Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PENDAHULUAN Pelopor transfer embryo adalah seorang ahli Biologi dari Universitas Cambridge Inggris yang bernama “Walter Heape” yang pada tahun 1890 telah.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PENDAHULUAN Pelopor transfer embryo adalah seorang ahli Biologi dari Universitas Cambridge Inggris yang bernama “Walter Heape” yang pada tahun 1890 telah."— Transcript presentasi:

1 PENDAHULUAN Pelopor transfer embryo adalah seorang ahli Biologi dari Universitas Cambridge Inggris yang bernama “Walter Heape” yang pada tahun 1890 telah berhasil melakukan transfer embryo kelinci Angora ke induk kelinci Belgia. Kemudian pada tahun dilakukan transfer embryo pada domba oleh Warwick, dkk., pada sapi dilakukan oleh Willet, dkk., pada tahun 1951 dan pada babi dilakukan oleh Kvansnickii pada tahun 1951. Teknik transfer embryo merupakan perlakuan hormonal terhadap sapi donor, untuk super ovulasi dan transfer embryo ke sapi resipien untuk dapat dibuntingkan. Di Jepang transfer embryo untuk yang pertama berhasil dilakukan di National Institute of Animal Industry (pada Kementrian Pertanian, kehutanan dan perikanan) pada tahun 1964.

2 APA TRANSFER EMBRYO ITU ??
Transfer embryo pada sapi merupakan teknik manipulasi genetik. Pada tahun tujuh puluhan transfer embryo khususnya pada sapi perah sudah banyak menjadi usaha komersial yang menguntungkan secara finansial, terutama setelah berhasil dibuatnya embryo beku yang memungkinkan penyimpanan dan transportasi embryo dari suatu wilayah atau negara ke negara lain di dunia. Saat ini embryo beku sudah merupakan komoditi yang memberikan banyak keuntungan pada produsennya. Pada prakteknya keuntungan transfer embryo adalah pada peningkatan kapasitas reproduksi dari harga ternaknya. Untuk beberapa tahun, sapi akan mempunyai peningkatan kualitas genetik seperti pada penggunaan IB yang kontribusinya berasal dari salah satu tetuanya. Sebaliknya tanpa transfer embryo, peningkatan kualitas genetik pada sapi dari induk betina terjadi sangat lambat karena sapi monotocus dan mempunyai waktu kebuntingan yang panjang, penurunan interval generasi diantara seleksi dan pengamatan dalam jumlah besar pada keturunan dari harga donornya.

3 APA TRANSFER EMBRYO ITU ??
Transfer embryo adalah sebuah teknik yang menggunakan embryo (ovum yang sudah dibuahi) yang dikoleksi dari saluran reproduksi betina sebelum nidasi dan dipindahkan ke saluran reproduksi betina lainnya untuk dapat terjadinya suatu kebuntingan yang meliputi, kebuntingan, implantasi dan kelahiran (Kanagawa, H. ed. 1988).

4 Keuntungan transfer embryo :
Memperbanyak turunan dari induk jantan dan betina dengan kualitas genetik prima. Peningkatan efisiensi reproduksi oleh karena peningkatan jumlah anak sekelahiran. Pemanfaatan sel telur dari induk superior yang dipotong oleh karena suatu sebab. Menentukan jenis kelamin embryo sesuai keinginan. Memungkinkan pemindahan gen dalam rangka pembentukan ternak transgenik. Mengubah tipe peternakan dalam waktu singkat misalnya dari tipe potong ke tipe perah.

5 Tahapan teknik embryo transfer meliputi :
Seleksi induk donor dan resipien Superovulasi pada betina donor Sinkronisasi siklus estrus Inseminasi Buatan pada donor Pemanenan Embryo, Klasifikasi embryo, Penyimpanan embryo dan pengenceran Cryopreservasi Transfer embryo. Dihubungkan dengan teknik In Vitro Fertilization, micromanipulation, Sexing (Karyotyping, metoda DNA-PCR) dan Cloning.

6 Tabel Keberhasilan transfer embryo dari tahun 1891 s/d 1978
Hewan Peneliti Animal 1891 Kelinci Heape 1932 Kambing Warwick et al 1933 Tikus besar Nicholas Domba 1942 Tikus putih Fekete&Little 1949 Warwick dan Berry 1951 Babi Kvansnickii Sapi Willet et al 1964 Hamster Blaha 1968 Musang Chang 1974 Kuda Oguri & Tsutumi 1975 Mink Adams 1976 Monyet Kreamer et al 1978 Kucing Schriver et al. Manusia Steptoe &Edward 1979 Anjing Kinney et al.

