Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
MATERI HUKUM LINGKUNGAN
PENGAJAR: Dr. Andri G. Wibisana, SH, LLM (AGW), Bono Priambodo (BP), Dr. R. Bambang Prabowo Sudarso, SH, MES (BPS), Dr. Harsanto Nursadi, SH, M.Si (HN—Penanggungjawab kelas A), Mas Achmad Santosa, SH, LL.M. (MAS), Wiwiek Awiati, SH, M.Hum (WA—Penanggungjawab Kelas B),
2
PEMANASAN GLOBAL DAN KEBIJAKAN PENURUNAN GAS RUMAH KACA DI INDONESIA
Materi Ajar Hukum Lingkungan FHUI SESSION 2 PEMANASAN GLOBAL DAN KEBIJAKAN PENURUNAN GAS RUMAH KACA DI INDONESIA
3
Outline Resiko Protokol Kyoto
Long-term objective: Pasal 2 UNFCCC dan kegagalan Protokol Kyoto (PK)
4
RESIKO DARI PERUBAHAN IKLIM
Gradual climate change: kenaikan air laut, pengaruh thd cuaca ekstrim, penyakit, dll Singular events: Matinya Thermohaline Circulation Melelehnya Greenland Ice Sheet dan West Antarctic Ice Sheet
5
UNFCCC UNITED NATION FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE
Pasal 2 “to achieve …stabilization of greenhouse gas concentrations in the atmosphere at a level that would prevent dangerous anthropogenic interference with the climate system” Stabilisasi bukan pengembalian Yg distabilkan adalah konsentrasi (bukannya emisi dan suhu) Pasal 3: Prinsip intra dan intergenerational equity Common but differentiated responsibility Precautionary principle
6
Pasal 4: Komitmen pasal 4 (2)
Negara annex I memiliki komitmen: 4 (2) a: Mengadopsi kebijakan nasional dan menurunkan GHGs serta meningkatkan kapasitas sinks dan reservoir. 4 (2) b: Dalam 6 bulan setelah berlakunya UNFCCC melaporkan secara periodik informasi ttg kebijakan dan langkah2 yang telah diambil (terkait penurunan GHGs dan peningkatan sinks) “with the aim of returning individually or jointly to their 1990 levels” COP 1995, BerlinBerlin Mandate Strengthening the commitments in 4 (2) a and b of the convention for developed countries/other parties included in Annex I, both to elaborate policies and measures, as well as to set quantified limitation and reduction objectives within specified time-frames…
7
KYOTO PROTOKOL
8
Komitmen: Kewajiban negara2 tertentu untuk menurunkan emisi sekitar 5% di bawah emisi mereka tahun 1990 (pasal 3 (1)) antara thn Negara berkembang dibebaskan dari kewajiban tersebut Common but differentiated responsibility, mengapa? Konsentrasi GRK sebagian besar (sekitar 80%) berasal dari negara maju Negara berkembang membutuhkan energi untuk pembangunan mereka Negara berkembang tidak memiliki dana dan teknologi untuk menurunkan GRK Tidak ada rujukan ke pasal 2 UNFCCC 3 (2):Thn 2005 melaporkan progress report 3 (3): net changes dihitung dari “GHGs emission from sources” dan “removals by sinks from LULUCF (Land-Use, Land-Use Change and Forestry) limited to a- forestation, reforestation, and deforestation since 1990”
9
Mekanisme pemenuhan komitmen
Target Emisi GRK Assigned amount: emisi thn 1990 X jatah komitmen x 5 Aktifitas pada LULUCF (Land-Use, Land-Use Change and Forestry) dihitung sebagai sumber emisi atau penghapusan emisi Penghapusan emisi menghasilkan Removal Unit (RMU), yang dapat dikonversi menjadi Assigned Amount Unit (AAU) Mekanisme pemenuhan komitmen Emission Trading Joint Implementation Clean Development Mechanism
10
Emission Trading (ET) Joint Implementation Sesama Annex I countries
