Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PELAYANAN KESEHATAN SEBAGAI HAM (HUKUM KERUMAHSAKITAN)

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PELAYANAN KESEHATAN SEBAGAI HAM (HUKUM KERUMAHSAKITAN)"— Transcript presentasi:

1 PELAYANAN KESEHATAN SEBAGAI HAM (HUKUM KERUMAHSAKITAN)
OLEH: RIMAWATI LAW FACULTY - UGM

2 ISI : Pendahuluan Hukum dan Rumah Sakit
 Dasar Hukum Penyelenggaraan RS Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit (Tanggung Jawab Institusi, Manajerial dan Pidana) Alternatif Penyelesaian Sengketa Kesehatan

3 PENDAHULUAN

4 Rumah sakit merupakan orang dalam bentuk badan hukum yang akan melakukan hubungan hukum baik dengan orang pribadi maupun badan hukum. PENGANTAR   Badan hukum penyelenggara rumah sakit dapat berupa badan hukum publik bagi rumah sakit yang diselenggarakan oleh pemerintah dan badan hukum privat. Hubungan hukum tersebut merupakan hubungan hukum dalam bidang keperdataan yang tunduk kepada perjanjian yang disepakati antara pemberi pelayanan jasa kesehatan dengan penerima jasa kesehatan. Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan menjaga ketertiban masyarakat, maka pemerintah sebagai pemegang amanah dari rakyat atau warga Negara berwenang mengatur keberadaan lembaga penyelenggara jasa pelayanan kepada masyarakat (Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menegaskan bahwa tugas rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif)

5 Hidup manusia akan selalu berhadapan dengan perjanjian atau kontrak
PENGANTAR Hidup manusia akan selalu berhadapan dengan perjanjian atau kontrak Rumah sakit sebagai “orang” dalam bentuk badan hukum akan bertanggung jawab terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh organ-organ yang menjalankan tugas rumah sakit dan tanggung jawab tersebut juga ditanggung oleh yang mengendalikan dan menjalankan fungsi dan tugas badan hukum tersebut (badan hukum baik badan hukum kenegaraan maupun badan hukum pribadi (Pasal 1653 KUH Perdata) ) Perjanjian menjadikan para pihak yang membuat perjanjian atau yang menyetujui suatu klausula perjanjian terikat dengan aturan-aturan yang disepakati bersama (Hukum)

6 HUKUM DAN RUMAH SAKIT

7 Hukum dan Rumah Sakit Sebagai subjek hukum
Seperangkat peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan (legislatif), dalam mengatur pergaulan hidup masyarakat. Sebagai subjek hukum Organ yang bertujuan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan

8 Hukum Kesehatan Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang langsung berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapan dari hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administratif dalam hubungan tersebut. Sumber Hukum Kesehatan :  Pedoman internasional, hukum kebiasaan dan jurisprudensi yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, hukum otonom, ilmu dan literatur. Ketentuan Hukum yang Langsung Berhubungan dengan Pemeliharaan Kesehatan  Misal: Peraturan-peraturan Departemen Kesehatan yang berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan (farmasi, AIDS, dan wabah penyakit)

9 Dasar Hukum Penyelenggaraan RS di Indonesia
Undang-Undang UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan UU No. 44 Tahun 2009 tentang RS UU No 29 Tahun 2004 tentang Pratik Kedokteran Peraturan Pemerintah PP No. 38 Tahun 2007 ttg Pembagian Kewenangan antara Pemerintah Pusat, Prov, Kab/Kota (Bid. Kesehatan) PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah Permenkes Permenkes No.512 Tahun 2007 tentang Ijin Praktik dokter Permenkes No. 659 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia Permenkes No.147 tahun 2010 ttg Perizinan Rumah Sakit Permenkes No.340 Tahun 2010 ttg Klasifikasi Rumah Sakit Permenkes No.56 Tahun 2014 tentang Perijinan dan Klasifikasi Rumah Sakit;

