Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
Agnes Rosalia Dita Puspita 1041411005 / A
Formulasi Tablet Hisap Senyawa Andrographolide dari Tanaman Andrographidis paniculata sebagai Imunomodulator Oleh : Agnes Rosalia Dita Puspita / A Christia Arindhita / A Dea Sisilia Rahayu / A Dhika Prameswari / A
2
PENDAHULUAN Tanaman-tanaman obat ditelaah secara ilmiah dan terbukti bermanfaat bagi kesehatan, murah, mudah didapat dan memiliki efek samping jauh lebih rendah tingkat bahayanya jika dibandingkan dengan obat-obatan kimia (Muchlisah, 2001). Contoh tanaman berkhasiat obat: Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) senyawa aktif andrographolide salah satunya khasiatnya sebagai imunomodulator. Fungsi imunomodulator : memperbaiki sistem imun yaitu dengan cara stimulasi (imunostimulan) atau menekan/menormalkan reaksi imun yang abnormal (imunosupresan) (Suhirman dan Winarti, 2007). Penggunaan daun sambiloto scr umum: direbus atau diseduh kurang efektif dan efisien karena pahit pengembangan sedian menjadi tablet hisap. Tujuan: menutupi rasa pahit dari andrografolid dengan adanya manitol dan sukrosa yang selain sebagai pengisi juga sebagai pemanis serta memberikan kemudahan bagi pasien yang kesulitan dalam menelan tablet utuh secara langsung, terutama anak- anak, serta dapat menutupi rasa tidak enak atau pahit dari obat (Voigt, 1984).
3
Sambiloto (Andrographis paniculata Ness)
Rasa sangat pahit Titik leleh 228—230oC, spektrum ultraviolet dalam etanol λ maskimal 223nm (Kumoro, 2007). Khasiat: meningkatkan kekebalan tubuh.
4
Tablet Hisap Tablet hisap disebut juga troches atau lozenges, biasanya dibuat dengan menggabungkan obat dalam suatu bahan dasar kembang gula yang keras dan beraroma yang menarik. Perbedaan antara tablet hisap dengan tablet konvensional terletak pada sifat-sifat organoleptis, sifat non desintegrasi, dan laju disolusi yang diperpanjang pada lidah. Tablet hisap seharusnya terkikis (bukan hancur) selama berada di dalam mulut (Peters, 1989). Keuntungan dari tablet hisap yaitu memiliki rasa manis yang menyenangkan, mudah dalam penggunaan, kepastian dosis, memberikan efek lokal, dan tidak diperlukan air minum untuk menggunakannya (Banker & Anderson, 1994).
5
Metode Pembuatan Tablet Hisap
1. Metode peleburan Tablet hisap yang diproduksi dengan cara peleburan disebut dengan pastiles (Departemen Kesehatan RI, 1995). Membutuhkan tekanan tinggi dan bahan pengikat yang lebih banyak. Bahan-bahan tablet yang akan dibentuk dipanaskan dan mencair seperti sirup gula yang padat. Cairan bahan penyusun tablet dibiarkan sampai mengerai kemudian dipotong dengan ukuran dan ketebalan yang pas. 2. Metode pengempaan atau kompresi Disebut dengan troches (Lachman, Lieberman & Kanig, 1994). Dibagi mjd 3: Metode Granulasi Basah Menimbang dan mencampur bahan-bahan pembuatan granul pengeringan penyampuran bahan pelincir pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1989). Metode Granulasi Kering Granul dibentuk oleh pelembaban atau penambahan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk obat tetapi dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk dan setelah itu memecahkannya dan menjadikan pecahan-pecahan ke dalam granul yang lebih kecil. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah karena kepekaannya terhadap uap air atau karena untuk mengeringkannya diperlukan temperatur yang dinaikan (Ansel, 1989). Metode Kempa Langsung Digunakan untuk bahan yang mempunyai sifat mudah mengalir sebagaimana sifat kohesinya yang memungkinkan untuk langsung dikompresi dalam tablet tanpa memerlukan granulasi basah/ kering (Ansel, 1989).
