Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
Klausula Baku
2
Pengantar Dalam era globalisasi ini, pembakuan syarat- syarat perjanjian merupakan mode yang tidak dapat dihindari. Bagi para pengusaha mungkin ini merupakan cara mencapai tujuan ekonomi yang efisien, praktis, dan cepat tidak bertele-tele. Tetapi bagi konsumen, justru merupakan pilihan yang tidak menguntungkan karena hanya dihadapkan pada suatu pilihan, yaitu, menerima walaupun dengan berat hati.
3
Lanjut … Perjanjian baku adalah wujud dari kebebasan individu pengusaha menyatakan kehendak dalam menjalankan usahanya. Dalam membuat perjanjian, pihak pengusaha selalu berada pada posisi kuat berhadapan dengan konsumen yang umumnya berposisi lemah. Konsumen hanya dihadapkan pada dua pilihan, yaitu : take it (jika konsuumen membutuhkan silahkan ambil ), dan leave it (jika keberatan tinggalkan saja.
4
Lanjut … Dalam masyarakat kapitalis, sudah lumrah jika pengusaha besar mengendalikan perekonomian masyarakat (negara) dengan menjual produk atau jasa yang dihasilkannya berdasarkan modelmodel perjanjian yang mengandung syarat- syarat yang menguntungkan pihaknnya. Syarat-syarat perjanjian yang mereka buat dan sodorkan kepada konsumen umumnya kurang mencerminkan rasa keadalan karena konsumen tidak berhak menawar syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pengusaha. Menawar berarti menolak syarat-syarat yang ditentukan.
5
Lanjut … Perjanjian baku diterima oleh para pengusaha umumnya dan dijadikan model perjanjian tidak hanya di negara-negara maju, melainkan juga di negara-negara berkem-bang sebagai dasar prinsip ekonomi, yaitu, dengan usaha sedikit mungkin, dalam waktu sesingkat mungkin, dengan biaya seringan mungkin, dengan cara sepraktis mungkin, memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Dalam hubungan hukum sesama pengusaha, perjanjian baku hampir tidak menimbulkan masalah apa-apa kare-na mereka berpegang pada prinsip ekonomi yang sama dan menerapkan sistem bersaing secara sehat dalam melayani konsumen.
6
Lanjut … Dalam hubungan hukum antar pengusaha dan konsumen biasa (common consumers) justru muncul permasalahan utama, yaitu, kemampuan konsumen memenuhi syarat-syarat yang telah diterapkan secara baku dan sepihak oleh pengusaha. Dalam hal ini konsumen harus menerima segala akibat yang timbul dari perjanjian tersebut walaupun akibat itu merugikan konsu-men tanpa kesalahannya. Konsumen dihadap-kan pada satu pilihan, yaitu, menerima dengan berat hati.
7
Ciri-ciri Perjanjian Baku
Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar. Dalam bahasa Inggris disebut standard contract, standard agreement. Kata baku atau standar artinya tolok ukur yang dipakai sebagai patokan. Dalam hubungan ini, perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi tolok ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap kon-sumen yang mengadakan hubungan hukum de-ngan pengusaha. Yang dibakukan dalam perjanjian baku ialah model, rumusan, dan ukuran.
8
Lanjut … Ciri-ciri perjanjian baku mengikuti dan menye-suaikan perkembangan tuntutan masyarakat. Ciri tersebut mencerminkan prinsip ekonomi dan kepastian hukum. Prinsip ekonomi dan kepastian hukum dalam perjanjian baku dilihat dari kepentingan pengu-saha bukan dari kepentingan konsumen. Pembakuan syarat-syarat perjanjian, kepenting-an ekonomi pengusaha lebih terjamin karena konsumen hanya menyetujui syarat-syarat yang disodorkan oleh pengusaha.
9
Lanjut … Perjanjian baku dibuat secara tertulis berupa akta otentik atau di bawah tangan. Perjanjian baku memuat syarat-syarat baku menggunakan kata-kata atau susunan kalimat yang teratur dan rapi. Huruf yang dipakai kecil-kecil, kelihatan isinya padat dan sulit dibaca dalam waktu singkat, dan hal ini yang merugikan konsumen. Contoh perjanjian baku adalah polis asuransi, kredita dengan jaminan, tiket pengangkutan dan lainnya.
