Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
FILOLOGI OLEH Drs.Rosman.H.,M.Hum.
2
Facebook rosmansipayung rosman IP group
3
I Kontrak Perkuliahan
4
Pengertian Filologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani “philos” yang berarti “cinta” dan logos ” yang diartikan kata. Pada kata “filologi” kedua kata itu membentuk arti “cinta kata” atau “senang bertutur”. Arti ini kemudian berkembang menjadi “senang belajar” atau “senang kebudayaan”. Kata ini bergeser maknanya menjadi senang kepada ilmu, senang kepada tulisan dan akhirnya menjadi bermakna senang kepada tulisan yang bernilai tinggi.
5
Menurut Kamus Istilah Filologi (Baroroh Baried, R. Amin Soedoro, R
Menurut Kamus Istilah Filologi (Baroroh Baried, R. Amin Soedoro, R. Suhardi, Sawu, M. Syakir, Siti Chamamah Suratno: 1977), filologi merupakan ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraan-nya. Hal serupa diungkapkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: 1988).
6
Leksikon Sastra dikatakan bahwa dalam cakupan yang luas filologi berarti seperti tersebut di atas, sedangkan dalam cakupan yang lebih sempit, filologi merupakan telaah naskah kuno untuk menentukan keaslian, bentuk autentik, dan makna yang terkandung di dalam naskah itu (Suhendra Yusuf: 1995) .
7
Pengertian secara luas; mempelajari kesusastraan dan kebudayaan
Pengertian sempit: a).menentukaan keaslian; b). Menentukan bentuk autentiknya; c). Kegiatan analisis teks yaitu mencari makna yang terkandung dalam teks pada naskah kuno
8
W.J.S. Poerwadarminta (1982) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia lebih menekankan bahwa filologi mempelajari kebudayaan manusia terutama dengan menelaah karya sastra atau sumber-sumber tertulis.
9
Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu-Zain) (J. S
Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu-Zain) (J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain: 1994) menekankan bahwa filologi meneliti dan membahas naskah-naskah lama sebagai hasil karya sastra untuk mengetahui bahasa, sastra, dan budaya bangsa melalui tulisan dalam naskah itu. Koentjaraningrat, dkk. (1984) dalam Kamus Istilah Antropologi mengungkapkan filologi sebagai ilmu yang mempelajari bahasa kesusastraan dan sejarah moral dan intelektual dengan menggunakan naskah kuno sebagai sumber.
10
Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1986) dalam Pemandu di Dunia Sastra mengungkapkan asal kata filologi, yaitu “philos” dan “logos” yang berarti cinta terhadap kata. Sementara itu tugas seorang filolog adalah membanding-bandingkan naskah-naskah kuno untuk melacak versi yang asli, lalu menerbitkannya dengan catatan kritis.
11
Webster’s New Collegiate Dictionary (1953) mendefinisikan filologi ke dalam tiga hal, yaitu:
cinta pengetahuan atau cinta sastra, yaitu studi sastra, dalam arti luas termasuk etimologi, tata bahasa, kritik, sejarah sastra dan linguistik; ilmu linguistik; studi tentang budaya orang-orang beradab sebagaimana dinyatakan dalam bahasa, sastra, dan religi mereka, termasuk studi bahasa dan perbandingannya dengan bahasa serumpun, studi tata bahasa, etimologi, fonologi, morfologi, semantik, kritik teks, dll.
12
Pengkajian filologi pun selanjutnya membatasi diri pada penelitian hasil kebudayaan masyarakat lama yang berupa tulisan dalam naskah (lazim disebut teks).
13
Jadi berdasarkan pengertian filologi di atas diketahui bahwa yang diangkat pada filologi adalah bahasanya. Berdasarkan defenisi filologi di atas, kita harus mengetahui apa itu kebudayaan, apa saja bentuk kebudayaan. Sebab pada pengertian di atas dinyatakan bahwa budaya yang melatarbelakangi teks turut menjadi objek kajian. Apakah ramuan-ramuan pengobatan yang ada pada masa lampau sebuah kerajaan yang tertuang dalam teks dapat kita sebut sesuatu yang merupakan produk kebudayaan?
14
Kebudayaan: Pemikiran Prilaku Tata krama tradisi
15
Berdasarkan makna filologilah berkembang muncul istilah senang mempelajari sastra dan kebudayaan.
Philip August Boekh mengartikan filologi sebagai ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang pernah diketahui orang. Berangkat dari pendapat ini muncul pendapat bahwa pengkajian teks merupakan pintu gerbang untuk mengungkapkan khazanah pengetahuan masa lampau.
16
Filologi dalam hal ini kita artikan sebagai ilmu yang mengangkat kandungan masa lampau tentang bahasa, berupa nilai-nilai yang masih relevan dengan kehidupan masa kini, dan apa saja yang diketahui pada masa lampau serta budaya yang terkait dengan latar belakang kebudayaan pendukung teks itu.
17
Filologi Menurut Negara
Sesion III Filologi Menurut Negara
18
Filologi di Belanda Ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan studi teks sastra dan budaya yang berkaitan dengan latar belakang kebudayaan pendukung teks. Perancis ada dua aliran 1. studi bahasa melalui dokumen tertulis 2. studi mengenai teks dan transmisinya
19
Inggris 1. Studi mengenai bahasa melalui dokumen tertulis (historis) 2. berarti linguistik: studi bahasa secara ilmiah (linguistik pada umumnya) Indonesia filologi diartikan sebagai disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari kebudayaan masa lalu suatu bangsa melalui teks-teks klasik tertulis. Pengertian ini mirip pengertian yang berkembang di negeri Belanda. Hal ini patut kita pahami karena sebagian perintis kegiatan filologi di Indonesia adalah orang-orang Belanda.
20
Filologi sebagai ilmu sastra kajian pada karya
Homerus Filologi sebagai studi teks studi yang berupaya mengungkapkan hasil budaya yang terkandung dalam suatu teks
21
Perkembangan filologi.
Filologi sudah dipakai sejak abad ke-3 S.M. oleh sekelompok ahli dari Aleksandria yang kemudian dikenal sebagai ahli filologi. yang pertama-tama memakai istilah filologi adalah Erastothenes. Pada waktu itu, mereka mengggunakan istilah ini untuk mengkaji teks-teks lama yang berasal dari bahasa Yunani.