10 Definisi Rumah Sakit Pasal 1 angka 1, UU No. 44 Tahun 2009 ttg RS
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pasal 1 angka 3 UU No. 44 Tahun 2009 ttg RS menyebutkan bahwa : Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

11 Asas Penyelenggaraan RS
Rumah Sakit diselenggarakan berdasarkan Asas Pancasila:: Nilai kemanusiaan (Humanity) Nilai etika dan profesionalitas (Ethics and profesionalism) Nilai manfaat (Benefit) Nilai keadilan (Justice) Nilai persamaan hak dan anti diskriminasi (Equality and Non Discrimination) Nilai pemerataan (Equal et Bono or Fairness) Nilai perlindungan dan keselamatan pasien (Patient Safety and Protection) mempunyai fungsi sosial (Social Function) DH: Pasal 2 UU RS

12 Tujuan Pengaturan Penyelenggaraan RS dalam peraturan perundang-undangan
mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit; meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit. DH: Pasal 3 UU RS

13 Tugas dan Fungsi RS Pasal 4
Pasal 4 UU No. 44 Tahun 2009 Fungsi Pasal 5 UU No. 44 tahun 2009 Pasal 4 Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit; pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis; penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan

14 Syarat Pendirian RS Pengelolaan Rumah Sakit :
Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan : Lokasi (Lingkungan dan Tata Ruang); Bangunan (Ruang-ruang Yankes); Prasarana (Instalasi Penunjang); SDM (Medis, Keperawatan , manajemen RS, dll) terkait Ijin SDM; Kefarmasian; dan Peralatan. DH: Pasal 7 ayat (1) UU RS Pengelolaan Rumah Sakit : Publik (Pemerintah Atau Pemerintah Daerah Privat (Swasta) DH: Pasal 7 ayat (2) UU RS

15 Pasal 7 Permenkes No.147 tahun 2010
Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah (LTD) dengan pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan. DH: Pasal 7 ayat (3) dan (4) UU RS Pasal 7 Permenkes No.147 tahun 2010

16 Perijinan RS (Pasal 25 UU RS dan Pasal 2 Permenkes No.147 tahun 2010)
Setiap Rumah Sakit harus memiliki izin. Izin yang dimaksud pada terdiri atas: izin mendirikan Rumah Sakit izin operasional Rumah Sakit. Izin operasional RS terdiri atas: izin operasional sementara izin operasional tetap. Perijinan RS dapat dicabut apabila: habis masa berlakunya; tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar; terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang- undangan; dan/atau atas perintah pengadilan dalam rangka penegakan hukum.

17 Perijinan RS (Pasal 3 Permenkes No.147 tahun 2010)
(1) Permohonan izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit diajukan menurut jenis dan klasifikasi Rumah Sakit. (2) Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Provinsi. (3) Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. (4) Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas C dan kelas D diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. (5) Tata cara pemberian izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

18 Klasifikasi RS RS Umum (Psl 4 Permenkes 340/2010) RS Umum Kelas A RS Umum Kelas B RS Umum Kelas C RS Umum Kelas D RS Khusus (Psl 24 Permenkes 340/2010) RS Khusus Kelas A RS Khusus Kelas B RS Khusus Kelas C Pasal 2 UU No. 44 Tahun tentang RS mengatur mengenaai : PENETAPAN KELAS RS Setiap rumah sakit wajib mendapatkan penetapan kelas dari Menteri Rumah sakit dapat ditingkatkan kelasnya setelah lulus tahapan pelayanan akreditasi kelas dibawahnya.

19 Klasifikasi RS RS Umum RS Khusus Pasal 5 Klasifikasi Rumah Sakit Umum ditetapkan berdasarkan: a. Pelayanan; b. Sumber Daya Manusia; c. Peralatan; d. Sarana dan Prasarana; dan e. Administrasi dan Manajemen. Pasal 25 ayat (1) Klasifikasi Rumah Sakit Khusus ditetapkan berdasarkan: a. Pelayanan; b. Sumber Daya Manusia; c. Peralatan; d. Sarana dan Prasarana; dan e. Administrasi dan Manajemen.