Membeli boleh bebas, tapi menjual tidak bebas: Setiap negara harus menyimpan cadangan emisi yang jumlahnya tidak boleh lebih rendah dari 90% dari Initial Assigned amountcadangan ini disebut dengan commitment period reserve (CPR) Komoditas ET: Assigned Amount Unit (AAU), Emission Reduction Unit (ERU) dan “hot air” Joint Implementation Setiap negara Annex I dapat melakukan investasi pada proyek2 penurunan emisi di negara Annex I lainnya Investasi ini akan menghasilkan Emission Reduction Unit (ERU)
11
Clean Development Mechanism
Negara Annex I dapat melakukan investasi di negara non-Annex I yang meliputi investasi pada proyek2 pengurangan emisi di negara non-Annex I, aforestasi (penghijauan di lahan bekas hutan yang telah mengalami deforestasi selama lebih dari 50 tahun), dan reforestasi (penghijauan untuk hutan yang mengalami deforestasi pada kurun waktu kurang dari 50 tahun) CDM menghasilkan Certified Emission Reductions CDM pada sektor LULUCF maksimum 1% dari total jatah emisi CER dapat dikonversi menjadi AAU, sehingga dapat diperjualbelikan dalam mekanisme ET
12
TIDAK BOLEH LEBIH BESAR DARI
Cara penghitungan: Total emisi 2008 s.d emisi dari LULUCF - RMU - emisi yang diperoleh dari CER atau ERU atau ET + emisi yang dijual TIDAK BOLEH LEBIH BESAR DARI Jatah emisi awal untuk 2008 s.d. 2012 Contoh: Emisi jepang pada thn 1990 adalah: 1,272 Gton Jatah jepang tiap tahun adalah 94% dari 1990 = 1,272 x 0,94 = 1,196 Gt. Selama 5 tahun berarti 1,196 x 5 = 5,98 Gt Total emisi Jepang tahun 2006 (termasuk emissions/ removals dari LULUCF) = 1,249 Gt. Asumsikan bahwa emisi Jepang per tahun tetap, maka selama 5 tahun emisi total Jepang adalah 1,249 x 5 = 6,245 Gt.
13
Jika lebih: Pengurangan jatah emisi sebesar 1,3 kali kelebihan emisi. Misalnya: 1,196 – {(1, ,196)1,3} Gt = 1,127 Gt per tahunnya. Selama 5 tahun, jatah emisi Jepang turun sebanyak: (6, ,98) x 1,3 = Gt Pembuatan rencana penurunan emisi Penangguhan keabsahan untuk melakukan pemindahan AAU ke periode berikutnya
14
HUKUM YG MENGATUR MITIGASI GRK
OUTLINE OVERVIEW KEBIJAKAN MITIGASI GRK POSISI INDONESIA DALAM POLITIK PERUBAHAN IKLIM REDD DAN KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM
15
1. OVERVIEW KEBIJAKAN MITIGASI GRK
Rencana Aksi Nasional mengenai Perubahan Iklim tahun 2007 Menyediakan petunjuk utk beberapa institusi dalam melaksanakan upaya menghadapi perubahan iklim Membuat persyaratan bagi kordinasi kelembagaan Upaya yang akan dilakukan: Pengurangan emisi dan peningkatan kapasitas penyerapan karbon (“sink”). Sektor kehutanan: Pemberantasan illegal logging Pada tahun 2025 mampu merehabilitasi juta ha dari 53.9 juta ha hutan yang rusak. Mengurangi deforestasi dan kerusakan hutan sampai dengan juta ha dalam periode , 6.15 juta ha antara thn , dan 10 juta ha dalam periode thn
16
Impelementasi Kebijakan pemberian insentif utk sektor LULUCF.
Pencegahan kebakaran hutan: pengurangan titik api sebanyak 50% pada thn 2009, 75% pada thn 2012, dan 95% pada thn 2025. Penerapan praktek penebangan hutan yang ramah lingkungan, penguatan pengelolaan daerah konservasi, dan perumusan Road Map untuk mengimplementasikan REDD. Sektor pertanian: penggunaan pupuk dan pestisida organik serta pemanfaatan mesin pertanian yang lebih efisien. Impelementasi Kebijakan pemberian insentif utk sektor LULUCF. Melanjutkan program “Menuju Indonesia Hijau”: pemberian penghargaan kepada bupati yang berhasil mempertahankan hutan lindung dan menigkatkan wilayah hijau di daerahnya Pengembangan kebijakan pendukung, tmsk kebijakan terkait tata ruang nasional dan wilayah, penegakan hukum, pengentasan kemiskinan, litbang, dan rekayasa sosial.
