Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehAde Agusalim Telah diubah "7 tahun yang lalu
1
BUDIDAYA TANAMAN PADI Persemaian Persemaian Kering
biasanya dilakukan pada tanah-tanah remah, (banyak terdapat didaerah sawah tadah hujan) a. Tanah dibersihkan dari rumput clan sisa -sisa jerami yang masih tertinggal, agar tidak mengganggu pertumbuhan bibit. b. Tanah dibajak atau dicangkul lebih dalam dari pada apa yang dilakukan pada persemaian basah, agar akar bibit bisa dapat memasuki tanah lebih dalam, sehingga dapat menyerap hara lebih banyak. c. Selanjutnya tanah digaru
2
d. Ukuran persemaian panjang cm, lebar cm, tinggi cm e. Luasan persemaian > 1/25 luas sawah f. Pengairan pada pesemaian kering dilakukan dengan cara mengalirkan air keselokan yang berada diantara bedengan, agar terjadi perembesan sehingga pertumbuh an tanaman dapat berlangsung. • Pesemaian Basah a. Sejak awal pengolahan tanah telah membutuhkan genangan air b. Pengolahan tanah (dibajak dan garu masing-masing 2 kali) c. Luas persemaian yang digunakan 1/20 dari areal pertanaman yang akan ditanami.
3
Pengairan pada pesemaian basah dilakukan dengan cara sebagai berikut :
o Bedengan digenangi air selama 24 jam o Setelah genagan itu berlangsung selama 24 jam, kemudian air dikurang hingga keadakan macak-macak ( nyemek-nyemek), kemudian benih mulai bisa disebar o Pengurangan air pada pesemaian hingga keadaan air menjadi macak-macak ini, dimaksudkan agar: o Benih yang disebar dapat merata dan mudah melekat ditanah sehingga akar mudah masuk kedalam tanah. o Benih tidak busuk akibat genagan air o Memudahkan benih bernafas / mengambil oksigen langsung dari udara, sehingga proses perkecambahan lebih cepat
4
• Persemaian sistem dapog a
• Persemaian sistem dapog a. Persiapan persemaian seperti pada persemai an basah b. Petak yang akan ditebari benih ditutup dengan daun pisang c. benih ditebarkan diatas daun pisang d. Setiap hari daun pisang ditekan sedikit demi sedikit kebawah e. Air dimasukan sedikit demi sedikit hingga cukup sampai hari ke 4
5
f. Pada umur 10 hari daun pisang digulung dan dipindahkan kepersemaian yang baru atau tempat penanaman disawah Syarat -syarat bibit yang siap dipindahkan ke sawah : o Bibit telah berumur hari o Bibit berdaun 5 -7 helai o Batang bagian bawah besar, dan kuat o Pertumbuhan bibit seragam (pada jenis padi yang sama) o Bibit tidak terserang hama dan penyakit o Bibit yang berumur lebih dari 25 hari kurang baik, bahkan mungkin telah ada yang mempunyai anakan.
6
METODE SRI (SYSTEM of RICE INTENSIFICATION)
KONSEP DAN PRINSIP SRI salah satu inovasi metode budidaya padi yang diperkenalkan pada tahun 1983 di Madagaskar oleh pastor sekaligus agrikulturis asal Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang telah bertugas di Madagaskar sejak 1961. Tahun 1997, Dr. Norman Uphoff memberikan presentasi SRI di Bogor, Indonesia; untuk pertama kalinya SRI dipresentasikan di luar Madagaskar. Tahun 1999, untuk pertama kalinya SRI diuji di luar Madagaskar yaitu di China dan Indonesia.
7
Pengujian SRI di Indonesia dilaksanakan oleh Badan Penelitian Tanaman Padi (Indonesian Agency for Agricultural Research and Development/IAARD) di pusat penelitiannya di Sukamandi, jawa Barat. Hasil pengujian diperoleh bahwa, panen dengan metode SRI sebesar 6,2 ton/ha sedangkan hasil dari petak control sebesar 4,1 ton/ha, sehingga ada peningkatan hasil sebesar 66,12 persen. Sejak itu, SRI diuji coba di lebih dari 25 negara dengan hasil panen berkisar 7 – 10 ton/ha.