20 Kewajiban dan Hak RS Kewajiban RS Berdasarkan Pasal 29 UU RS, a.l:
Pelayanan Kesehatan Pelayanan Gawat Darurat Fungsi Sosial Menghormati dan Melindungi Hak Pasien Menyelenggarakan Hospital By Laws Pelanggaran terhadap Kewajiban RS: Teguran (Lisan dan Tertulis) Denda Pencabutan Ijin Hak RS diatur didalam Pasal 30 UU RS

21 Tanggung Jawab Hukum Rumah SakiT

22 Legal framework penyelenggaraan RS
AD-ART PT/Yayasan Pemilik Asset RS PP Perjan Konstitusi Korporasi UU RS PP Permenkes, etc PUU tentang RS Policy Kadinkes (Prov/Kab/Kota) Kebijakan Kesehatan Pemerintah stmpt Hospital By Laws SOP Job Desc Kebijakan/Peraturan Penyelenggaraan RS KUHPerdata & KUHP UU Lingkungan UU Tenaga Kerja Aturan Hukum Umum

23 Subyek Hukum Kesehatan
(Dokter, Tenakes) 1. Orang (Institusi Pelkes) 2. Badan Hukum

24 Tanggung Jawab Hukum RS Pasal 46 UU RS
Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.

25 Bentuk-bentuk PertanggungJawaban Rumah Sakit
Tanggung Jawab terhadap bawahan di RS (Respondeat Superior Liability) Tanggung Jawab terhadap Tenaga Medis di RS (Captain On The Ship Liability) Tanggung Jawab terhadap Tenaga Kesehatan di RS (Borrowed Servant Liabilty) Tanggung Jawab terhadap Organisasi/Kelembagaan (Corporate / Hospital Liability)

26 Ad. Respondeat Superior
Pasal 1367 dan Pasal 1368 BW Yaitu : Pertanggungjawaban karena adanya kerugian yang dilakukan oleh bawahan

27 Ad. Captain On The Ship & Borrowed Servant
Tanggung jawab ini muncul di ruang operasi  dokter tim leader Perawat RS yang dipinjamkan ke dokter  bertanggung jawab secara mandiri

28 Ad. Hospital Liability Pasal 2 KODERSI & Pasal 46 UU No. 44/2009
Persyaratan: Masyarakat menduga bahwa dokter adalah dokter tetap RS Masyarakat mencari RS bukan dokter

29 Pertanggung Jawaban RS
Public Liability Medical Liability Bertanggung jawab sendiri sebagai korporasi Bertanggung jawab akibat Respondeat Superior

30 Perbuatan Melanggar Hukum
Pasal 1365 BW Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugiankepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu untuk menggantinya. Pasal 1366 BW disebabkan karena kelalaian (culpa) Pasal 1367 BW disebabkan akibat respondeat superior

31 Korelasi UU RS dan UU Kesehatan
Pasal 58 UU No. 36/2009 ttg Kesehatan Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya

32 HUBUNGAN RS - DOKTER Dokter In  Respondeat Superior
Dokter Out Dokter Kontrak  Tanggung Jawab Mandiri

33 Luka atau Kematian Pasal 1370 BW Pasal 1371 BW
Dalam hal kematian akibat kesengajaan atau kelalaian, ahli waris berhak menuntut ganti rugi, yang dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak. Pasal 1371 BW dalam hal luka/cacat, ganti rugi dapat berbentuk: biaya penyembuhan dan kerugian akibat luka atau cacat tersebut.

