Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Mursia Zaafril Ilyas, Ibu Koperasi Indonesia

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Mursia Zaafril Ilyas, Ibu Koperasi Indonesia"— Transcript presentasi:

1 Mursia Zaafril Ilyas, Ibu Koperasi Indonesia
Perempuan kelahiran Pamekasan Madura, 86 tahun yang lalu ini pantas disebut sebagai Ibu Koperasi. Pasalnya, separuh lebih usia Ibu Mursia Zaafril Ilyas dihabiskan untuk mengurusi koperasi. Ia juga penggagas koperasi wanita dengan sistem tanggung renteng pertama di Indonesia. Perjuangan Mursia Muda Mursia adalah sosok pemudi yang gigih yang tidak rela tanah airnya jatuh kembali ke tangan asing, setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan. Pemikiran-pemikirannya tentang sikap hidup dan cita-cita bangsa sekuat baja, tak lekang dimakan zaman, zaman kolonial Belanda, zaman fasisme Jepang, zaman pergerakan kemerdekaan, zaman orde lama, zaman orde baru, hingga zaman reformasi. Di zamannya, Mursia menguasai setidaknya tiga bahasa asing, yaitu Belanda, Inggris, Jerman secara aktif dan Perancis secara pasif. Semangat Mursia sangat kuat, walaupun saat itu perjuangan untuk menegakkan kemerdekaan masih dipertaruhkan. Mursia saat itu tidak masuk partai apa pun, ia hanya berprinsip menentang kebijakan pemerintah Belanda. “Saya mengerti politik, ekonomi, dan lain-lain karena semangat revolusi,” katanya. Pertemuan-pertemuan dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional seperti Ibrahim Datuk, Tan Malaka, Bung Sjahrir, Bung Hatta, Bung Karno, menjadi semangat tersendiri bagi Mursia. Sikap Bung Sjahrir yang kooperatif dan moderat, lebih cocok bagi jiwa Mursia muda. Pesan yang selalu dikenangnya ketika pemudi Mursia bertemu dengan Bung Sjahrir di Surabaya adalah “Kalau kamu berpikir dan hendak melangkah, lepaskan dulu kepentingan pribadi, dahulukan kepentingan orang banyak. Jangan takut kamu tidak makan, kamu pasti ikut makan. Kapitalis hanya membuat perbedaan kaya dan miskin,” kata Bung Sjahrir. Walaupun Mursia belum mengerti betul isi pesan tersebut, ia mencari aktivitas-aktivitas yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Berdiskusi dengan para pemuda-pemudi dari Surabaya, Malang, Yogyakarta, hingga Jakarta dapat mengisi energi pergerakan Mursia. Setelah ia tamat sekolah di Taman Madya Bagian Sosial Yogyakarta, Mursia ingin kembali ke Madura. Tetapi selalu tertunda karena kondisi keamanan yang tidak memungkinkan. Oleh Bung Sjahrir, kemudian ia diberi surat tugas untuk bekerja sebagai sekretaris pribadi Bung Karno di Istana Kepresidenan Yogyakarta. Mursia bertugas mencatat nama dan jadwal tamu yang mengunjungi Bung Karno. Tahun 1948, keinginan Mursia untuk pulang ke Madura baru tercapai. Tetapi, tidak berselang lama ia mendapat surat panggilan dari Dinas Inteligen Belanda (PID) untuk dimintai keterangan. Introgasi ini akhirnya membawa Mursia masuk bui. Mursia yang masih berusia 23 tahun dimasukkan ke dalam penjara Kalisosok di Surabaya, sebagai tahanan politik (tapol) selama satu bulan. “Ternyata jadi tapol malah bisa makan enak, saya dikasih roti dan susu oleh Belanda,” ujar Mursia sambil ketawa. Di dalam bui itu, Mursia baru dapat merasakan harga mahal sebuah kebebasan manusia. Satu tahun kemudian 1949, Mursia juga menikmati masa muda sebagai gadis cantik yang mendambakan pujaan hati. Saat acara muda-mudi di Bangkalan, dia bertemu dengan seorang dokter berparas tampan asal Kota Gadang Sumatra Barat, bernama Zaafril Ilyas. Dua tahun setelah menikah, tugas dinas sebagai dokter mengharuskan mereka pindah ke Malang. Zaafril Ilyas berperangai pendiam, sederhana, lembut, dan senantiasa berusaha memahami sifat dan perilaku Mursia yang ingin berbuat banyak bagi sesama manusia. Tahun 1964, Mursia kembali lagi menjalani kehidupannya di balik jeruji besi di LP Cipinang bersama dua temannya Ali Bari dan Gatot Gunawan. Kali ini ia tidur di lantai tanpa alas apa pun dan kalau makan pun antri. Penyebab masuk bui ini karena Mursia mendidik orang-orang komunis yang berasal dari desa-desa agar tidak tertipu dengan propaganda politik. “Saya dicurigai