Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PENDAHULUAN Pelopor transfer embryo adalah seorang ahli Biologi dari Universitas Cambridge Inggris yang bernama “Walter Heape” yang pada tahun 1890 telah.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PENDAHULUAN Pelopor transfer embryo adalah seorang ahli Biologi dari Universitas Cambridge Inggris yang bernama “Walter Heape” yang pada tahun 1890 telah."— Transcript presentasi:

1 PENDAHULUAN Pelopor transfer embryo adalah seorang ahli Biologi dari Universitas Cambridge Inggris yang bernama “Walter Heape” yang pada tahun 1890 telah berhasil melakukan transfer embryo kelinci Angora ke induk kelinci Belgia. Kemudian pada tahun dilakukan transfer embryo pada domba oleh Warwick, dkk., pada sapi dilakukan oleh Willet, dkk., pada tahun 1951 dan pada babi dilakukan oleh Kvansnickii pada tahun 1951. Teknik transfer embryo merupakan perlakuan hormonal terhadap sapi donor, untuk super ovulasi dan transfer embryo ke sapi resipien untuk dapat dibuntingkan. Di Jepang transfer embryo untuk yang pertama berhasil dilakukan di National Institute of Animal Industry (pada Kementrian Pertanian, kehutanan dan perikanan) pada tahun 1964.

2 APA TRANSFER EMBRYO ITU ??
Transfer embryo pada sapi merupakan teknik manipulasi genetik. Pada tahun tujuh puluhan transfer embryo khususnya pada sapi perah sudah banyak menjadi usaha komersial yang menguntungkan secara finansial, terutama setelah berhasil dibuatnya embryo beku yang memungkinkan penyimpanan dan transportasi embryo dari suatu wilayah atau negara ke negara lain di dunia. Saat ini embryo beku sudah merupakan komoditi yang memberikan banyak keuntungan pada produsennya. Pada prakteknya keuntungan transfer embryo adalah pada peningkatan kapasitas reproduksi dari harga ternaknya. Untuk beberapa tahun, sapi akan mempunyai peningkatan kualitas genetik seperti pada penggunaan IB yang kontribusinya berasal dari salah satu tetuanya. Sebaliknya tanpa transfer embryo, peningkatan kualitas genetik pada sapi dari induk betina terjadi sangat lambat karena sapi monotocus dan mempunyai waktu kebuntingan yang panjang, penurunan interval generasi diantara seleksi dan pengamatan dalam jumlah besar pada keturunan dari harga donornya.

3 APA TRANSFER EMBRYO ITU ??
Transfer embryo adalah sebuah teknik yang menggunakan embryo (ovum yang sudah dibuahi) yang dikoleksi dari saluran reproduksi betina sebelum nidasi dan dipindahkan ke saluran reproduksi betina lainnya untuk dapat terjadinya suatu kebuntingan yang meliputi, kebuntingan, implantasi dan kelahiran (Kanagawa, H. ed. 1988).

4 Keuntungan transfer embryo :
Memperbanyak turunan dari induk jantan dan betina dengan kualitas genetik prima. Peningkatan efisiensi reproduksi oleh karena peningkatan jumlah anak sekelahiran. Pemanfaatan sel telur dari induk superior yang dipotong oleh karena suatu sebab. Menentukan jenis kelamin embryo sesuai keinginan. Memungkinkan pemindahan gen dalam rangka pembentukan ternak transgenik. Mengubah tipe peternakan dalam waktu singkat misalnya dari tipe potong ke tipe perah.

5 Tahapan teknik embryo transfer meliputi :
Seleksi induk donor dan resipien Superovulasi pada betina donor Sinkronisasi siklus estrus Inseminasi Buatan pada donor Pemanenan Embryo, Klasifikasi embryo, Penyimpanan embryo dan pengenceran Cryopreservasi Transfer embryo. Dihubungkan dengan teknik In Vitro Fertilization, micromanipulation, Sexing (Karyotyping, metoda DNA-PCR) dan Cloning.

6 Tabel Keberhasilan transfer embryo dari tahun 1891 s/d 1978
Hewan Peneliti Animal 1891 Kelinci Heape 1932 Kambing Warwick et al 1933 Tikus besar Nicholas Domba 1942 Tikus putih Fekete&Little 1949 Warwick dan Berry 1951 Babi Kvansnickii Sapi Willet et al 1964 Hamster Blaha 1968 Musang Chang 1974 Kuda Oguri & Tsutumi 1975 Mink Adams 1976 Monyet Kreamer et al 1978 Kucing Schriver et al. Manusia Steptoe &Edward 1979 Anjing Kinney et al.

7 Tabel Perkembangan teknik transfer embryo pada sapi Sumber : NLBC, MAFF, Japan, September 1994.
Tahun Peneliti Keberhasilan pertama pada sapi 1951 Willet et al. Surgical methode 1964 Sugie Mutter et al Non Surgical Methode (by-pass) Non-Surgical methode (via cerviks) 1973 Wilmut & Roeson Pembekuan Embrio (DMSO) 1976 Hare, Mitchell Sexing Embryo (Karyotiping) 1979 Bilton & Moore Pembekuan embryo (Gliserol) 1981 Willadsen et al. Identical Twin by splitting 1982 Renard et al Brakett et al One step Straw Methode In Vitro Fertilization 1983 Lehn-Jensen et al Freezing of Bisected Embryo 1985 Hanada IVF dari Ovarium hasil pemotongan sapi (RPH) 1987 Massip et al Prather et al Vitrification Transplantasi Inti Sel

