Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Judhistira Aria Utama, M.Si. Jur. Pendidikan Fisika FPMIPA UPI

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Judhistira Aria Utama, M.Si. Jur. Pendidikan Fisika FPMIPA UPI"— Transcript presentasi:

1 Judhistira Aria Utama, M.Si. Jur. Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
FOTOMETRI BINTANG II: Ekstingsi dan Ekses Warna Magnitudo bolometrik Koreksi bolometrik Magnitudo bolometrik dan temperatur efektif Diagram Hertzsprung – Russell Kompetensi Dasar: Memahami sistem fotometri bintang Judhistira Aria Utama, M.Si. Lab. Bumi & Antariksa Jur. Pendidikan Fisika FPMIPA UPI

2 Ekstingsi dan Ekses Warna
Ruang antarbintang tidak benar-benar kosong  Foton dari sumber cahaya mengalami serapan (absorbtion)/sebaran (scattering) sebelum tiba di pengamat. Kehilangan energi yang dialami foton: ekstingsi.

3 Dalam rentang jarak [r, r+dr], ekstingsi dL proporsional dengan fluks L dan jarak tempuh dalam medium: dL = –Ldr (4-1) Faktor  mendeskripsikan seberapa efektif medium antarbintang menghalangi radiasi  Disebut opasitas [0 (transparan),  (ke- dap)].

4 Definisikan kuantitas tak berdimensi, tebal optis :
d = dr (4-7) dL = –Ld (4-8) (4-9) (4-10) Nyatakan E0 sebagai rapat fluks di permukaan bintang, dan E(r) rapat fluks di jarak r, diperoleh:

5 Bila (4-11) disulihkan ke (4-10), diperoleh:
L = r2F(r), L0 = R2F0 (4-11) Bila (4-11) disulihkan ke (4-10), diperoleh: E(r) = E0(R/r)2e- (4-12) Modulus jarak, sekarang dapat dituliskan ulang sebagai: m – M = –2,5 x log[E(r)/E(10)] (4-13) m – M = 5 x log[r/10] – 2,5log e- m – M = 5 x log[r/10] + (2,5log e) m – M = 5 x log[r/10] + A Bila opasitas konstan sepanjang garis pandang,  = r  dengan a = 2,5log(e)  magnitudo/sat. jarak m – M = 5 x log[r/10] + ar

6 Efek lain yang ditimbulkan oleh kehadiran materi antarbintang adalah pemerahan (reddening) 
Untuk filter V: V = MV + 5log(r/10) + AV Untuk filter B: B = MB + 5log(r/10) + AB Selisih antara keduanya memberikan: B – V = MB – MV + AB – AV B – V = (B – V)0 + E(B – V); E(B – V)  ekses warna Rasio antara AV dan E(B – V) nyaris konstan untuk seluruh bintang, yaitu R = 3,2.

7 Magnitudo Bolometrik Berbagai magnitudo yang telah dibicarakan sebelumnya hanya diukur pada λ tertentu saja.  Perlu didefinisikan magnitudo yang diukur dalam seluruh panjang gelombang, yang disebut magnitudo bolometrik. Rumusan Pogson untuk magnitudo semu bolometrik dituliskan sebagai: mbol = -2,5 log Ebol + Cbol (4-14) Fluks bolometrik E = L 4  d 2 tetapan

8 tik (luminositas) melalui hubungan:
Magnitudo mutlak bolometrik diberi simbol Mbol  Darinya dapat diperoleh informasi mengenai energi total yang dipancarkan bintang per de- tik (luminositas) melalui hubungan: Mbol – Mbol = -2,5 log L/L (4-15) Mbol : magnitudo mutlak bolometrik bintang Mbol : magnitudo mutlak bolometrik Matahari = 4,75 L : Luminositas bintang L : Luminositas Matahari = 3,86 x 1033 erg/det

9 Magnitudo bolometrik sukar ditentukan karena beberapa panjang gelombang tidak dapat menembus atmosfer Bumi. Cara tidak langsung untuk memperoleh magnitudo bolometrik adalah dengan mem-berikan koreksi pada magnitudo visual bintang. Magnitudo visual: V = -2,5 log EV + CV Magnitudo bolometrik: mbol = -2,5 log Ebol + Cbol

10 Dari dua persamaan di atas diperoleh:
V – mbol = -2,5 log EV / Ebol + C Atau V – mbol = BC (4-16) BC disebut koreksi bolometrik (bolometric correction) yang harganya bergantung pada temperatur atau warna bintang. Koreksi bolometrik dapat juga dituliskan sebagai: mv – mbol = BC (4-17) Mv – Mbol = BC (4-18)

11 Untuk bintang yang sangat panas atau sangat dingin:
sebagian besar energinya dipancarkan pada daerah ultraviolet atau inframerah, hanya sebagian kecil saja dipancarkan pada daerah visual. koreksi bolometriknya besar. Untuk bintang yang temperaturnya sedang, seperti Matahari: sebagian besar energinya dipancarkan dalam daerah visual hingga perbedaan antara mbol dan V kecil. koreksi bolometriknya mencapai harga terkecil.

