Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Hukum Pers dan Etika Penyiaran

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Hukum Pers dan Etika Penyiaran"— Transcript presentasi:

1 Hukum Pers dan Etika Penyiaran
Oleh: Ertanto Tyas Saptoprabowo, S.H.,M.Si, M.Kn.

2 Pengertian Hukum Apa itu hukum ?
Sampai saat ini tidak ada seorang pun yang dapat mendefinisikan hukum secara komprehensif . Menurut Aristoteles : Hukum adalah himpunan norma-norma atau kaidah-kaidah, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berlaku bagi rakyat atau penyelenggara negara.

3 Pembagian Hukum 1. Hukum Publik
Hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya. Misalnya : Hukum Pidana, Hukum Tata Negara. 2. Hukum Privat Hukum yang mengatur hubungan antara seorang individu dengan individu lainnya. Misalnya : Hukum Perdata, Hukum Keluarga.

4 Hukum Pers Pengertian Hukum Pers
Hukum Pers adalah segala undang-undang dan peraturan yang mengatur bidang pers. Ada 3 Hal Pokok yang Diatur dalam Hukum Pers 1. Aturan tentang publikasi atau redaksional (Code of Publication) Mengatur tentang pembuatan berita, penulisan berita, gambar, foto, karikatur. 2. Aturan tentang perusahaan (Code of enterprise) Mengatur tentang penerbitan pers, termasuk di dalamnya manajemen, ekonomi dan pajak

5 Lanjutan 3. Aturan tentang profesi (Code of profession)
Mengatur tentang profesi pekerja media, seperti wartawan. Ketiga aturan tersebut harus saling terkait satu sama lain dan tidak bisa dipisah-pisahkan. UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers misalnya mencerminkan hal tersebut, dari pasal 1 hingga pasal terakhir.

6 Pers Pengertian Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

7 Beberapa Perundangan Pers yang pernah ada
UU Nomor 11 th 1966 tentang Ketentuan2 Pokok Pers UU Nomor 4 th 1967 UU Nomor 21 th 1982

8 Pers Pra Reformasi Ada SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers
SIUPP bisa dicabut, terkenal dengan istilah breidel, contoh tabloid Monitor, Detik Pers dalam tekanan penguasa Kooptasi kekuasaan terhadap pers Teror dan kekerasan terhadap wartawan

9 Pers Pasca Reformasi Terbitnya UU Nomor 40 th 1999 tentang Pers
Tidak perlu ada SIUPP untuk mendirikan perusahaan pers Tidak mengenal istilah pembreidelan, penyensoran dan pelarangan penyiaran

10 Kebebasan Pers Hukum Pers menjamin dan melindungi kebebasan berbicara
Kebebasan berpendapat memungkinkan adanya kontrol terhadap kekuasaan negara Kebebasan berpendapat memungkinkan adanya dialog horizontal antar warga negara Tanpa kebebasan berpendapat : 1. Tidak ada kontrol/pengawasan terhadap pemerintah; 2. Rakyat tidak tahu apa yang dikerjakan pemerintah; 3. Kekuasaan menjadi sewenang-wenang; 4. Membawa kepada penindasan.

11 Norma Hukum Berkaitan dengan Kebebasan Pers
Piagam Universal HAM PBB, pasal 19 : Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima, menyampaikan keterangan-keterangan, pendapat dengan cara apapun serta tidak memandang batas-batas. UUD 1945 pasal 28 F (amandemen) : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia

12 Lanjutan UU Hak Asasi Manusia Nomor 39/1999 pasal 23 ayat 2 :
Setiap orang bebas mempunyai , mengeluarkan dan menyebarkan pendapat sesuai hati nuraninya secara lisan atau tulisan melalui media cetak, media elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa. Semua itu dipertegas dalam UU Pers Nomor 40/1999 : Kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia. Setiap usaha yang menghalangi tegaknya kebebasan pers dipidana 2 tahun atau denda Rp ,-

13 Apakah kebebasan Pers bersifat mutlak?
Kebebasan Pers tidaklah bersifat mutlak, dalam konsep hak asasi manusia kebebasan pers dikategorikan sebagai derogated right atau hak yang dapat diabaikan/ dibatasi. Pembatasan-pembatasan yang bersifat represif berupa delik-delik pidana yang mengandung delik pers dipandang sah dan konstitusional. Pembatasan ini diakui oleh hukum internasional. Pasal 2 UU Nomor 40/1999 menyatakan Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum.