6
Bahan-bahan tambahan pada tablet hisap
Bahan pengisi Bahan pengikat Bahan pelincir Pemanis Bahan perisa Pewarna Evaluasi sifat fisik tablet Keseragaman Bobot Kekerasan Tablet Kerapuhan Tablet Waktu Larut Tablet Tanggap Rasa Tablet
7
Daun kering (300 g) dimaserasi selama 24 jam dengan etanol.
Proses Ekstraksi Daun kering (300 g) dimaserasi selama 24 jam dengan etanol. Disaring Jika filtrat telah diperoleh kemudian diekstraksi kembali selama 24 jam (remaserasi) dengan pelarut yang sama dua kali. Ekstrak dikumpulkan kemudian diuapkan pada tekanan rendah untuk mendapatkan ekstrak kental
8
Pengujian Ekstrak Daun Sambiloto
1. Pengujian Kualitatif Skrining Fitokimia dengan KLT Fase diam: silica gel 60 F245 fase gerak: kloroformp dan methanol (9:1) Baku andrographolide dibuat dalam larutan 0,1% (b/v) dalam pelarut DMSO. Preparasi sampel: melarutkan ekstrak hidrotropi daun sambiloto dalam etanol 96%. Sebanyak 20 μL sampel uji ekstrak hidrotropi daun sambiloto dan 2 μL larutan standar Andrografolid ditotolkan pada lempeng silica gel 60 F245 dan dikering anginkan. Plat KLT dimasukkan ke dalam Chamber KLT (Chamag) yang telah dijenuhi oleh fase gerak. Totolan dielusi sepanjang 8 cm dan selanjutnya dikering anginkan. Bercak dibaca di bawah sinar UV 254 nm dan selanjutnya dilakuan pehitungan nilai retardation factor(Rf). dimetilsulfoksid
9
2. Pengujian Kuantitatif Pengukuran Parameter Spesifik Ekstrak Daun Sambiloto a. Penetapan sifat organoleptik ekstrak Dengan menggunakan panca indera dalam mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa. b. Penetapan kadar senyawa larut dalam air Maserasi 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 mL air-kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam kemudian saring, uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105˚C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal. c. Penetapan kadar senyawa larut dalam etanol Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 mL etanol (95%). Menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18jam. Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol, kemudian uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105˚C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap ekstrak awal. Pengukuran Parameter Non Spesifik Ekstrak Daun Sambiloto Parameter non spesifik ekstrak hidrotropi daun sambiloto yang ditetapkan adalah susut pengeringan, cemaran mikrobiologi, kadar logam berat (Cd dan Pb), kadar abu, kadar sari larut air dan kadar air larut etanol. Parameter non spesifik ekstrak hidrotropi daun sambiloto ditetapkan sesuai dengan acuan penetapan parameter standar Depkes R.I (2000) dan hasilnya dibandingkan dengan persyaratan yang tertera pada buku Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia (BPOM, 2010).
10
Farmakologi Senyawa Andrographolide
Sambiloto (Andrograhphis paniculata Nees.) kaya akan zat aktif yang bermanfaat yang mempunyai fungsi sebagai imuno-modulator. mendorong tubuh seseorang untuk mengoptimalkan fungsi sistem imun yang berperan dalam pertahanan tubuh seseorang. Fungsi imunomodulator : Memperbaiki sistem imun yaitu dengan cara stimulasi (imunostimulan) / menekan reaksi imun yang abnormal (imunosupresan) (Suhirman dan Winarti, 2007). Sambiloto dapat menstimulasi kekebalan terhadap antigen baik yang spesifik maupun non spesifik. Kekebalan spesifik ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sel-sel limfosit dalam peredaran darah, sedangkan kekebalan non spesifik ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sel heterofil, eosinofil dan basofil (Mills & Bone dalam Siregar, 2008). 1. Komponen aktif dari sambiloto yaitu andrographolide yang berkhasiat sebagai anti bakteri, anti radang, mengontrol reaksi imunitas (Imunomodulator), penghilang nyeri (analgesik), pereda demam (anti piretik), menghilangkan panas dalam, penawar racun (detoksifikasi), dan detumescent (Dalimartha, 1999). 2. Meningkatnya jumlah leukosit, akan seiring dengan meningkatnya jumlah eritrosit, karena leukosit jumlah selnya dalam darah paling sedikit, sekitar satu sel darah putih untuk setiap 700 sel darah merah (Sherwood, 2001).
