Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehIwan Yuwono Telah diubah "7 tahun yang lalu
1
TANGGUNG JAWAB NEGARA Ikaningtyas.SH.LLM
2
Latar belakang Walaupun setiap negara berdaulat, namun hak absolut tersebut dibatasi oleh kedaulatan negara lain Sehingga tidak ada satu negara manapun dapat menikmati hak-haknya tanpa menghormati hak-hak negara lainnya Setiap pelanggaran terhadap hak-hak negara lain menyebabkan negara tersebut wajib memperbaiki pelanggaran hak tersebut.
3
Unsur – unsur tanggung jawab
Adanya suatu kewajiban hukum internasional antara kedua negara tersebut Ada perbuatan atau kelalaian (act or omission) yang dapat dipertautkan (imputable) kepada suatu negara; Perbuatan atau kelalaian itu merupakan suatu pelanggaran terhadap suatu kewajiban internasional, baik kewajiban itu lahir dari perjanjian maupun dari sumber hukum internasional lainnya. Adanya kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang melanggar hukum atau kelalaian
4
Lanjutan… dalam perkembangannya hingga saat ini, tampaknya unsur “kerugian” itu tidak lagi dianggap sebagai keharusan dalam setiap kasus untuk lahirnya tanggung jawab negara. Contohnya, pelanggaran terhadap ketentuan hukum internasional yang berkenaan dengan hak asasi manusia, jelas merupakan perbuatan yang dipersalahkan menurut hukum internasional, walaupun tidak merugikan pihak atau negara lain. Pasal 24 Konvensi Eropa tentang Hak-hak Asasi Manusia menyatakan, setiap negara peserta diperbolehkan mengajukan keberatan terhadap negara peserta lain tanpa mengharuskan negara yang mengajukan keberatan itu sebagai korban pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh negara yang dituduh melakukan pelanggaran tersebut.
5
Teori-teori tentang Tanggung Jawab Negara
Teori Risiko (Risk Theory) yang kemudian melahirkan prinsip tanggung jawab mutlak (absolute liability atau strict liability) atau tanggung jawab objektif (objective responsibility), yaitu bahwa suatu negara mutlak bertanggung jawab atas setiap kegiatan yang menimbulkan akibat yang sangat membahayakan (harmful effects of untra-hazardous activities) walaupun kegiatan itu sendiri adalah kegiatan yang sah menurut hukum. Contohnya, Pasal II Liability Convention 1972 (nama resmi konvensi ini adalah Convention on International Liability for Damage caused by Space Objects of 1972) yang menyatakan bahwa negara peluncur (launching state) mutlak bertanggung jawab untuk membayar kompensasi untuk kerugian di permukaan bumi atau pada pesawat udara yang sedang dalam penerbangan yang ditimbulkan oleh benda angkasa miliknya.
6
Lanjutan… Teori Kesalahan (Fault Theory) yang melahirkan prinsip tanggung jawab subjektif (subjective responsibility) atau tanggung jawab atas dasar kesalahan (liability based on fault), yaitu bahwa tanggung jawab negara atas perbuatannya baru dikatakan ada jika dapat dibuktikan adanya unsur kesalahan pada perbuatan itu.
7
Bentuk-bentuk tanggung jawab negara
Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum (delictual liability) Eksplorasi ruang angkasa Eksplorasi nuklir ( a highly hazardous activity) Kegiatan lintas batas nasional Tanggung jawab atas pelanggaran perjanjian (contractual liablity) Pelanggaran suatu perjanjian (pelanggaran atas asas pacta sun servanda) Pelanggaran kontrak (tindakan pejabat yang ultra vires)
8
lanjutan Pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh pejabat atas nama negara, erat kaitannya dengan konteks pertautan (imputability). Hal ini menjadi penting karena ia merupakan syarat mutlak bagi ada-tidaknya tanggung jawab suatu negara dalam suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar hukum internasional. Pertautan itu dianggap ada bilamana perbuatan atau kelalaian (yang melanggar kewajiban hukum internasional) itu dilakukan oleh suatu organ negara atau pihak-pihak yang memperoleh status sebagai organ negara. Pengertian ‘organ” di sini harus diartikan merujuk pada seorang pejabat negara, departemen pemerintahan dan badan-badannya.