22
Tujuan mereka pada waktu itu melakukan pengkajian terhadap teks-teks lama adalah :
bertujuan untuk menemukan bentuk yang asli dari suatu teks. Kemudian mereka bertujuan untuk mengetahui apa sebenarnya maksud pengarang teks itu.
23
Kegiatan filologi berawal di Iskandariyah.
Pusat kegiatan filologi tersebut berada di museum yang waktu itu merupakan tempat sakral. (skriptorium) Museum berarti kuil untuk Dewi Muses. Menurut mitologi Yunani, Dewi Muses merupakan dewi kesenian dan ilmu pengetahuan (Reynold dan Wilson, 1968: 6). Pada masa itu, di Museum Iskandariyah, terdapat kegiatan pengkajian terhadap naskah-naskah klasik. Salah satu tokoh yang disegani di Museum adalah Eratosthenes ( sebelum Masehi). Ia banyak memiliki ilmu pengetahuan dan dikenal sebagai ahli sastra. Perpustakaan di Museum yang dikelolanya diperkirakan menyimpan 200 sampai 490 naskah.
24
Kegiatan Filologi di tempat itu ialah menyimpan, mengoreksi,mengkopi, dan menyelamatkan naskah-naskah kuno. Berkat jasa Eratosthenes dan kawan-kawannya, teks-teks klasik Yunani Kuno dapat ditemukan sampai sekarang dalam keadaan yang baik (Reynold dan Wilson, 1968: 7-8). Kegiatan Filologi pada saat itu mencakup semua bidang studi sehingga dapat dianggap sebagai studi kebudayaan secara umum karena yang dikaji adalah berbagai ilmu pengetahuan. Ahli Filologi di masa Yunani ini benar-benar sebagai ilmuwan yang mumpuni karena mengetahui hampir semua pengetahuan pada masanya.
25
Seorang di sebut filolog jika sudah melaksanakan
menyimpan, mengoreksi, mengkopi, dan menyelamatkan naskah-naskah kuno.
26
Ke-3 SM di Iskandariah Eratosthenes.
Alas naskah Naskah keaslian tulisan tangan Cap kertas (watermark) Turunan ( varian) A B C d E F g h i p q R s t
27
Turunan ( varian) A B C d E F g h i p q R s t
28
LATIHAN Ada selembar naskah ditulis di atas kertas, yang wotermarknya Brussel di atas kertas tersebut ditulis sebuah cerita tentang Melayu. Dapatkah anda jelaskan, berapa umur naskah tersebut.= Umur naskah dihitung tahun (jarak antara kota terbit kertas ke Indonesia) berarti naskah tersebut dibuat sekitar sesudah tahun 1487= berarti = umurnya sudah 528 tahun
29
LATIHAN Ada selembar naskah ditulis di atas kertas, yang wotermarknya Brussel di atas kertas tersebut ditulis sebuah kisah diponegoro. Dapatkah anda jelaskan, berapa umur naskah tersebut. Kita melihat cap kertas sudah ada sebelum dipenogoro lahir. Sementara dipenogoro lahir 1825 wafat 1830 berarti umur naskah dihitung sekitar 1830…..
30
Penelitian pada naskah secara langsung merupakan kegiatan yang akan mendapatkan naskah yang didekati akan dapat ditentukan, apakah naskah itu mendekati teks asli ataukah naskah itu menyimpang dari teks asli atau naskah itu naskah asli.
31
Berdasarkan kegiatan yang telah disebutkan di ataslah dapat mereka sadari, bahwa betapa pentingnya pengkajian secara mendalam terhadap bahasa dan kebudayaan yang melatarbelakangi teks itu. Penelitian filologi yang menitikberatkan penelitiannya kepada bacaan-bacaan yang rusak ini kemudian disebut dengan istilah filologi tradisional.
32
Objek Penelitian Filologi
Sesion IV Objek Penelitian Filologi
33
Objek Penelitian Filologi
Objek filologi adalah semua bahan tulisan tangan sesuatu yang terkandung dalam teks tertulis (produk masa lampau) berkaitan dengan teks (variasi), produk budaya, bahasa (tahap-tahap perubahan bahasa dari waktu ke waktu). Objek penelitian filologi adalah teks dari masa lalu yang tertulis di atas naskah yang mengandung nilai budaya yang dihasilkan masyarakat tradisional yaitu masyarakat yang belum terpengaruh Barat (klasik).
34
Di dalam filologi dengan jelas dibedakan pengertian teks dan naskah.
Teks adalah sesuatu yang tertulis yang berupa kode-kode bahasa (abstrak). Teks dapat berupa teks lisan, teks tertulis, teks rekaman, dan sebagainya. Naskah adalah benda material tempat suatu teks dituliskan(sesuatu yang konkret). Dalam bahasa Inggris naskah disebut “manuscript” dan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah “handschrift”.
35
Filologi dapat disejajarkan dengan ilmu-ilmu budaya tentang masa lalu seperti paleografi, arkeologi, dan sejarah. Hanya saja di sini tampak perbedaan objek kajian. Paleografi mengkhususkan pada kajian tentang tulisan-tulisan kuno. Arkeologi meneliti benda-benda budaya dari masa lampau, sementara sejarah meneliti peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
36
Wahana teks filologi berupa teks lisan dan teks tulisan
Teks tulisan dapat berupa tulisan tangan (yang biasa disebut naskah) dan tulisan cetakan. Dilihat dari tradisi penyampaiannya, terdapat filologi lisan, filologi naskah, filologi cetakan Filologi lisan banyak bersangkutan dengan studi tradisi lisan yang merupakan tradisi penyampaian teks yang paling tua dan ada beberapa daerah yang masih melestarikan tradisi tersebut.
37
Filologi naskah banyak berhubungan dengan pengetahuan mengenai kehidupan naskah, mengenai berbagai segi penyaksian dengan tulisan tangan dan akibat-akibatnya. Filologi cetakan banyak berhubungan dengan tradisi cetakan, tradisi yang mulai dipakai ada tahun 1450, yaitu saat ditemukan teknik mencetak oleh Gutenberg.
