Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Kebermarkahan dan Kemenonjolan dalam Linguistik Indonesia

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Kebermarkahan dan Kemenonjolan dalam Linguistik Indonesia"— Transcript presentasi:

1 Kebermarkahan dan Kemenonjolan dalam Linguistik Indonesia
Totok Suhardijanto Departemen Linguistik FIB Universitas Indonesia

2 Pembuka Dalam konteks bahasa Indonesia, masih cukup banyak hal yang belum tertangani dalam pemrosesan bahasa alami (natural language processing): POS tagging, NER, coreference resolution, sentiment analysis, text summarization, dst. Salah satu masalah utama pada bahasa alami adalah keragaman bahasa (linguistic variability). Terkait dengan keragaman tersebut, ada konsep bermarkah (marked) vs. tak bermarkah (unmarked) dalam linguistik. Menarik juga dibahas konsep kemenonjolan (salience) terkait dengan konsep kebermarkahan.

3

4 Kebermarkahan: Konsep Awal (1/4)
Konsep kebermarkahan (markedness) dikemukakan oleh Trubetzkoy (1939) yang prinsipnya kemudian digunakan pula dalam tradisi linguistik generatif oleh Chomsky (1957 dst). Istilah bermarkah (marked) awalnya digunakan untuk pasangan oposisi tak-simetris dalam fonologi: vokal bulat >< tak bulat: u, o >< i, e vokal nasal >< tak nasal: a >< ã bunyi bersuara >< tak bersuara: p, t >< b, d

5 Kebermarkahan: Konsep Awal (2/4)
Kemudian, penggunaannya meluas dalam tataran linguistik lainnya. Semantis: “sering” vs. “jarang” (istilah tak bermarkah digunakan pada bentuk yang “wajar” digunakan): Seberapa sering kamu berkunjung ke rumahnya? vs. ?Seberapa jarang kamu berkunjung ke rumahnya? “wanita” vs. “perempuan” Komnas Perempuan vs. ?Komnas Wanita wanita karier vs. ?perempuan karier

6 Kebermarkahan: Konsep Awal (3/4)
Morfologis: Dia makan hidangan itu dengan lahap. (takber) Dia memakan sisa-sisa makanan di tempat sampah. (ber) Penderita asam urat tidak boleh mengonsumsi daun-daun hijau. (takber) Dedaunan musim gugur akan menyambut kita begitu masuk ke area kuil di Kamakura ini. (ber)

7 Kebermarkahan: Konsep Awal (4/4)
Sintaktis: normal (takber) vs. inversi (ber) Dia berangkat ke Jakarta untuk menuntut ilmu. (takber) Berangkatlah dia ke Jakarta untuk menuntut ilmu. (ber) Busur panah itu diambilnya. (takber) Diambilnya busur panah itu. (ber)

8 Kebermarkahan: Pengertian Lanjut
Dari pengertian tunggal, dalam linguistik kebermarkahan berkembang menjadi beberapa pengertian. Kebermarkahan digunakan untuk pola paradigmatis: Kebermarkahan tidak hanya berlaku untuk kategori atau unsur individual. (2) Kebermarkahan dipahami relatif dan bertaraf (gradient): Bentuk dan pola tidak lagi sekadar bermarkah atau tak bermarkah; menjadi lebih atau kurang bermarkah daripada bentuk atau pola lainnya.

9 Kebermarkahan Paradigmatis (1/3)
Konsep sintagmatis >< paradigmatis dalam linguistik saya makan pisang dia menggoreng jagung kamu mengiris wortel sintagmatis paradigmatis

10 Kebermarkahan Paradigmatis (2/3)
verba rebut rebut berebut merebut rebutan direbut berebutan memperebutkan diperebutkan terebut

11 Kebermarkahan Paradigmatis (3/3)
Sandal ibu hilang sebelah. Ibu sandalnya hilang sebelah. Ibu sandalnya sebelah hilang. Sandal ibu sebelah hilang. Ibu sebelah sandalnya hilang. Sandal ibu sebelahnya hilang.

12 Kebermarkahan dan distribusi (1/2)
Bentuk dengan fitur tak bermarkah kerap menunjukkan perbedaan paradigmatis daripada bentuk dengan fitur bermarkah. reduplikasi utuh >< reduplikasi sebagian anak-anak kekasih berarak-arak bertetangga memuja-muja ?menetua mengelu-elukan ?mendedaunankan ...

13 Kebermarkahan dan distribusi (2/2)
Bentuk yang berasosiasi dengan fitur bermarkah sering muncul dalam lingkungan gramatikal yang lebih terbatas. konstruksi benefaktif >< konstruksi reguler agent + V-kan + beneficier + patient agent + V-kan + patient + untuk beneficier Dodi membelikan Wulan cincin. Dodi membelikan cincin untuk Wulan. ~ buat, jahit, sisa ~ buat, jahit, sisa, pesan, panggil, ...