17
B. Rencana Aksi Nasional Penurunan GRK (RAN-GRK)
Per.Pres No. 61 thn 2011 tentang RAN-GRK RAN-GRK adalah rencana kerja utk melakukan berbagai kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung akan mengurangi tingkat emisi GRK Indonesia. RAN-GRK terhdiri dari berbagai kegiatan inti dalam sektor pertanian, kehutanan dan lahan gambut, energi dan transportasi, pengelolaan limbah, dan berbagai kegiatan pendukung Fungsi RAN-GRK: Arahan bagi kementrian/instansi terkait utk merencanakan, menerapkan, mengawasi, dan mengevaluasi berbagai upaya penurunan emisi GRK Arahan bagi pemda dalam menyusun rencana aksi daerah Arahan bagi masyarakat dan pelaku usaha dalam perencanaan dan implementasi kegiatan penurunan emisi GRK
18
Lampiran I dari Perpres menjelaskan berbagai rencana kegiatan di berbagai sektor, antara lain:
RAN-GRK sektor pertanian diarahkan pada penurunan sebanyak GtCO2e bagi target penurunan 26% dan GtCO2e bagi target penurunan 41% Contoh kegiatan alih fungsi hutan yang rusak menjadi lahan perkebunan (860 ribu ha menjadi perkebunan kelapa sawit, 105 ribu ha menjadi perkebunan karet). Alih fungsi ini dilakukan di 19 provinsi antara tahun , dengan target penurunan emisi sebesar MtCO2e.
19
RAN-GRK sektor kehutanan dan lahan gambut diharapkan mampu mencapai pengurangan emisi sebesar GtCO2e (utk target penurunan 26%) dan GtCO2e (utk target penurunan 41%). Contoh kegiatan: pengembangan pertanian berkelanjutan di daerah lahan gambut seluas 325,000 ha di 11 provinsi pada tahun dan 2020, dengan target pengurangan emisi sebesar MtCO2e
20
RAN-GRK dalam sektor energi dan transportasi ditargetkan mampu mengurangi emisi sebesar GtCO2e (untuk target penurunan 26%) dan GtCO2e (untuk target penurunan emsisi 41%), yang antara lain dilakukan dengan jalan: Pembangunan PLTA skala kecil dan mikro, PLT surya, PLT angin, PLT biomassa, dan pengembangan desa swasembada energi, dengan target penurunan sebanyak 1.27 MtCO2e antara periode , Pembangunan bus rapid transit (BRT) di 12 kota besar, jalur KRL baru di Bandung dan Jabodetabek, serta jalur monorail dan mass rapid transit (MRT) di Jakarta, yang akan dilakukan antara tahun RAN-GRK juga memperkenalkan kemungkinan penerapan pajak/pungutan macet dan penggunaan jalan raya (congestion charges dan road pricing)
21
C. Sektor Energi PP No. 5 thn 2006 ttg kebijakan energi nasional: dalam energi mix pada tahun ditargetkan peningkatan peran batu bara sebagai sumber energi menjadi lebih dari 33% konsumsi energi nasional. KEPMEN ESDM No. 2 thn 2004 ttg konservasi energi dan pemanfaatan energi hijau Inpres No. 10 thn 2005 and PerMen ESDM No. 31 thn 2005 ttg implementasi penghematan energI
22
D. Sektor Kehutanan UU No. 41 thn 1999 ttg Kehutanan
PPNo. 45 thn 2004 ttg perlindungan hutan PP No. 4/2001 ttg penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan karena kebakaran hutan dan lahan PP No. 6/2007 (diubah dgn PP No. 3/2008) ttg perencanaan hutan, perencanaan pengelolaan hutan, dan pemanfaatan hutan dan kawasan hutan Inpres No No. 4 /2005 ttg penghapusan illegal logging
23
E. CDM DI INDONESIA Procedures for CDM project approval used by Komnas MPB Source: CDM Country Guide for Indonesia, 2006, p. 61
24
F. Kesimpulan umum Ratifikasi UNFCCC dan Protokol Kyoto
Ratifikasi UNFCCC melalui UU No. 6/1994 Ratifikasi Protokol Kyoto Melalui UU No. 17/2004. Question: Apakah ratifikasi tsb cukup? Tidak ada peraturan perundangan-undangan yang terintegrasi mengenai perubahan iklim Tidak ada institusi yang kuat untuk membuat dan mengimplementasikan kebijakan perubahan iklim terintegrasI
25
Tidak adanya kewajiban Indonesia untuk menurunkan GRK (menurut UNFCCC dan Protokol Kyoto) tampaknya menjadi sebab mengapa kebijakan perubahan iklim Indonesia masih sangat mengandalkan pada pendekatan sukarela dan instrumen ekonomi yang longgar (dalam bentuk subsidi atau tax holiday), meskipun Perpres No. 61/2011 sudah memperkenalkan congestion charges dan road pricing Beberapa peraturan kadang memberikan sanksi yang berbeda, bahkan kadang tidak ada sanksi sama sekali
26
2. POSISI INDONESIA DALAM POLITIK PERUBAHAN IKLIM