14 Pengertian Delik Perbuatan pidana atau perbuatan melanggar undang-
undang/peraturan dan pelakunya diancam hukuman. Sesuatu tindakan baru dikatakan delik apabila ada undang-undang atau peraturan yang dilanggar. Bila tidak ada undang-undang/peraturannya berarti tidak ada delik. Apabila sesudah perbuatan dilakukan baru ada undang- undangnya, maka hal tersebut diberlakukan aturan yang paling menguntungkan.

15 Delik Pers Sebagian ahli hukum dan komunikasi berpendapat bahwa
delik pers sesungguhnya bukan merupakan terminologi hukum, melainkan hanya sebutan umum atau konvensi di kalangan ahli hukum dan komunikasi. Pasal-pasal yang mengatur delik ini tidaklah berdiri sendiri, melainkan bagian dari delik yang berlaku umum. Karena yang sering melakukan pelanggaran atas delik itu adalah pers, maka tindak pidana dikatakan delik pers.

16 Penggolongan Delik Pers
Delik keamanan negara Delik penghinaan Delik pornografi Delik agama Delik kabar bohong

17 Delik Keamanan Negara Menurut Omar Seno Aji, yang tergolong dalam delik ini adalah melanggar pasal 112 dan 113 KUHP, yang intinya : ‘memidana barang siapa yang dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan Yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan (untuk kepentingan negara) atau dengan sengaja memberitahu- Kan atau memberikan kepada negara asing atau meng- Umumkan dan seterusnya, gambar-gambar peta atau ben- Da yang bersifat rahasia atau bersangkutan dengan ke- Amanan dan pertahanan negara terhadap serangan dari Luar’.

18 Lanjutan Berkaitan dengan rahasia jabatan/profesi yang berkaitan dengan media massa diatur dalam pasal 322 KUHP, yang intinya : ‘memidana barang siapa dengan sengaja membu- ka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatannya’ Dalam praktek jurnalistik ketentuan ini dapat diberlakukan terhadap penyiaran berita yg oleh nara sumbernya sudah dinyatakan sebagai off the record atau kalau menyiarkan identitas nara sumber padahal yang bersangkutan sudah minta dirahasiakan.

19 Delik Penghinaan Pada KUHP masalah penghinaan diatur dalam pasal Penghinaan sebagaimana maksud pasal 310 adalah menyerang kehormatan atau nama baik seorang dengan menuduh sesuatu hal yang dilakukan secara tertulis. Maksud tertulis adalah dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang dimuat di media massa dalam bentuk teks atau naskah yang dibaca di media radio dan televisi, termasuk juga rekaman video dan karikatur. Penghinaan tidak dikategorikan sbg pencemaran apabila dilakukan untuk kepentingan umum atau terpaksa untuk bela diri.

20 Lanjutan Di negara2 yang menganut sistem hukum Anglo Saxon delik penghinaan lazim disebut sebagai libel, dengan syarat menyebut nama seseorang (identification), kata2 yg dilontarkan bersifat fitnah atau menyerang reputasi seseorang(defamation), dan ada unsur publikasi (publication). Penghinaan secara lisan atau dengan menggunakan gerak-gerik atau gesture disebut slander. Contoh kasus : * Majalah Tempo dg Tomy Winata “Ada Tomy di Tenabang”

21 Lanjutan * Rakyat Merdeka dg Megawati “Mulut Mega Bau Solar”, “Mega Lebih Ganas dari Sumanto” * Pelita dg Djaja Suparman “Misterius, Dua Jenderal Berada di Bali saat Ledakan”.

22 Delik Pornografi Dalam KUHP tidak secara eksplisit menyebut pornografi, ygTertera disana kata “melanggar kesusilaan” Pasal 282 KUHP menyebutkan “barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambar atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan” Batasan mengenai melanggar kesusilaan diserahkan sepenuhnya kepada hakim untuk menterjemahkannya. Di AS batasan obscene oleh MA AS diserahkan kepada standar masyarakat, begitu pula dengan Inggris.