38
Dalam praktek, dapat terjadi dua-tiga bentuk tradisi bercampur seperti;
Cerita rakyat yang setelah beberapa lama hidup dalam tradisi lisan, lalu ditulis dalam naskah, kemudian mengalami penyalinan dan selanjutnya dicetak Lisan → ditulis → disalin → dicetak Teks lisan kemudian dipindah dalam bentuk naskah, dan dari bentuk naskah hidup lagi dalam bentuk lisan Lisan → ditulis → lisan
39
Bahan atau media/ Alas Naskah
Sesion V Bahan atau media/ Alas Naskah LONTAR
40
Bahan atau media/ Alas Naskah
Ada 10 jenis alas naskah Daun Lontar ; sejenis daun palm lon : daun, tar : sejenis palm Contoh gambar lontar dari Bali. Ukuran aslinya kurang lebih 3,5 x 30 cm.
41
Contoh lontar Tamil berisi doa-doa Kristen dari India Selatan.
42
Lontar (dari bahasa Jawa: ron tal, "daun tal") adalah daun siwalan atau tal (Borassus flabellifer atau palmyra) yang dikeringkan dan dipakai sebagai bahan naskah dan kerajinan.
43
Contoh gambar lontar dari Nepal.
44
Dua lembar lontar kakawin Ramayana yang tertua dan sekarang disimpan di Perpustakaan Nasional R.I. Lontar ini berasal dari pegunungan Merapi-Merbabu, Jawa Tengah dari abad ke-16 M.Ukuran aslinya kurang lebih 3,5 x 65 cm.
45
Contoh gambar lontar bersungging (bergambar) dari Bali dan disebut sebagai prasi.
46
Lontar sebagai bahan naskah dipakai di Asia Selatan dan Asia Tenggara
Lontar sebagai bahan naskah dipakai di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di Nusantara banyak ditemukan naskah lontar dari Sunda (Jawa Barat), Jawa, Bali, Madura, Lombok, dan Sulawesi Selatan.
47
Proses Pembuatan lontar
Di pulau Bali, daun-daun lontar sebagai alat tulis masih dibuat sampai sekarang. Pertama-tama daun-daun pohon siwalan dipetik dari pohon. Pemetikan biasa dilakukan pada bulan Maret/ April atau September/Oktober
48
karena daun-daun pada masa ini sudah tua
karena daun-daun pada masa ini sudah tua. Kemudian daun-daun dipotong secara kasar dan dijemur menggunakan panas matahari. Proses ini membuat warna daun yang semula hijau menjadi kekuningan. Lalu daun-daun direndam di dalam air yang mengalir selama beberapa hari dan kemudian digosok bersih dengan serbet atau serabut kelapa. Setelah daun-daun dijemur kembali, tapi sekarang kadang-kala daun-daun sudah dipotong dan diikat. Lalu lidinya juga dipotong dan dibuang.
49
Lembar lontar yang masih kosong
50
Setelah kering daun-daun lalu direbus dalam sebuah kuali besar dicampur dengan beberapa ramuan. Tujuannya ialah membersihkan daun-daun dari sisa kotoran dan melestarikan struktur daun supaya tetap bagus.
51
Setelah direbus selama kurang lebih 8 jam, daun-daun diangkat dan dijemur kembali di atas tanah. Lalu pada sore hari daun-daun diambil dan tanah di bawah dedaunan dibasahi dengan air kemudian daun-daun ditaruh kembali supaya lembab dan menjadi lurus. Lalu keesokan harinya diambil dan dibersihkan dengan sebuah lap.
52
Lalu daun-daun ditumpuk dan dipres pada sebuah alat yang di Bali disebut sebagai pamlagbagan. Alat ini merupakan penjepit kayu yang berukuran sangat besar. Daun-daun ini dipres selama kurang lebih enam bulan. Namun setiap dua minggu diangkat dan dibersihkan.
53
Setelah itu daun-daun dipotong lagi sesuai ukuran yang diminta dan diberi tiga lubang: di ujung kiri, tengah, dan ujung kanan. Jarak dari lubang tengah ke ujung kiri harus lebih pendek daripada ke ujung kanan. Hal ini dimaksudkan sebagai penanda pada saat penulisan nanti.
54
Tepi-tepi lontar juga dicat, biasanya dengan cat warna merah
Tepi-tepi lontar juga dicat, biasanya dengan cat warna merah. Lontar sekarang siap ditulisi dan disebut dengan istilah pepesan dalam bahasa Bali dan sebuah lembar lontar disebut sebagai lempir.
55
Proses penulisan lontar
Setiap lempir lontar yang akan ditulisi, biasanya diberi garis dahulu supaya nanti kalau menulis tidak mencong-mencong. Hal ini dilakukan dengan menggunakan sebuah alat yang disebut panyipatan. Tali-tali kecil direntangkan pada dua paku bambu. Lalu dibawahnya ditaruh lempir-lempir lontar. Tali-tali ini lalu diberi tinta dan ditarik. Rentangan tali yang ditarik tadi lalu mental dan mencipratkan tinta ke lempiran lontar sehingga terbentuk garis-garis.
56
Pisau untuk menulisi lontar.
57
Lalu lontar yang sudah siap ditulisi ditulisi menggunakan pisau tulis yang di Bali disebut pengropak atau pengutik. Di Jawa Barat dalam bahasa Sunda disebut dengan istilah péso pangot. Sang penulis sebenarnya mengukir aksara pada lempir-lempir lontar ini. Setelah selesai ditulis sebuah lempir, biasanya pada kedua sisi, maka lempir harus dihitamkan. Cara menghitamkan dilakukan dengan menggunakan kemiri yang dibakar sampai mengeluarkan minyak. Lalu kemiri-kemiri ini diusapkan pada lempir dan ukiran aksara-aksara tadi jadi terlihat tajam karena jelaga kemiri.
58
Minyak kemiri sekaligus juga menghilangkan tinta-tinta garisan
Minyak kemiri sekaligus juga menghilangkan tinta-tinta garisan. Lalu setiap lempir dibersihkan dengan lap dan kadangkala diolesi dengan minyak sirih supaya bersih dan tidak dimakan serangga. Lalu tumpukan lempir-lempir ini disatukan dengan sebuah tali melalui lubang tengah dan diapit dengan sepasang pengapit yang di Bali disebut sebagai takepan. Namun kadangkala lempir-lempir disimpan dalam sebuah peti kecil yang disebut dengan nama kropak di Bali (di Jawa kropak artinya adalah naskah lontar).
59
Lontar Di Sulawesi
60
Di Sulawesi Selatan lontar dikenal juga dan disebut sebagai lontara
Di Sulawesi Selatan lontar dikenal juga dan disebut sebagai lontara. Bentuk lontara agak berbeda dengan lontar dari Jawa dan Bali. Sebab di Sulawesi Selatan lontar disambung-sambung sampai panjang dan digulung sehingga bentuknya mirip dengan sebuah kaset (video ataupun musik). Konon lontara dari Sulawesi ini sudah sangat langka, di dunia lontara Sulawesi tinggal tiga buah naskah saja.
