Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
WORLD TRADE ORGANIZATION PART 1
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG
2
SEJARAH Tahun : Untuk pertama kalinya sejak PD II berakhir, negara-negara di dunia terutama dari Blok Barat menginginkan adanya suatu bentuk sistem perdagangan internasional yang lebih adil dan komprehensif untuk membangun ekonomi dunia yang hancur akibat perang. Pada tahun 1947 di Geneva diadakan perundingan perumusan perjanjian GATT yang menetapkan penurunan jenis tarif dengan nilai 10 miliar dolar AS. Perundingan ini diikuti 23 negara
3
SEJARAH 1949: Pada tahun 1949 di Kota Annecy berlangsung perundingan yang lebih dikenal sebagai “Perundingan Annecy”. Dalam perundingan kali ini, telah disepakati untuk meratifikasi 5000 jenis tarif yang diikuti 33 negara. : Pada periode ini berlangsung “Perundingan Torquay” yang diselenggarakan di Kota Torquay dimana disepakati untuk meratifikasi 5,500 jenis tarif yang diikuti oleh 34 negara. : Pada periode ini berlangsung “Perundingan Jenewa” yang diselenggarakan di Kota Jenewa di mana disepakati untuk meratifikasi sejumlah jenis tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 2,5 miliar dolar AS, yang diikuti oleh 34 negara.
4
SEJARAH : Pada periode ini berlangsung Perundingan yang lebih dikenal sebagai “Putaran Dillon”, yang diselenggarakan di Kota Jenewa, putaran GATT kali ini diikuti oleh 45 negara yang menghasilkan kesepakatan untuk meratifikasi jenis tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 4,9 miliar dolar AS, yang diikuti oleh 34 negara. : Putaran GATT kali ini lebih dikenal sebagai “Putaran Kennedy”, yang diselenggarakan di Jenewa. Perundingan ini menyepakati penurunan sejumlah jenis tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 40 miliar dolar AS dan kesepakatan anti-dumping yang diikuti 48 negara.
5
SEJARAH : Putaran GATT yang lebih dikenal sebagai “Putaran Tokyo”, Jepang dengan menghasilkan beberapa kesepakatan antara lain; ratifikasi sejumlah jenis tarif dan non-tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 155 miliar dolar AS. Perundingan kali ini diikuti oleh 99 negara. : Dalam periode ini, negara-negara peserta mengadakan perundingan di Jenewa berdasarkan mandat Deklarasi Punta Del Este. Perundingan kali ini tidak hanya membahas peratifikasian tarif dan non-tarif sejumlah komoditas, namun juga telah membahas bidang jasa dalam perdagangan dunia. Di tahun 1980-an, Indonesia memainkan peranan aktifnya dalam putaran GATT ini dengan ditariknya suatu konklusi bahwa Indonesia harus mengubah haluan dari orientasi yang berbasis impor ke arah strategi orientasi ekspor.
6
SEJARAH 1988: Pada bulan Desember tahun 1988 di Montreal, Kanada telah diadakan pertemuan tingkat meneteri yang dikenal sebagai Mid-Term Ministerial Meeting untuk mereview kembali beberapa poin yang telah dicapai dalam perundingan sebelumnya. Pada sidang tersebut telah dicapai kemajuan pada 11 bidang kecuali pertanian. Dalam periode ini, Indonesia mulai memainkan peranan aktifnya dalam Putaran Uruguay. 1989: Perundingan ini diselenggarakan pada April 1989 untuk meneruskan kembali kemaetan perundingan pada putaran sebelumnya yang deadlock pada masalah pertanian.
7
SEJARAH 1990: Pada bulan Desember 1990 di Brussel, telah diselenggarakan sidang tingkat menteri. Namun, kali ini tidak dihasilkan kesepakatan apapun, karena Amerika Serikat dan Uni Eropa sebagai negara utama menolak untuk meratitikasi bidang pertaniannya. Dengan demikian, perundingan pada semua bidang mencapai deadlock. 1991: Pada bulan Desember 1991, Direktorat Jenderal GATT selalu ketua Trade Negotiations Committee (TNC) pada tingkat pejabat tinggi telah menyerahkan Draft Final Act sebagai hasil akhir dari Uruguay Round.
8
SEJARAH : Pada tanggal Januari 1992, TNC bersidang untuk menampung reaksi negara-negara peserta dan menentukan langkah selanjutnya dalam perundingan. Negara-negara perserta menyatakan kesulitannya untuk menerapkan DFA pada berbagai bidang termasuk kewajiban menghapus subsidi pertanian dan sistem proteksi atas beberapa jenis komoditas. Dalam perundingan yang berlangsung di Jenewa ini, telah dilakukan pembahasan antara lain; tariff dan non-tarif, perdagangan jasa, hak atas kekayaan intelektual (hak cipta), komoditas tekstil, serta pertanian. Dalam periode ini juga telah disepakati untuk membentuk kerangka kerja WTO yang merupakan kelanjutan dari GATT. Pada tanggal 14 Desember 1993, Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk mulai membuka akses pasar secara bertahap pada sector telekomunikasi, industri, angkutan laut, turisme dan jasa keuangan.