10
Lanjut … Format perjanjian baku meliputi model, rumusan, dan ukuran. Format ini dibakukan, artinya sudah ditentukan model, rumusan, dan ukurannya, sehingga tidak dapat diganti, diubah, atau dibuat dengan cara lain karena sudah dicetak. Model perjanjian dapat berupa blanko naskah perjanjian lengkap, atau blanko formulir yang dilampiri dengan naskah syarat-syarat perjanjian, atau dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat baku. Rumusan syarat-syarat perjanjian dapat dibuat secara singkat berupa pasal-pasal, klausula- klausula tertentu.
11
Lanjut … Syarat-syarat perjanjian yang merupakan pernyataan ke-hendak ditentukan sendiri secara sepihak oleh pengusa-ha atau organisasi pengusaha. Syarat-syarat perjanjian dimonopoli oleh pengusaha, maka sifatnya cenderung lebih menguntungkan pengu-saha daripada konsumen. Dalam perjanjian tergambar adanya klausula eksenorasi berupa pembebasan tanggung jawab pengusaha, tang-gung jawab tersebut menjadi beban konsumen. Pembuktian oleh pihak pengusaha yang membebaskan diri dari tanggung jawab sulit diterima oleh konsumen karena ketidaktahuannya.
12
Lanjut … Jika konsumen bersedia menerima syarat-syarat perjanjian yang disodorkan kepadanya, maka ditandatangani-lah perjanjian itu. Penandatanganan tersebut menunjuk-kan bahwa konsumen bersedia memikul beban tang-gung jawab walaupun mungkin ia tidak bersalah. Jika konsumen tidak setuju dengan syarat-syarat yang disodorkan itu, ia tidak boleh menawar syarat-syarat yang dibakukan itu. Menawar syarat-syarat baku berarti menolak perjanjian, pilihan menerima atau menolak inidalam bahasa Inggris diungkapkan dengan “ take it or leave it “.
13
Lanjut … Dalam syarat-syarat perjanjian terdapat klausula standar mengenai penyelesaian sengketa. Klausula ini biasanya apabila terjadi sengketa diselesaikan melalui musyawarah mufakat, penyelesaian melalui perantara, yaitu, mediasi dan arbitrasi, dan melalui pengadilan. Penyelesaian sengketa tersebut selalu ada da-lam perjanjian standar, termasuk adanya pilihan forum dan hukum yang digunakan (choice of forum dan choice of law ).
14
Definisi Istilah perjanjian baku atau standar dalam istilah bahasa Inggris terdapat istilah standardized agreement, stan-dardized contract, pad contract, standard contract, con-tract of adhesion, standaardvoorwaarden (Belanda), contrat D’adhesion (Perancis), Allgemeine Geschaftben-dingungen (Jerman), perjanjian standar, perjanjian baku, kontrak standar, atau kontrak baku. Kontrak baku adalah kontrak berbentuk tertulis yang te-lah digandakan berupa formulir-formulir, yang isinya te-lah distandardisasi atau dibakukan terlebih dahulu seca-ra sepihak oleh para pihak yang menawarkan, serta di-tawarkan secara massal, tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen.
15
Lanjut … Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Hondius menyatakan bahwa perjanjian standar adalah konsep janji-janji tertulis yang disusun tanpa membica-rakan isinya serta pada umumnya dituangkan dalam perjanjian- perjanjian yang tidak terbatas jumlahnya, na- mun sifatnya tertentu. Drooglever Fortuijn menyatakan bahwa perjanjian baku adalah perjanjian di mana bagian isinya yangpenting di-tentukan dalam susunan janji.
16
Lanjut … Sutan Remy Sjahdeni menyatakan bahwa perjanjian ba-ku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pi-hak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Johanes Gunawan menyatakan bahwa perjanjian stan-dar adalah perjanjian yang bentuknya tertulis berupa formulir-formulir, yang isinya telah disstandardisasi terlebih dahulu secara sepihak oleh produsen, serta bersifat massal tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen.
17
Lanjut … Lenhoff menyatakan bahwa perjanjian standar adalah perjanjian de-ngan ciri : transaksi dilakukan atas dasar formulir yang telah distandardisasai; formulir-formulir digunakan untuk memenuhi permintaan akan ba-rang atau jasa secara massal; formulir-formulir dirancang dan ditawarkan pada umum atau se-jumlah orang yang tidak tertentu banyaknya, dan tidak secara per-seorangan; formulir-formulir dirancang oleh perusahaan-perusahaan dengan bidang usaha besar, yang bergerak dalam produksi, distribusi, dan pemberian jasa secara massal; setiap offeree tidak memiliki posisi tawar (bargaining position), ia hanya dapat melekatkan diri pada kontrak atau menolak kontrak.
