.
HUKUM TATA NEGARA Munafrizal Manan, S.H., S.Sos., M.Si., M.IP.

2 Partai Politik dan Pemilihan Umum
Pokok Bahasan: Pengertian Partai Politik Fungsi Partai Politik Partai Politik sebagai Pilar Demokrasi Kedudukan Partai Politik dalam HTN Sejarah Partai Politik di Indonesia Pembubaran Partai Politik Tujuan Pemilu Sistem Pemilihan Umum Perkembangan Pemilu Indonesia Sengketa Hasil Pemilu

3 Pengertian Partai Politik
Ada banyak definisi partai politik dalam literatur ilmu politik. Pada prinsipnya, definisi-definisi itu memuat rumusan yang relatif sama. Andrew Heywood dalam buku Politics (1997: 230): “a political party is a group of people that is organised for the purpose of winning government power, by electoral or other means.”

4 Lanjutan… Alan Ware dalam buku Political Parties and Party Systems (2001: 5): “a political party is an institution that (a) seeks influence in a state, often by attempting to occupy positions in government, and (b) usually consists of more than a single interest in the society and so to some degree attempts to ‘aggregate interests’.”

5 Lanjutan… Miriam Budiardjo dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik (1991: 160): “Partai politik adalah suatu kelompok yang teroganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik. ”

6 Lanjutan… Partai politik memiliki unsur-unsur berikut:
Suatu kelompok terorganisasi untuk jangka panjang; Terdapat ideologi, program, orientasi & cita-cita politik yang jelas; Berusaha mencari dukungan massa atau pemilih sebanyak-banyaknya; Berupaya memperoleh & mengendalikan kekuasaan politik atau pemerintahan melalui pemilu.

7 Fungsi Partai Politik 1) Sosialisasi Politik
Menyampaikan norma & ajaran politik pada masyarakat sehingga terbentuk sikap & persepsi politik sesuai diinginkan partai politik. Partai politik bermaksud membangun budaya politik. 2) Rekrutmen Politik Mengajak orang menjadi anggota partai & berpartisipasi dalam aktivitas politik. Memperbesar dukungan & pengaruh partai politik. Mencari & menyeleksi calon pemimpin partai politik masa depan agar regenerasi politik tidak putus.

8 Lanjutan… 3) Komunikasi Politik
Sebagai penghubung antara dua pihak atau lebih untuk menyampaikan informasi secara timbal-balik. Partai politik menjembatani penyampaian informasi antara pemerintah dan rakyat. 4) Agregasi dan Artikulasi Kepentingan Menggabung berbagai informasi, kepentingan, & aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat (Agregasi kepentingan). Merumuskan & menyampaikan agregasi kepentingan itu kepada pembuat kebijakan (Artikulasi kepentingan).

9 Lanjutan… 5) Partisipasi Politik
Partai politik sebagai alat bagi warga negara melakukan partisipasi politik dalam proses politik. Warga negara memilih calon-calon yang dinominasikan oleh partai politik atau mengajukan dirinya sebagai kandidat dalam kontestasi elektoral melalui dukungan dari partai politik. 6) Pengatur Konflik Konflik biasa terjadi dalam kehidupan politik  terjadi antara sesama masyarakat atau antara masyarakat & penguasa. Partai politik berfungsi menganalisasi & mengatur potensi konflik politik agar tidak liar dan destruktif.

10 Partai Politik sebagai Pilar Demokrasi
Partai politik ada di negara yang demokratis maupun otoriter. Partai politik menjadi fenomena global dalam kehidupan politik modern. Praktik demokrasi perwakilan memerlukan partai politik. Partai politik sebagai conditio sine qua non demokrasi.

11 Kedudukan Partai Politik dalam HTN Indonesia
Partai politik merupakan wujud pelembagaan atas jaminan konstitusi tentang kebebasan berserikat dan berkumpul. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menyatakan : “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Berdasarkan ketentuan itu, setiap warga negara Indonesia punya hak konstitusional untuk membentuk partai politik.

12 Lanjutan… Pengakuan atas eksistensi partai politik disebut di dua pasal dalam UUD 1945, yaitu: Pertama, Pasal 6A ayat (2) UUD 1945: “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”. Berdasarkan ketentuan itu, partai politik peserta Pemilu memonopoli pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.