anti-Soekarno. Saya bilang komunisme tidak apa-apa asal jangan mengarah ke fasisme,” ujarnya menasihati. “Meski begitu saya tetap memegang ucapan Bung Sjahrir yaitu Ketuhanan dan Kemanusiaan,” katanya dengan kukuh. Mursia dan Koperasi Di tengah perubahan yang tak mengenal arah dan perang dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat, tentu membuat bingung para pemuda Indonesia dalam menjawab tantangan zaman. Mau dibawa ke mana negeri ini? Bentuk perekonomian yang seperti apa yang cocok bagi kita? Inilah pertanyaan yang selalu mengusik hati kecil pemudi Mursia dan kawan-kawannya. Mereka juga sering berdiskusi dengan Dr. Soebandrio dan Prof. Soemitro Djojohadikusumo di Malang. Mursia mendengar ada ide sistem kebersamaan yang dicetuskan Bung Hatta. Bagaimana kita mengubah pelan-pelan, dimulai dari tingkat rumah tangga, kelompok, komunitas, organisasi hingga negara. Hal ini, jika dalam sebuah kelompok koperasi berkaitan langsung dengan unsur pembinaan manusianya. Membangun rumah tangga berawal dari kebutuhan dasar seperti makan dan pakaian, tetapi ada juga maunya meloncat. Meskipun dapur belum berasap sudah ingin membeli mobil. Koperasi yang dibangun Mursia bermula dari sebuah perkumpulan yang diprakarsainya sejak tahun Perkumpulan ini berjalan terus hingga tahun 1964 kemudian vakum, karena Mursia masuk bui di LP Cipinang. Tahun 1976 Mursia beserta teman-temannya sebanyak 17 orang istri-istri dokter membangkitkan kembali perkumpulan tersebut dari kevakumannya, melalui sebuah arisan. Perkumpulan arisan ini mengadakan pertemuan paling tidak satu bulan satu kali. Dalam pertemuan tersebut, segala permasalahan didiskusikan. Umumnya topik yang selalu timbul adalah permasalahan keuangan, terutama saat-saat tahun pelajaran baru bagi sekolah putra-putri mereka yang akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, serta hal-hal lain yang mendesak. Maka timbulah gagasan Ibu Mursia Zaafril Ilyas untuk meningkatkan perkumpumpulan arisan tersebut menjadi perkumpulan simpan pinjam. Namun tidak semulus yang diharapkan, pro dan kontra mewarnai dan telah menjadi dinamika dalam perkumpulan ini. Berkat ketekunan dan keyakinan yang teguh dari Ibu Mursia Zaafril Ilyas akhirnya perkumpulan simpan pinjam tersebut berdiri juga sebagai pra-koperasi dan diberi nama Setia Budi Wanita yang kantornya bertempat di rumah Ibu Mursia Zaafril Ilyas di bagian belakang. Pra-koperasi ini kemudian disebarluaskan kepada wanita-wanita lain dengan jalan bagi anggota yang mampu mengumpulkan 10 orang dapat membentuk kelompok demikian seterusnya. Pada tahun 1977 timbul lagi gagasan Ibu Mursia Zaafril Ilyas untuk menjadikan perkumpulan pra-koperasi ini sebuah koperasi. Gagasan ini mendapat sambutan baik oleh anggotanya. Segala sesuatunya serta syarat-syarat yang harus dipenuhi dipersiapkan. Sejak remaja, Mursia mengaku sangat tertarik pada koperasi. “Rakyat bisa bergantung ke koperasi, karena koperasi tidak pernah meninggalkan rakyat,” katanya. Pada tanggal 30 Desember 1977 mendapatkan Badan Hukum dengan Nomor: 3992/BH/II/77 dengan Nama: Koperasi Serba Usaha Setia Budi Wanita Malang yang berkedudukan di Jl. Trunojoyo No. 76 Malang dan ditanda tangani secara langsung oleh Menteri Koperasi Bapak Bustanil Arifin, SH. KSU Setia Budi Wanita sejak berdiri tahun 1977 berkembang dengan baik dari segi organisasi maupun usahanya dengan didasari Sistem Tanggung Renteng yang dicetuskan pula oleh Ibu Mursia Zaafril Ilyas. Perjalanan KSU Setia Budi Wanita juga tidak selamanya mulus, tahun 1982 mengalami kejatuhan sampai colapse. Tetapi, semua itu dapat teratasi dengan adanya bantuan dari BI dan keampuhan sistem kelompok tanggung renteng. Atas dedikasinya terhadap koperasi, pada 1993 ia mendapat penghargaan Satyalencana Pembangunan dari Presiden Soeharto. Kini, sistem tanggung renteng telah diterapkan oleh lebih dari 45 koperasi wanita di Provinsi Jawa Timur dan 200 koperasi wanita di provinsi lainnya di Indonesia yang tergabung dalam Induk Koperasi Wanita.


Download ppt "Mursia Zaafril Ilyas, Ibu Koperasi Indonesia"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google