Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Falsafah Penganggaran Negara

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Falsafah Penganggaran Negara"— Transcript presentasi:

1 Falsafah Penganggaran Negara
16 Mei 2013

2 MENGAPA ANGGARAN Anggaran adalah nafas semua program dan kebijakan negara (nasional maupun daerah). Alat ukur utama apakah negara peduli terhadap kepentingan warga atau tidak adalah kebijakan anggaran. Apakah dana negara (pusat dan daerah) lebih banyak diperuntukkan warga negara terutama yang miskin atau lebih banyak dinikmati para pejabat pemerintah dan legislatif. Dan apakah ada kecenderungan pemerintahan untuk menyelesaikan kemiskinan dan berbagai problem mendasar masyarakat, seperti kesehatan dan pendidikan.

3 Laiknya Berkeluarga Membahas anggaran agak mudah dipahami dengan ilustrasi anggaran rumah tangga. Di dalamnya ada soal pendapatan dan pengeluaran. Keduanya dihitung dan dialokasikan dalam hitungan harian, mingguan, bulanan, hingga tahunan. Pendapatan rumah tangga bisa berasal dari gaji tetap kedua orang tua dan anggota keluarga yang lain, penghasilan tambahan dari bisnis, dan mendapat bantuan dari mertua. Sedangkan pengeluaran ada yang diperuntukkan pembelian fasilitas mobil, interior rumah, premi kesehatan keluarga, biaya pendidikan anak-anak, sampai kebutuhan lain seperti tamasya.

4 Jika pendapatan lebih besar dari pada pengeluaran, maka keluarga bisa menabung. Namun, jika pendapatan lebih kecil, maka dicari cara bagaimana membiayai kekurangan tersebut. Beberapa keluarga memilih untuk utang atau kredit. Beberapa keluarga yang lain memilih untuk bekerja keras untuk meningkatkan penghasilan. Dan beberapa keluarga yang lain memilih untuk menseleksi ulang daftar pengeluaran, membuat prioritas dan mencoret daftar belanja yang sifatnya tersier dan tidak perlu. Bagi keluarga yang baik, prioritas pengeluaran untuk meningkatkan SDM anggota keluarga, menjamin kesehatan seluruh anggota keluarga, dan bagian dari rencana ke depan. Keluarga yang baik tidak akan memanjakan fasilitas orang tua di atas kepentingan dan kebutuhan kesehatan dan pendidikan anggota keluarga.

5 Privat vs Publik Namun berbicara Anggaran Negara tidak serta merta persis dengan belanja keluarga. Terutama disebabkan keluarga adalah sektor privat, sedangkan negara adalah sektor publik. Keluarga mengandaikan sedikit keterlibatan anggota dalam merencanakan, rendahnya kontrol, serta tidak ada laporan pertanggungjawaban secara detil. Sedangkan negara mengandaikan partisipasi, menguatkan monitoring dan kontrol, serta menekankan pertanggungjawaban. Karena itu, beberapa ilustrasi dan istilah anggaran keluarga bisa memudahkan pemahaman tentang anggaran negara. Tetapi, secara prinsip perencanaan, pengelolaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban penganggaran negara berbeda dengan anggaran keluarga.

6 PTA (Partisipasi, Akuntabilitas, Transparansi)
Anggaran negara harus menekankan sekurangnya 3 prinsip utama penyelenggaraan pemerintahan: 1) Partisipasi, 2) Transparansi, dan 3) Akuntabilitas. Seluruh proses merencanakan pendapatan, belanja, dan pembiayaan harus senantiasa melibatkan masyarakat (warga negara), bersifat terbuka, dan harus dipertanggungjawabkan. Mekanisme penganggaran karena itu harus dibuat sedemikian rupa agar masyarakat senantiasa bisa turut serta dalam setiap tahap penganggaran. Sebagaimana kewajiban melibatkan warga negara dalam proses pembangunan, demikian pula kewajiban negara melibatkan dalam perencenaan pembangunan via penganggaran. Dengan demikian masyarakat (warga negara) adalah subyek dan bukan obyek. Warga negara tidak semata menjadi subyek dalam mencoblos eksekutif dan legislatif 5 tahunan. Tetapi, mereka juga turut serta mengawal keseluruhan proses penyelenggaraan negara, termasuk penganggaran.