23 Lanjutan Menurut UU Nomor 44/2008, pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Sanksi pidana terberat untuk pelanggaran UU Nomor 44/2008 adalah penjara selama 15 tahun dan/atau denda 7,5 milyar.

24 Delik Agama Delik agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 156 dan 156 a KUHP adalah memidakan barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan : a. yang pada pokoknya bersifat bermusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

25 Lanjutan Contoh kasus: 1 Pernyataan kontroversial dari Ahmad Welson, seorang mantan pendeta pada acara talkshow yang disiarkan langsung oleh Radio PTPN Rasitania, Surakarta, tanggal 24 Februari 2000, yaitu bahwa Muhammad itu sebelum diangkat sebagai Nabi dan Rasul adalah memeluk agama Nasrani. PN Surakarta tgl 3 Juli 2000 menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara berdasarkan pasal 156a KUHP 2 Kasus Tabloid Monitor dengan terpidana Arswendo, yang menempatkan Nabi Muhammad diurutkan setelah tokoh lain. Tabloid Monitor langsung dibreidel.

26 Delik Kabar Bohong (Penghasutan)
Delik ini diatur dalam pasal 14 dan 15 UU Nomor 1/1946 Pasal 14 intinya menyatakan memidanakan penyiaran kabar bohong dengan sengaja menimbulkan keonaran di kalangan rakyat, penyiaran berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong. Pasal 15 menyatakan menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau dapat menerbitkan keonaran.

27 Lanjutan Contoh Kasus: Redaktur Pelaksana harian Berita Buana dijatuhi hukuman 1,5 tahun pada November 1989 karena dinilai telah menyiarkan kabar bohong mengenai makanan kaleng yang mengandung lemak babi.

28 Beberapa Istilah Penting Dalam UU Pers
Hak Tolak : Hak Wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya. Hak Jawab : Hak seseorang utk memberikan sanggahan atau tanggapan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Hak Koreksi: Hak Setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain

29 Lanjutan Kewajiban Koreksi : Keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang telah diberitakan oleh pers bersangkutan Penyensoran:Penghapusan Paksa sebagian Atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, tindakan teguran/peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor serta memperoleh ijin dari pihak berwajib dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik Pembreidelan: Penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum

30 Dikotomi Dalam Tubuh Pers
Pada sisi pertama ‘Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia’. Pada sisi ini yang diutamakan adalah segi idiil, dimana pers dilihat sebagai lembaga pembawa pesan-pesan bagi khalayak pembaca, baik berupa pemberitaan, ulasan, maupun pandangan.

31 Lanjutan Pada sisi lain, Pers sebagai perusahaan yaitu badan usaha yang bermotif mencari keuntungan, sama halnya dengan badan usaha lain. Pada sisi ini yang diutamakan adalah segi komersial yaitu mencari keuntungan dari uang langganan dan ruang-ruang dalam surat kabar atau majalah yang secara komersial disediakan untuk memuat iklan-iklan.

32 Fungsi Pers Nasional Media informasi Media pendidikan Media hiburan Kontrol sosial (kontrol masyarakat)

33 Media Informasi Menyajikan laporan tentang kejadian sehari-hari secara jujur, mendalam dan cerdas. Ini merupakan tuntutan kepada pers untuk menulis secara akurat dan tidak berbohong Menjadi sebuah forum pertukaran komentar dan kritik, yang berarti pers diharapkan menjadi wadah diskusi di kalangan masyarakat, walaupun berbeda pendapat dengan pengelola pers itu sendiri Menyajikan kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh berita sehari-hari.