13 Lanjutan… Kedua, Pasal 24C ayat (1) UUD 1945: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”. Berdasarkan ketentuan itu, pembubaran partai politik hanya dapat dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi melalui proses peradilan.

14 Lanjutan… Pengaturan tentang partai politik secara lebih detail dituangkan dalam sebuah undang-undang khusus tentang partai politik. Undang-Undang tentang Partai Politik telah beberapa kali diubah: UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik UU. No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua  partai politik lokal di Papua UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh  partai politik lokal di Aceh

15 Sejarah Partai Politik di Indonesia
Masa Pra-Kemerdekaan Tradisi berpartai diadopsi dari kolonialisme Eropa (Belanda). Organisasi sosial, ekonomi, & kedaerahan sebagai embrio munculnya partai politik  bukan partai politik tapi terlibat dalam kegiatan politik. Budi Utomo (1908)  bergabung dengan Partai Indonesia Raya (1935). Sarekat Islam (1912)  berganti menjadi Partai Sarekat Islam (1921) dan berganti menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (1930). Indische Partij  berganti menjadi National Indische Partij. Partai Komunis Indonesia, Partai Nasional Indonesia, Partai Indonesia.

16 Lanjutan… Pada masa pendudukan Jepang, semua partai politik dibubarkan. Jepang hanya membolehkan berdiri organisasi quasi partai bernama Pusat Tenaga Rakyat (Putera), lalu dibubarkan tahun 1944 diganti dengan Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat). Jepang mengizinkan berdiri Muhammaddiyah, NU, Perikatan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam, yang kemudian membentuk federasi Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Menjelang kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Jepang membubarkan & melarang semua organisasi yang ada. Pada saat kemerdekaan Indonesia, tidak ada satu pun partai politik yang berdiri.

17 Lanjutan… Masa Demokrasi Liberal/Parlementer
Maklumat Pemerintah 3 November 1945 diteken oleh Wapres M. Hatta memberi kesempatan seluas-luasnya mendirikan partai politik. Muncul banyak partai politik yang umumnya kelanjutan organisasi masa kolonial Belanda & Jepang. Kehidupan politik Indonesia mengalami fragmentasi & kompetisi ideologis  nasionalis, Islam, komunis, sosialis, kristen/katolik. Pemilu 1955 muncul empat partai besar (PNI, Masyumi, NU, PKI).

18 Lanjutan… Masa Demokrasi Terpimpin Multipartai & multiideologi.
Soekarno membubarkan Partai Masyumi dan PSI. Soekarno mengakui 10 partai politik  PNI, NU, PKI, P Katholik, P Indonesia, P Murba, PSII, IPKI, Parkindo, Perti. Soekarno cenderung dekat dengan PKI. Soekarno menyerukan pembubaran partai-partai politik.

19 Lanjutan… Masa Orde Baru
Penyederhanaan partai politik warisan Orde Lama melalui fusi. Pembatasan jumlah partai politik (PPP & PDI + Golkar). Deideologisasi dan wajib asas tunggal Pancasila. Floating mass (partai politik dilarang punya struktur pengurus di desa). Pemerintah berwenang mengawasi & membubarkan partai politik. Partai Politik dikebiri dan dikooptasi.

20 Lanjutan… Masa Era Reformasi Partai bebas berdiri.
Multipartai bangkit kembali. Asas tunggal dihapuskan. Partai politik kompetitif. Muncul fenomena “partytocracy”  dominasi kekuasaan oleh partai politik.

21 Pembubaran Partai Politik
Partai politik dinyatakan bubar karena sebab berikut: 1. Membubarkan diri atas keputusan sendiri 2. Menggabungkan diri dengan partai politik lain 3. Dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi Ketentuan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik memberikan wewenang pembubaran partai politik kepada Mahkamah Agung. Setelah ada Perubahan UUD 1945, Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 mengalihkan wewenang pembubaran partai politik kepada Mahkamah Konstitusi.

22 Lanjutan… Yang boleh mengajukan permohonan pembubaran partai politik ke Mahkamah Konstitusi adalah Pemerintah (Pasal 68 UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK). Alasan pembubaran partai politik yaitu menyangkut tentang ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. MK wajib memutus permohonan pembubaran partai politik dalam jangka waktu paling lambat 60 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam registrasi. Partai politik yang dibubarkan berdasarkan putusan MK dilakukan dengan membatalkan pendaftarannya (status badan hukumnya) pada Pemerintah.