18
Pendapat Tentang Perjanjian Baku
Sluijter menyatakan bahwa perjanjian baku bukan per-janjian, sebab kedudukan pengusaha itu (yang berha-dapan dengan konsumen) adalah seperti pembentuk undang-undang swasta (legio particuliere wetgever). Pitlo menyatakan bahwa perjanjian baku sebagai perjan-jian paksa (dwangcontract). Stein menyatakan bahwa perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu. Asser-Rutten menyatakan bahwa setiap orang yang menandatangani perjanjian bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya.
19
Lanjut … Hondius menyatakan bahwa perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan kebiasaan (gebruik) yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan. Subekti menyatakan bahwa asas konsensualisme ter-dapat dalam Pasal 1320 juncto Pasal KUH Pe-data, pelanggaran terhadap ketentuan ini akan meng-akibatkan perjanjian itu tidak sah dan juga tidak mengikat sebagai undang-undang. Enggens menyatakan bahwa kebebasan kehendak di dalam perjanjian adalah merupakan tuntutan kesusilaan.
20
Lanjut … Mariam Darus Badrulzaman membagi jenis-jenis perjanjian standar terdiri : 1. perjanjian baku sepihak, yaitu, perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu; 2. perjanjian baku timbal balik, yaitu, perjanjian yang isinya ditentukan oleh kedua belah pihak, misal perjanjian perburuhan; 3. perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah, yai-tu, perjanjian yang isinya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan- perbuatan hukum tertentu, misal akta jual beli taqnah, akta hak tanggungan; 4. perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat.
21
Klausula Baku Istilah klausula baku beraneka ragam, ada yang meng-gunakan klausul eksemsi, klausul eksenorasi, onredelijk bezwarend (Belanda), unreasonably (Inggris), exemption clause (Inggris),exculpatory clause (Amerika). Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa klausul eksonerasi adalah klausula yang berisi pembatasan per-tanggungan jawab dari kreditur. Sutan Remy Sjahdeni menyatakan bahwa klausul ek-semsi adalah klausul yang bertujuan untuk membebas-kan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak terhadap gugatan [ihak lainnya dalam hal yang bersang-kutan tidak atau tidak dengan semestinya melaksanakan kewajibannya yang ditentuklan di dalam perjanjian terse-but.
22
Lanjut … Kumar menyatakan exclusion clause adalah clause of a contract which purports to protect the proferens abso-lutely or in a limited manner against liability, for breach of contract, or damages, or exclude his liability if the action is brought after the stipulated time. David Yates menyatakan exclusion clause adalah any term in a contract restricting, excluding or modifying a remedy or a liability arising out of a breach of a contrac-tual obligation. Klausula eksenorasi adalah syarat yang secara khusus membebaskan pengusaha dari tanggung jawab terha-dap akibat yang merugikan, yang timbul dari pelaksana-an perjanjian.
23
Lanjut … Klausula eksenorasi dapat berasal dari rumusan pengu-saha secara sepihak, dapat juga berasal dari rumusan undang-undang. Klausula eksenorasi rumusan pengusaha membebankan pembuktian pada konsumen bahwa konsumen tidak bersalah dan inilah yang menyulitkan konsumen. Klausula eksenorasi rumusan undang-undang membe-bankan pembuktian pada pengusaha bahwa ia tidak bersalah, sehingga bebas tanggung jawab. Tujuan utama klausula eksenorasi ialah mencegah pihak konsumen merugikan kepentingan pengusaha.
24
Lanjut … Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun memberikan definisi klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiap-kan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalamsuatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipatuhi oleh konsumen. Rijken mengatakan bahwa klausula eksenorasi adalah klausula yang dicantumkan dalam suatu perjanjian de-ngan mana satu pihak menghindarkan diri untuk meme-nuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melanggar hukum.