14 Ciri-Ciri Kebermarkahan
Jadi, bentuk/pola yang bermarkah mempunyai ciri-ciri berikut ini. Dimarkahi oleh penanda morfologis, misalnya afiks, partikel Secara semantis/fungsional lebih spesifik (atau kompleks) Dari sudut distribusi, lebih terbatas. Sulit bagi manusia untuk memrosesnya (untuk mempelajari atau menghasilkan) Tak reguler/abnormal/anomali berlawanan dengan bentuk/pola reguler yang tak bermarkah.

15 Kebermarkahan dalam Linguistik
reguler tak reguler tak bermarkah bermarkah

16 Kemenonjolan Dalam NLP, identifikasi kata dan frasa penting merupakan hal pokok. Teknik konvensional memperlakukan dokumen sebagai kumpulan kata kunci, namun banyak sistem NLP kini mulai memahami dokumen dalam kaitannya dengan entitas. Terkait dengan entitas, ada konsep yang disebut kemenonjolan (salience). Boguraev & Kenneth (1997): “discourse objects with high salience are the focus of attention.” Dunietz & Gillick (2014): “Unsur yang menonjol adalah sesuatu yang oleh pembaca dianggap paling relevan dengan sebuah dokumen.”

17 Kemenonjolan dalam Linguistik (1/2)
Dalam linguistik, kemenonjolan adalah informasi yang dianggap penutur/penulis ada dalam benak pendengar/pembaca ketika teks/wacana tersebut dipaparkan. Fitur linguistis yang menonjol merupakan informasi yang mudah ditangkap oleh pendengar atau pembaca karena bersifat pengetahuan umum bagian dari konteks di luar bahasa, atau sebelumnya disebutkan di dalam wacana

18 Kemenonjolan dalam Linguistik (2/2)
Dalam pendekatan linguistik kognitif, Kecskes (2008, 2010) membedakan tiga tipe kemenonjolan: kemenonjolan inheren, kemenonjolan kolektif, dan kemenonjolan situasional.

19 Kemenonjolan Inheren Kemenonjolan inheren bercirikan sesuatu yang alami terdapat pada konsep umum dan pengetahuan bahasa si penutur. Ini berkembang sebagai hasil pengetahuan pendahuluan tentang kosakata dan berubah secara diakronis/sinkronis. Kemenonjolan ini dipengaruhi oleh kedua kemenonjolan lainnya.

20 Kemenonjolan Kolektif
Kemenonjolan kolektif dibagi bersama dengan anggota masyarakat lainnya dan berubah secara diakronis. Kemenonjolan ini dapat juga dipengaruhi oleh budaya masyarakat penutur bahasa tertentu.

21 Kemenonjolan Situasional
Kemenonjolan situasional berubah secara sinkronis dan merujuk pada kemenonjolan objek dan elemen linguistik tertentu dalam konteks produksi bahasa. Kemenonjolan situasional dapat meningkat menurut keterusterangan, motivasi pembicara, dsb.

22 Contoh Kemenonjolan (1/2)
Setya Novanto, papa di puncak partai beringin (Beritagar 18/5) Rudi: “Tadi pagi ada polisi datang ke rumah.” Faisal: “Wah, ada masalah apa?” Rudi: “Enggak kok. Dia tanya alamat rumah adiknya. Kebetulan satu kompleks.”

23 Contoh Kemenonjolan (2/2)
Bagaimana kemenonjolan dalam teks di sebelah ini?

24 Kebermarkahan >< Kemenonjolan?
Kebermarkahan: distribusi terbatas, spesifik secara semantis, tak reguler. Kemenonjolan: kemudahan/kecepatan untuk diakses, dibagi bersama oleh anggota masyarakat, kurang spesifik

25 Kebermarkahan >< Kemenonjolan?
Tak bermarkah Bermarkah Menonjol Tak Menonjol

26 Penutup Dalam bahasa alami, termasuk bahasa Indonesia, variasi bahasa merupakan keniscayaan. Pada variasi terdapat fitur-fitur yang lebih atau kurang bermarkah. Kebermarkahan fitur menentukan apakah variasi tersebut lazim atau tidak dalam penggunaannya. Fitur-fitur yang kurang bermarkah cenderung lebih menonjol dalam linguistik. Namun, hal ini perlu diteliti lebih lanjut dengan korpus data yang lebih besar.

27 Terima Kasih


Download ppt "Kebermarkahan dan Kemenonjolan dalam Linguistik Indonesia"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google