8 SELEKSI INDUK DONOR DAN RESIPIEN
Seleksi induk sapi donor diarahkan untuk mendapatkan sapi-sapi induk yang memiliki keunggulan genetik sesuai dengan keinginan kita berdasarkan teori-teori yang sudah ada dan memiliki kemampuan menurunkan nya pada generasi berikutnya. Seleksi sapi induk resipien ditujukan untuk normalnya perkembangan embryo unggul dari induk donor untuk dapat terlahir secara normal. A. Manajemen Sapi Donor 1) Kondisi Kesehatan Unit-unit transfer embryo harus mencermati secara teliti terhadap kondisi kesehatan sapi-sapi betina yang baru masuk ke dalam kumpulan ternak. Kondisi kesehatan betina-betina donor harus dijaga dengan menejemen yang ketat seperti karantina, test darah dan vaksinasi. Demikian juga pada saat betina-betina donor diseleksi, saluran reproduksi harus di uji secara palpasi rektal untuk mendeteksi abnormalitas dan tanpa diagnosis kebuntingan.

9 Kondisi kegemukan dan kekurusan dapat mengurangi fertilitas.
2). Pakan dan Manajemen Pakan yang tepat dan program manajemen untuk pemeliharaan sapi-sapi harus dilakukan secara tepat untuk menghasilkan produktivitas yang baik. Pemberian nutrisi yang jelek pada sapi berpengaruh terhadap perkembangan folikelnya. Kondisi kegemukan dan kekurusan dapat mengurangi fertilitas. Sapi Betina-betina donor harus dikontrol pertambahan berat badannya sampai pada berat badan yang diperlukan untuk kondisi optimumnya. Kontrol berat badan secara periodik dari ternak dan skoring kondisi badan akan membantu dalam pengaturan pemberian pakan.

10 Demikian juga pengamatan harian terhadap ternak sangat penting untuk keberhasilan transfer embryo. Kita juga harus selalu berhubungan dengan berbuat baik terhadap tukang kandang dalam manajemen ternak sapi donor. Sapi donor adalah sapi yang memiliki kualitas genetik terpilih untuk suatu tujuan dan akan dikembangkan keturunannya, sehingga harus memiliki indeks tinggi. Seleksi sapi donor sangat penting karena akan menentukan sapi yang akan dapat dikembangkan dan diperbaiki kualitasnya dan sapi yang mana yang akan dijadikan sebagai resipien. Sapi resipien adalah sapi yang akan menerima embryo untuk dapat ditumbuh kembangkan hingga terlahir anak sapi yang kita inginkan.

11 B. Seleksi terhadap Sapi donor
Seleksi sapi donor dilakukan secara teliti dan cermat karena akan menentukan keberhasilan dari program transfer embryo. Hal-hal yang harus dicermati adalah pencatatan atau sistem recording yang rapi, informatif dan sistematik agar riwayat sapi donor dapat diteliti dan dapat menghindari kelahiran anak sapi yang bermutu rendah. Hal ini mendasarkan sebagaimana teori Mendel, bahwa : “Meskipun anak pada F2 akan ada yang mutunya serupa tetuanya tetapi dapat menghasilkan anak yang justru berlawanan dengan tetuanya karena munculnya sifat resesif”.

12 Seleksi terhadap donor dilakukan dengan tujuan
“menguntungkan” secara finansial yang akan didapat dan diharapkan untuk memperoleh bibit dengan kualitas genetik prima sesuai dengan keinginan dan tujuan seleksi, sehingga perlu dilihat dua segi yaitu : Segi Ekonomis. Tujuannya adalah menjual embryo yang berkualitas dengan harga yang tinggi dan banyak dicari oleh kalangan pengusaha peternakan atau pihak-pihak yang membutuhkan dan secara berkelanjutan akan menguntungkan baik bagi konsumen maupun produsen. Segi Genotip. Tujuannya adalah membentuk sapi keturunan yang unggul dalam genotip maupun fenotipnya. Donor harus berasal dari sapi bibit unggul yang dapat dilihat dari silsilah (pedigree) dan hasil perkawinan pertama sehingga diperoleh hasil produksi susu maupun daging yang tinggi dengan harga jual yang tinggi pula.

13 Nilai dari betina donor dapat ditentukan berdasarkan standart perbedaan pada pewarisan genetik. Walaupun pada prakteknya teknik dari peningkatan genetik pada ternak adalah kita harus memilih betina donor yang secara genetik superior. Keberhasilan dari koleksi embryo juga ditentukan dari kondisi kesehatan sebaik dengan kesuburannya.

14 Kondisi yang penting lainnya yang harus diperhatikan adalah :
Kondisi saluran reproduksi. Kesuburan (Fertility). Kondisi tubuh secara umum. Kondisi kesehatan. Umur Sapi. Siklus birahinya teratur. Beranak setiap tahun, anak normal dan sehat. Berasal dari sapi yang subur (fertil). Tidak sedang dalam keadaan laktasi berat. Marketable.

15 kesehatan secara umum dari sapi donor
Sejarah klinis, perlu diketahui macam dan jenis penyakit yang pernah diderita dan tindakan yang pernah dilakukan. Sapi yang baru datang, harus dilakukan pemeriksaan klinis dan laboratoris secara menyeluruh dicocokkan dengan surat-surat yang ada Setelah sapi donor terpilih, donor harus diberi tanda dan dikelompokan tersendiri. Setiap individu mempunyai tanda (kode) khusus untuk mempermudah pencatatan (recording).

