Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

BIOFOULING DI INDUSTRI UHT MILK PROCESSING

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "BIOFOULING DI INDUSTRI UHT MILK PROCESSING"— Transcript presentasi:

1 BIOFOULING DI INDUSTRI UHT MILK PROCESSING
Kelompok 4: Aditya Rinus P Putra Aziz Priambodo Desi Anggarawati Merisa Bestari Faiz Monika Wijaya Muhammad Iqbal Nugraha Paramitha Kharistiananda

2 Section 1 UHT milk processing

3 Tentang UHT Susu UHT (Ultra High Temperature)  susu yang diolah melalui pemanasan ( derjat Celcius) dan dalam waktu yang relatif singkat yaitu selama detik. Pemanasan dengan suhu tinggi membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya

4

5 Kelebihan UHT Tahan lama, hingga 10 bulan pada suhu kamar. Higienis
Tidak merusak mutu dan kandungan pada suhu. Kerusakan pada UHT mudah dideteksi. Secara visual dapat dilihat dari kemasannya yang menggembung, secara sensoris berasa masam.

6 Mekanisme Milk Fouling
Section 2 Mekanisme Milk Fouling

7 Susu  fluida biologis kompleks dan mengandung sejumlah spesi

8 Mekanisme Pembentukan Biofouling
Ada dua mekanisme pembentukan biofilm: ► Deposisi mikroorganisme ► Penempelan mikroorganisme di deposit mikroorganisme yang telah ada

9 Mekanisme Pembentukan Deposit
Pemanasan susu Β-lactoglobulin terdenaturasi (unfold) Gugus sulfihidril terbuka (reaktif) Reaksi protein terdenaturasi dengan protein lainnya (as casein, α-lactoalbumin) Terbentuk agregat

10 Milk Fouling A 75-1100C Deposit: putih, lembut, spongy
Komposisi: 50-70% protein, 30-40% mineral, 4-8% lemak B > 1100C Keras, kompak, bergranular, berwarna abu Komposisi: 70-80% mineral, 15-20% protein, 4-8% lemak Milk Fouling

11 Pendapat mengenai fouling
Changani, et al., 1997 : fouling terjadi ketika agregasi berikutnya terjadi pada permukaan Toyoda, et al., 1994 : agregat protein merupakan fouling Delplace, et al., 1997 : fouling dikontrol oleh agregasi protein Jong, de., et al., 1992 : formasi agregat protein mereduksi fouling Asselt, van., et al., 2005 : agregat β-Lg tidak terlibat dalam reaksi fouling Bansal dan Chen, 2005 : agregat protein dan denaturasi protein berperan dalam formasi deposit

12 Periode induksi Diperlukan periode induksi untuk pembentukan agregat protein sebelum terbentuk deposit Periode induksi : 1-60 menit  pada plate HE biasanya lebih cepat karena mixing fluida terjadi dengan sangat intense sehingga lebih turbulen

13 Deposit Protein murni dapat meng-attach pada permukaan heat transfer pada temperatur rendah (meski pada temp ruang) dengan coverage 2mg/m2 Denaturasi protein mulai terjadi hanya pada temperatur di atas oC Sebagian besar protein membentuk layer pertama deposit

14 Analisis Deposit Pada extended period, terdapat proporsi besar mineral setelah lapisan fouling  Penyebab : difusi mineral pada permukaan pertama (fouling) Pendapat lain pembentukan deposit : Tahap 1: terbentuk sublayer yang kaya mineral Tahap 2 : terbentuk layer kaya protein yang lebih spongy

15 Faktor yang mempengaruhi fouling pada susu
Fouling bergantung pada berbagai parameter seperti metode transfer panas, karakteristik permukaaan transfer panas, dan tipe serta kualitas susu selama dilakukan pemanasan. Faktor-faktor ini dapat secara luas diklasifikasikan ke dalam 5 kategori utama: komposisi susu kondisi operasi di penukar panas jenis dan karakteristik penukar panas kehadiran mikroorganisme, dan lokasi fouling