7 Amanat Konsititusi Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. -- UUD 1945 Pasal 23 (1) APBN/D adalah instrumen negara untuk menciptakan kesejahteraan warga negara, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan pemenuhan seluruh hak-hak dasar warga negara.

8 Prinsip Pengelolaan Anggaran Negara
Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. (Lihat UU No. 17 Tahun 2003 Pasal 3 (1))

9 HAK DAN KEWAJIBAN RAKYAT PEMERINTAH PENDAPATAN KEWAJIBAN HAK BELANJA Pendapatan Negara bersumber dari rakyat, langsung (seperti pajak dan retribusi) maupun tidak langsung (seperti sumber bumi, laba BUMN/D, hibah, dan utang). Negara memiliki kewenangan (hak) untuk memungutnya. Sedangkan Belanja Negara harus dialokasikan sebesar-besarnya kepada Rakyat sebagai yang Berhak. Sedangkan (aparat) Negara memiliki kewajiban untuk mengelolanya agar sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

10 Hakekat Anggaran Negara
Anggaran negara pada hakekatnya adalah anggaran yang disusun untuk melaksanakan pembangunan dan pelayanan kepada rakyat. Aparat negara adalah pelaksana teknis yang harus menjamin bahwa semua sumber daya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pelayanan dan pemberdayaan rakyat. Sifat aparat adalah pengelola, karena itu tidak boleh mengalokasikan sebesar-besarnya untuk dirinya sendiri. Sumber pendapatan anggaran adalah dari rakyat. Ada yang sifatnya langsung, seperti pajak dan retribusi, dan ada yang tidak secara langsung seperti sumber bumi, laba BUMN/D, hibah, dan utang. Sumber bumi sejatinya untuk semua umat, BUMN/D pengelolaannya dengan uang rakyat, hibah datang karena ada kepentingan rakyat, dan utang menjadi beban rakyat. Karena anggaran negara bersumber dari rakyat, maka pengelolaan harus untuk rakyat. Jadi, anggaran negara harus dikelola dengan fungsi seperti pengelolaan negara, yakni: 1) untuk menciptakan kesejahteraan rakyat, 2) untuk menjamin terpenuhinya hak-hak rakyat, dan 3) untuk membiayai pelayanan kepada rakyat.

11

12 Tahapan Penganggaran PERENCANAAN DAN PENYUSUNAN ANGGARAN (PEMERINTAH dan USULAN MASYARAKAT) PEMBAHASAN DAN PENETAPAN ANGGARAN (DPR/D DAN PEMERINTAH) PELAKSANAAN ANGGARAN (PEMERINTAH) DAN PENGAWASAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DPR) PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN (BPK)

13 PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGGARAN DAERAH
Diacu RPJPD RPJPN 20 tahun pedoman pedoman 20 tahun pedoman Diperhatikan pedoman RPJMD RPJMN Renstra SKPD 5 tahun Renstra K/L 5 tahun dijabarkan dijabarkan 5 tahun Diserasikan dg Musrenbang pedoman 1 tahun 1 tahun 5 tahun pedoman Renja SKPD RKPD RKP Renja K/L diacu diacu 1 tahun 1 tahun 1 tahun Dibahas bersama DPRD KUA PPAS NOTA KESEPAKATAN PIMPINAN DPRD DGN KDH KUA = Kebijakan umum anggaran RKA-SKPD PEDOMAN PENYUSUNAN RKA-SKPD PPAS = Prioritas pagu anggaran sementara TAPD = Tim anggaran pemda RKA-SKPD= Rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah TAPD Dibahas dan disetujui oleh DPRD PERDA APBD dievaluasi RAPERDA APBD Hamdani, Direktur Anggaran Daerah Kemendagri, 2012

14 Peluang Keterlibatan Rakyat
Di dalam Pengelolaan APBN(D), masyarakat terlibat dalam Perencanaan Anggaran terutama dalam Musrenbang Desa sampai Nasional. Tetapi, konstitusi belum memberikan posisi kontrol masyarakat dalam proses Pembahasan dan Penetapan APBN(D). Demikian pula dalam Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban, selama ini masyarakat lebih banyak sebagai pentonton. Namun demikian, sebagian masyarakat ada yang membuat terobosan untuk mempengaruhi Pembahasan APBN(D) melalui konferensi pers, lobi kepada pemerintah (daerah) dan dewan dengan memberikan analisis dan usulan tertentu , dll.

