Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
WILDAN NURUL FAJAR, M.pD
2
TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti perliahan ini mahasiswa dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai etika yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan kekaryaan, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara terutama dalam bidang politik. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti perkulihan mahasiswa diharapkan dapat : Menjelaskan pengertian etika, etika politik, dan Pancasila sebagai sistem etika Menjelaskan dan menyebutkan Pancasila sebagai etika politik dan nilai etika yang terkandung di dalamnya. Menerapkan etika dalam kehidupan kekaryaan, kemasyarakatan, kenegaraan dan memberikan evaluasi kritis terhadap penerapan etika
3
Etika = ”ethos” (Yunani Kuno ) Pengertian Etika
Dalam bentuk jamak ”ta etha” artinya adat kebiasaan. Istilah etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan, atau ilmu tentang adat kebiasaan (Bertens, 2007 :4) Etika adalah ilmu tentang yang baik dan yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral/akhlak ( Ali, 1996 : 271)
4
PEMBAGIAN ETIKA Menurut Salam (1997:7) secara garis besar etika dibagi menjadi dua: Etika umum membicarakan mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolok ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori. Etika khusus merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Etika khusus dibagi menjadi dua, yaitu: etika individual (yang menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri), dan etika sosial (yang menyangkut kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia).
5
Etika dan politik Hubungan antara etika dengan politik menurut Aristoteles (Salam, 1997 :111) merupakan hubungan yang paralel. Hubungan tersebut tersimpul pada tujuan sama-sama yang ingin dicapai, yaitu terbinanya warganegara yang baik, yang susila, yang setia kepada negara dan sebagainya, yang kesemuanya itu merupakan kewajiban moral dari setiap warganegara, sebagai modal pokok untuk membentuk suatu kehidupan bernegara, berpolitik yang baik, dalam arti makmur, tenteram dan sejahtera.
6
Pokok-pokok etika politik dan pemerintahan berdasarkan Ketetapan MPR-RI No.VI/MPR/ 2001
Etika politik dan pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa; Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai atau pun dianggap tidak mampu memenuh amanah masyarakat, bangsa dan negara;
7
Pokok-pokok etika politik dan pemerintahan berdasarkan Ketetapan MPR-RI No.VI/MPR/ 2001 (lanjutan)
Masalah potensi yang dapat menimbulkan permusuhan dan pertentangan diselesaikan secara musyawarah dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan sesuai dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya, dengan tetap menjunjung tinggi perbedaan sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah; Etika politik dan pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antarpelaku dan antar kekuatan sosial politik serta antarkelompok kepentingan lainnya untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan golongan
8
Pokok-pokok etika politik dan pemerintahan berdasarkan Ketetapan MPR-RI No.VI/MPR/ 2001 (lanjutan)
Etika politik dan pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat; Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya
9
Pancasila sebagai Sistem Etika
Pancasila sebagai sistem etika berarti Pancasila merupakan kesatuan sila-sila Pancasila. Sila-sila Pancasila itu saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Pancasila sebagai sistem etika bertujuan untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
10
Etika yang dijiwai nilai-nlai sila-sila Pancasila merupakan etika Pancasila, yang meliputi:
Etika yang dijiwai oleh nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan etika yang berlandaskan pada kepercayaan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Etika yang dijiwai oleh nilai-nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, merupakan etika yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Etika yang dijiwai oleh nilai-nilai Persatuan Indonesia, merupakan etika yang menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepetingn pribadi dan golongan. Etika yang dijiwai oleh nilai-nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, merupakan etika yang menghargai kedudukan, hak dan kewajiban warga masyarakat/warganegara, sehingga tidak memaksakan pendapat dan kehendak kepada orang lain. Etika yang dijiwai oleh nilai-nilai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, merupakan etika yang menuntun manusia untuk mengembangkan sikap adil terhadap sesama manusia, mengembangkan perbuatan-perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
11
Berdasarkan Ketetapan MPRRI No
Berdasarkan Ketetapan MPRRI No.VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, bahwa etika politik dan pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertangggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa.
12
Pancasila sebagai etika politik, menurut pendapat Oesman dan Alfian (1991: 19) memberikan salah satu ukuran bahwa bilamana keputusan-keputusan politik atau kebijaksanaan-kebijaksanaan baru yang diambil berhasil memperkecil kesenjangan antara ideologi dengan realita kehidupan masyarakat yang terus berkembang, maka itu berarti bahwa Pancasila telah betul-betul membudaya dan diamalkan. Hal ini tentunya dalam arti bahwa kebijaksanaan-kebijaksanaan baru itu sekaligus tercermin pula penjabaran lebih lanjut dari Pancasila dan UUD 1945.