11
Uji Toksisitas Ekstrak Sambiloto
Uji Toksisitas Subkronis Dua puluh tikus jantan ( g) dan dua puluh tikus betina ( g), dibagi secara terpisah menjadi empat kelompok. Setiap hari diberi 100, 1000, dan mg ekstrak / kgBB tikus. Semua tikus di puasakan selama 12 jam, lalu tikus di semua kelompok ditimbang. Pada akhir percobaan, hewan diikat dan dikorbankan. Disayat di daerah serviks hewan dengan bantuan pisau steril dan sampel darah dari jantung dan dicampur dengan larutan EDTA untuk analisis hematologi dengan menggunakan Sistem Hematologi Sysmex (AS). Determinasi meliputi volume sel yang terpenuhi (PCV), kadar hemoglobin (Hb), jumlah sel darah merah (RBC), jumlah platelet (Plat), jumlah sel darah putih (WBC) dan perbedaan volume rata-rata (MCV), sel hemoglobin (KIA), dan rata-rata konsentrasi hemoglobin (MCHC). Darah tikus dimasukkan ke dalam tabung, lalu disentrifugasi pada kecepatan 350rpm selama 10 menit. Supernatan dipisahkan dan digunakan untuk evaluasi parameter biokimia menggunakan Cobas Integra 400 Clinical Chemistry Analyzer (Roche, USA). Determinasi meliputi alanine aminotransferase (ALT), aspartate aminotransferase (AST), alkaline phosphatase (ALP), konsentrasi albumin, kolesterol total, high density lipoprotein (HDL), trigliserida total, glukosa, kreatinin dan urea dengan menggunakan KLT standar. Konsentrasi lipoprotein densitas rendah (LDL) dihitung dengan menggunakan persamaan Friedewald [22]. Organ hewan yang dikorbankan, yaitu hati, jantung, limpa, perut, ginjal, testis atau rahim dikeluarkan, dicuci dengan larutan NaCl, ditimbang untuk mendapatkan berat organ absolut (AOW) dan diamati secara makroskopis. Dihitung bobot organ relatif (ROW).
12
2. Uji Toksisitas Akut Parameternya: bobot badan selama 14 hari, kematian, indeks organ, dan pengamatan farmakologi (6,7). Sebagai hewan uji digunakan mencit putih jantan dan betina galur swisswebster, usia 2 bulan, berat badan antara g. Dibagi ke dalam 5 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor jantan dan 5 ekor betina. Sediaan uji adalah ekstrak etanol daun sambiloto, uji dengan 4 tingkat dosis yaitu 625 mg/kg Berat Badan (BB); 1250 mg/kg BB; 2500 mg/kg BB; dan 5000 mg/kg BB yang terlebih dahulu disuspensikan dalam Na-CMC 0,5% , kemudian diberikan secara oral dalam dosis tunggal 1 ml per 20 g mencit, satu dosis per kelompokKelompok kontrol (K) hanya diberi larutan pembawa yaitu Na-CMC 0,5%. Pengamatan terhadap efek-efek yang muncul dilakukan segera setelah pemberian sediaan uji selama 2 menit, pada tiap jam selama 4 jam. Pengamatan dilanjutkan selama 14 hari sejak sediaan uji diberikan terhadap gejala-gejala fisik dan jumlah hewan uji yang mati akibat pemberian sediaan uji. Pengamatan meliputi efek terhadap sistem syaraf pusat, sistem saraf otonom, refleks, ritme pernapasan, perbedaan dalam ekskresi, kondisi kulit dan mukosa, postur tubuh, kecepatan denyut jantung dan beberapa respon lainnya yang umum diamati pada pada uji toksisitas akut. Perbedaan bobot badan dan kematian mencit dipantau terus setiap hari sampai 14 hari setelah pemberian sediaan uji. Apabila ada mencit yang mati selama pengamatan, segera dibedah untuk menentukan sebab kematian. Pada hari ke 14, semua mencit dikorbankan kemudian organ mencit ditimbang dan dihitung indeks organ terhadap bobot badan mencit. Organ-organ yang diambil untuk pengamatan pada mencit jantan adalah hati, limpa, paru-paru, ginjal, jantung, vessikal seminalis dan testis sedangkan pada mencit betina organ hati, limpa, paru-paru, ginjal, jantung, ovarium dan uterus.