15 Pada saat Pelaksanaan Anggaran, masyarakat bisa melakukan budget tracking untuk menguji seberapa ketepatan sasaran anggaran dan mencegah penyelewengan. Dan ketika dalam tahap Pertanggungjawaban Anggaran, masyarakat juga bisa melakukan riset untuk melihat Kinerja Pelaksanaan Anggaran. Semua dilakukan untuk memastikan Pengelolaan Anggaran (APBN/D) mengarah ke sebesar-besarnya untuk KEMAKMURAN RAKYAT. PBET-NDI

16 Terima Kasih

17 Catatan Kelemahan Desain APBN
APBN selalu didesain defisit sehingga memberi kesempatan adanya inefisiensi, praktik koruptif, tergantung kepada pihak lain (luar negeri dan lembaga multilateral), sehingga kedaulatan fiskal tidak pernah berhasil diwujudkan. Desain APBN semata sebagai proses teknokratis untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi (anggaran), bukan sebagai instrumen ideologis untuk mendekatkan tujuan bernegara. Asumsi ekonomi makro yang disusun hanya mendasarkan kepada tujuan sempit, misalnya pertumbuhan ekonomi, tapi mengabaikan semangat keadilan sosial.

18 Besaran alokasi anggaran tidak mencerminkan permasalahan dan kontekstualisasi dasar pembangunan nasional. Sebagian besar tenaga kerja berada di sektor pertanian dan industri, serta pelakunya adalah usaha mikro dan kecil/menengah; tapi alokasi anggaran ke sektor tersebut sangat kecil. Amanah UU tidak semuanya dijalankan dengan baik. Misalnya, alokasi anggaran kesehatan diharuskan minimal 5% dari APBN, namun selama ini mendapatkan porsi kurang dari 2%. Penerimaan negara dihitung sangat rendah, baik yang bersumber dari pajak maupun PNBP (penerimaan negara bukan pajak), sehingga membuka peluang terjadinya korupsi penerimaan negara, seperti yang terus berulang selama ini.

19 Arah Kebijakan Belanja Negara
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, pertumbuhan Belanja Pegawai adalah 19,6 persen. Selama 5 tahun terakhir, daya serap kementerian/lembaga terhadap APBN adalah sebesar 90%. Rerata pertumbuhan belanja pusat mulai sebesar 15%, sementara rata- rata pertumbuhan belanja barang mencapai 27%. Ini menggambarkan pertumbuhan belanja pusat lebih banyak dialokasikan untuk pertumbuhan belanja barang. Pada APBN 2103 maksimal pertumbuhan belanja barang tidak diperkenankan melebihi pertumbuhan dari belanja pusat atau maksimal 15%, Struktur belanja barang lebih banyak dialokasikan untuk kepentingan birokrasi. Dalam kurun waktu , belanja barang ini lebih banyak dialokasikan untuk kepentingan birokrasi. Belanja barang operasional dan perjalanan dengan alokasi rata-rata jumlah mencapai 40% dari belanja barang.

20 Peluang Korupsi Anggaran Daerah
Proses Penganggaran Daerah Perencanaan & Penyusunan Pembahasan Pelaksanaan Pertanggungjawaban Struktur Anggaran Pendapatan Belanja Pembiayaan

21 Peluang Korupsi Pada Penganggaran Daerah
Penggelembungan harga (standar harga) Fee meloloskan proyek Pengaturan pemenang proyek Perencanaan/ penyusunan Perjalanan/pengadaan fiktif Menurunkan kualitas kuantitas proyek arisan tender, dll Pelaksanaan Pertanggungjawaban fiktif Manipulasi SILPA Penyimpanan sisa anggaran proyek pada rekening pribadi Pertanggung- jawaban