23 Lanjutan… Selain melalui putusan MK, partai politik dapat bubar melalui hal berikut: 1. Ketentuan Electoral Treshold Eelctoral treshold adalah ketentuan perolehan minimal kursi di legislatif yang harus dicapai oleh partai politik agar dapat ikut serta dalam pemilihan umum berikutnya. 2. Pembatalan Keabsahan Hukum Partai politik dapat kehilangan eksistensinya (dibatalkan keabsahan badan hukumnya) jika tidak mampu menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang  mulai diatur dalam UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.

24 Tujuan Pemilihan Umum Pemilihan umum merupakan perwujudan paham kedaulatan rakyat sebagai pemilik dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Pemilihan umum sebagai sarana penyaluran hak asasi warga negara, terutama hak politik (hak untum memilih dan dipilih). Pemilihan umum merupakan pelaksanaan sistem demokrasi perwakilan (representative democracy) dan sistem demokrasi tidak langsung (indirect democracy).

25 Lanjutan… Tujuan penyelenggaraan pemilihan umum yaitu:
Untuk memfasilitasi berlangsungnya secara damai suksesi kekuasaan yang dipilih secara periodik. Untuk memfasilitasi terjadinya sirkulasi dan rotasi pejabat yang akan mewakili kepentingan dan mewujudkan aspirasi warga negara. Untuk memperoleh legitimasi politik dari rakyat pemilih. Untuk menjunjung tegaknya prinsip kedaulatan rakyat. Untuk memenuhi hak asasi warga negara.

26 Lanjutan… Dalam demokrasi modern, penyelenggaraan pemilihan umum menjadi salah satu barometer atas kualitas praktik demokrasi. Praktik demokrasi yang berkualitas mensyaratkan penyelenggaraan pemilihan umum secara bebas, kompetitif, jujur, dan adil. Pemilihan umum yang diselenggarakan secara tidak bebas, tidak kompetitif, tidak jujur, dan tidak adil berarti kualitas praktik demokrasinya rendah atau buruk.

27 Sistem Pemilihan Umum Muhamad Kusnardi dan harmaily Ibrahim membedakan sistem pemilihan umum menjadi dua, yaitu: 1. Pemilihan mekanis Rakyat diposisikan sebagai individu-individu yang sama, yaitu mereka masing-masing sama-sama memiliki satu suara dalam setiap pemilihan umum. 2. Pemilihan organis Rakyat dipandang sebagai sejumlah individu yang hidup bersama dalam berbagai macam persekutuan hidup secara kolektif berdasarkan kesamaan tertentu. Masyarakat dianggap sebagai suatu organisme yang terdiri dari organ-organ yang punya kedudukan dan fungsi tertentu dalam totalitas organisme. Pilihan individu dalam pemilihan umum didasarkan pada persekutuan hidup tersebut yang biasanya melali pengangkatan.

28 Lanjutan… Sistem pemilihan umum juga dibedakan menjadi:
1. Sistem distrik Wilayah negara dibagi dalam distrik pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah anggota lembaga perwakilan rakyat. Satu orang wakil rakyat hanya untuk satu distrik pemilihan berdasarkan suara mayoritas (winner takes all). Suara yang kalah dianggap hangus/hilang. Kandidat yang terpilih biasanya adalah yang paling dikenal dan didukung oleh pemilih. Dapat mendorong penyederhanaan jumlah partai politik secara alamiah karena partai yang kalah cenderung akan memilih bergabung dengan partai yang menang.

29 Lanjutan… 2. Sistem Proporsional
Dalam satu distrik/daerah pemilihan terdapat beberapa wakil. Jumlah perolehan kursi di lembaga perwakilan rakyat dibagikan kepada setiap partai politik sesuai dengan jumlah perolehan suara. Harga sebuah kursi ditentukan berdasarkan pembagian jumlah pemilih dibagi dengan jumlah kursi lembaga perwakilan yang disediakan (Bilangan Pembagi Pemilih). Suara pemilih tidak hangus/hilang karena kelebihan suara dari satu kandidat dapat digabungkan ke kandidat lain pada urutan berikutnya. Pemilih dapat memilih tanda gambar partai politik saja atau memilih kandidat saja. Teknis penghitungan suara menjadi agak berbelit. Penyederhaan partai politik secara alamiah agak sulit dilakukan.

