Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

TEKNOLOGI SEDIAAN BAHAN ALAM

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "TEKNOLOGI SEDIAAN BAHAN ALAM"— Transcript presentasi:

1 TEKNOLOGI SEDIAAN BAHAN ALAM
Disusun Oleh: Dian Yustika Rini ( ) Fildzah Hasyati Adani ( ) Jovanka Romana Uli S.( ) Marsaulina Damanik ( ) Nila Ainun Isyana D. ( ) TEKNOLOGI SEDIAAN BAHAN ALAM “Fitofarmaka: Gel Handsanitizer Isolat Sitral dari Daun Sereh (Cymbopogon citratus)”

2 Sereh (Cymbopogon citratus)
Tiga komponen utama minyak sereh, yaitu sitronelal, sitronelol dan geraniol, komponen lainnya antara lain, kavikol, eugenol, elemol, kadinol, kadinen, vanilin, limonen, kamfer (Sastrohamidjojo, 2004). Sitronelal, sitronelol dan geraniol termasuk golongan monoterpenoid yaitu gabungan dari dua kerangka isoprena (Pine, 1988). Sitronelal atau sitral dari minyak sereh dapat memberikan efek farmakologi.

3 Metode Ekstraksi dan Isolasi Sitral
Sitral merupakan campuran isomerik dari geranial (sitral a) dan neral (sitral b) memiliki sifat mudah menguap, tidak berwarna dan aromatik. Metode untuk ekstraksi minyak sereh dari tanaman Cymbopogon citratus cukup bervariasi yakni maserasi, destilasi dan steam/hydrodistiIltion dengan pelarut organik pada suhu 50oC. Begitupula dengan metode isolasi sitral dapat dengan Gas Chromatography, GC-FTIR, GC-MS dan spektroskopi NMR.

4 EKSTRAKSI METODE STEAM/HYDRODISTILLATION
Preparasi Sample Bagian daun dari Cymbopogon citratus dilayukan di dalam ruangan sirkulasi udara (25-340C) dan kelembaban udara %. Steam/hydrodistillation Ketel penyulingan diisi air sampai batas saringan. Sample diletakkan di atas saringan dan disuling selama 2 jam. Uap dialirkan melalui pipa ke alat pendingin sehingga terjadi pengembunan uap air yang bercampur tersebut akan mencair kembali, selanjutnya dialirkan ke alat pemisah yang memisahkan minyak Cymbopogon citratus dengan air.

5 ISOLASI METODE KLT Preparatif
eluen : toluena :etil asetat (8:1). Fase diam : silika GF 254 nm berukuran 10x10 yang sudah dioven pada suhu 105C selama 1 jam. Minyak sereh ditotolkan membentuk pita pada fase diam. Dielusi dengan eluen sampai tanda batas. Di lihat spot/noda pada sinar UV Spot yang mempunyai Rf sama dengan standar dikerik dengan spatula, dilarutkan dengan etanol pekat,disaring. Untuk mengambil zat hasil pemisahan dengan pelarut di lakukan pemisahan menggunakan evaporator pada suhu 600C dengan tekanan vakum 350 mBar.

6 FITOFARMAKA Prioritas Pemilihan Bahan Alam untuk Fitofarmaka :
Telah banyak penelitian dilakukan terkait daya farmakologi sitral. Diantaranya adalah daya anti amuba, terutama terhadap Entamoeba histolytica (Blasi, dkk., 1990) dan anti bakteri yaitu Bacillus subtilis, E.coli, Staphylococus aureus (Onawunmia, dkk., 1984) (Melo, dkk., 2001) dan Salmonella paratyhpi dan Shigella flexneri (Syed M, dkk., 1990). Karena memiliki daya anti bakteri dan anti amuba yang besar, isolat sitral dapat dibuat sediaan gel handsanitizer. Bahan antiseptik yang umum digunakan salah satunya ialah alcohol yang merupakan senyawa yang mudah terbakar dan pemakaian berulang sebagai sediaan pembersih tangan dapat menyebabkan kekeringan dan iritasi pada kulit. Oleh karena itu, diperlukan gel antiseptik tangan yang berbahan dasar atau mengandung bahan alam seperti sitral yang aman apabila diaplikasikan pada telapak tangan secara berulang. Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Prioritas Pemilihan Bahan Alam untuk Fitofarmaka : 1. Bahan bakunya relatif mudah diperoleh. 2. Didasarkan pada pola penyakit di Indonesia. 3. Perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar. 4. Memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita. 5. Merupakan satu-satunya alternatif pengobatan.