22 MODUS PENYIMPANGAN TAHAP PERENCANAAN Masalah Musrenbang
Forum Musrenbang formalitas Partisipasi Rendah (mobilisasi partisipasi) “Pembiayaan yang tidak memadai “ Kemauan Politis (penumpang gelap) Payung hukum Perencanaan Penandatanganan RKPD setelah penetapan KUA- PPAS Menghambur-hamburkan uang rakyat (pemborosan) Masalah Musrenbang Tidak sinkron-& konsistennya antar dokumen perencanaan

23 Modus Penyimpangan Tahap Penyusunan
KUA & PPAS Tidak tepat waktu & sering tergesa-gesa RKPD tidak dijadikan pedoman pembahasan Pembahasan mulai tertutup Analisa kelayakan dan kepatutan (ASB) tidak jadi pedoman Tidak mencerminkan prioritas Bargaining Politis pragmatis, mula banyak penumpang gelap

24 Potensi Korupsi Pada Struktur Anggaran
Pendapatan Mark Down PAD Rekening Liar Dana Perimbangan Belanja Belanja pegawai melebihi acress Barang/Jasa (Perjalanan Dinas, ATK, Makan Minum) Pemborosan Manipulasi bantuan sosial Pembiayaan Manipulasi SILPA Penyertaan Modal

25 PETA KORUPSI : Sektor Penerimaan dan Belanja
SEKTOR KORUPSI POTENSI KORUPSI STRATEGI PENERIMAAN ANGGARAN : PENERIMAAN PAJAK PENYELEWENGAN DARI TARGET YANG DITETAPKAN AUDIT PERENCANAAN POTENSI PEMERASAN KEPADA WAJIB PAJAK MELALUI PENGGELEMBUNGAN NILAI PAJAK TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS SISTEM PAJAK MANIPULASI DATA KARENA ADANYA “FACE TO FACE” ANTARA WAJIB PAJAK DAN PEMERIKSA PAJAK PERBAIKAN SISTEM MANIPULASI DATA TERJADINYA “COI” KARENA KONSULTAN DAN HAKIM PAJAK BIASANYA MANTAN PEGAWAI PAJAK PERBAIKAN CODE OF CONDUCT DAU/DAK/DANA DEKONSENTRASI MASUK KE APBD: PENYALAHGUNAAN WEWENANG DAN PENGGELAPAN PERBAIKAN SISTEM PENGANGGARAN, TRANSPARANSI, PENGAWASAN, AKUNTABILITAS PELAPORAN SISTEM PELAPORAN DAU/DAK TIDAK MEMPUNYAI STANDARISASI ALOKASI PENGGUNAAN DANA TIDAK TRANSPARAN

26 PETA KORUPSI : Sektor Penerimaan dan Belanja
SEKTOR KORUPSI POTENSI KORUPSI STRATEGI PENERIMAAN ANGGARAN : PUNGUTAN DAERAH PERDA TIDAK MENGACU KEPADA PERUNDANGAN YANG LEBIH TINGGI PENERTIBAN PERDA, TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGGUNAAN PUNGUTAN DIJADIKAN SUMBER PENGHASILAN APARAT DI DAERAH PENINDAKAN BELANJA : BANTUAN SOSIAL PENYIMPANGAN PENGGUNAAN ATAU PERUNTUKAN PERBAIKAN SISTEM PENGANGGARAN PENGUATAN FUNGSI DPRD SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PENGGELAPAN FIKTIF

27 PETA KORUPSI : Sektor Penerimaan dan Belanja
SEKTOR KORUPSI POTENSI KORUPSI STRATEGI BELANJA : PENGADAAN BARANG DAN JASA PENYIMPANGAN PROSEDUR PENGADAAN : PENUNJUKAN LANGSUNG MARK-UP DOWN SPEC BENTURAN KEPENTINGAN MANIPULASI DOKUMEN MENDORONG E-PROCUREMENT ATAU LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK (LPSE) DAN PEMBANGUNAN UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) PENETAPAN HARGA SATUAN MEMBANGUN WISTLE BLOWER SYSTEM TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS SISTEM PENGADAAN

28 Sumber: Bahan Sosialisasi UU SPPN Bappenas tahun 2004

29


Download ppt "Falsafah Penganggaran Negara"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google