62
SESION VI Tempat Penyimpanan Koleksi Lontar
63
Tempat penyimpanan koleksi lontar
Beberapa perpustakaan dan instansi umum lainnya di seluruh dunia menyimpan koleksi lontar dan menyediakan bagi para peneliti untuk dibaca. Seperti daftar di bawah ini: Indonesia Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya (fakultas sastra) Uiversitas Indonesia di Depok Museum Sri Baduga, Bandung Museum sonobudoyo Yogyakarta Museum Mpu Tantular, Surabaya
64
Gedung Kirtya, Singaraja
Pusat dokumentasi Budaya Bali, denpasar Museum Negeri NTB, Mataram Amerika Serikat :Library of Congres Belanda Perpustakaan Universitas Leiden Perpustakaan KITLV, Leiden
65
Britania Raya Britis Library, London Jerman Staatsbibliothek zu Berlin (milik yayasan Stiftung Preubischer Kulturbesitz), Berlin Perpustakaan Universitas Heidelberg, Heidelberg Perancis Bibliotheque Nationale, Paris
66
Nipah (naskah)
67
Nipah adalah nama sejenis naskah manuskrip di Nusantara yang dibuat dari daun pohon palem nipah yang disebut dengan nama ilmiah Nypa fruticans. Naskah nipah bentuknya mirip dengan naskah lontar. TIFOLOGI Seperti dikatakan di atas, naskah nipah bentuknya mirip dengan naskah lontar. Perbedaan utama ialah bahwa naskah nipah lebih tipis daripada lontar dan dengan ini lebih lentur. Ketipisan bahan ini menyebabkan naskah nipah secara umum tidak ditulisi dengan cara menggoreskan tulisan dengan pisau seperti pada lontar, namun Nipah ditulis dengan cara memakai kalam dan tinta.
68
PENYEBARAN Naskah-naskah nipah yang sampai sekarang diketemukan bisa dikatakan semuanya berasal dari Jawa Barat. Jumlah keseluruhan naskah nipah tidaklah terlalu banyak, hanya beberapa puluh saja dibandingkan dengan ribuan naskah lontar. Teks-teks yang dimuat naskah ini adalah dalam bahasa Sunda, Sunda Kunda, dan Jawa Kuna. Teks-teks ternama yang dimuat dalam naskah-naskah nipah antara lain adalah naskah teks-teks Jawa Kuna Kakawin Arjunawiwāha (naskah Perpustakaan Nasional RI Kropak 641), Kuñjarakarna (naskah Universitas Leiden Or 2266), dan teks Sunda Kuna Carita Purnawijaya (naskah Perpustakaan Nasional RI Kropak 423).
69
Naskah nipah Kuñjarakarna yang disimpan di Universitas Leiden sebagai naskah Orientalis 2266, halaman 1 verso.
70
Terutama naskah Kakawin Arjunawiwāha ini sungguh istimewa karena sekaligus merupakan naskah nipah tertua dan naskah yang memuat teks Jawa Kuna tertua. Naskah ini bertarikhkan tahun 1344 Masehi.
71
Bujangga Manik merupakan naskah yang ditulis dalam aksara dan bahasa Sunda.
Naskah ini ditulis dalam bentuk puisi naratif berupa lirik yang terdiri dari delapan suku kata, diatas daun nipah yang saat ini disimpan di Perpustakaan Bodleian di Oxford sejak tahun 1627 (MS Jav. b. 3 (R), cf. Noorduyn 1968:469, Ricklefs/Voorhoeve 1977:181). Naskah Bujangga Manik seluruhnya terdiri dari 29 lembar daun nipah, yang masing-masing berisi sekitar 56 baris kalimat yang terdiri dari 8 suku kata. Naskah ini menggambarkan keadaan pulo Jawa dan lautnya pada saat perdagangan laut dikuasai oleh Kesultanan Malaka.
72
Yang menjadi tokoh dalam naskah Bujangga Manik ini adalah Prabu Jaya Pakuan alias Bujangga Manik,
Prabu Jaya Pakuan alias Bujangga Manik seorang resi Hindu Sunda yang, walaupun merupakan seorang prabu pada keraton Pakuan Pajajaran (ibu kota Kerajaan Sunda, yang bertempat di wilayah yang sekarang menjadi kota Bogor), lebih suka menjalani hidup sebagai seorang resi. Sebagai seorang resi, dia melakukan dua kali perjalanan dari Pakuan Pajajaran ke Jawa. Pada perjalanan kedua Bujangga Manik malah singgah di Bali. Pada akhirnya Bujangga Manik bertapa di sekitar gunung Patuha sampai akhir hayatnya
73
Sanghyang Siksakanda ng Karesian merupakan naskah didaktik, yang memberikan aturan, resep serta ajaran agama dan moralitas kepada pembacanya. Sanghyang Siksakanda ng Karesia merupakan “Buku berisi aturan untuk menjadi resi (orang bijaksana atau suci)”. Naskah ini disimpan di Perpustakaan Nasional di Jakarta dan ditandai dengan nama kropak 630. Naskah ini terdiri dari 30 lembar daun nipah. Naskah ini bertanggal "nora catur sagara wulan ( )", yaitu tahun 1440 Saka atau 1518 Masehi. Naskah ini telah menjadi rujukan dalam publikasi yang diterbitkan oleh Holle dan Noorduyn. (1987:73-118). Naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian berasal dari Galuh (salah satu ibukota Kerajaan Sunda).
74
Naskah 16 L 641 atau Kropak 641 disimpan di PNRI (Perpustakaan Nasional Republik Indonesia). Naskah ini adalah naskah nipah tertua yang berasal dari tahun 1344 berisikan kakawin Arjunawiwaha dalam bahasa Jawa Kuna. Naskah ini sebelumnya milik bupati Bandung dan berasal dari Jawa Barat.