30 Lanjutan… 3. Sistem campuran
Tidak ada sistem pemilihan umum yang bisa disebut sebagai sistem yang terbaik. Kondisi dan kebutuhan masing-masing negara berbeda-beda sehingga sistem pemilihan umum yang digunakan pun berbeda-beda. Penerapan satu sistem pemilihan umum secara murni (hanya proporsional atau distrik) kadang tidak bisa dilakukan sehingga muncul sistem pemilihan umum campuran. Sistem campuran pada prinsipnya dalah sistem pemilihan umum yang menggabungkan kelebihan dari unsur-unsur sistem distrik dan unsur-unsur sistem proporsional.

31 Perkembangan Sistem Pemilu Indonesia
UUD 1945 sebelum diubah/diamandemen tidak secara spesifik mengatur tentang pemilihan umum. Setelah Perubahan UUD 1945, ketentuan pemilihan umum diatur secara khusus dalam bab VIIB Pasal 22E yang terdiri dari 6 ayat, yaitu: Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan DPRD. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Ketentun lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.

32 Lanjutan… Indonesia belum memiliki sistem pemilihan umum yang stabil karena dari pemilihan umum satu ke pemilihan umum berikutnya selalu mengalami perubahan. Sejak kemerdekaan RI, sistem pemilihan umum yang digunakan adalah sistem proporsional dan sistem campuran, yaitu sistem proporsional tertutup, sistem proporsional semi terbuka, dan sistem proporsional terbuka.

33 Lanjutan… Tahun Pemilu Sistem Pemilu Variasi Sistem Pemilu 1955
Proporsional Tertutup 1971 Tertutup (stelsel daftar) 1977 1982 1987 1992 1997 1999 2004 Campuran Terbuka (daftar calon terbuka) 2009 Terbuka (suara terbanyak) 2014

34 Lanjutan… (Pemilu dan Jumlah Partai Politik)
Pemilihan Umum Jumlah Partai Politik 1955 Pemilu anggota DPR = 118 peserta (36 partai politik + 34 organisasi kemasyarakatan + 48 perorangan Pemilu anggota Konstituante = 91 peserta (39 partai politik + 23 organisasi kemasyarakatan + 29 perorangan. 1971 10 partai politik 1977 3 partai politik 1982 1987 1992 1997 1999 48 partai politik 2004 24 partai politik 2009 44 partai politik = 38 partai politik nasional + 6 partai politik lokal di Aceh 2014 15 partai politik = 12 partai politik nasional + 3 partai politik lokal di Aceh

35 Sengketa Hasil Pemilihan Umum
Perubahan UUD 1945 melahirkan pembentukan lembaga negara Mahkamah Konstitusi yang salah satu wewenangnya adalah memutus sengketa hasil pemilihan umum. Pada awalnya, MK hanya memeriksa perkara sengketa pemilihan umum yang hanya berkaitan dengan hasil pemilihan umum saja. Dalam perkembangannya, MK membuat terobosan putusan yang juga memeriksa kecurangan proses pemilihan umum yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang mempengaruhi perolehan suara.

36 Lanjutan… Pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan pemilihan umum dan sengketa Pemilu  oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pelanggaran etik penyelenggaraan Pemilu  Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pelanggaran pidana Pemilu  oleh Kepolisian Sengketa administrasi negara dalam penyelenggaraan Pemilu  Pengadilan Tata Usaha Negara. Sengketa hasil pemilihan umum antara penyelenggara Pemilu dan peserta Pemilu  Mahkamah Konstitusi.

37 Sumber Pustaka Alan Ware, Political Parties dan Political Systems (Oxford University Press: Oxford, 2001). Andrew Heywood, Politics (Mac Millan: London, 1997). Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II (Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI: Jakarta, 2006). Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi (PT. Bhuana Ilmu Populer: Jakarta, 2007). Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Gramedia: Jakarta, cetakan ketiga belas, 1991). Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia (PSHTN FH UI: Jakarta, Cetakan Kelima, 1983). Muchammad Ali Safa’at, Pembubaran Partai Politik: Pengaturan dan Praktik Pembubaran Partai Politik dalam Pergulatan Republik (Rajawali Pers: Jakarta, 2011).


Download ppt "Munafrizal Manan, S.H., S.Sos., M.Si., M.IP."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google