34 Tanggung jawab RS RS bertanggung jawab atas seluruh penyelenggaraan pelayanan medis di RS (Non Delegable Duty), mencakup: Memastikan bahwa fasilitas berfungsi baik Memastikan bahwa SDM di RS benar-benar kompeten dan bekerja sesuai standar dan etis

35 Tanggung Jawab Spesifik RS
Duty of Care Sarana RS Sarana yankes Ruang tindakan medis Instalasi Medis Gas Medis Listrik Air dan udara bersih Alat Medis Sarana Publik Keselamatan pengunjung RS Personil RS

36 Tanggungjawab Institusi
Memenuhi persyaratan RS: Bangunan Prasarana dan Sarana Peralatan Medis Perangkat lunak pengoperasian (SPK dan SPO) SDM yang memenuhi persyaratan dan berizin Farmasi sesuai standar Sehingga bidang ini yang menjadi “penyebab” maka Institusi yg bertanggungjawab atau setidaknya turut bertanggungjawab

37 Tanggungjawab Institusional/ Korporasi
Pasal 46 UU 44/2009 ttg RS Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.

38 Pasal 45 UU 44/2009 (1) Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif. (2) Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.

39 Tanggungjawab Nakes Memiliki persyaratan / kualifikasi dan mempertahankannya: Memiliki Sertifikat Kompetensi, Surat Tanda Registrasi, Surat Iziin Praktik / Kerja, dll Mematuhi Kode Etik Profesi Mematuhi Standar Profesi Mematuhi Standar Pelayanan dan SPO Oleh karena itu ia bertanggungjawab atas kesalahan atau pelanggaran ketentuan-ketentuan di atas

40 Hak menuntut ganti rugi
Pasal 58 UU 36/2009 ttg Kesehatan (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. (2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

41 Perlindungan hukum Pasal 50 UU 29/2004 ttg Praktik Kedokteran Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak : memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;

42 PENDELEGASIAN /PELIMPAHAN WEWENANG
PENDELEGASIAN WEWENANG

43 Definisi Delegasi KBBI Encarta Dictionary Oxford Dictionary Kozier
Delegasi diartikan pelimpahan wewenang. Wewenang = Hak Encarta Dictionary Delegation is giving of responbility to somebody else or condition of being given responbility Oxford Dictionary Entrust a task or responbility to other person Kozier Delegasi merupakan proses pemindahan tanggung jawab dan otoritas dalam pelaksanaanaktivitas kepada individu yang kompeten

44 3 Komponen Wewenang (Henc van Maarseveen )
Pengaruh Wewenang digunakan untuk mengendalikan perilaku subyek hukum Dasar hukum Peraturan/regulasi yang mendasari adanya wewenang tersebut Konformitas hukum Konformitas hukum dalam wewenang berarti adanya standar wewenang, baik standar umum untuk semua jenis wewenang maupun standar khusus untuk jenis wewenang tertentu

45 Definisi Pelimpahan Wewenang
Pelimpahan wewenang adalah proses pengalihan tugas kepada orang lain yang sah atau terlegitimasi (menurut mekanisme tertentu dalam organisasi) dalam melakukan berbagai aktivitas yang ditujukan untuk pencapaian tujuan organisasi yang jika tidak dilimpahkan akan menghambat proses pencapaian tujuan tersebut. Pelimpahan wewenang dari pihak yang berhak kepada pihak yang tidak berhak dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua pihak secara tertulis.

46 Prinsip Pendelegasian
Seleksi dan susun tugas yang akan didelegasikan  dengan cara menyusun tugas secara rasional, siapkan format laporan dan presentasikan kepada penerima delegasi; Seleksi orang yang tepat berdasarkan kompetensi dan persyaratan pendukung. Ketepatan memilih penerima delegasi (delegat) bergantung pada kemampuan pemberi delegasi menganalisis kinerja, kelebihan dan kelemahan, serta perilaku penerima delegasi (delegat); Berikan arahan dan motivasi kepada penerima delegasi; Lakukan supervisi yang tepat baik frekuensi maupun prosedur (SOP).