75
SESION VII ALAS NASKAH DAUN ENAU
76
2.Daun Enau= daun kolang kaling rumbio
3. Daun Janur (pucuk daun kelapa) 4. Kulit Kayu ini asal mula bernama pustaka (Batak) - teks membuat obat -teks menolak bala ada juga di Aceh dan Sumatra Selatan 5. Bambu di Batak dan Cina 6. Sutra (kain sutra) di Cina 7. Gading di Birma
77
8. Batu bara di Mesopotomia
9. Kulit binatang di Arab, naskah-naskah Ibrani 10. Tembaga di India
78
Melihat dari bahan yang digunakan, maka naskah akan cepat rusak bila tidak dirawat dengan baik, juga karena faktor cuaca tropis yang makin membuat bahanbahan tersebut mudah rusak. Naskah-naskah lama yang seharusnya jumlahnya melimpah menjadi semakin langka, hal ini juga disebabkan oleh bencana alam, perang dan juga pemusnahan naskah yang disengaja. Hal-hal tersebut yang menjadikan naskah menjadi barang yang langka dimasa sekarang ini, ditambah lagi masyarakat sekarang yang menjadikan naskah sebagai barang koleksi pribadi, sehingga keberadaanya sulit dilacak .
79
Sebagai salah satu peninggalan tertulis naskah kuna banyak memberikan informasi. Naskah lama merupakan rekaman khasanah kebudayaan yang mencerminkan kehidupan masa lampau. Naskah lama banyak menyimpan buah pikiran, perasaan, serta informasi masa lampau (Siti Baroroh Baried, 1994 : 55). Naskah lama dari segi isi lebih banyak menjelaskan kejadian-kejadian masa lampau secara lengkap jika dibandingkan dengan peninggalan yang berupa fisik.
80
Naskah juga akan lebih memudahkan dalam menerjemahkan informasi kegiatan kegiatan kebudayaan masa lampau. Namun demikian, keberadaan naskah sekarang ini menjadi barang yang langka, hal tersebut disebabkan semakin banyaknya orang yang tidak bisa membaca dan mempelajari naskah. Naskah lama menggunakan bahasa lampau yang sekarang ini jarang ditemui atau bahkanmungkin tidak dijumpai lagi di masyarakat, ini yang menyebabkan kesulitan dalam memahami isi naskah.
81
VIII UTS
82
PENGERTIAN FILOLOGI DALAM SEJARAH PERKEMBANGANYA
SESION IX PENGERTIAN FILOLOGI DALAM SEJARAH PERKEMBANGANYA
83
PENGERTIAN FILOLOGI DALAM SEJARAH PERKEMBANGANYA
Sebagai Ilmu tentang Pengetahuan yang Pernah Ada. Informasi mengenai masa lampau suatu masyarakat, yang meliputi berbagai segi kehidupan dapat diketahui oleh masyarakat masa kini melelui peninggalan-peninggalan, baik yang berupa benda-benda budaya maupun karya-karya tulisan. Karya tulisan pada umumnya menyimpan kandungan berita masa lampau yang mampu memberikan informasi secara lebih terurai.
84
Apabila informasi yang terkandung dalam karya-karya tulisan mempunya cakupan informasi yang luas, menjangkau berbagai segi kehidupan masa lampau, maka pengetahuan yang dipandang mampu mengangkat informasi yang luas dan menyeluruh itu dipahami sebagai kunci pengetahuan. Oleh karena itulah, kemudian filologi memperoleh arti
85
ILMU PENGETAHUAN TENTANG SEGALA SESUATU YANG PERNAH DIKETAHUI ORANG.
Dalam pandangan inilah pengkajian terhadap teks-teks yang tersimpan dalam peninggalan tulisan masa lampau tersebut disebut sebagai pintu gerbang untuk mengungkapkan khazanah masa lampau. Dari pengertian ini filologi disebut juga sebagai l’etalage de savoir.
86
Sebagai Ilmu Bahasa. Sebagai hasil budaya masa lampau, peninggalan tulisan perlu dipahami dalam konteks masyarakat yang melahirkannya. Pengetahuan tentang berbagai konvensi yang hidup dalam masyarakat yang melatarbelakangi penciptaannya mempunyai peran yang besar bagi upaya memahami kandungan isinya. Mengingat bahwa lapis awal dari karya tulisan masa lampau berupa bahasa, maka pekerja filologi pertama-tama dituntut untuk memiliki bekal pengetahuan tentang bahasa yang dipakai dalam karya tulisan lama tersebut. Hal ini berarti juga bahwa pengetahuan kebahasaan secara luas diperlukan untuk membongkar kandungan isi karya tulisan masa lampau.
87
Dengan demikian, seorang filolog harus pula ahli bahasa
Dengan demikian, seorang filolog harus pula ahli bahasa. Dari situasi inilah kemudian filologi dipandang sebagai ilmu tentang bahasa. Dalam konsep ini, filologi dipandang sebagai ilmu dan studi bahasa yang ilmiah, seperti yang pada saat ini dilakukan oleh linguistik. Jika studinya dikhususkan terhadap teks-teks masa lampau, filologi memperoleh makna sebagaimana yang terdapat pada linguistik diakronis. Filologi dengan pengertian ini antara lain dapat dijumpai di Inggris. Di Arab, filologi demikian disebut dengan fiqh al-lughah.
88
Sebagai Ilmu Sastra Tinggi
Dalam perkembangannya, karya-karya tulisan masa lampau yang didekati dengan filologi berupa karya-karya yang mempunyai nilai yang tinggi di dalam masyarakat. Karya-karya yang pada umumnya dipandang sebagai karya-karya sastra adiluhung, misalnya karya Yunani, Homerus. Perkembangan sasaran kerja ini kemudian melahirkan pengertian tentang istilah filologi sebagai studi sastra atau ilmu sastra. Filologi dengan pengertian di atas pada saat ini sudah tidak dijumpai lagi.
89
Filologi sebagai studi teks
90
Sebagai Studi Teks. Filologi dipakai juga untuk menyebut ‘ilmu yang berhubungan dengan studi teks, yaitu studi yang dilakukan dalam rangka mengungkapkan hasil budaya yang tersimpan di dalamnya’. Pengertian demikian antara lain dapat dijumpai pada filologi di Negeri Belanda. Sejalan dengan pengertian ini, di Prancis, filologi mendapatkan pengertian sebagai ‘studi suatu bahasa melalui dokumen tertulis dan studi mengenai teks lama beserta penurunan (transmisinya)’. Konsep filologi demikian bertujuan mengungkapkan hasil budaya masa lampau sebagaimana yang terungkap dalam teks aslinya. Studinya menitikberatkan pada teks yang tersimpan dalam karya tulis masa lampau.