9
SEJARAH 1994: Pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh tercapai kesepakatan mengenai hasil perundingan dari Putaran Uruguay sebagai suatu paket yang ditandatangani oleh Negara peserta yang kemudian melahirkan WTO. Sementara dalam tahun yang sama, Indonesia telah menyelesaikan prosedur ratifikasi dengan DPR pada bulan Oktober Sehingga Indonesia siap memberlakukan kewajiban perjanjian sesuai ketentuan dalam perjanjian tersebut, antara lain; perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual, perdagangan jasa, turisme, telekomunikasi, dan beberapa sektor lain.
10
SEJARAH 1995: Sesuai dengan hasil kesepakatan dari Putaran Uruguay, maka pada tanggal 1 Januari 1995 di Jenewa Swiss, WTO resmi berdiri dengan beranggotakan 146 negara termasuk Indonesia. Berdasarkan hasil kesepakatan Putaran Uruguay, terdapat beberapa hal yang bersifat new issues, antara lain; trade in services, intellectual property rights, dan trade-related investment measures (TRIMs). Beberapa hal yang menjadi perhatian Indonesia sebagai konsekuensi logis dari keikutsertaannya dalam WTO antara lain; masalah tarif, akses pasar, komiditas tekstil, produk pertanian, regulasi dan penyelesaian sengketa, hak atas kekayaan intelektual, bidang jasa dan investasi.
11
FUNGSI/TUJUAN, DAN SASARAN WTO
Mengenai fungsi atau tujuan WTO dapat dilihat dalam Article III WTO, yaitu: (1) mendukung pelaksanaan, pengaturan, dan penyelenggaraan persetujuan yang telah dicapai untuk memujudkan sasaran perjanjian tersebut, (2) sebagai forum perundingan bagi negara-negara anggota mengenai perjanjian-perjanjian yang telah dicapai beserta lampiran-lampirannya, termasuk keputusan-keputusan yang ditentukan kemudian dalam Perundingan Tingkat Menteri, (3) mengatur pelaksanaan ketentuan mengenai penyelesaian sengketa perdagangan; (4) mengatur mekanisme peninjauan kebijakan di bidang perdagangan, dan (5) menciptakan kerangka penentuan kebijakan ekonomi global berkerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank), serta badan-badan yang berafiliasi.
12
Adapun sasaran yang ingin dicapai WTO dalam bekerja yaitu:
Non-diskriminasi Sebuah negara tidak harus membedakan antara mitra dagang dan seharusnya tidak membedakan antara produk, jasa sendiri dan asing atau warga negara. Lebih terbuka Menurunkan hambatan perdagangan adalah salah satu cara yang paling jelas untuk mendorong perdagangan; hambatan ini termasuk bea masuk (atau tarif) dan langkah-langkah seperti larangan impor atau kuota yang membatasi jumlah selektif. Diprediksi dan transparan Perusahaan asing, investor dan pemerintah harus yakin bahwa hambatan perdagangan tidak harus ditingkatkan secara sewenang-wenang. Dengan stabilitas dan prediktabilitas, investasi didorong, pekerjaan diciptakan dan konsumen dapat sepenuhnya menikmati manfaat dari persaingan - pilihan dan harga yang lebih rendah.
13
Lebih kompetitif Mengecilkan praktek 'tidak adil', seperti subsidi ekspor dan pembuangan produk di bawah biaya untuk mendapatkan pangsa pasar; masalah yang kompleks, dan aturan mencoba untuk menetapkan apa yang adil atau tidak adil, dan bagaimana pemerintah dapat merespon, khususnya dengan pengisian bea masuk tambahan dihitung untuk mengimbangi kerusakan yang disebabkan oleh perdagangan yang tidak adil. Lebih bermanfaat bagi negara-negara kurang berkembang Memberi mereka lebih banyak waktu untuk menyesuaikan, fleksibilitas yang lebih besar dan hak-hak istimewa; lebih dari tiga perempat dari anggota WTO negara berkembang dan negara dalam transisi ke ekonomi pasar. Perjanjian WTO memberi mereka periode transisi untuk menyesuaikan diri dengan mungkin, ketentuan WTO sulit lebih asing dan,. Lindungi Lingkungan Perjanjian WTO mengizinkan anggota untuk mengambil langkah-langkah untuk melindungi tidak hanya lingkungan tapi juga kesehatan masyarakat, kesehatan hewan dan kesehatan tanaman. Namun, langkah-langkah ini harus diterapkan dengan cara yang sama untuk kedua bisnis nasional dan asing. Dengan kata lain, anggota tidak harus menggunakan langkah-langkah perlindungan lingkungan sebagai sarana menyamarkan kebijakan proteksionis.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.