komitmen pengurangan emisi secara sukarela sebesar 26% dari skenario Business As Usual (BAU) di tahun 2020 dan 41% dari BAU dengan kerjasama internasional di tahun 2020, Mekanisme penaatan dalam pasal 18 Kyoto Protokol perlu untuk dilaksanakan sebagai bagian dari evaluasi pelaksanaan protokol. Besar kemungkinan Accord dijadikan dasar dari negosiasi di masa yang akan datang. Sedangkan seharusnya rejim pasca harus dilandasi pada track AWG-KP (Ad Hoc Working Group on Further Commitments for Annex I Parties under the Kyoto Protocol) dan AWG-LCA ((Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention)
27
Copenhagen Accord tidak belajar dari kelemahan yang dianut oleh Kyoto Protokol
The Wrong Targets: Reductions Rather than Limits The targets have been determined by measuring the level of inconvenience they will produce, not by calculating the level of reduction that is necessary to solve the problem. Pengurangan tanpa ditentukan batas aman emisi Differentiated Responsibilities: Targets Vary from Country to Country The Greater the Emissions, the More Lenient the Standards
28
Pelajaran dari Kyoto Protocol
Pembagian negara-negara annex tidak dilandasi pada pembagian secara scientifik. Pelajaran tersebut tidak diperbaiki dalam Copenhagen Accord. Komitmen pengurangan emisi negara-negara yang terdapat dalam annex Accord tidak dapat menjamin pencapaian target 2°.
29
Pentingnya kekuatan posisi Indonesia pada pertemuan pasca COP 15
Pembentukan Instrumen Penanganan Dampak Perubahan lklim yang Bersifat Mengikat (binding) Pasca komitmen I Kyoto Protocol hanya dapat dilakukan dengan menyelesaikan 2 track perundingan di AWG-KP dan AWG LCA. AWG-KP (Ad Hoc Working Group on Further Commitments for Annex I Parties under the Kyoto Protocol) 1st session: Bonn, May 2006 10th session: Copenhagen, Dec. 2009 AWG-LCA (Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention): 1st session: Bangkok, March-April 2008 9th session: Bonn, April 2010
30
FCCC/AWGLCA/2009/17 Annex I art. 2
A long-term aspiration and ambitious global goal for emission reductions, as part of the shared vision for long-term cooperative action, should be based on the best available scientific knowledge and supported by medium-term goals for emission reductions, taking into account historical responsibilities and an equitable share in the atmospheric space
31
Accordingly: Parties shall cooperate to avoid dangerous climate change, in keeping with the ultimate objective of the Convention, recognizing [the broad scientific view] that the increase in global average temperature above pre-industrial levels [ought not to] exceed [2oC] [1.5 oC][1oC] [preceded by a paradigm for equal access to global atmospheric resources]; [Parties should collectively reduce global emissions by at least [50] [85] [95] per cent from 1990 levels by 2050 and should ensure that global emissions continue to decline thereafter;] Developed country Parties as a group should reduce their greenhouse gas emissions by [[75–85] [at least 80–95] [more than 95] per cent from 1990 levels by 2050] [more than 100 per cent from 1990 levels by 2040];]
32
Keterkaitan antara FCCC/AWGLCA/2009/17 Annex I art
Keterkaitan antara FCCC/AWGLCA/2009/17 Annex I art. 2 dengan pasal 2 UNFCCC “to achieve …stabilization of greenhouse gas concentrations in the atmosphere at a level that would prevent dangerous anthropogenic interference with the climate system” Copenhagen Accord: ….To achieve the ultimate objective of the Convention to stabilize greenhouse gas concentration in the atmosphere at a level that would prevent dangerous anthropogenic interference with the climate system, we shall, recognizing the scientific view that the increase in global temperature should be below 2 degrees Celsius…
33
Maksimum temperatur dan konsentrasi
Sumber: L. Bernstein, et.al., Climate Change 2007: Synthesis Report, hal. 67
34
Suhu Max., Konsentrasi, dan Emisi
Suhu Max. = 2oC Konsentrasi 450ppm Trajektori emisi per tahun emisi peak sekitar 10.5 Gt C pada pada 2020 Emisi global dibagi populasi dunia Emisi per capita National Allowable annual emissions = Emisi per capita x populasi nasional
35
