Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehHadian Kurnia Telah diubah "7 tahun yang lalu
1
STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
2
Pendahuluan UU RI No. 18 tahun 2004, pasal 4 menyebutkan bahwa perkebunan memiliki fungsi ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional Membuat lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat Dari segi sumbangan terhadap devisa negara terbukti bahwa selama tahun 2007 pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,7 % ditopang oleh industri perkebunan kelapa sawit (Budiono, 2007)
3
Peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit memicu penambahan lapangan pekerjaan sebagai tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit Kuantitas tenaga kerja Kualitas tenaga kerja, yang sangat berpengaruh dalam pembentukan stratifikasi (pelapisan) sosial masyarakat perkebunan Penyebaran areal perkebunan di Indonesia membantu pemerataan pertumbuhan ekonomi daerah Meningkatkan pertumbuhan industri industri menengah dan hilir terkait industri perkebunan kelapa sawit Industri input produksi pertanian , ex. Alsintan dan saprotan Industri pengolahan hasil dan refinery product
4
Pelapisan Sosial Masyarakat Perkebunan Kelapa sawit
Perkebunan sebagai salah satu bentuk struktur pertanian kapitalistik, memiliki corak budaya hasil peninggalan kolonialisme Kebijakan kolonialisme waktu itu, terutama di perkebunan lebih berpihak pada modal dan legitimasi hubungan kerja berbasis ‘kuli kontrak’ melalui kebijakan perburuhan ‘ordonansi koeli’ yang lebih ditujukan untuk mengikat buruh sebagai abdi tuan kebun (Said, 2007). Hubungan kerja yang cenderung eksploitatif, oleh kuatnya wacana kolonialis kemudian terinternalisasi ke dalam struktur hubungan industrial perkebunan.
5
Dalam struktur organisasi suatu perkebunan jelas nampak perbedaan (seperti kesenjangan) antara buruh dengan manajemen Terdapat perbedaan tentang derajat kesenjangan , jika dilihat dari aspek karakteristik wilayah dimana perkebunan itu berada. Diperkebunan yang relatif dekat dengan daerah urban atau sub urban akan sangat berbeda dengan daerah yang relatif terisolir dan jauh dari pusat ekonomi, kekuasaan, dan peradaban
6
Perkebunan yang dekat dengan daerah urban , buruh relatif memiliki bargaining posisi dengan pihak perusahaan Buruh relatif berbaur dengan komunitas urban/ sub urban Pola interaksi lebih luwes dan terbuka terhadap perubahan perubahan sekitar Karakteristik stratifikasi yang relatif heterogen, mendorong mereka mempunyai kesempatan untuk membandingkan pola hidup, norma sosial dalam rangka kesadaran akan aspirasi hidup yang lebih baik Banyak kasus tentang tuntutan akan hak hak normatif mereka sebagai buruh yang sering berakibat pada praktek mutasi dan pemecatan justru muncul dari perkebunan yang relatif dekat daerah urban/ sub urban, sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi perusahaan untuk mengontrol buruhnya. Perkebunan yang relatif terisolir dan jauh dari pusat peradaban, bentuk kesenjangan pola hubungan buruh-majikan akan sangat terasa
7
Staff : GM/ RC Est. Manager Askep/ Sinder Kepala Asisten/ Sinder
Pangkat dan golongan disesuaikan dengan jabatan Est. Manager Askep/ Sinder Kepala Asisten/ Sinder Mandor I Karyawan Tetap Bulanan Mandor/ Krani Karyawan Tetap Harian Karyawan Tidak Tetap/ Buruh Harian Lepas/ BHL Pekerja
8
Beberapa contoh upaya pemeliharaan stratifikasi sosial di linkungan perkebunan:
Dari segi pengaturan tata ruang pola pemukiman, perumahan staff termasuk ke dalam perumahan yang cukup mewah lengkap dengan segala fasilitas, untuk karyawan tetap bulanan tinggal di perumahan tipe G1, untuk karyawan tetap harian tinggal di perumahan G4-10, sedangkan untuk karyawan tidak tetap (BHL) tinggal di barak barak dengan kompartemen yan sempit Dari segi piranti upah, adanya perbedaan komponen dan nilai nominal upah, pada berbagai level pekerja dari mulai BHL sampai pada level staff.