8
Prinsip budidaya Tanam bibit muda berusia antara 7 – 12 hari setelah semai (HSS) ketika bibit masih berdaun 2 (dua) helai Penggunaan bibit muda berkaitan dengan bahwa penggunaan bibit padi yang berumur 5 – 15 HSS menghasilkan pertumbuhan tanaman lebih cepat karena daya jelajah akar lebih jauh sehingga perkembangan akar menjadi maksimal pada akhirnya kebutuhan nutrisi tanaman tercukupi. Selain itu, penggunaan bibit berumur 10 hari, akan menghasilkan jumlah anakan maksimal 30 – 50 batang dalam setiap rumpunnya.
9
Tanam tunggal atau tanam bibit satu lubang satu bibit
Penggunaan satu bibit per lubang tanam bermanfaat untuk mengurangi kompetisi serta meningkatkan potensi anakan produktif per rumpun. • Jarak tanam lebar. Jarak tanam yang lebar dengan lebar, yaitu: 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 40 x 40 cm atau bahkan lebih. Penggunaan jarak tanam lebar bertujuan untuk meningkatkan jumlah anakan produktif.
10
Pindah tanam harus segera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal Sistem pengairan intermitten atau sistem pengairan berselang air di areal pertanaman diatur pada kondisi tergenang dan kering secara bergantian dalam periode tertentu, dimana pemberian air maksimum 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah
11
Penyiangan sejak awal sekitar umur 10 hari dan diulang 2 - 3 kali dengan interval 10 hari
Penggunaan pupuk organik dan pestisida organik.
12
PERBEDAAN BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN METODE SRI
PENGOLAHAN LAHAN Pengolahan lahan untuk pertanian konvensional dan pertanian dengan metode SRI hampir sama dimana dengan menggunakan tenaga manusia, hewan atau traktor dengan urutan tanah dibajak, digaru dan diratakan. Perbedaanya yaitu, pada metode SRI saat digaru disebari dengan menggunakan pupuk organik.
13
BENIH Pada pertanian konvensional tidak ada teknik khusus untuk menyeleksi benih. Benih hanya direndam di dalam air selama 1 hari 1 malam, selanjutnya benih diperam selama 2 hari 2 malam, dan benih siap untuk disemaikan. Pada metode SRI ada teknik khusus yaitu benih diseleksi dengan menggunakan larutan garam. Kemudian masukkan benih yang akan ditanam ke dalam larutan garam tersebut. Benih yang tenggelam adalah benih yang kualitasnya baik. Benih yang baik diambil, disisihkan dan dibersihkan dengan air hingga larutan garam tidak menempel. Selanjutnya benih diperam selama 1 hari 1 malam (tidak lebih) dan benih siap untuk disemaikan.
14
PERSEMAIAN Pada pertanian konvensional persemaian dilakukan langsung di lahan sawah dengan kebutuhan benih yang banyak yaitu antara kg/ha. Pada metode SRI persemaian bisa dilakukan dengan menggunakan wadah dengan kebutuhan benih yang sedikit yaitu antara 5-10 kg/ha.
15
SEBELUM BIBIT DITANAM Pada pertanian konvensional bibit yang siap ditanam dicabut dan dibersihkan dari tanah yang melekat pada akar dan sebagian daun dipotong dan dibagi perikatan untuk ditanam. Bibit juga harus diistirahatkan selama 1 jam hingga 1 hari sebelum ditanam. Pada metode SRI bibit diangkat (tidak dicabut) bersama tanah yang melekat pada akar dan langsung ditanam di sawah (kurang dari 30 menit).