13
3. Uji Farmakologi Khas/Khusus Uji teratogen Efek teratogenik ekstrak etanol 50% dari Andrographis paniculata (1,33% andrographolide) pada tikus Sprague Dawley. Metode: 100 tikus hamil dibagi secara acak menjadi 5 kelompok. Kelompok pertama hewan diberi air suling dan kelompok kedua diberi agen teratogenik-asam valproat. Kelompok ke 3, 4 dan 5 diberi ekstrak etanol andrographis paniculata 50% masing-masing 1, 10 dan 100 mg/kg/hari dari hari ke 6 sampai hari ke 15 kehamilan. Semua hewan dikorbankan pada hari ke 21. Laparotomi dan operasi caesar dilakukan pada semua hewan. Janin dikumpulkan dan diperiksa secara individual untuk malformasi bawaan. Hasil: Pengamatan pada bendungan tidak menunjukkan temuan abnormal pada semua kelompok hewan. Ada kenaikan bertahap dalam persentase kematian pasca implantasi dengan peningkatan dosis Andrographis paniculata. Namun, kematian pasca implantasi meningkat secara signifikan dan berat badan janin berkurang secara signifikan pada hewan yang mendapat asam valproat dibandingkan dengan kelompok hewan lainnya. Pemeriksaan pada fitur eksternal janin mengungkapkan bahwa ekstrak Andrographis berpotensi teratogenik dan beracun bagi janin. Satu janin tampaknya memiliki micrognathia dan satu lagi janin dengan rhinocephaly ditemukan setelah pemberian ekstrak Andrographis 10 mg/kg/hari. Janin lain dengan micrognathia diamati pada hewan yang mendapat ekstrak 100 mg/kg/hari. Satu janin dengan exencephaly ditemukan dari kelompok yang mendapat terapi asam valproat. Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bahwa ekstrak etanol 50% Andrographis paniculata berpotensi teratogenik pada tikus. Studi pada kelinci sangat dianjurkan untuk mengevaluasi efek teratogenisitas ekstrak ini.
14
Pengembangan Sediaan Formulasi Tablet Hisap Sambiloto Ekstrak daun sambiloto 46,8 mg Sukrosa 600 mg Perisa Mint 20 mg Mucilago amylum qs Aspartam 100 mg Mg Stearat 30 mg Laktosa ad 1000 mg
15
Monografi 1. Sukrosa (Farmakope Indonesia IV hal 762, Handbook of Pharmaceutical Excipient edisi 6 hal 704). Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna; masa hablur atau berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih; tidak berbau, rasa manis, stabil di udara. Larutannya netral terhadap lakmus. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air medidih; sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam kloroform dan dalam eter. Kegunaan : Pemanis dan pengental. 2. Mg Stearat (FI IV hal 115, excipients ed V hal 432 ) Pemerian : serbuk halus licin, mudah melekat pada kulit , mempunyai bau dan rasa khas lemah Kelarutan : praktis tidak larut dalam air Kegunaan : lubrikan/ zat pelicin 3. Perisa Mint Corigen saporis
16
4. Laktosa (Departemen Kesehatan RI, 1995)
Pemerian : Berbentuk serbuk atau massa hablur, keras, putih atau putih krem, tidak berbau dan memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan 0,2 kali tingkat kemanisan sukrosa. Stabil di udara, tetapi mudah menyerap bau. Kelarutan : Laktosa mudah (dan pelan-pelan) larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter. 5. Mucilago amylum (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 6th ed, 2009, hal.685) Pemerian : Tidak berbau dan berasa, serbuk berwarna putih berupa granul-granul kecil berbentuk sferik atau oval dengan ukuran dan bentuk yang berbeda untuk setiap varietas tanaman. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol dingin (95%) dan air dingin. Amilum mengembang dalam air dengan konsentrasi 5-10 % pada 37˚C. Kegunaan : Glidan; pengisi tablet dan kapsul; penghancur tablet dan kapsul; pengikat tablet. 6. Aspartam Digunakan untuk menutupi rasa yang kurang menyenangkan pada bahan-bahan obat, karena mempunyai tingkat kemanisan kali lebih tinggi dibanding sukrosa. Aspartam dapat dimetabolisme oleh tubuh dan memiliki beberapa nilai gizi.
