Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehSiska Darmali Telah diubah "7 tahun yang lalu
1
PENGANTAR PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
2
PENGERTIAN Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang ditanggung oleh orang pribadi atau badan yang mendapatkan keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik karena hak atas tanah dan bangunannya.
3
DASAR HUKUM DAN ASAS Dasar Hukum
Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-undang No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1994. Asas Pajak Bumi dan Bangunan: Memberikan kemudahan dan kesederhanaan Adanya kepastian Hukum Mudah di mengerti dan adil Menghindari pajak berganda
4
NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP)
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP di tentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
5
OBJEK PAJAK BUMI BANGUNAN
ADALAH : PERMUKAAN BUMI YG MELIPUTI TANAH DANPERAIRAN PEDALAMAN SERTA LAUT WILAYAH INDONESIA, DAN TUBUH BUMI YG ADA DIBAWAHNYA ADALAH : KONSTRUKSI TEKNIK YG DITANAM ATAU DILEKATKAN SECARA TETAP PADA TANAH DAN/ATAU PERAIRAN
6
FAKTOR YANG MENENTUKAN KLASIFIKASI OBJEK PAJAK
BUMI/TANAH - Letak - Peruntukan - Pemanfaatan - Kondisi lingkungan - Dan lain-lain BANGUNAN - Bahan bangunan - Rekayasa - Letak - Kondisi lingkungan - Dan lain-lain
7
PENGECUALIAN OBJEK PAJAK
Digunakan untuk melayani kepentingan umum: Bidang Ibadah, contoh: masjid, gereja Bidang kesehatan, contoh: rumah sakit Bidang pendidikan, contoh: madrasah, pesantren Bidang sosial, contoh: panti asuhan Bidang kebudayaan nasional, contoh: museum, candi Digunakan untuk Kuburan Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata , taman nasional, tanah negara yang belum dibebani suatu hak Digunakan oleh perwakilan diplomatik Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan
8
Berbeda untuk masing-masing daerah, maks Rp 12 juta
NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NJOPTKP) NJOPTKP Berbeda untuk masing-masing daerah, maks Rp 12 juta Per Wajib Pajak; Diberikan untuk bumi dan/atau bangunan; Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek pajak yang nilainya terbesar.
9
SUBJEK PAJAK ORANG ATAU BADAN Memperoleh manfaat atas bangunan
atas bumi Memiliki, menguasai bangunan Mempunyai suatu hak atas bumi SUBJEK PAJAK Dikenakan kewajiban membayar pajak WAJIB PAJAK
10
TARIF TARIF TUNGGAL 0,5 %
11
DASAR PENGENAAN N J O P (Nilai Jual Objek Pajak)
Adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui : - perbandingan harga dengan Objek lain yang sejenis;atau - nilai perolehan baru; atau - Nilai Jual Objek Pajak pengganti. NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya
12
CARA MENGHITUNG x 0,5% x 20% x NJOP 40% x NJOP 0,5% x PBB = TARIF
N J K P = 0,5% x 20% x NJOP 40% x NJOP = 0,5% x 20% = NJOP kurang dari Rp ,00 40% = NJOP lebih dari Rp ,00 NJOP = (NJOP BUMI + NJOP BANGUNAN) NJOPTKP
13
PENDAFTARAN, PENAGIHAN, DAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 9 dan 10 SPOP DIKEM- BALIKAN 30 hr TIDAK SKP + denda 25% dari pokok pajak YA SPPT Ternyata SPOP tdk benar (Ketetapan kurang) SKP + denda 25% dari selisih pajak terutang 6 bulan JATUH TEMPO 1 bulan Segera stlh. 7 hr 1 bln 21 hr STP JATUH TEMPO SURAT PAKSA TEGORAN + bunga 2% sebulan (maks 24 bulan) 2 X 24 JAM Paling cepat 10 hr PERMINTAAN JADWAL WAKTU & TEMPAT PELELANGAN SURAT PERINTAH MELAKUKAN PE- NYITAAN KLN
14
DirJen Pajak TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN TEMPAT PEMBAYARAN
SEJAK D I T E R M A SPPT 6 bulan TEMPAT PEMBAYARAN - Bank, - Kantor Pos , - Tempat lain yg ditunjuk 1 bulan S K P 1 bulan S T P MENTERI KEUANGAN DAPAT MELIMPAHKAN KEWENANGAN PENAGIHAN PAJAK KEPADA : GUBERNUR BUPATI/WALIKOTA
15
KEBERATAN DAN BANDING Pasal 15 dan 16 Keberatan diajukan atas :
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT); Surat Ketetapan Pajak (SKP). Jangka waktu pengajuan keberatan adalah 3 (tiga) bulan setelah SPPT atau SKP diterima oleh WP kecuali WP dalam keadaan di luar kekuasaannya. Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan WP paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima. Atas keberatan yang diajukan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah jumlah pajak terutang. Keberatan dapat diajukan dalam hal terjadi perbedaan persepsi antara Wajib Pajak dan Fiskus Wajib Pajak dapat mengajukan banding atas keberatan terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Ketentuan banding PBB mengikuti ketentuan Pasal UU No. 6 Tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994. Pengajuan keberatan atau banding tidak menunda pembayaran pajak.