7 Tabel Perkembangan teknik transfer embryo pada sapi Sumber : NLBC, MAFF, Japan, September 1994.
Tahun Peneliti Keberhasilan pertama pada sapi 1951 Willet et al. Surgical methode 1964 Sugie Mutter et al Non Surgical Methode (by-pass) Non-Surgical methode (via cerviks) 1973 Wilmut & Roeson Pembekuan Embrio (DMSO) 1976 Hare, Mitchell Sexing Embryo (Karyotiping) 1979 Bilton & Moore Pembekuan embryo (Gliserol) 1981 Willadsen et al. Identical Twin by splitting 1982 Renard et al Brakett et al One step Straw Methode In Vitro Fertilization 1983 Lehn-Jensen et al Freezing of Bisected Embryo 1985 Hanada IVF dari Ovarium hasil pemotongan sapi (RPH) 1987 Massip et al Prather et al Vitrification Transplantasi Inti Sel

8 SELEKSI INDUK DONOR DAN RESIPIEN
Seleksi induk sapi donor diarahkan untuk mendapatkan sapi-sapi induk yang memiliki keunggulan genetik sesuai dengan keinginan kita berdasarkan teori-teori yang sudah ada dan memiliki kemampuan menurunkan nya pada generasi berikutnya. Seleksi sapi induk resipien ditujukan untuk normalnya perkembangan embryo unggul dari induk donor untuk dapat terlahir secara normal. A. Manajemen Sapi Donor 1) Kondisi Kesehatan Unit-unit transfer embryo harus mencermati secara teliti terhadap kondisi kesehatan sapi-sapi betina yang baru masuk ke dalam kumpulan ternak. Kondisi kesehatan betina-betina donor harus dijaga dengan menejemen yang ketat seperti karantina, test darah dan vaksinasi. Demikian juga pada saat betina-betina donor diseleksi, saluran reproduksi harus di uji secara palpasi rektal untuk mendeteksi abnormalitas dan tanpa diagnosis kebuntingan.

9 Kondisi kegemukan dan kekurusan dapat mengurangi fertilitas.
2). Pakan dan Manajemen Pakan yang tepat dan program manajemen untuk pemeliharaan sapi-sapi harus dilakukan secara tepat untuk menghasilkan produktivitas yang baik. Pemberian nutrisi yang jelek pada sapi berpengaruh terhadap perkembangan folikelnya. Kondisi kegemukan dan kekurusan dapat mengurangi fertilitas. Sapi Betina-betina donor harus dikontrol pertambahan berat badannya sampai pada berat badan yang diperlukan untuk kondisi optimumnya. Kontrol berat badan secara periodik dari ternak dan skoring kondisi badan akan membantu dalam pengaturan pemberian pakan.

10 Demikian juga pengamatan harian terhadap ternak sangat penting untuk keberhasilan transfer embryo. Kita juga harus selalu berhubungan dengan berbuat baik terhadap tukang kandang dalam manajemen ternak sapi donor. Sapi donor adalah sapi yang memiliki kualitas genetik terpilih untuk suatu tujuan dan akan dikembangkan keturunannya, sehingga harus memiliki indeks tinggi. Seleksi sapi donor sangat penting karena akan menentukan sapi yang akan dapat dikembangkan dan diperbaiki kualitasnya dan sapi yang mana yang akan dijadikan sebagai resipien. Sapi resipien adalah sapi yang akan menerima embryo untuk dapat ditumbuh kembangkan hingga terlahir anak sapi yang kita inginkan.

11 B. Seleksi terhadap Sapi donor
Seleksi sapi donor dilakukan secara teliti dan cermat karena akan menentukan keberhasilan dari program transfer embryo. Hal-hal yang harus dicermati adalah pencatatan atau sistem recording yang rapi, informatif dan sistematik agar riwayat sapi donor dapat diteliti dan dapat menghindari kelahiran anak sapi yang bermutu rendah. Hal ini mendasarkan sebagaimana teori Mendel, bahwa : “Meskipun anak pada F2 akan ada yang mutunya serupa tetuanya tetapi dapat menghasilkan anak yang justru berlawanan dengan tetuanya karena munculnya sifat resesif”.

