Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehDevi Lesmana Telah diubah "7 tahun yang lalu
1
KEMISKINAN DALAM PERSPEKTIF KEPALA DESA DAN PERANGKATNYA
DRAFT PERTAMA KEMISKINAN DALAM PERSPEKTIF KEPALA DESA DAN PERANGKATNYA Hasil survey Staf Ahli Gubernur Jawa Tengah, Juni 2016
2
LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN
Jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah masih cukup tinggi Periode , penduduk miskin menurun 0,2% per tahun Lambatnya penurunan kemiskinan karena program tidak tepat sasaran, koordinasi antara institusi yang menangani kemiskinan rendah dan terbatas, anggaran yang tersedia tidak memadai dan data kurang efektif gambarkan penduduk miskin. Sejak Juni 2016, tersedia data penduduk miskin lebih lengkap gambarkan penduduk miskin (by name by address) yang akan membantu efektifkan kegiatan pengentasan kemiskinan. Menurunkan kemiskinan adalah salah satu misi Gubernur Ganjar Pranowo, dengan target berkurang 50% pada tahun 2018. Hadirnya UU No 6 tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa telah merubah paradigma sehingga peran pemerintahan desa makin efektif menggerakkan pembangunan dan menurunkan kemiskinan. PERMASALAHAN Tekanan fiskal makin berat, penanganan infrastruktur tidak bisa ditunda sehingga alokasi anggaran untuk turunkan kemiskinan makin terbatas. Internalisasi, interaksi dan harmonisasi program secara bertingkat antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan desa belum terlaksana secara optimal Program-program SKPD turunkan kemiskinan cenderung tidak langsung, tidak kuantitatif dengan target yang tidak terarah (a. l. target yang akan dientaskan, data penduduk miskin lemah)
3
TUJUAN DAN MANFAAT SURVEY
MENGIDENTIFIKASI PERUBAHAN PARADIGMA DALAM MENGENTASKAN KEMISKINAN PASCA PEMBERLAKUAN UU 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA MENGETAHUI TINGKAT PEMAHAMAN KEPALA DESA DAN PERANGKATNYA TERHADAP PENGERTIAN DAN MASALAH KEMISKINAN MENGIDENTIFIKASI PROGRAM YANG PALING DIBUTUHKAN DALAM PERSPEKTIF KEPALA DESA DAN PERANGKATNYA MENGETAHUI PENANGANAN KEMISKINAN DALAM STRUKTUR APBDES MANFAAT DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI SALAH SATU REFERENSI BAGI BAPPEDA DAN SKPD TERKAIT DALAM MENYUSUN PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN YANG LEBIH EFEKTIF. DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENGKONSOLIDASIKAN PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN DAN MENGHINDARKAN TUMPANG TINDIH ANGGARAN YANG TIDAK CERMAT DAPAT MENGAKSELERASI UPAYA-UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN
4
METODOLOGI SURVEY Analisis Data DESAIN SURVEY Pemilihan Lokasi Survey
Survey didisain berdasarkan hubungan sebab akibat (cause effect) antara faktor- faktor pendorong terjadinya kemiskinan seperti kondisi sumber daya (alam, manusia dan infrastruktur), perspektif kepala desa dan perangkat desa tentang kemiskinan serta tingkat kemiskinan saat survey dilaksanakan. Populasi adalah seluruh kabupaten yang tergolong miskin dan sangat miskin di Jawa Tengah. Penentuan sampel survey dilakukan secara purposive sampling, didasarkan data PBDT tahun 2015, dengan memilih lokasi berdasarkan stratifikasi : kabupaten termiskin, desa- desa berkualifikasi merah-sangat miskin. Pemilihan lokasi berbasis pada kondisi geografis, daerah dataran rendah dan tinggi, daerah pantai dan non pantai. Pemilihan Lokasi Survey Analisis Data Data dianalisis dengan pendekatan metode kuantitatif, dilengkapi dengan infografis dan uraian eksploratif berdasarkan hasil pengamatan lapangan. JENIS, SUMBER DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian daftar pertanyaan. Wawancara untuk memperoleh gambaran tentang persoalan faktor-faktor penyebab kemiskinan, kondisi sumber daya yang dapat mendorong penurunan kemiskinan, keberpihakan APBDes dalam penanganan kemiskinan. Responden survey adalah Kepala Desa, Perangkat Desa dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa
5
METODOLOGI SURVEY PEMILIHAN LOKASI BERBASIS TOPOGRAFI ANALISIS DATA
Lokasi survey dipilih dengan sengaja berbasis perbedaan topografi, dataran tinggi dan rendah Asumsinya kondisi topografi mempengaruhi kapasitas SDA khususnya ketersediaan air irigasi, jenis tanaman dan upaya masyarakat tingkatkan taraf hidupnya Kultur masyarakat yang tinggal di dataran rendah berbeda dengan di dataran tinggi, ini berpengaruh thd cara beraktivitas dalam kegiatan ekonomi dan respon terhadap perubahan untuk tingkatkan taraf hidup Perbedaan kultur akan ditunjukan pula oleh cara masing-masing pemerintahan desa dalam mengembangkan program mengendalikan kemiskinan ANALISIS DATA Data yang terkumpul, diolah dengan pendekatan perhitungan prosentase. Hasil pengolahan disajikan dalam bentuk histogram Untuk melengkapi data, dilakukan diskusi mendalam dengan responden dan pengamatan lapangan Analisis yang disajikan adalah kombinasi antara informasi yang tersedia dari kuesioner dan hasil diskusi (in depth discussion)
6
VARIABEL PENENTU KEMISKINAN DAERAH SURVEY BERBASIS TOPOGRAFI
7
ANALISIS DATA
8
Tingkat pendidikan rendah menjadi penyebab utama (31,10%) kemiskinan
Tingkat pendidikan rendah menjadi penyebab utama (31,10%) kemiskinan. Mayoritas lulus SLTP dan masih banyak pula yang lulus SD. Akses tranportasi yang terbatas, kecenderungan menikah di usia dini dan ingin cepat bekerja untuk membantu kebutuhan keluarga adalah faktor-faktor yang mendorong mereka untuk sekolah hanya sampai tingkat SLTP Hampir seluruh responden (93,62%) setuju penanggulangan kemiskinan harus menjadi prioritas utama dalam pengembangan program-program pembangunan di desa, namun tingkat keberhasilan program-program pengentasan kemiskinan relatif rendah sehingga tidak dapat dirasakan masyarakat. Hal ini membuat, Kepala Desa lebih memilih pembangunan infrastruktur dibandingkan penyediaan program-program pengentasan kemiskinan Penyebab kemiskinan : di Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara : umumnya penduduk miskin tinggal di tanah bergerak sehingga sering longosor, penghuni tidak bangun permanen, terpaksa berpindah-pindah dalam satu desa. Penduduk banyak yang terjebak bujuk rayu calon perkebunan kelapa sawit, satu keluarga pergi ke Kalimantan dengan harta yang dibawa dari hasil penjualan asset-assetnya. Setibanya di Kalimantan, mereka gagal kembangkan sawit, harta habis dan dengan bantuan kepala desa mereka pulang ke Banjarnegara dengan status baru penduduk tanpa asset. Banyak petani yang menghancurkan tanaman tehnya karena pabrik pengolahan tehnya tidak bisa membayar atau pembayarannya tidak lancar. Kecamatan Kertek, Wonosobo, penduduk padat, tempat kumuh, jamban keluarga baru 10%, infrastruktur buruk, banyak penduduk menjual tanahnya untuk ditambang batuannya oleh eksplorator, banyak pernikahan di bawah umur.
9
Sebagian besar responden (84,4%) menyatakan telah mengalokasikan anggaran untuk penanggulangan kemiskinan pada APBDes Hanya saja, dari data APBDes tertulis, alokasinya sangat kecil (kurang dari 1%) dibandingkan total belanja APBDes. Alokasi anggaran yang terbesar tetap difokuskan ada perbaikan infrastruktur, khususnya jalan dan saluran irigasi. Kegiatan yang dibutuhkan untuk atasi kemiskinan (1) pelatihan keterampilan 50,35%, diikuti (2) perbaikan RTLH 32,67% dan (3) bantuan permodalan. Bantuan permodalan dalam bentuk natura seperti bantuan ternak bebek di Purbalingga, telah membantu masyarakat penerima untuk memperbaiki gizi dan meningkatkan daya belinya.