91
DENGAN pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagai istilah, filologi merupakan satu disiplin yang ditujukan pada studi tentang teks yang tersimpan dalam peninggalan tulisan masa lampau. Studi teks ini didasari oleh adanya informasi tentang hasil budaya manusia pada masa lampau yang tersimpan di dalamnya. Oleh karena itu, sebagai satu disiplin, filologi tergolong dalam ilmu-ilmu kemanusiaan yang bertujuan untuk mengungkapkan hasil budaya masa lampau yang tersimpan dalam peninggalan yang berupa karya tulisan. Konsep tentang ‘kebudayaan’ di sini dihubungkan antara lain dengan buah pikiran, perasaan, kepercayaan, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat.
92
UTS Jelaskan dan uraikan tentang alas naskah yang bukan dari kertas
Kenapa kita perlu tahu tentang alas naskah
93
Penyebab Lahirnya Filologi
SESION X Penyebab Lahirnya Filologi
94
Penyebab Lahirnya Filologi
Adanya informasi masa lampau dalam tulisan naskah Adanya nilai-nilai yang terkandung di dalam naskah Adanya relevansi nilai-nilai itu dengan nilai-nilai masa sekarang Kondisi fisik sosial budaya yang melatar belakangi penciptaan karya masa lampau tidak ada lagi dan tidak sama dengan sosial budaya pembaca masa kini contoh adat dahulu dengan adat sekarang tidak sama Keperluan untuk mendapatkan hasil pemahaman yang akurat terhadap tulisan masa lampau.
95
Keberadaan naskah lama tidak terlepas dari tradisi penyalinan naskah
Keberadaan naskah lama tidak terlepas dari tradisi penyalinan naskah. Tradisi ini terjadi dikarenakan penyalin ingin memiliki naskah tersebut atau naskah yang asli sudah rusak, sehingga perlu dibuatkan salinan. Tradisi penyalinan naskah yang menyebabkan adanya varian-varian, sehingga diperlukan penanganan terhadap naskah-naskah tersebut. Hal itu merupakan tugas pokok filologi untuk menemukan naskah yang bersih dari kesalahan untuk disajikan kepada pembaca.
96
Dasar Kerja Filologi Diperlukan karena munculnya variasi-variasi dalam teks yang tersimpan dalam naskah. Memperlihatkan gejala bahwa dalam penyalinan naskah, teks senantiasa mengalami perubahan sehingga lahirlah wujud teks yang bervariasi Kerja filologi didasarkan pada prinsip bahwa teks berubah dalam penurunannya Filologi bekerja karena adanya sejumlah variasi Munculnya variasi memperlihatkan satu sifat penurunan suatu teks yang tidak pernah setia.
97
Secara disengaja atau tidak disengaja penurunan yang dilakukan oleh penyalin akan menimbulkan bentuk penyalinan yang tidak setia. Faktor manusia dengan berbagai keterbatasannya dan dengan berbagai subjektivitasnya mempunyai peran yang penting dan sangat menentukan terhadap wujud hasil salinannya
98
Variasi Variasi yang merupakan dasar kerja filologi pada awal mulanya di pandang sebagai kesalahan, suatu bentuk korup (rusak), satu bentuk keteledoran si penyalin (tradisional). Sikap terhadap variasi yang muncul dalam transmisi naskah pun, dalam perkembangannya, juga berubah. Variasi dipandang tidak hanya sebagai kesalahan yang dibuat oleh penyalin, tetapi juga sebagai bentuk kreasi penyalin (filologi modern), yaitu hasil dari subjektivitasnya sebagai manusia penyambut teks yang disalin dan sebagai yang menghendaki salinannya diterima oleh pembaca sezamannya.
99
Sikap terhadap variasi
melahirkan pandangan 1. Sikap yang memandang variasi sebagai satu bentuk korup yang berarti sebagai wujud kelengahan dan kelalaian penyalin, melahirkan pandangan yang oleh beberapa orang disebut filologi tradisional. Dalam konsep ini, filologi memandang variasi secara negatif. Sebagai akibatnya, teks harus dibersihkan dari bentuk-bentuk korup dan salah itu.
100
2.Sikap yang memandang variasi sebagai bentuk kreasi melahirkan pandangan yang oleh sementara orang disebut filologi modern. Dalam konsep ini, variasi dipandang variasi secara positif yaitu menampilkan wujud resepsi sipenyalin. Dalam pandangan ini bahwa adanya gejala yang memperlihatkan keteledoran sipenyalin tetap juga diperhatikan dan dipertimbangkan dalam pembacaan
101
SESION XI Penyalinan-Variasi
102
Hal Penyalinan-Variasi
Bahwa filologi diperlukan dalam rangka upaya mengungkapkan informasi tentang masa lampau suatu masyarakat yang tersimpan dalam peninggalan tulisan. Peninggalan tulisan yang mengalami penyalinan berulang-ulang akan muncul dalam wujud salinan yang bermacam-macam pula. Munculnya variasi akibat dari salinan yang tidak setia akan melahirkan informasi yang bermacam-macam.
103
Kondisi fisik sebagai peninggalan masa lampau tidak sempurna lagi
Tulisannya rusak Bahasanya tidak lagi dipakai Faktor-faktor sosial budaya yang melatar belakangi lahirnya kandungan teks berbeda. Penyalinan berkali-kali menyebabkan teks mengalami perubahan
104
Perubahan teks terjadi karena beberapa faktor:
Faktor usia yaitu kerusakan akibat dimakan waktu Faktor kelengahan penyalinnya, yaitu akibat dari kesalahan pemahaman, kesalahan penulisan Faktor subjektivitas penyalin
105
Tujuan Filologi filologi yang yang memandang variasi sebagai bentuk korup kerjanya bertujuan: menemukan bentuk mula teks atau yang paling dekat dengan bentuk mula teks maksudnya: gejala yang terlihat pada bacaan yang berbeda-beda untuk suatu informasi dan terlihat pada sejumlah kerusakan dan kesalahbacaan mengandung kebutuhan untuk mendapatkan informasi tentang kandungan teks yang asli.
106
Asli maksudnya seperti yang dihasilkan pertama kali, yaitu kandungan teks yang belum mengalami perubahan dalam proses transmisinya itu. Jadi, motivasi yang melahirkan kerja filologi pada awal mulanya ini melahirkan tujuan yang berupa menemukan bentuk asli atau bentuk mula teks. Filologi yang memandang variasi sebagai bentuk kreasi kerjanya bertujuan untuk menemukan makna kreasi yang muncul dalam bentuk variasi. Kerja filologi ini memandang penyalin adalah manusia penyambut teks yang kreatif.