12 Seleksi terhadap donor dilakukan dengan tujuan
“menguntungkan” secara finansial yang akan didapat dan diharapkan untuk memperoleh bibit dengan kualitas genetik prima sesuai dengan keinginan dan tujuan seleksi, sehingga perlu dilihat dua segi yaitu : Segi Ekonomis. Tujuannya adalah menjual embryo yang berkualitas dengan harga yang tinggi dan banyak dicari oleh kalangan pengusaha peternakan atau pihak-pihak yang membutuhkan dan secara berkelanjutan akan menguntungkan baik bagi konsumen maupun produsen. Segi Genotip. Tujuannya adalah membentuk sapi keturunan yang unggul dalam genotip maupun fenotipnya. Donor harus berasal dari sapi bibit unggul yang dapat dilihat dari silsilah (pedigree) dan hasil perkawinan pertama sehingga diperoleh hasil produksi susu maupun daging yang tinggi dengan harga jual yang tinggi pula.

13 Nilai dari betina donor dapat ditentukan berdasarkan standart perbedaan pada pewarisan genetik. Walaupun pada prakteknya teknik dari peningkatan genetik pada ternak adalah kita harus memilih betina donor yang secara genetik superior. Keberhasilan dari koleksi embryo juga ditentukan dari kondisi kesehatan sebaik dengan kesuburannya.

14 Kondisi yang penting lainnya yang harus diperhatikan adalah :
Kondisi saluran reproduksi. Kesuburan (Fertility). Kondisi tubuh secara umum. Kondisi kesehatan. Umur Sapi. Siklus birahinya teratur. Beranak setiap tahun, anak normal dan sehat. Berasal dari sapi yang subur (fertil). Tidak sedang dalam keadaan laktasi berat. Marketable.

15 kesehatan secara umum dari sapi donor
Sejarah klinis, perlu diketahui macam dan jenis penyakit yang pernah diderita dan tindakan yang pernah dilakukan. Sapi yang baru datang, harus dilakukan pemeriksaan klinis dan laboratoris secara menyeluruh dicocokkan dengan surat-surat yang ada Setelah sapi donor terpilih, donor harus diberi tanda dan dikelompokan tersendiri. Setiap individu mempunyai tanda (kode) khusus untuk mempermudah pencatatan (recording).

16 Pemilihan Induk Sapi Resipien.
Kesuburan baik, siklus birahi normal Sejarah melahirkan normal, birahi setelah melahirkan antara 60 sampai 90 hari Bebas penyakit reproduksi yang dibuktikan dengan palpasi rektal Sejarah reproduksi yang baik Ukuran tubuh ideal dan sesuai dengan besar tubuh donor Memiliki daya tahan penyakit yang baik Tidak sedang bunting atau dalam kondisi kering kandang Umur tidak terlalu tua tetapi sudah pernah melahirkan. Syarat-syaratnya tidak sebanyak pada pemilihan sapi donor, seleksi induk resipien hanya didasarkan pada :

17 SUPER OVULASI DAN SINKRONISASI BIRAHI
A. Super Ovulasi Superovulasi bertujuan menghasilkan banyak embryo menggunakan hormon-hormon gonadotrophic seperti Pregnan Mare’s Serum Gonadothropin (PMSG), Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Human Menopausal Gonadotrophin (HMG). Sekarang sudah banyak yang menggunakan FSH disamping PMSG, karena FSH mempunyai banyak kelebihan dalam angka ovulasi dan kualitas embryo dibandingkan dengan PMSG. Untuk menstimulasi folikel-folikel yang matang, pemberian FSH harus diulang, biasanya 8 kali untuk 4 hari sebab masa parohnya pendek yaitu 2 – 5 jam dalam tubuh sapi, sebaliknya satu injeksi saja untuk PMSG.