16 Pemilihan Induk Sapi Resipien.
Kesuburan baik, siklus birahi normal Sejarah melahirkan normal, birahi setelah melahirkan antara 60 sampai 90 hari Bebas penyakit reproduksi yang dibuktikan dengan palpasi rektal Sejarah reproduksi yang baik Ukuran tubuh ideal dan sesuai dengan besar tubuh donor Memiliki daya tahan penyakit yang baik Tidak sedang bunting atau dalam kondisi kering kandang Umur tidak terlalu tua tetapi sudah pernah melahirkan. Syarat-syaratnya tidak sebanyak pada pemilihan sapi donor, seleksi induk resipien hanya didasarkan pada :

17 SUPER OVULASI DAN SINKRONISASI BIRAHI
A. Super Ovulasi Superovulasi bertujuan menghasilkan banyak embryo menggunakan hormon-hormon gonadotrophic seperti Pregnan Mare’s Serum Gonadothropin (PMSG), Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Human Menopausal Gonadotrophin (HMG). Sekarang sudah banyak yang menggunakan FSH disamping PMSG, karena FSH mempunyai banyak kelebihan dalam angka ovulasi dan kualitas embryo dibandingkan dengan PMSG. Untuk menstimulasi folikel-folikel yang matang, pemberian FSH harus diulang, biasanya 8 kali untuk 4 hari sebab masa parohnya pendek yaitu 2 – 5 jam dalam tubuh sapi, sebaliknya satu injeksi saja untuk PMSG.

18 superovulasi Heath (1982) melakukan superovulasi pada sapi perah dengan menggunakan gabungan PMSG dan PGF2 ς memperoleh embryo 4 buah. Hafez (1980) dan Miller (1982) dari hasil percobaan superovualasi memperoleh embryo rata-rata sebanyak 5,21 buah dan 5,0 buah. Putro (1993) melakukan superovualsi menggunakan dosis tunggal maupun ganda. Dosis tunggal menggunakan 30 IU FSH dalam larutan PVP (PolyVinil Pyrolidone) pada hari ke 10 – 12 dari siklus birahinya dengan suntikan intra muskular yang dibandingkannya dengan dosis ganda 28 IU dalam pelarut aquabidest yang diberikan selama 4 hari dengan pola pagi dan sore, masing-masing hari pertama 5 – 5 IU, hari ke dua 4-4 IU, hari ke tiga 3 – 3 IU dan hari ke empat 2 – 2 IU. Birahi akan muncul setelah penyuntikan hari terakhir.

19 Tahapan dalam Superovulasi 1) Tahap sebelum Perlakuan
Tahap permulaan sebelum superovulasi, sapi betina harus dalam keadaan siap dan menjamin keberhasilan produksi embryo dengan kualitas prima. Hal – hal yang harus diperhatikan adalah : Siklus estrus normal. Siklus estrus betina donor harus benar-benar diketahui dengan baik. Dua periode estrus sebelumnya harus di amati. Donor harus mampu menunjukkan kondisi standing heat dan interval estrus dengan waktu yang normal yaitu 18 – 24 hari. Kondisi saluran reproduksi. Harus diketahui dengan baik bahwa uterus maupun saluran telur harus benar-benar normal dan tidak sedang terjadi endometritis. Subklinik tipe endometritis dapat diketahui dengan palpasi pada uterus saat fase lutheal atau pemeriksaan pada mukus uterus setiap waktu. Pada hari ke 9-14 betina donor dipisahkan dari kelompoknya, untuk sapi dengan bentuk Corpus Luteum dalam kondisi baik dapat langsung dimulai superovulasinya. Jika ukuran ovarium kecil dan tetap berada dalam parenkim akan dihasilkan kualitas yang jelek. Ini menunjukkan bahwa ovarium mengandung sedikit folikel-folikel vesicullar (berongga), sehingga akan responsif terhadap perlakuan superovulasi.

20 2) Superovulasi dengan PMSG
PMSG dapat digunakan untuk mengganti FSH walaupun hasilnya angka ovulasi dan jumlah embryo yang mudah ditransfer, lebih jelek dibanding dengan FSH. Biasanya menggunakan IU PMSG terhadap betina donor pada hari ke 9 – 14 dari siklus estrusnya. Perlakuan mengikuti skedule pada perlakuan FSH. Kelebihan dosis PMSG menimbulkan Folikel sistik

21 Perbedaan PMSG dengan FSH dalam menimbulkan superovulasi pada donor disebabkan karena :
PMSG mempunyai waktu paruh (Half Life) lebih panjang dibandingkan dengan FSH (80 jam vs 5 jam). PMSG sering menimbulkan luteolisis yang prematur PMSG ternyata masih memberikan rangsangan terhadap ovarium setelah ovulasi sehingga menyebabkan terbentuknya folikel anovular yang persisten. PMSG menyebabkan kadar estrogen yang lebih tinggi di dalam darah donor setelah fertilisasi sehingga akan dapat mempengaruhi HCG setelah PMSG dengan dosis 1500 – 2000 IU.

22 Pemberian PMSG maupun FSH untuk superovulasi tidak akan berhasil jika pemberiannya dilakukan secara per oral maupun intravena, hal ini disebabkan pemberian hormon secara oral mengakibatkan hormon menjadi inaktif karena akan dirusak oleh enzim protease dalam saluran pencernaan, sedangkan secara intravena menghasilkan efek yang sangat singkat, padahal untuk pertumbuhan folikel menjadi masak membutuhkan waktu 72 jam. Pemberian hormon yang tepat adalah pada hari ke 15 dan 16 dari siklus birahi, karena saat itu terjadi penurunan progesteron oleh corpus luteum.

23 3). Penggunaan Progesteron Realising Devices (PRD)
PRD sebagaimana Synchromate-B (implant ditelinga) dan CIDR (secara intravaginal), digunakan untuk sinkronisasi estrus dapat juga untuk mengatur superovulasi. Alat ini seperti sebuah corpus luteum buatan setelah implantasi, progesteron dikeluarkan secara terus menerus. PRD dapat untuk memulai perlakuan superovulasi setiap waktu tanpa memperhatikan siklus estrus pada sapi-sapi donor.