7 PENGUJIAN FARMAKOLOGIK
Tidak semua khasiat terapetik calon obat bisa diperkirakan secara langsung dari model-model percobaan hewan. Beberapa khasiat yang mungkin bisa diperkirakan dengan model percobaan hewan misalnya daya analgetik, daya menidurkan, anti hipertensia, anti diabetes, anti arthritis. Kegunaan uji penapisan farmakologik sebenarnya adalah untuk mengetahui khasiat obat dan menghindari pemborosan dalam tahap uji lebih lanjut. Hasil positif dapat digunakan untuk perkiraan kemungkinan efek pada manusia. Pada sediaan gel handsanitizer uji khasiat dilakukan secara mikrobiologi. Namun, untuk uji alergi/iritasi dapat dilakukan secara farmakologi yaitu terhadap kulit kelinci yang memiliki lapisan kulit mirip manusia.

8 PENGUJIAN TOKSISITAS Untuk sediaan yang digunakan secara topikal dipersyaratkan untuk dilakukan pengujian toksisitas secara topikal misalnya iritasi kulit. 1. UJI IRITASI AKUT DERMAL Uji iritasi akut dermal adalah suatu uji pada hewan (kelinci albino) untuk mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemaparan sediaan uji pada dermal selama 3 menit sampai 4 jam. Prinsip uji iritasi akut dermal adalah pemaparan sediaan uji dalam dosis tunggal pada kulit hewan uji dengan area kulit yang tidak diberi perlakuan berfungsi sebagai kontrol. Derajat iritasi dinilai pada interval waktu tertentu yaitu pada jam ke 1, 24, 48 dan 72 setelah pemaparan sediaan uji dan untuk melihat reversibilitas, pengamatan dilanjutkan sampai 14 hari.

9 PENGUJIAN TOKSISITAS 2. UJI TOKSISITAS AKUT DERMAL
Uji toksisitas akut dermal adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efektoksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemaparan suatu sediaan uji dalam sekali pemberian melalui rute dermal. Prinsip uji toksisitas akut dermal adalah beberapa kelompok hewan uji dipapar dengan sediaan uji dengan dosis tertentu, dosis awal dipilih berdasarkan hasil uji pendahuluan. Selanjutnya dipilih dosis yang memberikan gejala toksisitas tetapi yang tidak menyebabkan gejala toksik berat atau kematian. Tujuan uji toksisitas akut dermal adalah untuk mendeteksi toksisitas intrinsik suatu zat, memperoleh informasi bahaya setelah pemaparan suatu zat melalui kulit secara akut, merancang uji toksisitas selanjutnya serta untuk menetapkan nilai LD50 suatu zat, penentuan penggolongan zat, menetapkan informasi pada label dan informasi absorbsi pada kulit.

10 PENGUJIAN TOKSISITAS 3. UJI TOKSISITAS SUBKRONIS DERMAL Uji toksisitas subkronis dermal adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji dengan dosis berulang yang diberikan melalui rute dermal pada hewan uji selama sebagian umur hewan, tetapi tidak lebih dari 10% seluruh umur hewan. Prinsip uji toksisitas subkronis dermal adalah sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari yang dipaparkan melalui kulit pada beberapa kelompok hewan uji. Selama waktu pemberian sediaan uji, hewan harus diamati setiap hari untuk menentukan adanya toksisitas. Hewan yang mati selama periode pemberian sediaan uji segera diotopsi organ dan jaringan, diamati secara makropatologi dan histopatologi. Pada akhir periode pemberian sediaan uji, semua hewan yang masih hidup diotopsi selanjutnya dilakukan pengamatan secara makropatologi pada setiap organ maupun jaringan, serta dilakukan pemeriksaan hematologi, biokimia klinis, histopatologi. Tujuan uji toksisitas subkronis dermal adalah untuk mendeteksi efek toksik zat yang belum terdeteksi pada uji toksisitas akut dermal, mendeteksi efek toksik setelah pemaparan sediaan uji melalui kulit secara berulang dalam jangka waktu tertentu, mempelajari adanya efek kumulatif dan efek reversibilitas setelah pemaparan sediaan uji melalui kulit secara berulang dalam jangka waktu tertentu.