34 Lanjutan Bagaimana agar informasi itu akurat, tepat dan benar?
Validitas Sumber Data mesti teruji Narasumber yg kredibel, kompeten. Berita sudah fit to print Check & Re-Check

35 Media Pendidik Melalui karya-karya tercetaknya dengan segala isi, baik langsung maupun tidak langsung dengan sifat keterbukaannya, membantu masyarakat meningkatkan budayanya, melalui rubrik-rubrik khusus, a.l : ruang kebudayaan atau ruang ilmu pengetahuan Memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, disamping menunjukan betapa kemajuan iptek dapat dimanfaatkan untuk mencapai kesejahteraan material dan spritual

36 Media Hiburan Memberikan sajian yang bersifat menghibur sebagai alternatif untuk meningkatkan daya tangkap dan daya tanggap masyarakat yang akan tercermin dalam peningkatan secara kualiatif dan kuantitatif pendapat umum yang disuarakan

37 Kontrol Sosial Melakukan bimbingan dan pengawasan kepada masyarakat tentang tingkah laku yang benar atau tingkah laku yang tidak dikehendaki oleh khalayak Pelaksanaan kontrol sosial perlu dilandasi oleh sikap yang tetap lugas (zakelijk), tidak mengarah kepada pencemaran pribadi-pribadi seseorang dan dapat menunjukkan alternatif-alternatif penyelesaian masalah

38 C.1. Ruang Lingkup Hukum Media
Sumber:

39 Pengaturan Freedom of Information dan Delik Pers
Peraturan Terhadap freedom of Information Universal Declaration of Human Rights (Pasal 19) International Convenant on Civil and Polical Rights (Pasal 19) Undang-Undang Dasar 1945 (Pasa1 28F Amandemen Kedua) Hak Asasi Manusia (Pasal 14 UU No. 39/Thn 1999) RUU Kebebasan Informasi? Tinjauan Terhadap Delik Pers Di KUHP Delik Kebencian (Haatzaai Arikelen) Delik Penghinaan (Pencemaran Nama Baik) Delik Penyebaran Kabar Bohong Delik Kesusilaan Pertanggungjawaban Pers

40 Lanjutan Terdiri dari: Media Cetak, UU No. 40/1999 (Pers)
Media Penyiaran, UU No. 32/2003 Media Telekomunikasi, UU No. 39/1999 Media Film, UU No. 8/1982 Internet , UU No.11/2008 (ITE)

41 C.2. A. Media Cetak (Pers) Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

42 Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi. Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

43 Hak Pers di Indonesia. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

44 B. Penyiaran Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. Penyelenggaraan Penyiaran Penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional. Negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Lembaga penyiaran dan pola jaringan yang adil dan terpadu yang dikembangkan dengan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal. Dibentuk KPI

45 Komisi Penyiaran Indonesia
Lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran. KPI mempunyai wewenang: menetapkan standar program siaran; menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran; mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Peme-rintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat.

46 KPI mempunyai tugas dan kewajiban :
menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia; ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran; ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait; memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang; menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sang-gahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran; dan menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.

47 Jasa Penyiaran dan Penyelenggara
(1)   Jasa penyiaran terdiri atas: a. Jasa penyiaran radio; dan b. Jasa penyiaran televisi. (2) Penyelenggara Jasa penyiaran:   a. Lembaga Penyiaran Publik; b. Lembaga Penyiaran Swasta; c. Lembaga Penyiaran Komunitas; dan d. Lembaga Penyiaran Berlangganan.

48 Kepemilikan Silang Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi. Kepemilikan silang antara Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran televisi, antara Lembaga Penyiaran Swasta dan perusahaan media cetak, serta antara Lembaga Penyiaran Swasta dan lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran lainnya, baik langsung maupun tidak langsung, dibatasi. Pengaturan jumlah dan cakupan wilayah siaran lokal, regional, dan nasional, baik untuk jasa penyiaran radio maupun jasa penyiaran televisi, disusun oleh KPI bersama Pemerintah.

49 C. Telekomunikasi Telekomunikasi adalah setiap alat pemancaran, pengiriman. Atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara, dan informasi dalam bentuk apa pun melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya; Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi : Penyeienggaraan jaringan telekomunikasi; Penyelenggaraan jasa telekomunikasi; Penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

50 Perbedaan Media (cetak & elektronik) dan Telekomunikasi
Media Cetak dan Elektronik Penyebaran informasi ber pola hubungan satu titik ke banyak titik (mass communication). Hubungan komunikasi bersifat satu arah (one way communication), pola penyampaiannya adalah tergantung kepada program yang disampaikan oleh si pengirim informasi (Unidirectional). Pada dasarnya setiap informasi adalah ditujukan kepada publik, oleh karena itu etikanya penyampaian informasi tersebut harus menjaga kepentingan publik.