24 RESIPIEN DONOR Hari ke – 0 birahi puncak birahi puncak AM PM Hari ke 9 – 14 FSH 6 6 mg 5 5 PG atau Clorprostenol HARI KE 7-17 4 +PG 4 BIRAHI 3 3 BIRAHI Hari ke – 0 Hari ke – 0 BIRAHI IB BIRAHI IB PANEN EMBRIO TRANSFER EMBRIO HARI KE 6 – 8 HARI KE - 7 Time skedul standart superovulasi dan sinkronisasi pada sapi Holstein

25 Keterangan gambar time schedule :
Masa paroh FSH pendek maka pengulangan sangat penting. Total kebutuhan FSH 36 mg, dinjeksikan dengan dosis menurun selama 4 hari.Dosis optimum FSH untuk superovulasi berbeda untuk dua breed donor . Pada kasus sapi Japanese Black adalah 20 (4,4,3,3,2,2,1,1) sampai 28 (5,5,4,4,3,3,2,2,1,1) mg injeksi FSH. Interval waktu injeksi antara A.M dan P.M adalah antara 8 – 12 jam PG = Prostaglandin. 48 jam setelah injeksi FSH (atau hari ke 3) PG harus diinjeksikan untuk menggertak estrus. Sebanyak 30 mg PGF2 atau 750 g Cloprostenol dapat digunakan. Pada penggunaannya untuk PGF2 diberikan sebanyak 20 mg pada AM dan 10 mg pada PM akan memberikan hasil yang lebih baik.

26 Sinkronisasi Birahi untuk menyamakan waktu birahi antara donor dengan resipien sehingga kondisi lingkungan internal saluran reproduksinya memiliki kesamaan. Tujuan sinkronisasi birahi untuk memudahkan pengerjaan transfer embryo karena dengan sinkronisasi antara donor dengan resipien, embryo yang dipanen langsung dapat dipindahkan pada resipien tanpa harus melewati pengawetan. Jika sinkronisasi tidak tercapai maka transfer embryo akan mengalami kegagalan. Prinsip fisiologis sinkronisasi birahi adalah bahwa progesteron yang dihasilkan oleh corpus luteum menghambat pelepasan hormon LH dan akan menghambat pematangan folikel de Graff.

27 Penyerentakan birahi akan lebih praktis jika menggunakan penyuntikan preparat hormon prostaglandin (PGF 2 σ) baik terhadap sapi donor maupun sapi resipien. Dosis PGF 2 yang diberikan berkisar antara 5 – 35 mg tergantung pada lokasi penyuntikan. Bila diberikan secara intrauterin dosisnya 5 – 10 mg, sedang bila diberikan intramuskular dosisnya adalah 30 – 35 mg. Selengkapnya jadwal penyerentakan birahi terlihat pada tabel 3 berikut ini.

28 Jadwal pemberian preparat hormon dalam sinkronisasi birahi
Hari ke Perlakuan 1 (pertama) Donor disuntik dengan PGF 2α 2 (dua) Resipien disuntik dengan 25 mg PGF α. Pengamatan birahi dilakukan terhadap sapi donor yang telah disuntik dengan PGF 2 α 7 (tujuh) Pengamatan birahi pada resipien yang telah disuntik dengan PGF 2 α 14 – 17 Donor yang birahi disuntik dengan FSH dua kali sehari 16 Resipien disuntik dengan PGF 2 α untuk kedua kalinya sebanyak 25 mg. 17 Donor disuntik dengan dosis ke dua dari PGF 2 α . 19 Pengamatan terhadap sapi yang birahi baik donor maupun resipien. 20 Donor dibuahi 27 Panen embryo dari donor yang memberi reaksi terhadap pembuahan, kemudian dilakukan pemindahan ke resipien yang telah disiapkan.

29 IB DONOR BAB VII. IB DONOR DAN PANEN EMBRYO Deteksi Birahi
Observasi dilakukan lima kali masing-masing pukul 06.00; ; ; dan jam dan tingkat penyerentakannya antara donor dan resipien dicatat sebagai berikut : -24 hari; -12 hari; 0; +12 hari; +24 hari. Deteksi birahi dapat dilaksanakan secara alamiah yaitu dengan melihat tingkah laku sapi betina tsb, yaitu gelisah, vulva bengkak, keluar lendir dari vulva, nafsu makan turun, dsb. Dapat juga dilakukan dengan menggunakan pejantan, baik pejantan normal yang ditutup kain pada bagian praeputiumnya agar semen tidak dapat masuk ke dalam vagina atau dapat pula digunakan pejantan yang sudah divasectomi.

30 Waktu Inseminasi Umumnya donor akan menunjukkan estrus 42 – 48 jam setelah injeksi PGF 2. Pada umumnya waktu yang terbaik untuk inseminasi adalah 10 –24 jam setelah permulaan standing heat, oleh karena itu sapi betina donor diinseminasi untuk satu kali pada sore hari pada hari ke-5 setelah injeksi hormon, dan 2 kali pada pagi harinya pada hari ke 6. Skedule ini harus dirubah tergantung kondisi permulaan estrusnya. Biasanya dua inseminasi sudah cukup pada estrus yang normal dan akan menghasilkan embryo yang berkualitas baik. Membatalkan maupun memperpanjang estrus akan berakibat angka penampungan embryonya jelek.