107
Kreativitas si penyalin didukung selain oleh subjektivitasnya selaku manusia pembaca teks yang akan disalin, juga pada beberapa produk tulisan masa lampau disebabkan oleh kondisi pernaskahan suatu masyarakat, sebagaimana yang ada di Nusantara. Pandangan tentang studi filologi demikian banyak berkaitan dengan konsep estetika resepsi dalam ilmu sastra.
108
SESION XII Tujuan Filologi
109
Tujuan Filologi Secara Umum
1. mengungkapkan produk masa lampau melalui peninggalan tulisan (memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa melalui hasil sastranya, baik lisan maupun tulisan); 2. mengungkapkan fungsi peninggalan tulisan pada masyarakat penerimanya, baik pada masa lampau maupun pada masa kini (mengungkapkan makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya); 3. mengungkapkan nilai-nilai budaya masa lampau (mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan).
110
Tujuan Filologi Secara Khusus
Mengungkapkan bentuk mula teks yang tersimpan dalam peninggalan tulisan masa lampau (menyunting sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya); Mengungkapkan sejarah perkembangan teks (mengungkapkan sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya);
111
Mengungkapkan sambutan masyarakat terhadap suatu teks sepanjang penerimaannya (mengungkapkan resepsi pembaca pada setiap kurun penerimaannya); Menyajikan teks dalam bentuk yang terbaca oleh masyarakat masa kini, yaitu dalam bentuk suntingan. (dalam istilah filologi di sebut aliterasi naskah=menerjemahkan naskah agar terbaca)
112
Kesimpulan atas tujuan di atas adalah:
Mencari Bentuk mula, ekspresi teks pada setiap masa, bahasa, budaya (hukum, sastra, teknologi). Menjadikan naskah tersebut terbaca, tersunting, teredit (diterjemahkan dalam bahasa indonesia) »(filologi tradisional). Mengungkapkan kandungan produk budaya masa lampau » (filologi modern) Mengkaji teks-teks klasik
113
SESION XIII METODE dan ILMU BANTU
114
Metode filologi : ( dijelaskan dalam mata kuliah teori filologi)
1. Metode pencatatan dan pengumpulan naskah 2. Metode kritik teks Metode intuitif Metode objektif Metode gabungan Metode landasan Metode edisi naskah tunggal 3. Susunan stema 4. Rekonstruksi teks ( dijelaskan dalam mata kuliah teori filologi)
115
Jelas, bahwa sebagai satu disiplin, studi filologi menuntut metode yang memadai. Berbagai faktor yang terlibat dalam kerja filologi menjadi pertimbangan dalam menetapkan metode seperti: Pandangan tentang studi filologi yang dilatari oleh sikapnya terhadap bacaan variasian (variant reading);,
116
Kondisi sasaran dan objek kerjanya seperti yang terlihat pada:
materialnya, pada sistem bahasa, sistem sastra, dan konvensi sosial budayanya,
117
Besarnya jumlah peninggalan tulisan yang memuat teks dan bentuknya yang bermacam-macam,
Kondisi naskah (keterbacaan teks) yang rusak atau korup, Macam tujuan kerja
118
Studi Filologi di Indonesia
Studi Filologi yang diterapkan terhadap naskah-naskah selama ini dilakukan dengan mengikuti pandangan yang berlaku di Eropa, khususnya di Negeri Belanda yaitu karena pengaruh Belanda dahulu. yaitu studi mengenai kebudayaan yang di dasarkan pada bahan tertulis dengan tujuan mengungkapkan informasi masa lampau yang terkandung di dalamnya. Filologi demikian berusaha melacak bentuk mula teks yang menyimpan informasi tersebut.
119
Kerja filologi ini dilatarbelakangi oleh anggapan atau harapan tentang adanya nilai-nilai, hasil budaya masa lampau yang diperlukan dalam kehidupan masa kini yang terkandung dalam naskah-naskah lama Naskah-naskah tersebut disimpan di Di Jakarta :Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia Di Yogyakarta: Balai bahasa, Balai Kajian Sejarah, Museum sana Budaya
120
Di Surakarta;Museum Radya Pustaka,
Di Aceh: perpustakaan Pusat Informasi Aceh Koleksi perorangan Dan tempat penyimpanan yang lain, baik di dalam negeri maupun luar negeri
121
XIV
122
KEDUDUKAN FILOLOGI DENGAN ILMU-ILMU LAIN
Filologi berhubungan secara timbal balik dengan ilmu-ilmu lain. Ilmu bantu filologi seperti: 1.Linguistik Linguistik diperlukan untuk memahami bahasa naskah. Cabang linguistik yang diperlukan seperti etimologi, sosiolingistik, stilistika.
123
Etimologi yaitu ilmu yang mempelajari asal-usul dan sejarah kata.
Perlu juga fonologi (ilmu tentang bunyi bahasa), morfologi (ilmu tentang pembentukan kata), semantik (ilmu tentang makna kata) .
124
Contoh: kata cinta dalam sastra Melayu sering berarti “sedih” atau “susah”. Kata masygul dalam naskah karya Nuruddin Arranirri tidak berarti “sedih”,”gundah” tetapi berarti “sibuk” yaitu arti pertama dalam bahasa Arab. Sosiolinguistik Untuk mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku masyarakat. Untuk mengetahui apakah ada unda-usuk (tingkat) bahasa, ragam bahasa, dan alih kode yang erat kaitannya dengan konvensi masyarakat pemakai bahasa.
125
Hasil kajian ini diharapkan dapat membantu mengungkapkan keadaan sosiobudaya yang tersurat dalam naskah. Stilistika Menyelidiki gaya bahasa sastra, dapat membantu penelusuran teks asli atau yang mendekati teks asli dan dalam penentuan usia teks. Maksudnya: Naskah yang sampai kepada kita adalah naskah yang telah mengalami penyalinan (penurunan). Dalam penyalinan naskah tampak adanya tradisi penyalinan yang longgar.
126
Artinya bahwa penyalin dapat mengubah, memperbaiki, menambah, dan mengurangi teks yang disalinnya, jika dianggap perlu. Selain itu, penyalin teks seringkali dilakukan secara horizontal dengan menggunakan beberapa naskah induk sehingga menyulitkan pelacakan naskah asli. Dengan mengkaji bahasa suatu teks, diharapkan dapat diketahui adanya kelainan dalam teks tersebut. Adanya perbedaan itu mengindikasikan bahwa teks itu bukanlah teks asli.