16 1. Komposisi susu Komposisi susu bergantung pada sumbernya dan karena itu tidak mungkin untuk berubah. Peningkatan konsentrasi protein mmembuat tinggi tingkat fouling yang akan terjadi. Lemak yang terdapat dalam susu mempunyai dampak yang cukup sedikit dalam terbentuknya fouling. Lama penyimpanan susu selama beberapa hari dapat meningkatkan fouling karena aksi enzim proteolitik. Tingkat fouling dari susu Ultra High Temperatur (UHT) dari susu yang direkomendasi meningkat dengan meningkatnya treatment sebelum pemanasan

17 2. Kondisi operasi dalam heat exchanger
Parameter operasi penting yang dapat bervariasi dalam penukar panas yaitu kandungan udara, kecepatan atau turbulensi, dan suhu. Keberadaan udara dalam susu meningkatkan fouling. Fouling berkurang dengan turbulensi yang meningkat. Temperatur dalam heat exchanger mungkin merupakan faktor paling penting yang mengkontrol fouling. Pemanasan susu menyebabkan denaturasi dan agregasi protein sebelum bagian pemanasan, yang kemudian menyebabkan fouling yang rendah dalam heat exchanger.

18 3. Tipe dan karakteristik heat exchanger
Plate heat exchangers yang umum digunakan di industri susu karena mereka menawarkan: keuntungan kinerja transfer panas yang unggul gradien temperatur yang lebih rendah, turbulensi yang lebih tinggi, dan kemudahan pemeliharaan. Stainless steel merupakan bahan standar yang digunakan untuk permukaan yang kontak dengan susu.

19 Cont’d Pemanasan resistensi langsung merupakan proses perlakuan panas dimana arus listrik dilewatkan melalui susu, dan panas yang dihasilkan dalam susu untuk mencapai pasteurisasi atau sterilisasi. Dalam metode pemanasan tidak langsung konvensional, seperti shell and tube atau pelat penukar panas, pembentukan deposit menurunkan suhu deposit atau suhu antarmuka cairan. Deposit atau kenaikan temperatur fluida antarmuka dengan pembentukan deposit selanjutnya dapat mendorong fouling untuk terbentuk.

20 3. Kehadiran Mikroorganisme
HE Deposit mendukung adhesi mikroba ke lapisan permukaan HE dan menyebabkan fouling. Deposit juga menjadi nutrisi bagi mikroorganisme untuk tumbuh. Sterilisasi Pasteurisasi tidak membunuh semua mikroba. Spora jauh lebih tahan lama dibanding bakteri patogen Solusi Perlu dilakukan inaktivasi mikroorganisme tersebut.

21 Pengaruh Biofouling Berpengaruh terhadap kualitas produk.
Mengurangi efisiensi HE. Dapat mencemari bagian hilir produksi. Mempengaruhi keekonomian pabrik.

22 4. Lokasi Fouling Reaksi agregasi dan denaturasi protein segera terjadi setelah susu dipanaskan. Jumlahnya tergantung pada kondisi operasi, jenis dan desain HE, serta sifat-sifat permukaan perpindahan panas. Kontaminasi dapat terjadi di pintu keluar HE. Fouling juga dapat muncul di alat-alat pabrik yang lain.