31 Untuk memperoleh embryo, perlu diberikan inseminasi terhadap donor yang telah disuperovulasi agar terjadi pembuahan dari sel-sel telur yang telah diovulasikan dengan spermatozoa dari pejantan unggul (baik segar maupun pasca pembekuan). Ovulasi pada sapi betina yang telah mengalami superovulasi terjadi antara 2 – 24 jam, oleh karena itu sapi donor harus diinseminasi lebih dari satu kali umumnya diberikan dalam tiga tahap

32 Jadwal pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) pada sapi betina donor
Deteksi estrus Pukul 06.00 Dosis IB Inseminasi pertama Pukul 18.00 1 atau 2 dosis Hari berikutnya : Inseminasi ke dua 2 dosis Inseminasi ke tiga 1 dosis

33 Inseminasi pada donor sapi perah dilakukan dengan mempergunakan semen beku yang berasal dari elite bull yaitu 8 – 12 jam setelah terlihatnya birahi dengan dosis 2 kali sebanyak IB biasa, kemudian diulang hari berikutnya dengan dosis yang sama. Cara lain Ib dapat dilakukan menggunakan semen segar yang berasal dari pejantan mutu tinggi maupun menggunakan perkawinan alam dengan pejantan yang diulang 2 kali pada periode birahi yang timbul setelah superovulasi. Superovulasi pada ternak lain seperti pada kerbau, kambing, domba maupun kuda, inseminasi buatan dapat dilakukan dengan menggunakan semen segar maupun perkawinan alam dengan pejantan yang mempunyai mutu genetik unggul dan tingkat kesehatan yang baik.

34 Peringatan selama Inseminasi :
Jangan sekali-kali menyentuh Ovarium pada saat estrus maupun ovulasi saat pelaksanaan IB. Palpasi rektal pada ovarium selama estrus saat pelaksanaan superovulasi akan menyebabkan terhentinya perkembangan folikel. Inseminator harus memegang saluran genital dengan halus dan bersih atau steril sebab stres pada saat perlakuan superovulasi akan membuat permukaan sebelah atas saluran reproduksi sapi akan menjadi sangat sensitiv.

35 Kualitas Semen beku : Kualitas semen merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi kualitas embryo. Konfirmasi terhadap fertilitas semen beku harus dipertimbangkan sebelum IB dilaksanakan.

36 Faktor-faktor yang mempengaruhi superovulasi
Respon ovarium merupakan variabel penting dan susah diprediksi. Kita harus selalu menyadari bahwa faktor-faktor yang mengikuti akan berpengaruh terhadap respon ovarium selama superovulasi, antara lain: Hormon Gonadotrophic, banyak macamnya dan berbeda, sisa pengaruh LH dalam FSH terdahulu dan dosis injeksi. Sapi Betina Donor, meliputi bangsa, umur, sapi maupun heifer, siklus estrus, kondisi kesehatan, calving interval, kondisi nutrisi, adanya stres (transport, perubahan pakan, panas, dsb) serta musim. Folikel dominan pada Ovarium sapi betina donor,

37 PANEN EMBRYO Teknik Pembedahan (Surgical Method)
Teknik Tanpa Pembedahan (Non-Surgical Method). diperoleh 3 macam kondisi embryo yang tertampung berdasarkan pertumbuhan dan perkembangannya yaitu : a. Morula Dini b. Morula Lanjut c. Blastosis Dini

38

39

40 Figure 2. A diagram showing an immobilized spermatozoon at the tip of the injection pipette, captured tail (A) or head first (B). The sperm tail before mixing with cytoplasm is straightened towards the opposite end of the tip of the injection pipette by negative pressure (A).

41 Figure 3. A diagram showing a spermatozoon injected into the ooplasm
Figure 3. A diagram showing a spermatozoon injected into the ooplasm. Note the mechanical damage to the membrane of the sperm head equatorial region when it penetrates the zona pellucida (ZP) and ooplasm membrane. Repeatedly aspirating the head membrane-damaged sperm in and out of the injection pipette facilitates mixing

42 5. Perlakuan Setelah Flushing
Uterus diinfus dengan 50 ml 2% PVP-Iodine atau antibiotic (Penicillin U + Streptomycin 0,2 g atau Ampicillin 500 mg, dsb). Jika luka pada membran berlebihan, pemberian antibiotik lebih dianjurkan sebab efek larutran iodine menyebabkan iritasi membran. Suntik donor dengan 15 – 25 mg PGF2 atau 500 – 750 g PGF2 atau 500 – 700 g PGF2 analog (estrumate) untuk mencegah terjadinya kebuntingan dan memulihkan kondisi saluran reproduksi.

43 6. Pencarian dan Penanganan Embryo
Dari medium flushing kita harus segera menemukan embryo-embryo secepatnya agar tidak terlepas dari pengamatan. Hal ini disebabkan karena didalam media hasil flushing mengandung banyak mukus, lendir, darah dan debris (reruntuhan) dan kondisi tersebut dimungkinkan akan merusak kualitas embryo-embryo yang berhasil ditampung. Embryo-embryo yang berhasil ditemukan sebaiknya segera dipindahkan ke medium penyimpanan segar dan dilakukan pencucian untuk beberapa kali. Selama proses ini harus tetap dijaga kebersihannya dan ditangani secara tepat.