16
PENGURANGAN Menteri Keuangan dalam hal : Dirjen Pajak
Pasal 19 dan 20 Menteri Keuangan dalam hal : - Kondisi tertentu Objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak/sebab -sebab tertentu lainnya - Objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa PAJAK TERUTANG Dirjen Pajak atas permintaan WAJIB PAJAK karena hal-hal tertentu DENDA ADMINISTRASI
17
KEWAJIBAN PEJABAT YANG DALAM JABATAN/TUGAS PEKERJAANNYA
BERKAITAN LANGSUNG DENGAN Objek PAJAK 1. MENYAMPAIKAN LAPORAN BULANAN MENGENAI SEMUA MUTASI DAN PERUBAHAN OBJEK PAJAK KEPADA DJP; 2. MEMBERIKAN KETERANGAN YANG DIPERLUKAN ATAS PERMINTAAN DJP KEWAJIBAN TERSEBUT BERLAKU JUGA BAGI PEJABAT LAIN YANG ADA HUBUNGANNYA DENGAN OBJEK PAJAK KEWAJIBAN UNTUK MERAHASIAKAN DITIADAKAN SEPANJANG MENYANGKUT PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PBB TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN DIKENAKAN SANKSI MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU
18
SANKSI BAGI WAJIB PAJAK
KETENTUAN PIDANA KARENA ALPA TIDAK MENGEMBALIKAN SPOP KEPADA DITJEN PAJAK SPOP TIDAK BENAR/ TIDAK LENGKAP DAN/ATAU MELAMPIRKAN KETERANGAN YANG TIDAK BENAR MENIMBULKAN KERUGIAN PADA NEGARA - PIDANA KURUNGAN SELAMA-LAMANYA 6 (ENAM) BULAN, ATAU - DENDA SETINGGI-TINGGINYA 2 (DUA) KALI PAJAK TERUTANG
19
KETENTUAN PIDANA Pasal 25 ayat (1) D E N G A N S E N G A J A
TIDAK MENGEM BALIKAN/ MENYAM PAIKAN SPOP KEPADA DITJEN PAJAK SPOP TIDAK BENAR/ TIDAK LENGKAP DAN/ATAU MELAMPIRKAN KETERA NGAN YANG TIDAK BENAR MEMPERLIHAT KAN SURAT/ DOKU- MEN PALSU ATAU DIPALSUKAN TIDAK MEMPERLIHATKAN/ MEMIN JAMKAN SURAT/ DOKUMEN LAINNYA TIDAK MENUN JUKKAN/ MENYAM PAIKAN DATA/ KETERA NGAN YANG DIPERLU KAN MENIMBULKAN KERUGIAN PADA NEGARA - PIDANA PENJARA SELAMA-LAMANYA 2 (DUA) TAHUN, ATAU - DENDA SETINGGI- TINGGINYA 5 (LIMA) KALI PAJAK TERUTANG
20
KETENTUAN PIDANA SANKSI BAGI PEJABAT
Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan, yang dengan sengaja melakukan tindakan : tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya; tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan; dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp ,00 (dua juta rupiah). Ancaman pidana dilipatkan dua, apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun terhitung sejak selesai menjalani pidana penjara/sejak dibayarnya denda. Tindak pidana tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
21
Contoh soal : Saya tinggal di suatu perumahan. Menempati sebuah rumah dengan luas Bumi m2 dengan nilai jual Rp ,-/m2 . Luas Bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp ,-/m2 Berapakah besar Pajak yang dikenakan kepada A ? Jawaban: Penghitungan PBB-nya : - Jumlah NJOP bumi x Rp ,- = Rp ,- - Jumlah NJOP Bangunan 400 x Rp ,- = Rp ,- - NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp ,- - NJOPTKP = Rp ,- - NJOP untuk penghitungan PBB = Rp ,- - NJKP 40% x (NJOP - NJOPTKP)= 40% x ( ) = 40% x Rp.1, =Rp PBB yang terutang 0,5% x Rp = Rp (Dua juta tiga ratus lima puluh empat ribu empat ratus)
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.