47 Bentuk-bentuk Pendelegasian
1. Atribusi 2. Delegasi 3. Mandat

48 Pendelegasian Dokter dapat mendelegasikan tindakan kepada tenaga kesehatan lain, dengan persyaratan: Kewenangan ada pada dokter Penerima delegasi memiliki kompetensi melakukannya (hanya psikomotor yg didelegasikan) Pendelegasian harus jelas dan tercatat Supervisi Tanggungjawab tetap berada pada pendelegasi

49 Standar SPO disusun dalam bentuk panduan penatalaksanaan klinis (clinical practise guidelines) yang dilengkapi dengan alur klinis (clinical pathway), algoritme, protokol, prosedur dan standing order. SPO harus memuat sekurang-kurangnya mengenai pengertian, anamnesis, pemeriksaan fisik, kriteria diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi, edukasi, prognosis dan kepustakaan.

50 Kepatuhan kepada SPK (Pedoman Nasional dan SPO) menjamin pemberian pelayanan kesehatan dengan upaya terbaik di fasilitas pelayanan kesehatan, tetapi tidak menjamin keberhasilan upaya atau kesembuhan pasien; Modifikasi SPK hanya dapat dilakukan atas dasar keadaan yang memaksa, antara lain keadaan khusus pasien, kedaruratan dan keterbatasan sumber daya.

51 Tanggungjawab Nakes vs Institusi
UU RS menyatakan Tgjwb Institusi RS harus mampu “menguasai” seluruh RS, termasuk SDM nya RS bertanggungjawab “keluar”, tetapi dapat membagi tanggungjawab kepada Nakes UU Kes dan UU Pradok menyatakan Nakes Bisa bertanggung-jawab RS dan Nakes berbagi sesuai dengan “Peraturan Internal RS” atau “Perjanjian”

52 Tanggungjawab Peserta Didik
Mahasiswa / Co-ass Belum memiliki kewenangan Tidak bertanggungjawab bila dianggap melaksanakan perintah jabatan Pidana: bisa bertanggungjawab sendiri, atau penyertaan, Perdata: tidak bertanggungjawab PPDS Bertanggungjawab sebatas kompetensinya Tanggungjawab DPK / DPJP untuk yg belum menjadi kompetensinya

53 Berbagi Tanggungjawab RS Dik dengan Institusi Pendidikan
Perjanjian Kerjasama antara RS Dik dengan Institusi Pendidikan harus juga meliputi Tanggungjawab kepada Pihak Ketiga FK: beri fungsi pendidikan bagi dokter dan peserta didik, RS beri fungsi pelayanan FK: Dosen Pendidik Klinik dan Peserta didik, sedangkan RS: Dokter Pendidik Klinik

54 Sanksi dari Aspek Hukum Administrasi, Hukum Perdata dan Hukum Pidana
Sanksi Administrasi sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat administratif Bentuk sanksi Administrasi: denda (misalnya yang diatur dalam UU Kesehatan, UU RS, UU Tenaga Kesehatan) pembekuan hingga pencabutan sertifikat dan/atau izin (misalnya ijin praktik tenaga kesehatan), penghentian sementara pelayanan administrasi hingga pengurangan jatah produksi (misalnya pengehentian sementara pelayanan kesehatan pada sarpelkes yang tidak memiliki ijin), tindakan administratif Sanksi Pidana Disebut Hukuman Diatur dalam Pasal 10 KUHP Bentuk Hukuman dibedakan atas: Hukuman Pokok Hukuman Tambahan Sanksi Perdata Bentuk sanksi dalam hukum perdata dapat berupa: kewajiban untuk memenuhi prestasi (kewajiban) hilangnya suatu keadaan hukum, yang diikuti dengan terciptanya suatu keadaan hukum baru

55 Bentuk Akibat hukum atau Sanksi
Tanggung Jawab Hukum Pidana Pidana Badan: Kurungan, Penjara Pidana Denda Tanggung jawab Hukum Perdata Ganti rugi Tanggung jawab Hukum Administrasi Pencabutan ijin RS Perubahan status RS

56 Tanggung jawab Hukum Pidana
Dasar penerapannya pada: “MENS REA –ACTUS REUS” Adanya kesalahan (fault-based) Kesengajaan (dollus) Kelalaian (culpa) Kemampuan pelaku untuk bertanggung jawab Faktor pemberat dan peringan pidana Kejahatan (kelalaian) terhadap tubuh manusia Ps. 359 KUHP: menyebabkan hilangnya nyawa orang Ps. 360 KUHP: menyebabkan luka