44 Preparasi (peralatan) untuk Pencarian Embryo
Botol glass / silinder ukuran 500 – 1000 ml. Emcon filter Klam atau gunting kocher’s Pipet bola (digunakan untuk mencuci filter Emco, dempet dengan karet silicon lampu pijar). Mikro pipet (ujung pipet dipanaskan diatas api kecil sehingga melengkung. Sebelum digunakan sebaiknya disumbat dengan kapas dan disterilkan dengan cara pemanasan. Aspiration Tube dengan Mouthpiece Petri Dish 90 X 15 mm (dish pencarian ) ( permukaan bagian luar bagian bawah terdapat garis-garis persegi 15 mm). Petri dish 35 X 12 mm (dish penyimpanan) (digunakan untuk menyimpan dan mengobservasi embryo). Pipa Test Rak atau tempat pipa Medium penyimpanan (M-PBS) + 20% Calf Serum) Mikroskop stereoscopik Pemanas Slide

45 Pencarian Embryo 1. Metoda Cylinder Stationary
Media hasil pembilasan dimasukkan kedalam tabung silinder berukuran 1000 ml yang selanjutnya dimasukkan pada water bath dengan suhu 37C atau pada temperature ruang, dan dibiarkan selama 30 menit. Selama waktu tersebut seluruh embryo akan mengendap di bagian bawah atau permukaan sebelah bawah dari tabung silinder. Setelah 30 menit, semua medium disedot dengan pelan menggunakan pipa tetes (selang) atau pipa silikon yang terdapat klem dan disisakan sekitar 50 ml medium bagian bawah. Sisa medium dialirkan ke dalam dish pencarian (searching dish). Setelah silinder kosong kemudian dicuci dengan 20 –30 ml medium sebanyak 3 kali menggunakan sebuah pipete ball. Medium pencuci inipun kemudian dituangkan ke dalam dish.

46 2. Metoda Mesh Filtration
Menggunakan sistem filter (“EmCon Immuno System) dapat mempercepat proses isolasi embryo. Sistem ini menggunakan media hasil flushing (pemulihan) dengan saringan berukuran 70  mesh. Putar botol perlahan tanpa membuat gelembung gelembung udara dan tuangkan seluruh media hasil flushing (pemulihan) ke dalam filter. Selama filtrasi, filter harus tidak pernah kosong. Selalu dijaga agar terdapat sisa media di dalam filter. Akhirnya akan terdapat sekitar 40 – 50 ml media hasil flushing (pemulihan) yang berisi embryo akan tersisa di dalam filter. Embryo-embryo seringkali terdapat dalam mukus, sehingga seluruh mukus yang melekat dalam mesh harus dicuci bersih menggunakan pipet bolam (ball pipette).. Sisa media dan media pencuci dituangkan ke dalam satu atau dua cawan pencarian (searching dish), permukaan bawah cawan telah digambar dengan garis kotak 10 – 15 cm. Cawan ini diuji untuk mengetahui adanya embryo di bawah stereomikroskop dengan pembesaran 10 – 15 X. Sebuah stick kaca steril yang satu ujungnya bidang digunakan untuk mencari embryo dalam mukus.

47 Penanganan Embryo Sebelum mencari embryo, cawan kecil yang berisi 3 – 5 ml media penyimpanan (D-PBS ± 20% calf serum) disiapkan dan dipanaskan pada 37C menggunakan pemanas slide. Jika embryo dapat terdeteksi, maka penanganannya adalah sbb. : Meletakkan sebuah mouthpiece pada mikropipet dan mencuci pipet tetes dengan media penyimpanan 2 sampai 3 kali. Tuang sejumlah media penyimpanan kemudian embryo dideteksi dan diambil dengan mikro pipet. Kemudian dipindahkan embryo ke medium penyimpanan. Pencampuran dengan mukus dan debris yang bersama embryo tidak dapat dihindarkan, sehingga dalam isolasi embryo harus dilakukan pencucian beberapa kali sampai media menjadi jernih atau bersih. Akhir seluruh proses penanganan embryo adalah melindungi embryo dari kerusakan sebelum transfer atau freezing.

48 EVALUASI EMBRYO DAN TEKNIK TRANSFER EMBRYO
1. Tingkat Perkembangan Morula, umumnya disebut “Ball of Cels”. Blastomere-blastomere individu sulit dibedakan dengan yang lain. Masa Cell Embryo menempati seluruh ruang perivitellin. Compact Morula : Blastomere-blastomere individu bergabung, membentuk massa yang kompak. Massa embryo menempati 60 – 70% ruang perivitelline, yang lebih besar dari pada tingkatan morula. Early Blastocyst, merupakan sebuah embryo yang berbentuk rongga berisi cairan, sehingga disebut Blastocoel dan kelihatan seperti cincin cap. Embryo menempati 70 – 80 % ruang perivitelin. Diferensiasi visual antara tropoblast dan Inner Cell Mass terjadi pada tingkatan perkembangan ini. Blastocyst; diferensiasi nyata dari bagian tropoblast (outer tropoblast layer) dan lebih gelap, lebih kompak Inner Cell Mass nya dan jelas. Blastocoel menonjol dengan embryo mengisi lebih banyak ruang perivitelin.

49 Expanded Blastocyst, secara keseluruhan diameter embryo secara cepat meningkat 1,2 – 1,5 kali, bersamaan dengan menipisnya zona pellucida, kira-kira 1/3 bagian dari ketebalan asli. Embryo-embryo pada tingkatan ini seringkali kelihatan collaps (runtuh). Ini mencirikan pada blastocoel komplit atau blastocoel yang hilang sebagian, bagaimanapun zona pelucida jarang mendapatkan kembali ketebalan aslinya. Hatched Blastocyst, embryo yang ditemukan pada tingkatan ini dapat mengalami proses penetasan (Hatching) dengan terbukanya zona pelucida secara sempurna. Hatched blastocyst berbentuk bulatan dengan bagian blastocyst yang runtuh. Identifikasi embryo pada tingkatan ini dapat menjadi sulit terutama untuk teknisi yang belum berpengalaman.