17
Pembuatan Tablet Hisap Sambiloto
Campur kan masing-masing bahan yaitu ekstrak daun sambiloto, laktosa, sukrosa, perisa mint dan mucilage amylum, dihomogenkan, sampai terbentuk massa granul yang baik Dikeringkan dalam oven Granul yang sudah kering dicampur dengan aspartam dan Mg stearat sebagai bahan pelicin. Dilakukan uji sifat fisik granul: kecepatan alir, sudut diam dan pengetapan Granul dicetak dengan mesin pencetan tablet single punch, bobot tiap tablet 1000 mg. Dilakukan uji sifat fisik tablet: keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan dan waktu melarut di dalam mulut
18
Penapisan Fitokimia dan Standardisasi Sediaan
I. Penapisan Fitokimia Minyak atsiri Alkaloid Flavonoid Saponin Steroid dan Terpenoid II. Standardisasi Sediaan Keseragaman Bobot Tablet Kekerasan Tablet Kerapuhan Tablet Waktu Larut Tablet Tanggap rasa tablet
19
Cara menentukan penapisan fitokimia
Identifikasi kandungan kimia dilakukan dengan melarutkan 10 mg ekstrak dalam 25 mL metanol. 1. Minyak atsiri Larutan uji sebanyak 1 mL dipipet lalu diuapkan di atas cawan porselin hingga diperoleh residu. Hasil positif minyak atsiri ditandai dengan bau khas yang dihasilkan oleh residu tersebut (Ciulei, 1984). 2. Alkaloid Larutan uji sebanyak 2 mL diuapkan di atas cawan porselin. Residu yang dihasilkan kemudian dilarutkan dengan 6 mL HCL 2 N. Larutan yang diperoleh dibagi ke dalam 3 tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan dengan 3 tetes asam encer yang berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua ditambahkan 3 tetes pereaksi Dragendorff dan tabung ketiga ditambahkan 3 tetes pereaksi Mayer. Terbentuk endapan jingga pada tabung kedua. Endapan kuning pada tabung ketiga menunjukkan adanya alkaloid (Farsnworth, 1966).
20
3. Flavonoid Larutan uji ±1mL diuapkan hingga kering, dibasahkan sisanya dengan aseton P, ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam oksalat P, dipanaskan di atas tangas air dan hindari pemanasan berlebihan. Eter P ditambahkan 10 mL. Larutan diamati di bawah sinar UV 366 nm; berfluoresensi kuning intensif, menunjukkan adanya flavonoid (Depkes RI,1995). 4. Saponin Larutan uji sebanyak 10 mL diletakan dalam tabung reaksi, dikocok vertical selama 10 detik kemudian dibiarkan selama 10 detik. Pembentukan busa setinggi 1–10 cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit, menunjukkan adanya saponin. Pada penambahan 1 tetes HCl 2 N, busa tidak hilang (Depkes RI,1995). 5. Steroid dan Terpenoid Pemeriksaan terpenoid dan steroid dilakukan dengan reaksi Liebermann- Burchard. Larutan uji sebanyak 2 mL diuapkan dalam cawan porselin. Residu dilarutkan dengan 0,5 mL kloroform, kemudian ditambahkan 0,5 mL asam asetat anhidrat. Asam sulfat pekat sebanyak 2 mL selanjutnya ditambahkan melalui dinding tabung. Terbentuk cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menunjukkan adanya terpenoid, sedangkan bila muncul cincin biru kehijauan menunjukkan adanya steroid (Ciulei,1984).