16
PENANAMAN Pada pertanian konvensional umur bibit yang siap ditanam adalah hari setelah semai. Satu lubang tanam berisi 5-8 bibit tanaman. Bibit ditanam dengan kedalaman 5 cm (lebih). Pada metode SRI mur bibit yang siap ditanam adalah 7-12 hari setelah semai. Satu lubang tanam berisi 1 bibit tanaman. Bibit ditanam dengan kedalaman 2-3 cm dengan bentuk perakaran horizontal berbentuk huruf L.
17
PENGAIRAN Pada pertanian konvensional Lahan digenangi air sampai setinggi 5-7 cm di atas permukaan tanah secara terus menerus. Pada metode SRI menggunakan pola pengairan intermitten/pola pengairan terputus (sawah tidak terus menerus digenangi air). Ada sistem drainase yang baik di tiap petak-petak sawah. Ketika padi mencapai umur 1-8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di lahan adalah “macakmacak”. Sesudah padi mencapai umur 9-10 HST air kembali digenangkan dengan ketinggian 2-3 cm selama 1 malam saja.
18
Ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan tahap pertama
Ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan tahap pertama. Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai umur 18 HST. Pada umur HST sawah kembali digenangi untuk memudahkan penyiangan tahap kedua. Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1-2 cm dan kondisi ini dipertahankan sampai padi “masak susu” (± hari sebelum panen). Kemudian sawah kembali dikeringkan sampai saat panen tiba.
19
PEMUPUKAN Pada pertanian konvensional menggunakan pupuk Urea, TSP, dan KCl. Pada metode SRI menggunakan pupuk kandang/bokashi yang diberi tambahan pupuk organik cair yang mengandung mikroorganisme lokal.
20
PENYIANGAN Pada pertanian konvensional hanya bertujuan membuang gulma dan dengan menggunakan herbisida Pada metode SRI selain bertujuan membersihkan gulma, teknik membenamkan gulma yang tercabut ke dalam tanah juga bertujuan memperbaiki struktur tanah dan dilakukan menggunakan tenaga manusia dan alat bantu .
21
PENGENDALIAN HAMA Pada pertanian konvensional menggunakan pestisida kimia. Pada metode SRI menggunakan pestisida organik.
22
HAMA PADI Faktor Penyebab Ledakan Populasi Hama
Perluasan areal pertanaman Perbaikan sistem irigasi Pengembangan varietas baru Peningkatan penggunaan pupuk Penggunaan pestisida
23
Perluasan areal pertanaman
Meningkatkan ketersediaan inang bagi hama Peningkatan jangkauan persebaran hama yang terisolasi Meningkatkan keragaman jenis hama karena musnahnya habitat alami
24
Perbaikan sistem irigasi
Memungkinkan periode tanam yang lebih panjang yang berakibat meningkatnya ketersediaan inang, contoh kasus : perubahan status hama penggerek batang padi Scirpophaga incertulas di areal pertanaman padi di kawasan pantai utara jawa (pantura) Meningkatnya hama-hama akuatik karena kestabilan pasokan air, contoh kasus : keong mas Pamacea caniculata, hama putih Nymphulla depunctalis
25
Pengembangan varietas baru
Varietas unggul tipe baru (VUTB) Varietas unggul hibrida (VUH) Varietas unggul hibrida baru (VUHB) Varietas unggul baru (VUB) spesifik lokasi Contoh : Varietas unggul tahan wereng (VUTW)
26
Peningkatan penggunaan pupuk kimia
Ketidakseimbangan penggunaan pupuk menyebabkan peningkatan hama-hama tertentu
27
Dampak peningkatan penggunaan pestisida
Resistensi : sebagai akibat penggunaan secara terus menerus Resurgensi : sebagai akibat terbunuhnya musuh alami Munculnya hama sekunder : efek kompetisi
28
Pengelompokan Hama Padi
Hama-hama berhabitat dalam tanah Hama-hama fase vegetatif Hama-hama fase generatif
29
Hama-hama berhabitat dalam tanah (Soil Pests)
Semut (ants) Rayap (termites) Uret (white grub), Philophaga helleri, Lepidiota stigma Anjing tanah (mole cricket), Grylotalpha sp. Kumbang mocong (rice weevils)
30
Hama-hama Fase Vegetatif
Lalat bibit (seedling maggots), Atherigona oryzae Lalat pengorok pucuk (Rice world maggots), Hydrellia sp. Hama putih (rice case worm), Nymphula depunctalis Ganjur (rice gall midge), Orseolia oryzae Penggerek batang (stem borrer), Sciprpophaga incertulas, S. innotata, Chilo supressalis, C. polychrisus, Sesamia inferens Ulat grayak (army worm), Mythimna separata Kepinding tanah (Rice black bugs), Scotinophora sp.