50 2. Evaluasi Embryo Grade 1 (Excellent) : bentuk embryo paling normal baik besar maupun bentuknya. Embryo ideal, berbentuk bola, simetris dengan ukuran, warna dan teksture seragam. Grade 2 (Good) : bentuk embryo normal agak gelap, sedikit kurang sempurna, seperti beberapa blastomere extruded, bentuk ireguler, terdapat beberapa gelembung. Grade 3 (Fair) : ukuran embryo sedikit lebih kecil, ada inklusi vesikula, zona pellucida sedikit robek atau tepi teratur beberapa blastomere extruded, terdapat rongga (vesiculasi), beberapa sel degenerasi (10-20% tidak beraturan) Grade 4 (poor) : embryo berwarna gelap, bentuk tidak teratur lebih kecil, zona pellucida robek banyak blastomere extruded, sel degenerasi, ukuran sel bervariasi, banyak gelembung besar tetapi masa embryo kelihatan seperti hidup (30 – 50% tidak beraturan). Grade 5 (dead) : bentuk dan besar embryo tidak teratur, zona pellucida rusak.

51 Penentuan jenis kelamin embryo (embryo sexing)
Perlakuan Embryo sebelum dipindahkan Penyimpanan Embryo Penentuan jenis kelamin embryo (embryo sexing) Bedah mikro (Micro surgery embryo).

52 TEKNIK TRANSFER EMBRYO
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan transfer embryo : Kualitas embryo Media transfer Sinkronisasi estrus pada donor dan resipien Infeksi pada tubuh sapi Tempat transfer Perbedaan teknik antara surgical dengan non surgical Sapi heifer dan sapi resipien Status nutrisi resipien

53 Seleksi resipien yang optimum akan menghasilkan sapi betina muda yang terbebas dari penyakit dengan fertilitas tinggi dan mempunyai sifat mothering ability (sifat keibuan) yang baik, juga pertumbuhannya baik dan bentuk tubuhnya memungkinkan untuk mudah dalam melahirkan. Meskipun bangsa bukan merupakan faktor yang penting namun biasanya crosbreed akan menunjukkan fertilitas yang lebih baik. Kesehatan dan kondisi reproduktif sapi betina calon resipien harus diperiksa pada saat membeli maupun saat seleksi dilakukan. Pemeriksaan diarahkan pada kondisi abnormalitas saluran reproduksinya, kondisi kebuntingan sebelumnya dan sejarah penyakit yang pernah dideritanya. Apabila calon resipien baru diperoleh, maka harus dilakukan karantina. Selama periode karantina sapi betina calon resipien harus diperiksa secara detil setiap hari dari tanda-tanda penyakit, temperatur tubuhnya yang tinggi jika terjadi infeksi karena akan berkaitan dengan infertilitas dan aborsi.

54 Keberhasilan transfer embryo sebagian besar juga tergantung pada sinkronisasi estrus antara donor dengan resipien. Hal penting yang perlu diketahui adalah normalnya siklus estrus. Keberhasilan akan dicapai jika resipien mengalami estrus kurang lebihnya sekitar 1 hari dari sapi donor. “Standing heat” adalah satu-satunya identifikasi estrus. Seekor sapi yang mengalami standing heat bila dinaiki sapi betina yang lain maka akan diam pasrah, seperti seekor pejantan mengawini seekor betina. Walaupun dengan pandangan mata telanjang kondisi standing heat ini merupakan tanda terbaik untuk deteksi estrus. Terdapat beberapa alat komersial yang tersedia untuk kepentingan deteksi estrus, diantaranya adalah “Heat Mount Detector” dapat juga digunakan.

55 Sinkronisasi estrus resipien.
Injeksi tunggal PGF 2 σ dengan palpasi, resipien yang sedang dalam pertengahan siklus estrus memperlihatkan corpus luteum pada ovarinya, akan merespon injeksi PGF 2 σ . Seleksi pertama pada kelompok resipien dilakukan dengan memeriksa ovarinya. Sapi yang terlihat corpus luteumnya disuntik dengan PGF 2 σ dengan dosis 15 – 25 mg atau dengan estrumate dengan dosis 500 μg dan estrus akan datang pada 48 – 96 jam kemudian. Penyuntikan dobel dengan PGF 2 σ, suntik seluruh resipien dengan PGF 2 σ tanpa memperhatikan adanya corpus luteum kemudian diulangi lagi 11 hari kemudian, gejala estrus akan puncak lagi pada 48 – 96 jam kemudian.

56 Metoda transfer embryo pada ternak yaitu :
1.Surgical Methode (dengan teknik pembedahan) 2.Non-Surgical Methode (teknik tanpa pembedahan). Metode surgical telah berhasil menghasilkan angka kebuntingan yang lebih tinggi jika teknisi yang mengerjakannya profesional, seperti halnya pada metode non-surgical.

57 Preparasi dan Prosedur Transfer Embryo
Alat : Transferring Gun Plastic sheath Outer sheath Gunting untuk gunting rambut Plastic straw Straw cutter Disposible syringe (5 – 10 ml) dengan jarum injeksi Cervix expander (pembuka serviks) Obat-obatan Kapas dengan 70% etil alcohol Paper towel dipped dengan disinfektan (benzalkonium chloride) 2 % xylocaine (lidocaine HCl) “Padrine” (Prifinum Bromida-anticonvulsivant)

58 b. Pengisian Embryo ke dalam straw (Preparasi Straw
Straw harus dicuci dengan air murni tanpa pembasahan dengan kapas, keringkan dan sterilkan dengan gas ethylene oxide atau UV. Sterilisasi dengan gas ethylene oxide harus diselesaikan lebih dari 2 minggu sebelum digunakan, karena sisa gas dapat merusak embryo. Kemudian straw dipotong sekitar 1 – 2cm, sehingga tepat untuk transferring gun. Pertama, straw harus dicuci beberapa kali dengan media aspirat tanpa pembasahan cotton plug. Kemudian embryo dimasukan dalam straw dengan 1 ml tuberculin syringe ditempelkan pada cotton plug di ujung straw. Embryo dan media adalah aspirated : 2 – 3 cm kolom media (M-PBS) sebagai aspirated, kemudian 0,5 cm gelembung udara, dan 2,5 – 3,5 cm media yang berisi embryo diikuti oleh gelembung udara yang lain dan media. Media terakhir menjamin bahwa media aspirat I basah oleh kapas.