12 Hubungan BC dengan (B – V)
Bintang Deret Utama Bintang Maharaksasa B - V 0,00 -0,20 0,40 0,80 1,20 0,05 1,00 1,50 2,00 BC Koreksi bolometrik bernilai minimum (BC = 0) terjadi pada harga B – V = 0,30 Untuk bintang lainnya, apabila B – V diketahui, maka nilai BC dapat ditentukan.

13 mbol dan Temperatur Efektif
L = 4  R2 Tef 4 R 2 E =  Tef4 (4-19) E = L 4  d 2 d  = R d (4-20) R Radius sudut bintang d Subtitusikan pers. (4-20) ke pers. (4-19) diperoleh: E = 2  Tef4 (4-21)

14 Subtitusikan pers. (4-22) ke pers. (4-21): E = 2  Tef4
d R (4-22)  = 2 Garis tengah sudut Subtitusikan pers. (4-22) ke pers. (4-21): E = 2  Tef4 diperoleh: 2 E =  Tef4 (4-23) 2 2  Untuk Matahari: E =  Tef4 (4-24) 2

15 Bandingkan fluks bintang dengan fluks Matahari:
2 Fluks bintang: E =  Tef4 1/2 1/4 2 Tef  E =  2 Tef E Fluks Matahari: E =  Tef4 2 Jika dilogaritmakan, diperoleh: log (Tef /Tef) = 0,25 log (E /E) + 0,5 log (/) …… (4-25) Dengan menggunakan rumus Pogson, didapatkan: mbol - mbol = - 2,5 log (E/E) (4-26) Substitusikan pers. (4-26) ke pers. (4-25) untuk memperoleh bentuk: log Tef = log Tef  0,1 (mbol - mbol) + 0,5 (log   log ) (4-27)

16 Bila nilai-nilai untuk Matahari disubstitusikan ke pers
Bila nilai-nilai untuk Matahari disubstitusikan ke pers. (4-27), dapat diperoleh bentuk yang lebih sederhana, yaitu: log Tef = 2,73 – 0,10 mbol – 0,50 log  ……(4-28) dinyatakan dalam detik busur Latihan Dari pengamatan diperoleh bahwa magnitudo semu sebuah bintang adalah mv = 10,4 dengan koreksi bolometrik BC = 0,8. Jika paralaks bintang tersebut adalah p = 0”,001, tentukan luminositas bintang! Sebuah bintang memiliki Tef = 8700 K, Mbol = 1,6 dan mbol = 0,8. Berapakah jarak, radius, dan luminositas bintang tersebut? Magnitudo semu visual bintang  Aql adalah 0,78 dengan temperatur efektif 8400 K. Jika paralaks bintang ini adalah 0”,198 dan diameter sudutnya 2,98x10-3 detik busur, tentukanlah: (i) BC (ii) Mbol (iii) L dan (iv) R!

17 Diagram Hertzsprung - Russell
Pada tahun 1911, seorang astronom Denmark bernama Eijnar Hertzsprung membandingkan hubungan antara magni-tudo & indeks warna di dalam gugus Pleiades dan Hyades. Ejnar Herztprung (1873 – 1967) Henry Norris Russel (1877 – 1957) Kemudian pada 1913, Henry Norris Russell, seorang Ph.D dari Universi-tas Prince-ton, membuat plot hubungan antara magnitudo mutlak & spektrum bin-tang.

18 Hasil yang mereka peroleh sekarang dikenal sebagai diagram Hertzsprung-Russell atau diagram HR.
Diagram HR menunjukkan hubungan antara luminositas (atau besaran lain yang identik, seperti magnitudo mutlak) dan temperatur efektif (atau besaran lain, seperti indeks warna (B - V) atau kelas spektrum). “Dari diagram HR terlihat bahwa bintang yang mempunyai temperatur sama dapat memiliki luminositas yang berbeda”

19

20


Download ppt "Judhistira Aria Utama, M.Si. Jur. Pendidikan Fisika FPMIPA UPI"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google