11 PENGUJIAN FARMAKODINAMIK
Bertujuan untuk lebih mengetahui secara lugas pengaruh farmakologik pada berbagai sistem biologik. Penelitian dikerjakan pada hewan coba yang sesuai, baik secara invitro atau invivo.

12 PENGEMBANGAN SEDIAAN (FORMULASI)
Formulasi bertujuan agar bentuk sediaan fitofarmaka yang akan diberikan pada manusia nantinya memenuhi persyaratan- persyaratan kualitas terapi maupun estetika. Karena memiliki daya anti bakteri dan anti amuba yang besar, isolat sitral dapat dibuat sediaan gel handsanitizer. Gel handsanitizer atau gel anti septik tangan adalah sediaan inovatif mencuci tangan tanpa perlu sabun dan dibilas air lalu dikeringkan karena telah mengandung anti septik dan mampu mengering sendiri. Basis gel handsanitizer dapat berupa air ataupun alkohol. Formula gel handsanitizer isolat sitral yang digunakan haruslah kompatibel dengan sitral dan memenuhi persyaratan sebagai handsanitizer yaitu uji konsistensi/ homogenitas, uji daya sebar dan waktu mengering.

13 FORMULASI Formula di samping merupakan formula optimum gel handsanitizer minyak sereh (konsentrasi optimum15% dengan konsentrasi uji 5%,10%,15%). Orientasi dosis isolat sereh perlu dilakukan dengan membuat isolat sitral dalam berbagai konsentrasi dari 15% 100% dan kemudian diteteskan pada media yang mengandung bakteri kemudian dibandingkan jumlah koloninya. 3 konsentrasi terbaik kemudian dibuat sediaan gel handsanitizer. Komponen Konsentrasi Minyak atsiri daun sereh 15 % CMC-Na 0,25 gram Gliserin 1 ml Propilenglikol 0,5 ml Aqua dest Ad 10 ml CMC-Na merupakan pembentuk gel yang mudah larut dalam aqua dest. Gliserin dan propilenglikol digunakan sebagai humektan yang akan mempertahankan kandungan air dalam gel sehingga sifat fisik dan stabilitas gel selama penyimpanan dapat dipertahankan. Gliserin dapat meningkatkan daya sebar dan melindungi sediaan dari kemungkinan menjadi kering. Aqua dest digunakan sebagai basis gel tidak terlalu mengiritasi dibandingkan basis gel dengan alkohol.

14 PENAPISAN FITOKIMIA Penapisan fitokimia terhadap sediaan gel handsanitizer isolat sitral penting untuk mengetahui secara kualitatif apakah sediaan gel handsanitizer masih mengandung isolat sitral atau sudah dirusak strukturnya oleh komponen basis gel. Sitral merupakan monoterpenoid sehingga sediaan gel handsanitizer isolat sitral yang baik akan terbentuk warna merah saat ditambahkan reagen Liebermann- burchard.

15 STANDARISASI SEDIAAN Standarisasi sediaan dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi gel handsanitizer meliputi: uji organoleptis, homogenitas, pH, daya sebar, uji iritasi kulit, stabilitas terhadap suhu dan waktu mengering. Sedangkan uji antibakteri gel handsanitizer dapat dilakukan secara difusi sumuran terhadap bakteri E.coli, Staphylococus aureus dan Salmonella paratyhpi.