57 Pengaturan Sanksi Pidana
Ketentuan Pidana dalam KUHP Ketentuan Pidana dalam UU No.29/2004 Ketentuan Pidana dalam UU No.36/2009 Ketentuan Pidana dalam UU No.35/2009

58 CONTOH KETENTUAN PIDANA – KUHP
KELALAIAN : KUHP KETERANGAN PALSU : KUHP ABORSI ILEGAL : KUHP PENIPUAN : 382 BIS KUHP PERPAJAKAN : 209, 372 KUHP EUTHANASIA : 344 KUHP PENYERANGAN SEKS : KUHP

59 KELALAIAN PIDANA (?) Diuraikan dalam KUHP sebagai:
“Karena salahnya”, “kealpaan”, “harus dapat menduga”, “ada alasan kuat untuk menduga” Terdapat 2 tingkatan: Culpa Lata (gross negligence) Culpa Levis Hanya Culpa Lata yg dapat dimasukkan ke dalam “kejahatan”, dan dapat dipertanggungjawabkan secara pidana (Arrest HR , )

60 Tanggung Jawab Hukum Perdata
Dasar penerapannya pada: alternatif kondisi seharusnya dan kenyataan dilapangan (das sollen dan das sein) UU: adanya kesalahan (fault-based) Perbuatan melanggar Hukum (Ps 1365 BW) Kontrak Adanya Wanprestasi (Ps BW) Vicarious Liability Tanggung jawab majikan (Ps BW)

61 Konsep Penyelesaian Sengketa Kesehatan
Didasarkan pada asas atau prinsip tanggung jawab; Berdasarkan sifat kesukarelaan dalam proses, prosedur yang cepat, keputusan nonjudicial, prosedur rahasia (confidential), fleksibilitas yang lebih besar dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah, hemat waktu dan biaya; Perlu dibentuk suatu badan khusus yang independen; Dapat dilakukan melalui lembaga konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli dan arbitrase.

62 Tanggung Jawab Hukum RS Pemerintah
Manajemen RS Pemerintah, dalam hal ini manajerial RS Pemerintah dapat dituntut. Pasal 1365 KUHPerdata karena pegawai yang bekerja di RSP menjadi pegawai negeri dan negara sebagai suatu badan hukum dapat dituntut untuk membayar ganti rugi atas tindakan pegawai negeri yang dalam menjalankan tugasnya merugikan pihak lain.

63 Tanggung jawab RS Swasta
Untuk manajemen RS dapat diterapkan Pasal KUHPerdata dan 1367 KUHPerdata karena RS swasta sebagai badan hukum memiliki kekayaan sendiri dan dapat bertindak dalam hukum dan dapat dituntut seperti halnya manusia.

64 Alternatif Penyelesaian konflik kesehatan
Litigasi Non litigasi Proses penyelesaian sengketa kesehatan melalui proses litigasi di dalam pengadilan akan menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversarial yang belum mampu mencakup kepentingan para pihak, dan cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaian, biaya mahal, tidak responsif dan menimbulkan permusuhan antara para pihak. Suatu proses penyelesaian sengketa kesehatan melalui bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan agar memperoleh putusan akhir dan mengikat para pihak yang secara umum tidak selalu dengan melibatkan intervensi dan bantuan pihak ketiga yang independen

65 Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa Di Luar Pengadilan
Konsultasi Negosiasi Mediasi Konsiliasi Penilaian ahli

66 Proses Mediasi PROSES MEDIASI Tahap pra proses mediasi
Pemahaman proses mediasi Tahap proses mediasi Prosedur mediasi dalam proses litigasi Prosedur mediasi umum Mediator hakim dan biaya pemanggilan

67 TERIMA KASIH    Contact: Rimawati Mobile/WA: address:


Download ppt "PELAYANAN KESEHATAN SEBAGAI HAM (HUKUM KERUMAHSAKITAN)"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google