23 Biofouling di Plate Heat Exchanger (Ghashghaei, 2003)

24 Biofilm and Biofouling Control
Section 3 Biofilm and Biofouling Control

25 Kontrol Biofilm Tujuan: Membatasi dan meminimalisir penempelan.
Membatasi pertumbuhan biofilm pada permukaan Mengatasi pelepasan dengan membersihkan. Strategi: Merancang bahan, peralatan, dan proses produksi yang akan digunakan. Pembersihan dan sanitasi dengan disinfektan secara berkala. Penggunaan panas. Green Strategy

26 Merancang bahan, peralatan, dan proses produksi yang akan digunakan
Cara untuk mencegah terjadinya attachment: Menggunakan stainless steel sebagai bahan dasar pipa. Mengatur laju alir pipa Semakin besar gaya shear maka penempelan akan berkurang

27 Merancang bahan, peralatan, dan proses produksi yang akan digunakan
Cara untuk kontrol biofilm: Membatasi penggunaan air Membatasi nutrien Meminimalisir pengaruh suhu. Jika produk yang panas dialirkan >16 jam, maka Bacillus spp dan mikroorganisme akan membentuk biofilm (Hull et al. 1992; Lehman 1992). Langeveld et al : bakteri dalam biofilm di bagian dinding interior heat exchanger yang memanaskan susu hingga 800C selama 1,5 menit.

28 Menggunakan Disinfektan
Disinfeksi : menggunakan zat anti mikrobial untuk membunuh mikroba. Tujuan: mengurangi populasi sel yang menempel dan tertinggal setelah dibersihkan dan sebelum produksi dijalankan kembali. Dipengaruhi oleh suhu, pH, ketahanan air, inhibitor, konsentrasi, dan waktu kontak. Syarat disinfektan: efektif, aman, mudah digunakan, mudah dibersihkan, tidak beracun.

29

30 Penggunaan Panas Panas dalam bentuk air panas dengan suhu > 77oC atau uap/ steam sangat efektif untuk menonaktifkan mikroorganisme tertentu. Kelemahan: Mikroorganise biofilm lebih resisten terhadap panas daripada mikroorganisme yang melayang. Sisa makanan dapat terikat dengan permukaan

31 Green Strategy Terdapat tiga cara: Enzyme-based Detergents
Control Using Phage Control through microbial interactions/metabolite molecules

32 Enzyme-based Detergents
Augustin, Ali-Vehmas, dan Atroshi (2004): Enzim berpotensi sebagai cleaning agent Performa enzim berkurang drastis ketika ada susu, khususnya enzim proteolitis. Dapat dikombinasikan dengan produk lain Dengan gelombang ulltrasonik, dapat mengurangi sampai 96% total biofim. Dengan detergen (surfaktan). Sulit dilakukan karena mahal. Padahal cleaning agent lain memiliki harga yang rendah. Biofilm yang terbentuk dari (Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus lactis, Streptococcus thermophilus).

33 Control Using Phage Bacteriophages adalah virus yang menjangkiti bakteri untuk dijadikan inangnya. Alami, sangat spesifik, tidak beracun, dan efektif dalam kontrol beberapa mikroorganisme dalam biofilm. Kontak antara phage dengan biofilm tergantung dari keadaan si penerima (biofilm), jika sudah masuk dapat menghancurkan biofilm dengan cepat. Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap efektivitas phage. Teknologi ini masih dikembangkan, sehingga informasi yang didapat masih sangat sedikit.

34 Control through microbial interactions/metabolite molecules
Dapat dilakukan karena adanya interaksi interspecies dan produksi metabolit mikroorganisme yang mengganggu biofilm. Contoh produk metabolit: biosurfaktan, biopreservative, dan hasil ekskresi lainnya. Interaksi antar species juga dapat digunakan untuk memantau dan mengontrol perkembangan biofilm. Contoh: cell-cell signaling oleh L. monocytogenes, mengontrol dengan menginhibisi sinyalnya.

35 Referensi Bansal, Bipal, and Chen, Xiao Dong A Critical Review of Milk Fouling in Heat Exchangers. Institute of Food Technologists. Pg Simoes, Manuel, Simones, Lucia C., and Vieira Maria J A Review of Current and Emergent Biofilm Control Strategies. Food Science and Technology. Pg

36 Terima Kasih


Download ppt "BIOFOULING DI INDUSTRI UHT MILK PROCESSING"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google