16 EVALUASI GEL HANDSANITIZER
a. Evaluasi organoleptis meliputi warna, bau dan bentuk yang disimpan selama 6 minggu atau lebih pada suhu ruang dan tidak menunjukkan perubahan fisik. b. Evaluasi pH Dilakukan dengan menggunakan alat pH meter inolab.Evaluasi dilakukan dilakukan setiap minggu. pH gel handsanitizer yang baik memiliki pH sesuai dengan pH fisiologis kulit yaitu antara 4,5 – 6,0. c. Evaluasi stabilitas Dilakukan pada suhu ruang (24C) dan suhu dingin (5C) selama 6 minggu (Voigt, 1994). Gel yang stabil tidah mengalami pemisahan selama inkubasi. d. Evaluasi homogenitas Dilakukan dengan cara mengoleskannya secara tipis dan merata pada kaca transparan dan kemudian diamati selama 6 minggu. Gel yang baik tetap terdistribusi secara homogen tanpa menunjukkan pemisahan isolat dari basis.

17 EVALUASI GEL HANDSANITIZER
e. Evaluasi daya sebar Dilakukan setiap minggu. Penambahan beban pada sediaan akan menyebabkan luas penyebaran sediaan juga bertambah. Menaikkan beban menggambarkan suatu karakeristik daya sebar semisolid.Semakin menyebar gel akibat penambahan beban, maka dapat dikatakan kemampuannya dalam mendistribusikan obat semakin merata (Voigt, 1994). Gel yang semakin menyebar dengan adanya penambahan beban memiliki konsistensi dan daya sebar yang baik. f. Evaluasi kecepatan mengering Menunjukkan waktu yang dibutuhkan gel handsanitizer untuk mengering pada kulit telapak tangan (depan dan belakang dengan luas 40 – 50 cm2) dan membandingkannya dengan gel handsanitizer yang beredar dipasaran. Gel dengan basis aqua dest mengering lebih lama dibanding dengan basis gel alkohol karena titik uap alcohol yang lebih rendah. g. Evaluasi aktivitas anti bakteri gel handsanitizer isolat sitral Metode difusi agar sumuran dapat dipilih karena dapat menampung sediaan dalam jumlah yang sama. Daya anti bakteri dari tiap formula diketahui dengan membandingkan diameter zona bening dari masing-masing formula. Formula gel handsanitizer dengan daya anti bakteri yang paling baik memiliki zona bening terluas.

18 TAHAP PENGUJIAN KLINIK
Persyaratan dilaksanakannya uji klinik calon fitofarmaka antara lain adalah : a. Adanya dasar pertimbangan pelaksanaan Dasar pertimbangan dilakukannya uji klinik terhadap suatu calon fitofarmaka adalah: - Adanya pengalaman empiris bahwa calon fitofarmaka tersebut mempunyai manfaat klinik dalam pencegahan dan pengobatan penyakit atau gejala penyakit. Adanya data farmakologik pada pengujian terhadap hewan yang menunjukkan fitofarmaka tersebut mempunyai aktifitas farmakologik yang relevan. b. Persyaratan untuk uji klinik Terhadap fitofarmaka dapat dilakukan Uji Klinik pada manusia apabila sudah terbukti aman berdasarkan penelitian toksikologi dan dinyatakan memenuhi syarat keamanan untuk pengujian pada manusia. Uji klinik Fitofarmaka seyogyanya dilakukan sesuai dengan tahap-tahap uji klinik calon obat baru yang meliputi: a. fase l : dilakukan pada sukarelawan sehat b. fase ll : dilakukan pada kelompok pasien terbatas c. fase lll : dilakukan pada jumlah pasien yang lebih besar dari fase 2 d. fase lV : post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek samping yang tidak terkendali saat uji praklinik maupun saat uji klinik 1-3.

19 TAHAP PENGUJIAN KLINIK
Subyek yang memenuhi peryaratan terbagi secara acak menjadi tiga kelompok perlakuan yang masing-masing menerima perlakuan pengobatan sebagai berikut : a. Calon fitofarmaka (Gel handsanitizer isolate sitral) b. Kontrol negative (Basis gel) c. Kontrol positif pembanding (handsanitizer Carex)

20 TERIMAKASIH.


Download ppt "TEKNOLOGI SEDIAAN BAHAN ALAM"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google