21
Standardisasi Sediaan
Keseragaman Bobot Tablet Uji dilakukan dengan menimbang 20 tablet secara satu per satu dengan neraca analitik kemudian dihitung reratanya. Kekerasan Tablet Masing-masing 10 tablet dari tiap batch diukur kekerasannya dengan alat pengukur kekerasan tablet. Kerapuhan Tablet 20 tablet dibersihkan dari debu, ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam alat uji keregasan. Alat diputar pada kecepatan 25 rpm selama 4 menit dan alat tersebut akan menjatuhkan tablet sejauh 6 inci setiap putaran. Seluruh tablet dikeluarkan, dibersihkan dari debu dan ditimbang kembali. Dihitung kehilangan bobot dalam persentase. Waktu Larut Tablet Waktu larut adalah waktu yang dibutuhkan tablet hisap untuk melarut atau terkikis secara perlahan didalam rongga mulut. Tanggap rasa Tablet suatu uji organoleptis untuk mengetahui rasa dan tingkat kemanisan dari tablet hisap yang dibuat 1. Kekerasan pada tablet hisap harus lebih besar dari tablet biasa dimana tablet hisap mempunyai kekerasan antara 7-14 kg/cm2 (Cooper dan Gunn, 1975) sedangkan untuk tablet biasa hanya 4-8 kg/cm2 (Parrott, 1971). 2. Kerapuhan tablet yang baik adalah kurang dari 0,5%-1% (Banker dan Anderson, 1994). Nilai kerapuhan tablet tidak boleh lebih dari 1% (Parrott, 1971).
22
PENGUJIAN KLINIK FASE I
Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya pada manusia. Hal yang diteliti di sini ialah keamanan obat, bukan efetifitasnya dan dilakukan pada sukarelawan sehat. Tujuan fase ini ialah menentukan besarnya dosis tunggal yang dapat diterima, artinya yang tidak menimbulkan efek samping serius. FASE II Pada fase ini obat dicobakan untuk pertama kalinya pada sekelompok kecil penderita yang kelak akan diobati dengan calon obat. Tujuannya ialah melihat apakah efek farmakologik yang tampak pada fase I berguna atau tidak untuk pengobatan. Pada fase II ini tercakup juga penelitian dosis-efek untuk menentukan dosis optimal yang akan digunakan selanjutnya, serta penelitian lebih lanjut mengenai eliminasi obat, terutama metabolismenya. Jumlah subjek yang mendapat obat baru pada fase ini antara penderita.
23
FASE III Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obat- baru benar-benar berkhasiat (sama dengan penelitian pada akhit fase II) dan untuk mengetahui kedudukannya dibandingkan dengan obat standar. Penelitian ini sekaligus akan menjawab pertanyaanpertanyaan tentang (1) efeknya bila digunakan secara luas dan diberikan oleh para dokter yang „kurang ahli‟; (2) efek samping lain yang belum terlihat pada fase II; (3) dan dampak penggunaannya pada penderita yang tidak diseleksi secara ketat. FASE IV Fase ini sering disebut post marketing drug surveillance karena merupakan pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini bertujuan menentukan pola penggunaan obat di masyarakat serta pola efektifitas dan keamanannya pada penggunaan yang sebenarnya. Dewasa ini waktu yang diperlukan untuk pengembangan suatu obat baru, mulai dari sintesis bahan kimianya sampai dipasarkan, mencapai waktu 10 tahun atau lebih. Setelah suatu obat dipasarkan dan digunakan secara luas, dapat ditemukan kemungkinan manfaat lain yang mulanya muncul sebagai efek samping. Obat demikian kemudian diteliti kembali di klinik untuk indikasi yang lain, tanpa melalui uji fase I.
24
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Dibuat sediaan tablet dengan bahan aktif andrographolide dari tanaman Andrographis paniculata dengan bahan tambahan seperti sukrosa, Mg stearat, laktosa, perisa mint, aspartam dan amylum. Pembuatan sediaan tablet dalam bentuk tablet hisap dengan metode pembuatan granulasi basah, yang diharapkan tablet mampu meningkatkan sistem imun tubuh. Dibuat sediaan tablet hisap untuk menutupi rasa pahit dari senyawa andrographolide dan untuk memudahkan saat dikonsumsi. Saran Perlu dilakukan optimasi formula tablet hisap ekstrak andrographolide daun sambiloto yang dapat diterima responden. Perlu dilakukan penelitian efektivitas tablet hisap ekstrak andrographolide daun sambiloto sebagai imunomodulator dan toksisitasnya. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk pengembangan sediaan dan aktifitas farmakologi yang lain dari senyawa andrographolide.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.