Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PERPAJAKAN PERTEMUAN 2.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PERPAJAKAN PERTEMUAN 2."— Transcript presentasi:

1 PERPAJAKAN PERTEMUAN 2

2 1.Dasar Hukum Pemungutan Pajak
2.Ketentuan Umum 3. NPWP 4. Penghapusan NPWP 5. Fungsi SPT 6. Kewajiban Mengisi SPT 7. Jenis SPT 8.Kewajiban Pembukuan dan Kewajiban Pencatatan 9.Pemeriksaaan 10.Penyidikan

3 1. Dasar Hukum Pemungutan Pajak
UU No 28 Tahun 2007 tentang KUP UU No 36 Tahun 2008 tentang PPh UU No 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM UU No 12 Tahun 1985 tentang PBB UU No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB

4 2. Ketentuan Umum Pajak adalah konstribusi Wajib Pajak kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi Pembayar Pajak, Pemotong Pajak dan Pemungut Pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang – Undangan Perpajakan.

5 DASAR HUKUM Dasar hukum Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan adalah Undang-undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.28 Tahun 2007. PENGERTIAN – PENGERTIAN Dalam pembahasan Ketentuan Umum dan Tata cara perpajakan akan dijumpai pengertian-pengertian atau istilah-istilah tersebut, antara lain adalah :

6 3. NPWP NPWP merupakan sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Kewajiban Perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan NPWP dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi syarat Subjektif dan objektif paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya NPWP

7 4. Penghapusan NPWP Penghapusan NPWP dilakukan DJP bila :
1. WP dan / atau ahli warisnya mengajukan permohonan penghapusan NPWP karena tidak terpenuhi syarat Subjektif dan Objektif; 2. Wajib Pajak Badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha; 3. Wajib Pajak BUT menghentikan kegiatan usaha di Indonesia ; atau 4. Dianggap perlu dihapuskan oleh DJP ( tidak terpenuhi syarat Subjektif dan Objektif ).

8 5.Fungsi SPT Bagi Wajib Pajak PPh bahwa SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a. Pembayaran atau pelunasan pajak tersendiri b. Penghasilan c. Harta dan Kewajiban ; dan / atau d. Pembayaran dari Pemotong dan Pemungut

9 6. Kewajiban mengisi SPT Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas ; dan menandatangani serta menyampaikan ke kantor DJP tempat Wajib Pajak terdaftar Tandatangan dapat dilakukan secara biasa, tandatangan stempel, atau tandatangan elektronik atau digital yang kesemuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama dan tatacaranya diatur dengan peraturan Menteri Keuangan.

10 7. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)
1.SPT Tahunan terdiri : a. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (1770) SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (1770 S) SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (1770 SS) b. SPT Tahunan PPh Badan (1771) c. SPT Tahunan PPh Pasal 21 (1721) 2. SPT Masa

11 8. Kewajiban Pembukuan dan Kewajiban Pencatatan
WP OP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pajak pembukuan Pembukuan atau Pencatatan diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan Stelsel Akrual atau Stelsel Kas Pembukuan sekurang – kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal penghasilan atau biaya serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur terutang peredaran atau penerimaan bruto dan / atau penghasilan bruto

12 9. Pemeriksaan Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanankan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib Pajak dan untuk tujuan lain.

13 10. Penyidikan Penyidikan Tindak Pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan penyidik untuk mengumpulkan bukti yang dengan bukti membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menentukan tersangkanya

14 SUBJEK PAJAK Perluasan Pengertian Bentuk Usaha Tetap meliputi:
Gudang; Ruang untuk promosi dan penjualan; dan Dedicated server untuk kegiatan usaha melalui internet Alasan Perubahan: Memperluas hak pemajakan dengan menegaskan gudang dan ruang untuk promosi dan penjualan yang dipergunakan oleh WP luar negeri sebagai BUT; Untuk menampung/mengantisipasi perkembangan perdagangan secara on-line (e-commerce)

15 OBJEK PAJAK Pengalihan Hak di Bidang Pertambangan
Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah Imbalan bunga Bunga Obligasi yang Diterima atau Diperoleh Reksadana Surplus Bank Indonesia

16 PENGALIHAN HAK DI BIDANG PERTAMBANGAN
O B J E K P A Menegaskan keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan di sektor hulu migas merupakan objek pajak (Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 5). Alasan perubahan: Hak/Interest di Bidang Pertambangan hulu migas adalah hak penambangan yang ketentuannya diatur tersendiri. Pengalihan hak tersebut kepada pihak lain dapat menyebabkan pemegang hak memperoleh keuntungan (capital gain).