25
Lanjut … Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun menya-takan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk dipedagangkan dila-rang membuat dan/atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila : 1. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; 2. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak menyerahkan kembali barang yang dibeli oleh konsu-men; 3. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
26
Lanjut … 4. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak lang-sung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen se-cara angsuran; 5. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya keguna-an barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh kon-sumen; 6. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsu-men yang menjadi objek jual beli jasa; 7. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku
27
Lanjut … usaha dalam massa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepa-da pelaku usaha untuk membebankan hak tanggungan, hak gadai, dan hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang mengungkapkannya sulit dimengerti. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentu-an 1 dan 2, dinyatakan batal demi hukum.
28
Lanjut … Dilihat dari isinya terdapat 3 jenis klausula baku, yaitu :
1. pengurangan atau penghapusan tanggung jawab terhadap akibat-akibat hukum, misalnya ganti rugi akibat wanprestasi; 2. pembatasan atau penghapusan kewajiban-kewajiban sendiri; 3. penciptaan kewajiban-kewajiban yang kemu-dian dibebankan kepada salah satu pihak, misalnya penciptaan kewajiban memberi ganti rugi kepada pihak ketiga yang terbukti mengalami kerugian.
29
Lanjut … Apabila klausula baku tersebut digugat oleh kon-sumen di pengadilan, akan menyebabkan Ha-kim harus membuat putusan declaratoir bahwa klausula baku tersebut batal demi hukum. Pelaku usaha yang melanggar Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) ta-hun atau pidana denda paling banyak Rp ,00 ( dua milyar rupiah).
30
Lanjut … Terdapat empat persoalan dalam pengaturan sanksi pidana dalam klausula baku, yaitu : 1. soal besarnya/lamanya sanksi, di mana pelaku usaha yang melanggar Pasal 18, untuk ketentuan pidana pokok diancam pidana kurungan maksimal lima tahun atau pi-dana denda maksimal Rp 2 milyar (Pasal 62). Sedang-kan untuk sanksi tambahan, masih dimungkinkan dija-tuhkan hukuman tambahan berupa (a) perampasan ba-rang tertentu, (b) pengumuman keputusan hakim; (c ) pembayaran ganti rugi; (d) perintah penghentian ke-giatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen; (e) kewajiban penarikan barang dari peredar-an, atau (f) pencabutan ijin usaha.
31
Lanjut … 2. kepada siapa sanksi pidana dijatuhkan. Menurut Pa-sal 61, penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pe-laku usaha dan/atau pengurusnya. Pelaku usaha di sini menurut penjelasan Pasal 1 angka 3 termasuk di dalam- nya korporasi, dengan demikian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengakui keberadaan pertanggungjawab-an pidana korporasi. Dalam Pasal 59 KUHP dinyatakan bahwa dalam hal-hal di mana karena pelanggaran diten-tukan pidana terhadap pengurus anggota-anggota ba-dan pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus, anggota badan pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tidak dipidana.
32
Lanjut … 3. pengaturan sanksi pidana dalam klausula baku adalah salah satu bentuk kriminalisasi, di ma-na perbuatan sebelum adanya undang-undang perlindungan konsumen bukan merupakan tin-dak pidana, tetapi sekarang menjadi tindak pi-dana 4. dengan adanya sanksi pidana dalam klausula baku, menempatkan perjanjian yang memuat klausula baku, bukan lagi seratus persen dalam lingkup hukum privat, tetapi secara normatif su-dah termasuk dalam lapangan hukum publik.
33
Lanjut … Salah satu tugas dan kewenangan BPSK adalah melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku ( Pasal 52 ). BPSK juga berwenang menjatuhkan sanksi administrasi terhadap pelaku usaha yang melang-gar ketentuan undang-undang perlindungan konsumen. Namun, anehnya pelanggaran terhadap ketentuan klausula baku, tidak termasuk dalam kompetisi BPSK untuk menjatuhkan sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 60. Dengan demikian, pelanggaran terhadap ketentuan klausula baku tidak dapat dikenakan sanksi administrasi oleh BPSK.
34
Lanjut … Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen/perjanjian yang memenuhi keten-tuan Pasal 18 ayat (1) dan (2) dinyatakan batal demi hukum. Dengan demikian, adanya klausula baku tidak menutup kemungkinan bagi konsumen untuk melakukan tuntutan perdata kepada pelaku usaha, manakala kebe-radaan klausula baku tersebut merugikan kepentingan konsumen. Tuntutan perdata konsumen dapat mencakup biaya/cost selama menggunakan produk/jasa yang bersangkutan dan risiko yang diderita konsumen akibat menggunakan produk/jasa tersebut.
35
Terima kasih
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.