51 Telekomunikasi Penyampaian informasi ataupun tukar menukar informasi dengan pola hubungan satu titik ke satu titik (private communication). Hubungan komunikasi bersifat dua arah (two way communication), dimana pola penyampaiannya tidak tergantung kepada program yang ditawarkan oleh si pengirim informasi. Pada dasarnya setiap informasi yang dikomunikasikan adalah ditujukan untuk para pihak saja, sehingga etikanya para pihak harus tetap menjaga kerahasiaan berita atau informasi tersebut.

52 D. Film Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem Proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya;

53 Pemerintah dapat mnenarik suatu film apabila dalam peredaran dan/atau pertunjukan dan/atau penayangannya ternyata menimbulkan gangguan terhadap keamanan, ketertiban, ketenteraman, atau keselarasan hidup masyarakat. Setiap film dan reklame film yang akan diedarkan, diekspor, dipertunjukkan, dan/atau ditayangkan wajib disensor.

54 E. INTERNET? Internet media massa? Revolusi Teknologi Informasi.
Konvergensikan media telekomunikasi, penyiaran dan bahkan media cetak Timbulnya Berbagai bisnis media massa di Internet. Contohnya; pada bisnis media massa lahir berbagai media online, seperti dll.

55 DISKUSI Kebebasan Berekspresi Vs Pornografi Di Internet =
Sensorship ??? Perlukah Pengaturan Hukum ???

56 RUU IETE DAN PORNOGRAFI
Pasal 1: Defenisi informasi elektronik (Informasi elektronik adalah segala macam data elektronik yang di antaranya meliputi teks, simbol, gambar, tanda-tanda, isyarat, tulisan, suara, bunyi, dan bentuk-bentuk lainnya) Pasal 3: Keberadaan Informasi Elektronik: Setiap orang tidak boleh menolak keberadaan dari suatu informasi hanya karena berbentuk elektronik Pasal 6: Setiap orang dengan sengaja membuat informasi elektronik yang melawan hukum dan mengakibatkan kerugian pihak lain dipidana selama-lamanya 10 tahun dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp ,- (sepuluh miliar rupiah)

57 Etika Penyiaran Pembawa Acara 1. Wajib bersifat netral;
2. Tidak menuangkan opini pribadi; 3. Tidak menyudutkan narasumber dalam wawancara dan memberikan waktu yg cukup untuk menjawab; 4. Tidak memprovokasi atau menghasut; dan/atau 5. Tidak merangkap sebagai narasumber.

58 Berkaitan dengan SARA 1. Tidak menyiarkan program yg mengandung serangan, penghinaan, atau pelecehan terhadap pandangan dan keyakinan keagamaan tertentu; 2. Menghargai etika hubungan antar umat beragama; 3. Tidak menyajikan kontroversi mengenai pandangan/paham dalam agama tertentu secara tidak berimbang; 4. Tidak menyajikan program berisi penyebaran ajaran dari suatu sekte, kelompok atau praktek agama tertentu yg dinyatakan secara resmi oleh pihak berwenang sebagai terlarang; 5. Tidak menyajikan program berisikan perbandingan antar agama; dan/atau 6. Tidak menyajikan informasi tentang perpindahan agama seseorang atau sekelompok orang secara rinci dan berlebihan, terutama menyangkut alasan perpindahan agama.

59 Lanjutan 7. Program siaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras, antar golongan , dan hak pribadi maupun kelompok, yg mencakup keagamaan budaya, usia, gender, dan kehidupan sosial ekonomi; 8. Program siaran dilarang bermuatan yg merendahkan dan/atau melecehkan suku, agama, ras atau golongan dan atau individu atau kelompok karena perbedaan suku, agama, ras, antar golongan, usia, budaya/atau kehidupan sosial ekonomi.