18 superovulasi Heath (1982) melakukan superovulasi pada sapi perah dengan menggunakan gabungan PMSG dan PGF2 ς memperoleh embryo 4 buah. Hafez (1980) dan Miller (1982) dari hasil percobaan superovualasi memperoleh embryo rata-rata sebanyak 5,21 buah dan 5,0 buah. Putro (1993) melakukan superovualsi menggunakan dosis tunggal maupun ganda. Dosis tunggal menggunakan 30 IU FSH dalam larutan PVP (PolyVinil Pyrolidone) pada hari ke 10 – 12 dari siklus birahinya dengan suntikan intra muskular yang dibandingkannya dengan dosis ganda 28 IU dalam pelarut aquabidest yang diberikan selama 4 hari dengan pola pagi dan sore, masing-masing hari pertama 5 – 5 IU, hari ke dua 4-4 IU, hari ke tiga 3 – 3 IU dan hari ke empat 2 – 2 IU. Birahi akan muncul setelah penyuntikan hari terakhir.

19 Tahapan dalam Superovulasi 1) Tahap sebelum Perlakuan
Tahap permulaan sebelum superovulasi, sapi betina harus dalam keadaan siap dan menjamin keberhasilan produksi embryo dengan kualitas prima. Hal – hal yang harus diperhatikan adalah : Siklus estrus normal. Siklus estrus betina donor harus benar-benar diketahui dengan baik. Dua periode estrus sebelumnya harus di amati. Donor harus mampu menunjukkan kondisi standing heat dan interval estrus dengan waktu yang normal yaitu 18 – 24 hari. Kondisi saluran reproduksi. Harus diketahui dengan baik bahwa uterus maupun saluran telur harus benar-benar normal dan tidak sedang terjadi endometritis. Subklinik tipe endometritis dapat diketahui dengan palpasi pada uterus saat fase lutheal atau pemeriksaan pada mukus uterus setiap waktu. Pada hari ke 9-14 betina donor dipisahkan dari kelompoknya, untuk sapi dengan bentuk Corpus Luteum dalam kondisi baik dapat langsung dimulai superovulasinya. Jika ukuran ovarium kecil dan tetap berada dalam parenkim akan dihasilkan kualitas yang jelek. Ini menunjukkan bahwa ovarium mengandung sedikit folikel-folikel vesicullar (berongga), sehingga akan responsif terhadap perlakuan superovulasi.

20 2) Superovulasi dengan PMSG
PMSG dapat digunakan untuk mengganti FSH walaupun hasilnya angka ovulasi dan jumlah embryo yang mudah ditransfer, lebih jelek dibanding dengan FSH. Biasanya menggunakan IU PMSG terhadap betina donor pada hari ke 9 – 14 dari siklus estrusnya. Perlakuan mengikuti skedule pada perlakuan FSH. Kelebihan dosis PMSG menimbulkan Folikel sistik

21 Perbedaan PMSG dengan FSH dalam menimbulkan superovulasi pada donor disebabkan karena :
PMSG mempunyai waktu paruh (Half Life) lebih panjang dibandingkan dengan FSH (80 jam vs 5 jam). PMSG sering menimbulkan luteolisis yang prematur PMSG ternyata masih memberikan rangsangan terhadap ovarium setelah ovulasi sehingga menyebabkan terbentuknya folikel anovular yang persisten. PMSG menyebabkan kadar estrogen yang lebih tinggi di dalam darah donor setelah fertilisasi sehingga akan dapat mempengaruhi HCG setelah PMSG dengan dosis 1500 – 2000 IU.

22 Pemberian PMSG maupun FSH untuk superovulasi tidak akan berhasil jika pemberiannya dilakukan secara per oral maupun intravena, hal ini disebabkan pemberian hormon secara oral mengakibatkan hormon menjadi inaktif karena akan dirusak oleh enzim protease dalam saluran pencernaan, sedangkan secara intravena menghasilkan efek yang sangat singkat, padahal untuk pertumbuhan folikel menjadi masak membutuhkan waktu 72 jam. Pemberian hormon yang tepat adalah pada hari ke 15 dan 16 dari siklus birahi, karena saat itu terjadi penurunan progesteron oleh corpus luteum.

23 3). Penggunaan Progesteron Realising Devices (PRD)
PRD sebagaimana Synchromate-B (implant ditelinga) dan CIDR (secara intravaginal), digunakan untuk sinkronisasi estrus dapat juga untuk mengatur superovulasi. Alat ini seperti sebuah corpus luteum buatan setelah implantasi, progesteron dikeluarkan secara terus menerus. PRD dapat untuk memulai perlakuan superovulasi setiap waktu tanpa memperhatikan siklus estrus pada sapi-sapi donor.