13
Salam (1997:116) secara lebih tegas menyimpulkan bahwa siapa saja yang mau bertugas mengurus kepentingan masyarakat, menurut ajaran Pancasila hendaknya mempersiapkan diri dan melatih diri untuk: mematuhi perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya; belajar dan membiasakan diri mencintai sesama manusia; menanamkan kesadaran dan rasa cinta kepada tanah air, bangsa dan negara melatih dan membiasakan diri hidup, bergaul dan bersikap demokratis melatih dan membiasakan diri bersikap adil, berjiwa sosial dan kemasyarakatan
14
prinsip dalam etika profesi
Menurut Salam (1997 : ) terdapat tiga prinsip dalam etika profesi, yaitu : Tanggung jawab, bahwa setiap orang yang mempunyai profesi diharapkan selalu memiliki sikap bertanggung jawab dalam dua arah, yaitu (1) terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya; (2) terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya. Keadilan, menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Di samping itu dalam menjalankan profesinya setiap orang profesional tidak dibenarkan melanggar hak orang lain atau pihak lain, lembaga atau negara. Otonomi, prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya. Di satu pihak, seorang profesional memiliki kode etik profesinya. Tetapi ia tetap memiliki kebebasan dalam mengemban profesinya, termasuk dalam mewujudkan kode etik profesinya itu dalam situasi konkret.
15
Menerapkan Etika dalam Kehidupan Kemasyarakatan
Secara kodrat manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu dalam kehidupannya senantiasa hidup bersama dalam masyarakat. Dalam kehidupan bersama di masyarakat diharapkan masing-masing anggota masyarakat tetap mengindahkan etika dalam kehidupan bermasyarakat, seperti: mengindahkan norma atau peraturan yang ada di masyarakat menjalin kerja sama antar anggota masyarakat untuk memajukan kemajuan masyarakat saling menghargai dan menghormati sesama anggota masyarakat tidak melakukan perbuatan yang merugikan kehidupan bersama dalam masyarakat, dll.
16
Menerapkan Etika dalam Kehidupan Kenegaraan
Warganegara yang baik, dalam kehidupan bernegara hendaknya menerapkan sikap-sikap yang positif antara lain: Meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan Lebih mendahulukan kewajiban asasi daripada menuntut hak asasi Menyeimbangkan antara kewajiban asasi dengan hak asasi Tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kepentingan umum Lebih mencintai produk dalam negeri dari pada produk dari luar negeri Bangga sebagai bangsa Indonesia Membina persatuan dan kesatuan bangsa, dll.
17
Memberikan Evaluasi Kritis terhadap Penerapan Etika
Sejak tejadinya krisis multidimensional, muncul ancaman yang serius terhadap persatuan bangsa dan terjadinya kemunduran dalam pelaksanaan etika kehidupan berbangsa. Hal ini tampak dari konflik sosial yang berkepanjangan, berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa, pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan, dan sebagainya yang disebabkan oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar negeri.
18
Faktor yang berasal dari dalam negeri
masih lemahnya penghayatan dan pengamalan agama dan munculnya pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru dan sempit, serta tidak harmonisnya pola interaksi antarumat beragama; sistem sentralisasi pemerintahan di masa lampau yang mengakibatkan terjadinya penumpukan kekuasaan di Pusat dan pengabaian terhadap kepentingan daerah dan timbulnya fanatisme kedaerahan; tidak berkembangnya pemahaman dan penghargaan atas kebinekaan dan kemajemukan dalam kehidupan berbangsa; terjadinya ketidakadilan ekonomi dalam lingkup luas dan dalam kurun waktu yang panjang, melewati ambang batas kesabaran masyarakat secara sosial yang berasal dari kebijakan publik dan munculnya perilaku ekonomi yang bertentangan dengan moralitas dan etika;
19
Faktor yang berasal dari dalam negeri (lanjutan)
kurangnya keteladanan dalam sikap dan perilaku sebagian pemimpin dan tokoh bangsa; tidak berjalannya penegakan hukum secara optimal, dan lemahnya kontrol sosial untuk mengendalikan perilaku yang menyimpang dari etika yang secara alamiah masih hidup di tengah-tengah masyarakat; adanya keterbatasan kemampuan budaya lokal, daerah, dan nasional dalam merespon pengaruh negatif dari budaya luar; meningkatnya prostitusi, media pornografi, perjudian, serta pemakaian, peredaran, dan penyelundupan obat-obat terlarang.
20
Faktor-faktor yang berasal dari luar negeri
pengaruh globalisasi kehidupan yang semakin meluas dengan persaingan antarbangsa yang semakin tajam; makin kuatnya intensitas intervensi kekuatan global dalam perumusan kebijakan nasional.
21
tugas Bercerita mengenai cita-cita dwaktu kecil an bagaimana menerapkan etika dalam profesi yang di cita-citakan tersebut
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.