Penurunan emisi berdasarkan emisi per kapita
Negara yang wajib menurunkan emisi adalah negara yang emisinya melebihi National Allowable Annual Emissions Mengapa? each person shares equal entitlements of the atmospheric resource Konsekuensi: people in developed countries should significantly reduce their current excessive emissions, while people in developing countries are still allowed to emit more than their current emissions level
36
Per Capita Emissions + Historical Emissions
Alasan: consistent with the polluter pays principle science is on the side of historical accountability each person shares an equal opportunity to use atmospheric resource, regardless of when and where this person lives Neumayer: pengabaian historical per capita emissions = “privilege those who lived in the past in the developed countries and to discriminate against those who live in the present or will live in the future developing countries”
37
KESIMPULAN Hal positif dari Copenhagen Accord adalah adanya batasan temperatur jalan untuk penentuan long term objective Batasan ini harus dikaitkan dengan stabilisasi konsentrasi GRK, yg kemudian dikaitkan dengan batasan emisi global Pentingnya AWG-LCA: Per Capita Emissions + Historical Emissions Debt (HED)
38
Pelaksanaan per capita emissions + historical emissions tergantung pada kesepakatan mengenai (E. Nuemayer, 2000, hal ): long-term target total emission global a base year untuk penghitungan kapan terjadinya Historical Emissions Debt (HED) Berapa banyak HED dari sebuah negara Berapa lama kompensasi (dari negara yang memiliki HED kepada negara yang tidak memiliki HED) akan berlangsung
39
Posisi Indonesia DELRI menyampaikan intervensi mengenai usulan format dan struktur keputusan COP-15 di Kopenhagen. Pada intinya usulan tersebut berisikan skenario “jalan tengah”dimana akan dihasilkan dua keputusan utama: (1) umbrella decision berisikan komitmen politis dari AWG-LCA berisi goal, process, timeline dan key elements untuk menstabilkan konsentrasi emisi gas rumah kaca dunia yang juga mencakup satu target pengurangan emisi dunia pada tahun 2050 (2) keputusan untuk melanjutan periode komitmen kedua protokol kyoto yang intinya adalah target pengurangan emisi gas rumah kaca bagi negara maju, yang juga berisikan process, tmeline (yang sama dengan AWG-LCA) dan key elements. (Sumber: presentasi DNPI)
40
Penyusunan Posisi RI atas teks negosiasi
Persiapan RI Penyusunan Posisi RI atas teks negosiasi Kajian target penurunan emisi global jangka panjang: Angka penurunan emisi secara aggregate untuk semua negara yang akan memberikan dampak stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir pada tingkat 450 ppm dan 350 ppm. Angka penurunan emisi secara aggregate untuk negara maju, dalam persentase, agar didapatkan angka penurunan emisi negara berkembang, secara aggregate, yang tidak menghambat pembangunan di negara tersebut. Strategi untuk mewujudkan komitmen pengurangan emisi secara sukarela sebesar 26% dari skenario Business As Usual (BAU) di tahun dan 41% dari BAU dengan kerjasama internasional di tahun 2020, yang telah disampaikan Presiden RI di Pittsburgh dan di KTT APEC. (Sumber: presentasi DNPI)
41
3. REDD dan kebijakan nasional perubahan iklim
Kebijakan di tingkat nasional Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim (mitigasi dan adaptasi) Pembentukan Dewan Nasional Perubahan Iklim Perencanaan nasional pengurangan GRK RAN PI Strategi Nasional REDD LoI antara RI dgn Norwegia Keppres 10 thn 2010 ttg pembentukan Satgas REDD Pembentukan Pokja Bersama Pemberantasan Mafia Hutan
42
Pengurangan dilakukan dengan jalan:
Pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan Mencegah deforestasi dan degradasi hutan Mempromosikan efisiensi energi Mengurangi limbah padat dan cair dari rumah tangga dan industri Moda transportasi beremisi rendah
43
Persoalan REDD di Indonesia
Ketidakjelasan hak masyarakat adat (benefit sharing) Perencanaan tata ruang dan perizinan yang mengabaikan aspek governance Lemahnya kordinasi horizontal dan vertikal Disharmonisasi dan ketidakjelasan peraturan per-UU-an Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.