24 RESIPIEN DONOR Hari ke – 0 birahi puncak birahi puncak AM PM Hari ke 9 – 14 FSH 6 6 mg 5 5 PG atau Clorprostenol HARI KE 7-17 4 +PG 4 BIRAHI 3 3 BIRAHI Hari ke – 0 Hari ke – 0 BIRAHI IB BIRAHI IB PANEN EMBRIO TRANSFER EMBRIO HARI KE 6 – 8 HARI KE - 7 Time skedul standart superovulasi dan sinkronisasi pada sapi Holstein

25 Keterangan gambar time schedule :
Masa paroh FSH pendek maka pengulangan sangat penting. Total kebutuhan FSH 36 mg, dinjeksikan dengan dosis menurun selama 4 hari.Dosis optimum FSH untuk superovulasi berbeda untuk dua breed donor . Pada kasus sapi Japanese Black adalah 20 (4,4,3,3,2,2,1,1) sampai 28 (5,5,4,4,3,3,2,2,1,1) mg injeksi FSH. Interval waktu injeksi antara A.M dan P.M adalah antara 8 – 12 jam PG = Prostaglandin. 48 jam setelah injeksi FSH (atau hari ke 3) PG harus diinjeksikan untuk menggertak estrus. Sebanyak 30 mg PGF2 atau 750 g Cloprostenol dapat digunakan. Pada penggunaannya untuk PGF2 diberikan sebanyak 20 mg pada AM dan 10 mg pada PM akan memberikan hasil yang lebih baik.

26 Sinkronisasi Birahi untuk menyamakan waktu birahi antara donor dengan resipien sehingga kondisi lingkungan internal saluran reproduksinya memiliki kesamaan. Tujuan sinkronisasi birahi untuk memudahkan pengerjaan transfer embryo karena dengan sinkronisasi antara donor dengan resipien, embryo yang dipanen langsung dapat dipindahkan pada resipien tanpa harus melewati pengawetan. Jika sinkronisasi tidak tercapai maka transfer embryo akan mengalami kegagalan. Prinsip fisiologis sinkronisasi birahi adalah bahwa progesteron yang dihasilkan oleh corpus luteum menghambat pelepasan hormon LH dan akan menghambat pematangan folikel de Graff.

27 Penyerentakan birahi akan lebih praktis jika menggunakan penyuntikan preparat hormon prostaglandin (PGF 2 σ) baik terhadap sapi donor maupun sapi resipien. Dosis PGF 2 yang diberikan berkisar antara 5 – 35 mg tergantung pada lokasi penyuntikan. Bila diberikan secara intrauterin dosisnya 5 – 10 mg, sedang bila diberikan intramuskular dosisnya adalah 30 – 35 mg. Selengkapnya jadwal penyerentakan birahi terlihat pada tabel 3 berikut ini.

28 Jadwal pemberian preparat hormon dalam sinkronisasi birahi
Hari ke Perlakuan 1 (pertama) Donor disuntik dengan PGF 2α 2 (dua) Resipien disuntik dengan 25 mg PGF α. Pengamatan birahi dilakukan terhadap sapi donor yang telah disuntik dengan PGF 2 α 7 (tujuh) Pengamatan birahi pada resipien yang telah disuntik dengan PGF 2 α 14 – 17 Donor yang birahi disuntik dengan FSH dua kali sehari 16 Resipien disuntik dengan PGF 2 α untuk kedua kalinya sebanyak 25 mg. 17 Donor disuntik dengan dosis ke dua dari PGF 2 α . 19 Pengamatan terhadap sapi yang birahi baik donor maupun resipien. 20 Donor dibuahi 27 Panen embryo dari donor yang memberi reaksi terhadap pembuahan, kemudian dilakukan pemindahan ke resipien yang telah disiapkan.

29 TUGAS : BUAT RESUME DALAM BENTUK WORD, TIMESNEWS ROMAN 12, SPASI 1.5 MENGGUNAKAN BAHASA ANDA SENDIRI MINIMAL 3 LEMBAR FOLIO, KIRIM KE


Download ppt "PENDAHULUAN Pelopor transfer embryo adalah seorang ahli Biologi dari Universitas Cambridge Inggris yang bernama “Walter Heape” yang pada tahun 1890 telah."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google