10
Lahirnya UU 6 tahun 2014 tentang pemerintahan desa telah meningkatkan otonomi desa dan kewenangan kepala desa dalam menjalankan pemerintahan. Regulasi tersebut dinilai mampu untuk atasi permasalahan kemiskinan yang lebih baik. Pemerintahan desa, sejak lahirnya UU 6/2014, dianggap paling efektif untuk tangani kemiskinan (68,79%), di ikuti pemerintah pusat (20,57%), provinsi (4,26%) dan terakhir kabupaten (3,55%) Gambaran ini memberikan indikasi bahwa bantuan provinsi untuk atasi kemiskinan lebih efektif dibandingkan kabupaten, dapat terjadi karena programnya lebih lengkap, anggarannya lebih besar dan pengawalan atas target lebih terukur dan pasti.
11
Kebijakan bantuan uang tunai bukan program yang efektif karena 47,52% responden tidak setuju, hanya 42,5% yang setuju. Sisanya ragu-ragu 7,09% dan tidak tahu atau tidak memberi pendapat 2,84%. Pemberian bantuan tunai berpotensi konflik dan mendorong penduduk miskin bertahan dengan kemiskinannya. Di Purbalingga terdapat orang tua miskin, namun anak-anaknya tergolong berpendapatan menengah. Orang tua menjaga rumahnya yang tidak layak untuk dipertahankan, sehari-hari tinggal di rumah anaknya karena khawatir tidak mendapat fasilitas bantuan sebagai penduduk miskin. Perlu dipertimbangkan mendalam bila pemerintah bermaksud menerapkannya. Program paling tidak berpotensi konflik (74,5%) bantuan pelatihan keterampilan untuk warga miskin produktif
12
Sesuai UU 6/2014, bantuan pemerintahan di atas pemdes harus dilaksanakan melalui APBDes. Kegiatan yang diharapkan dalam GULKIN dari provinsi : perbaikan RTLH (33,33%), bantuan permodalan melalui eks PNPM (29,08%) dan Sarana produksi pertanian (24,11%). Bantuan uang tunai hanya diminta 7,09% responden. Walaupun hampir semua desa responden belum mempunyai BUMDes, kecuali desa-desa di Purbalingga, responden meyakini (82,98%) BUMDes dapat menurunkan kemiskinan. BUMDes dinilai responden dapat menambah lapangan kerja dan meningkatkan kemampuan desa untuk memberdayakan masyarakat miskin termasuk membantu menambah daya belinya.
13
ANALISIS PERBANDINGAN
DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI
14
Kepala Desa dan Perangkatnya di daerah dataran tinggi lebih menguasai data kemiskinan. Hal ini memberikan pengaruh terhadap cara menangani kemiskinan. Pemerintah Desa di dataran tinggi memberikan perhatian lebih besar dibandingkan dataran rendah, yang dicerminkan oleh alokasi anggaran yang lebih konkrit. Beberapa Pemerintah kabupaten di dataran tinggi, ternyata kepekaan dalam menangani kemiskinan juga lebih baik terbukti mereka telah memberikan peraturan bupati yang mengharuskan pemerintah desa mengalokasikan anggaran untuk perbaikan RTLH, bantuan kesejahteraan dan pembuatan jamban. Prosentase pemerintah desa di dataran tinggi yang menyatakan dirinya paling bertanggung jawab dalam menangani kemiskinan di bandingkan pemerintahan di atasnya juga paling tinggi. Yang menarik adalah bahwa pemdes di dataran tinggi cenderung lebih membutuhkan program perbaikan RTLH, sedangkan pemdes dataran rendah lebih membutuhkan program pelatihan dan bantuan permodalan untuk mengentaskan penduduk miskin di daerahnya. Di dataran tinggi, fokus terhadap perbaikan kemiskinan secara riil relatif rendah, mereka cenderung lebih memberikan perhatian pada penyelesaian simbol-simbol kemiskinan seperti perbaikan RTLH dan jamban. Ini terlihat juga dari rumah-rumah penduduk miskin di daerah dataran tinggi relatif lebih baik dibandingkan dengan penduduk miskin dataran rendah.
15
Hasil survey SAHLIGUB, Juni 2016
16
Hasil survey SAHLI Gubernur, Juni 2016
17
Hasil survey SAHLIGUB, Juni 2016
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.