9
Contoh perbedaan komponen upah :
Untuk Level Staff, selain gaji pokok ada tambahan tunjangan seperti tunjangan masa jabatan, transportasi, tunjangan khusus daerah , dll Untuk KT-Bulanan, nilai nominal gaji pokok di atas UMP , ada sistim penggolongan untuk peningkatan prestasi, ditambah dengan catu beras dan lembur, atau premi. Untuk KT-Harian, nilai nominal gaji pokok sama dengan UMP, tidak sistim penggolongan, ditambah catu beras, dan lembur atau premi Sedangkan BHL, nilai upah dihitung berdasarkan kehadiran atau prestasi borongan.
10
Tujuan pembentukan stratifikasi di lingkungan perkebunan adalah untuk memudahkan proses pengawasan (kontrol) terhadap para pekerja Didalam Emplacement, mandor merupakan salah satu piranti penting dalam pengawasan pekerja (buruh), dan merupakan ujung tombak dalam pencapaian target target perusahaan. Mereka ditempatkan sebagai panutan utama bagi komunitas emplacemen dengan menyediakan rumah yang sedikit berbeda dengan rumah buruh (pekerja) dan berbaur bersama buruh.
11
BURUH HARIAN LEPAS (BHL) PERKEBUNAN
Buruh Harian lepas (BHL) biasa juga disebut sebagai annemer. Di lingkungan komunitas perkebunan istilah ini dikenal untuk membedakan dengan buruh tetap yang lazim dikenal dengan SKU (syarat kerja umum) Berbeda dengan SKU yang terikat oleh perjanjian kerja yang memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak, sedangkan BHL tidak ada suatu ikatan kepastian kerja permanen antara buruh – majikan Ikatan kerja bersifat sementara karena ikatan kerjanya berakhir setelah target terpenuhi . Perjanjian harus diperbaharui setiap waktu dengan perjanjian baru
12
Kepmen No.100/ 2004, tentang ketentuan pelaksanaan kerja waktu tertentu, pada pasal 10 menyebutkan :
Untuk pekerjaan pekerjaan tertentu yang berubah ubah dalam waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas. Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan ketentuan pekerja/ buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam satu bulan Dalam hal pekerja/ buruh bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT
13
Realitas di lapangan masih ada pihak perusahaan yang memperkerjakan BHL selama lebih dari 3 bulan berturut pada pekerjaan yang sama tanpa ada peningkatan status buruh (pengangkatan golongan dari BHL menjadi SKU) Pada beberapa kasus sering terjadi konflik, dimana buruh BHL menuntut kenaikan status dan kalau tidak dipenuhi mereka melakukan mogok kerja atau bahkan bisa sampai pada tingkat konflik yang lebih parah lagi Konflik ini diperparah lagi dengan masuknya kepentingan kepentingan pihak tertentu yang (dari segi etika) dianggap kurang bertanggung jawab
14
Solusi yang bisa ditawarkan :
Menciptakan pola hubungan yang saling membutuhkan (menguntungkan) antara majikan – buruh Mengembangkan sikap keterbukaan sehingga dicapai hubungan yang dialogis antara majikan – buruh Tertib administrasi, terutama pada waktu rekruitmen dan penerimaan buruh untuk bekerja. Negara (pemerintah) memberikan pengawasan dalam hal ketenaga kerjaan, dan harus lebih bersifat netral agar tercapai kesejahteraan bagi semua pihak baik buruh maupun pengusaha (perkebunan)
15
Sampai Jumpa
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.