9
Pengecualian tanggung jawab negara atas pelanggaran perjanjian
Tindakan tersebut dilakukan dengan persetujuan negara yang dirugikan. Contoh : pengiriman tentara Tindakan itu dilakukan sebagai suatu upaya yang sah berdasarkan hukum internasional sebagai akibat adanya pelanggaran hukum internasional. Contoh : agresi AS ke Afganistan Force majeure State of Necessity Self Defence
10
State of Necessity “keharusan” (necessity) tidak bisa dijadikan pembenaran bagi pelanggaran kewajiban internasional suatu negara, kecuali : tindakan itu merupakan satu-satunya cara untuk menyelamatkan suatu kepentingan esensial negara itu dari suatu bahaya yang sangat besar dan sudah sedemikian dekat; tindakan itu tidak menimbulkan gangguan yang serius terhadap kepentingan esensial dari negara tersebut yang di dalamnya melekat suatu kewajiban.
11
Self defence Sementara itu, tindakan pembelaan diri (self-defence) dapat digunakan sebagai pembenaran terhadap suatu tindakan jika pembelaan diri itu dilakukan sebagai pembelaan diri yang sah sesuai dengan ketentuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Yang penting dicatat di sini adalah bukan berarti bahwa semua tindakan pembelaan diri adalah sah, melainkan hanya tindakan pembelaan diri yang sesuai dengan Piagam PBB saja yang dianggap sah. Ketentuan itu juga berarti bahwa untuk tindakan yang sama, tetapi jika tidak dilakukan dalam rangka pembelaan diri, maka tindakan itu adalah bertentangan dengan hukum (dan karenanya tidak dapat dijadikan alasan pembenar atau pembenaran).
12
lanjutan Piagam PBB, pasal 51
Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of individual or collective self-defence if an armed attack occurs against a Member of the United Nations, until the Security Council has taken measures necessary to maintain international peace and security. Measures taken by Members in the exercise of this right of self-defence shall be immediately reported to the Security Council and shall not in any way affect the authority and responsibility of the Security Council under the present Charter to take at any time such action as it deems necessary in order to maintain or restore international peace and security.
13
Perbaikan atas kerugian yang disebabkan pelanggaran terhadap kewajiban HI
1. Restitusi (Pasal 35) Sebuah Negara yang bertanggung jawab untuk tindakan salah internasional berada di bawah kewajiban untuk membuat restitusi, yaitu, membangun kembali situasi yang ada sebelum bertindak salah itu dilakukan 2. Kompensasi (Pasal 36) a. Negara yang bertanggung jawab untuk tindakan salah internasional berada di bawah kewajiban untuk mengimbangi kerusakan yang ditimbulkan karenanya, sejauh kerusakan tersebut tidak dibuat baik dengan restitusi. b. kompensasi tersebut harus meliputi kerusakan finansial dinilai termasuk hilangnya keuntungan sejauh didirikan.
14
3. Kepuasan (Pasal 37) a. Negara yang bertanggung jawab untuk tindakan salah internasional berada di bawah kewajiban untuk memberikan kepuasan bagi luka yang disebabkan oleh tindakan yang sejauh yang tidak dapat dibuat baik dengan ganti rugi atau kompensasi. b. Kepuasan dapat terdiri dalam pengakuan atas pelanggaran, ekspresi penyesalan, permintaan maaf formal atau modalitas yang lain sesuai. c. Kepuasan tidak akan keluar dari proporsi cedera dan tidak dapat mengambil formulir memalukan untuk Negara yang bertanggung jawab.
15
4. Bunga (Pasal 38) a. Bunga atas setiap jumlah pokok yang jatuh tempo dalam bab ini akan dibayar bila perlu untuk memastikan perbaikan penuh. Tingkat bunga dan cara perhitungan akan diatur sehingga untuk mencapai hasil tersebut. b. Bunga berjalan dari tanggal ketika jumlah pokok yang seharusnya sudah dibayar sampai tanggal kewajiban untuk membayar terpenuhi. 5. Kontribusi atas Kerugian (Pasal 39) Dalam penentuan reparasi, harus dipertimbangkan dari kontribusi terhadap kerugian oleh tindakan atau kelalaian yang disengaja atau kelalaian Negara terluka atau orang atau badan sehubungan dengan reparasi yang dicari.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.