59 c. Persiapan Transfering gun
Embryo yang dimasukan dalam straw ditempatkan dalam transfering gun dan ditutup dengan outer sheat, harus dijaga agar tidak terkena kontaminasi. Apabila betina resipien dipelihara dekat dengan laboratorium Transfer Embryo, maka cara kerja seperti tertulis di atas, tetapi jika membutuhkan waktu untuk transportasi dari tempat koleksi ke tempat transfer atau laboratorium untuk cryopreservasi, straw harus disegel dan dibawa secara hati-hati dengan posisi horisontal.

60 d. Persiapan Resipien Cek terakhir pada calon resipien adalah membawa keluar 1 hari atau bahkan sebelum transfer. Apabila pemeriksaan dengan palpasi rektal keluar sebelum transfer, jangan menyentuh atau memijit ovari dan uterus secara kasar. Kendalikan resipien dalam services create (kandang jepit) dan keluarkan seluruh feses, berikan anastesi epidural dengan menggunakan 3 ml xylocaine pada resipien. Vulva dan daerah rektal dicuci seluruhnya dengan air hangat, dan digosok dengan tissue yang telah dimasukan dalam disinfektan dan kemudian bilas dengan kapas yang telah diberi etilalkohol.

61 e. Sinkronisasi Sinkronisasi antara tingkat perkembangan embryo dan siklus birahi resipien. Jika tingkat perkembangan embryo dan siklus estrus resipien bervariasi, mereka harus disinkronisasikan sebanyak mungkin. Sebagai contoh pada hari ke – 7 flushing dan ET segar telah terbentuk, jika hari ke- 6 – 8 resipien telah tersedia, morula harus ditransfer pada hari ke-6, tahapan morula kompak dan awal blastocyst pada hari ke – 7 dan blastula akhir pada hari ke-8.

62 f. Prosedur Transfer. Sementara teknisi memasukan tangan pada rektum, bibir vulva resipien dibuka dan transferring gun dimasukkan ke dalam vagina. Gun harus dimasukan ke pintu masuk serviks, dengan plastik penutup (plastik sheat) kemudian gun dimasukan ke dalam serviks. Setelah melewati serviks, transferring gun dimasukan ke tanduk uterin secara ipsilateral (searah) dengan Corpus luteum. Tanduk uterus dinaikkan dan kemudian diluruskan disamping ujung gun. Ujung gun harus dimasukkan sekitar 5 – 10 cm melebihi bifurcatio. (Gb. 25). Selama proses pemasukan gun tersebut tidak boleh melukai dinding uterin, jika terjadi penolakan maka tidak boleh dipaksakan. Jika diinginkan dengan posisi yang tepat tercapai maka embrio dimuntahkan dengan cara menekan gun plunger dengan kuat. Jika pada servikas yang sempit dan rapat pada saat memasukan gun maka alat pembuka serviks dapat digunakan untuk memperlancar prosedur ini.

63 Teknik Pemasukan Alat Saat pelaksanaan transfer embryo dilaksanakan, teknik yang sangat penting adalah memasukan peralatan seperti kateter balon dan transferring gun ke dalam serviks dan tanduk uterin. Jika hal ini dilakukan tidak secara benar maka akan berakibat melukai serviks dan endometrium, sehingga akan mengakibatkan pendarahan. Jangan mudah menggeser peralatan tanpa mengetahu lokasi yang sebenarnya di dalam saluran reproduksi, juga jangan terlalu yakin bahwa peralatan sudah pasti masuk ke dalam saluran, akan tetapi saluran yang harus dimanipulasi dan disesuaikan agar alat tadi dapat melaluinya dengan baik dengan menggunakan bimbingan tangan anda yang berada dalam rektum.

64 1. Pemasukan alat pada saluran uterin eksternal.
Apabila alat telah dimasukan ke dalam serviks, posisi tangan memegang alat tersebut melalui rektal adalah sangat penting. 2. Pemasukan alat pada serviks Perpindahan alat yang terlalu sering dalam satu proses transfer seperti naik turun, kekanan dan kekiri maka akan berakibat dapat melukai serviks dan berakibat pendarahan. Pemindahan posisi alat dalam saluran harus dilakukan secara lambat dan halus/lembut dengan memanipulasi saluran sesuai dengan alat yang ada. 3. Pemasukan alat pada tanduk uterin (Cornua uteri) Apabila tanduk berada dibawah atau pada dasar abdomen maka seluruh uterus harus ditarik ke arah belakang, dengan memegang serviks dan tanduk uterus dipanjangkan dan diluruskan. Ujung alat harus selalu melewati bagian tengah lumen.

65 SOAL-SOAL LATIHAN Jelaskan prosedur penampungan embryo pada sapi !
Bagaimana mekanisme penmpunga embryo menggunakan metoda non surgical methode Mengapa metoda pembedahan jarang digunakan ? Jelaskan cara sinkronisasi estrus pada betina resipien ! Jelaskan prosedur transfer tanpa pembedahan ! Jelaskan factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan transfer embryo ! JAWABAN DIKITRIM KE PAK SETYO


Download ppt "PENDAHULUAN Pelopor transfer embryo adalah seorang ahli Biologi dari Universitas Cambridge Inggris yang bernama “Walter Heape” yang pada tahun 1890 telah."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google