60 Pelarangan Adegan Seksual
Mengeksploitasi bagian-bagian tubuh yg lazim dianggap dapat membangkitkan birahi, seperti : paha, bokong, payudara, dan/atau alat kelamin; Menayangkan penampakan alat kelamin, ketelanjangan dan/atau kekerasan seksual; Adegan gerakan tubuh atau tarian yg dapat membangkitkan gairah seks, khususnya bagian tubuh sekitar dada, perut, pinggul/bokong; Adegan berpelukan mesra sambil bergumul antara lawan jenis maupun sesama jenis yg dapat membangkitkan libido; Adegan menyentuh, meraba, atau meremas bagian tubuh yg dapat membangkitkan birahi, seperti paha, selangkangan, bokong , payudara, atau perut; Adegan cium bibir penuh nafsu dan adegan ciuman pada bagian-bagian yg dapat membangkitkan birahi seperti pada leher, payudara, telinga, atau perut; Adegan yg mengesankan ciuman bibir secara samar-samar; Adegan masturbasi secara terbuka;

61 Lanjutan Adegan yg mengesankan masturbasi secara samar-samar;
Percakapan atau adegan yg menggambarkan rangkaian aktivitas ke arah hubungan seks dan/atau persenggamaan; Menampilkan persenggamaan atau hubungan seks heteroseksual, homoseksual/lesbian, atau benda tertentu yg menjadi simbol seks secara terbuka atau samar-samar; Suara-suara atau bunyi-bunyian yg mengesankan berlangsungnya kegiatan-kegiatan seks dan/atau persenggamaan; Adegan yg menggambarkan hubungan seks antar binatang secara vulgar, antara manusia dan binatang atau alat peraga lainnya; Adegan pemerkosaan atau kekerasan seksual secara vulgar; Adegan yg menunjukkan terjadinya pemerkosaan atau kekerasan seksual secara samar-samar; Lirik lagu yg secara eksplisit dapat membangkitkan hasrat seksual; dan/atau Pembicaraan mengenai hubungan seksual secara vulgar.

62 Pelarangan Pemberitaan Kekerasan dan Kejahatan
Tindakan kekerasan dan sadisme yg dilakukan secara massal hrs disamarkan; Wajah dan/atau suara pelaku maupun korban tindakan kekerasan dan sadisme; Menyajikan rekonstruksi yg memperlihatkan secara rinci modus dan cara-cara pembuatan alat kejahatan atau langkah-langkah operasional aksi kejahatan; Menampilkan gambaran eksplisit dan rinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak; Menyajikan rekaman secara penuh hasil interogasi polisi tersangka tindak kejahatan; Menyajikan materi pemberitaan yg dalam proses produksinya diketahui mengandung muatan rekayasa yg mencemarkan nama baik dan membahayakan objek pemberitaan; Memberitakan secara rinci adegan rekonstruksi kejahatan pembunuhan, kejahatan seksual dan pemerkosaan; Menayangkan langsung gambar wajah, nama pelaku, dan korban pemerkosaan kepada publik; dan/atau Menayangkan secara eksplisit dan rinci adegan dan rekonstruksi bunuh diri.

63 Pelarangan Program Siaran Mistik dan Supranatural
Program siaran dilarang membenarkan mistik dan supranatural sebagai hal yg lumrah dalam kehidupan sehari-hari; Program siaran dilarang menampilkan mayat bangkit dari kubur; Program siaran dilarang menampilkan mayat digerayangi belatung; Program siaran dilarang menampilkan mayat/siluman/hantu yg berdarah-darah; Program siaran dilarang menampilkan mayat/siluman/hantu dengan panca indera yg tidak lengkap dan kondisi mengerikan; Program siaran dilarang menampilkan orang sakti makan sesuatu yg tak lazim seperti benda tajam, binatang, batu, atau tanah; Program siaran dilarang menampilkan adegan memotong anggota tubuh, seperti lidah, tangan, kepala dan lain-lain; dan atau Program siaran dilarang menampilkan adegan menusukkan atau memasukkan benda, seperti jarum, paku, benang ke anggota tubuh. Program siaran yg merupakan pertunjukkan seni dan budaya asli suku/etnik bangsa Indonesia diperbolehkan.


Download ppt "Hukum Pers dan Etika Penyiaran"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google