31
Hama-hama Fase Generatif
Kepik padi (Rice bug), Leptocoriza sp. Wereng batang (plant hoppers), Nilaparvata lugens, dll Wereng daun (leaf hoppers), Nepotettix sp. Hama putih palsu (rice leaf folder), Cnaphalocrosis medinalis
32
Pengelolaan Hama Padi Umur tanaman (sejak pratanam sampai panen)
Identifikasi jenis hama Klarifikasi bagian tanaman yang diserang Biologi hama Ekologi hama
33
Target serangan hama pada padi
34
Biologi Hama Padi
35
Stadium Hama pada Padi
36
Ekologi Hama Padi
37
Komponen Pengendalian
Pengendalian secara bercocok tanam Pengendalian dengan memanfaatkan tanaman tahan Pengendaian secara fisik Pengendalian secara mekanis Pengendalian secara hayati Pengendalian kimiawi Penerapan peraturan perundang-undangan
38
Komponen pengendalian secara bercocok tanam
Pemilihan lokasi tanam : dataran rendah, dataran tinggi, lahan sawah, daerah pasang surut, jenis irigasi (sederhana, teknis, tadah hujan), jenis tanah, topografi wilayah Penentuan waktu tanam : musim hujan (MH-1, MH-2), musim kemarau (MK-1, MK-2), gadu (peralihan MK-MH pada lahan irigasi teknis) Penentuan pola tanam : padi-padi-padi, padi-padi-bero, padi-padi-palawija, padi-palawija-padi, padi-palawija-bero Pengaturan jarak tanam : acak, legowo, 20 x 20 cm, 20 x 22 cm, 20 x 25 cm. Pertimbangan ?? Sistem tanam : tumpangsari, monokultur, tumpang gilir, surjan Pemilihan jenis tanaman : tanaman pokok, tanaman perangkap, tanaman penolak hama Pemupukan berimbang : TSP, KCl dan Urea
39
Pengendalian dengan memanfaatkan tanaman tahan
Ketahanan genetik : pemanfaatan varietas unggul tahan hama (misalnya VUTW) Ketahanan ekologik : penanaman disesuaikan dengan waktu ketidakmunculan hama, ketidaksesuaian habitat
40
Pengendalian secara fisik dan mekanis
Pengumpulan dan pemusnahan : kelompok telur, larva dan pupa hama, kasus penggerek batang padi kuning Scirpophaga incertulas Penggunaan lampu perangkap : ngengat penggerek batang padi, hama uret Lepidiota stigma, Phillophaga helleri Penggunaan trap barier system : untuk tikus Gropyokan : untuk pengendalian tikus, hama uret Lepidiota stigma, Phillophaga helleri Pengaturan air irigasi : penggerek batang padi putih, hama putih Nymphula depunctalis, nematoda puru akar Meloidogyne graminicola
41
Pengendalian secara hayati
Pemanfaatan parasitoid, pemangsa dan patogen hama : Parasitoid Trichogramma sp.untuk penggerek batang padi Pemanfaatan jamur Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana Pemanfaatan ular dan burung hantu Tyto alba pemangsa tikus
42
Pengendalian kimiawi Penggunaan bahan kimia pestisida dalam pengendalian hama Cara kerja pestisida Racun kontak, lambung, pernafasan Macam pestisida Pestisida kimia sintetik Pestisida botanik
43
Penerapan peraturan perundang-undangan
Pengaturan pelepasan dan pemantauan varietas padi jenis baru
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.