127
Stilistika juga membantu penentuan usia teks.
Teks lama pada umumnya tidak mencantum-kan data penulis/ penyalin dan waktu penulisan/ penyalinan. Dengan membandingkan gaya bahasa teks diharapkan dapat diketahui pula siapa pengarang/ penyalin teks tersebut dan kapan dilakukan penulisan/ penyalinan teks tersebut. Kitab Brahmandapurana dalam sastra Jawa, misalnya, yang tidak memiliki keterangan penulis dan tahun penulisannya, oleh Poerbatjaraka digolongkan ke dalam sastra sezaman dengan “sang Hyang Kamahayanikan” berdasarkan kajian struktur dan gaya bahasanya.
128
2.Pengetahuan tentang Bahasa yang Mempengaruhi Bahasa Teks
Pengaruh bahasa Sansekerta dan Arab sangat besar dalam teks Nusantara. Bahasa Sansekerta sangat diperlukan dalam kajian teks berbahasa Jawa, terutama Jawa kuno. Seperti pada teks “Ramayana”, “Uttarakanda”; “Sang Hyang Kamahayanikan”. Pada teks tersebut pengaruh bahasa Jawa Baru hanya sebatas kata dan ungkapan yang dikenal dengan istilah “tembung Jawi” yang berarti “kata pujangga”
129
Dalam teks berbahasa Melayu pengaruhnya hanya berupa kata serapan dan jumlah tidak sebanyak dalam teks berbahasa Jawa Baru. Pengaruh bahasa Arab, terutama diperlukan untuk pengkajian teks yang berisi ajaran Islam atau tasawuf atau teks yang kena pengaruh Islam. Teks sering ditulis dengan huruf Arab tanpa tanda baca.
130
karya Syamsuddin Assumatrani yang berjudul “Mir’atul Mu’minin”,
Teks-teks yang berbahasa Arab adalah teks yang kena pengruh Islam seperti: Teks karya Hamzah Fansuri yang berjudul “Syarabul ‘Asyiqin” dan karya Syamsuddin Assumatrani yang berjudul “Mir’atul Mu’minin”, karya Nuruddin Arraniri yang berjudul “Siratal Mustaqim” dan karya Abdulrauf Singkel yang berjudul “Daqaiqul Huruf” dalam naskah Jawa pada teks berjudul “Suluk Sukarsa” dan “Suluk Wujil”
131
Naskah yang ada sering tidak diketahui: daerah penemuannya,
Pengetahuan tentang bahasa daerah Nusantara diperlukan untuk penggarapan naskah dan teks Nusantara. Naskah yang ada sering tidak diketahui: asal-usulnya, daerah penemuannya, daerah penyalinannya, daerah asal penulisnya atau daerah asal penulisannya. Ini terutama dialami dalam pembacaan teks Melayu berhuruf Jawi karena ejaan teks tersebut tidak selalu menyertakan tanda vokal
132
Bahasa daerah Nusantara diperlukan untuk kegiatan menyadur atau menerjemahkan teks lama Nusantara ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing menyadur atau menerjemahkan teks merupa-kan kegiatan filolog untuk upaya memasyarakatkan teks lama Nusantara dalam keadaan siap pakai oleh pakar ilmu lain Dalam rangka agar teks lama Nusantara dikenal masyarakat luas sehingga dapat dimasukkan ke dalam khazanah sastra Indonesia, bahkan sastra dunia.
133
SESION XIV Mengenal Paleografi
134
Paleografi adalah ilmu tentang macam-macam tulisan kuno. Paleografi mempunyai tiga tujuan utama: Mengalihaksarakan teks bertulisan kuno karena teks tersebut sulit dibaca orang awam Menerjemahkan teks tersebut ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing, dan Menempatkan peninggalan tertulis itu dalam sejarah (kebudayaan) suatu bangsa berdasarkan waktu dan tempat tulisnya teks tersebut.
135
Paleografi merupakan modal utama filolog dalam menelaah teks sastra lama yang tidak mencantumkan penulis serta waktu dan tempat penulisannya. Jenis tulisan kuno seperti: Palawa Palawa terbagi atas Palawa awal dan Palawa lanjutan Palawa awal menunjukkan ciri yang berhubungan dengan huruf India Selatan dan Sri Langka pada prasasti abad ke-3 dan ke-5 (antara lain prasasti Kutai di Kalimantan Timur dan prasasti Purnawarman di Jawa Barat).
136
Palawa lanjut dipakai dalam prasasti abad ke-7 dan ke-8 , antara lain prasasti Tuk Mas di Jawa Tengah, prasasti dari kerajaan Sriwijaya di Sumatra Selatan (prasasti kedudukan bukit (tahun 683), prasasti Talang Tuwo (tahun 684), prasasti Karang Brahi di Jambi, prasasti Kota Kapur di Pulau Bangka (tahun 686), dan prasasti Canggal (tahun 732) di Jawa Tengah. Prasasti Canggal adalah prasasti tertua di Jawa dan merupakan prasasti terakhir yang berhuruf Palawa.
137
Pra-Nagari Prasasti Budha di Jawa Tengah yang ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan huruf Pra-Nagari yang berasal dari India Utara dihasilkan pada abad ke-8. Di antara prasasti itu adalah prasasti Kalasan (tahun 778), prasasti Ratubaka (sezaman dengan prasasti Ratubaka), dan prasasti Kelurak (782). Prasasti Plaosan diduga dibuat sebelum pertengahan abad ke-9. Batu dan teksnya sudah rusak sehingga tahun dan nama raja yang memerintahnya tidak dapat dilacak.
138
Tulisan Jawa Kuno merupakan kelanjutan tulisan Palawa. Mulai digunakan pada pertengahan abad ke-8 pada prasasti Dinoyo di Jawa Timur (tahun 760). Tulisan itu digunakan sampai abad ke-13 dalam prasasti yang terdapat di Jawa Timur, Jawa barat, Bali, dan Sumatra.
139
XV Paleografi
140
XVI uas
141
Soal UAS 1. Apa perbedaan naskah dengan teks 2. Apa yang kamu ketahui dengan tradisi pennyalinan teks, jelaskan. (tgl. 8 juni 2015, pk wib)
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.