17 PENGHASILAN DARI USAHA BERBASIS SYARIAH
Penghasilan dari kegiatan usaha berbasis syariah ditegaskan sebagai objek pajak. Alasan Perubahan: Perlakuan yang sama antara kegiatan usaha berbasis syariah seperti bank syariah dan lembaga keuangan syariah lain dengan kegiatan usaha dan bank serta lembaga keuangan konvensional O B J E K P A

18 IMBALAN BUNGA Imbalan bunga yang diperoleh WP sehubungan dengan pelaksanaan UU KUP ditegaskan sebagai objek pajak. Alasan Perubahan: Memberi penegasan dan dasar hukum yang lebih kuat bagi fiskus untuk mengenai pajak atas imbalan bunga yang diterima WP. O B J E K P A

19 BUNGA OBLIGASI YANG DITERIMA REKSADANA
J E K P A Ketentuan pengecualian bunga obligasi yang diterima reksadana (Pasal 4 ayat (3) huruf j) sebagai objek PPh dicabut sehingga dalam RUU PPh penghasilan tersebut merupakan objek pajak. Alasan Perubahan: menghilangkan distorsi dan kompetisi yang kurang sehat di antara institusi keuangan dan menciptakan kesetaraan pemungutan pajak (level playing field) terhadap para WP yang berinvestasi di obligasi.

20 SURPLUS BANK INDONESIA
Surplus Bank Indonesia ditegaskan sebagai objek pajak. Alasan Perubahan: Menyelaraskan dengan ketentuan UU BI yang menyatakan bahwa sepanjang tidak ada UU yang mengatur bahwa Surplus BI dikenai PPh maka Surplus BI tidak dikenai PPh. O B J E K P A

21 OBJEK PAJAK PASAL 4 AYAT (2)
Menegaskan objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang selama ini tidak secara eksplisit diatur dalam ketentuan ini, seperti antara lain: Bunga obligasi dan Surat Utang Negara Hadiah undian Pengalihan saham pasangan perusahaan modal ventura Persewaan tanah dan bangunan Memindahkan bunga simpanan koperasi yang sekarang dikenai PPh Pasal 23 final menjadi objek PPh Pasal 4 ayat (2) final. Menambah objek PPh Pasal 4 ayat (2) final meliputi: Penghasilan dari transaksi derivatif; dan Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan real estate.

22 PENGECUALIAN DARI OBJEK PAJAK
Zakat dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia Inter corporate dividend Beasiswa Bagian laba unit penyertaan KIK Sisa lebih lembaga nirlaba bidang pendidikan dan bidang penelitian dan pengembangan Bantuan/santunan yang diterima dari BPJS

23 ZAKAT DAN SUMBANGAN KEAGAMAAN
O J E P Sama dengan zakat, sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluknya ditegaskan juga bukan merupakan objek pajak (syarat, dll diatur dengan PP) Alasan Perubahan: Memberikan perlakuan yang setara bagi semua WP tanpa memandang agama yang dianut.

24 INTER-CORPORATE DIVIDEND
B U K A N O J E P Syarat memiliki usaha aktif bagi WP yang menerima inter-corporate dividend dihapus. Alasan Perubahan: Tidak ada batasan yang tegas mengenai usaha aktif sehingga syarat ini sering menimbulkan perbedaan pendapat antara fiskus dan WP.

25 BEASISWA B U K A N O J E P Beasiswa dikecualikan sebagai Objek Pajak (syarat, dll diatur dengan PMK) Alasan Perubahan: Mendorong peran serta masyarakat (WP) untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan.

26 BAGIAN LABA UNIT PENYERTAAN KIK
O J E P Bagian laba yang diterima atau diperoleh pemegang unit penyertaan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) bukan merupakan Objek Pajak. Alasan Perubahan: Mengangkat ketentuan perlakuan KIK yang dipersamakan dengan firma atau kongsi yang selama ini hanya ditegaskan dalam SE, yaitu penghasilan reksadana hanya dikenai pajak pada tingkat badan dan penghasilan dari redemption yang diperoleh pemegang unit penyertaan KIK tidak dikenai pajak.

27 SISA LEBIH LEMBAGA PENDIDIKAN DAN LEMBAGA LITBANG
U K A N O J E P Sisa lebih lembaga nirlaba bidang pendidikan dan/atau bidang litbang (yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya) yang ditanamkan kembali dalam jangka waktu paling lama empat tahun dikecualikan sebagai objek pajak (ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK). Alasan Perubahan: Mendukung program Pemerintah dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan penguasaan ilmu dan teknologi tinggi.

28 BANTUAN/SANTUNAN DARI BPJS
K A N O J E P Bantuan/santunan dari BPJS yang diterima WP tertentu bukan merupakan Objek Pajak (ketentuan lebih lanjut diatur dengan atau berdasarkan PMK). Alasan Perubahan: Mendukung program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kurang mampu melalui pembentukan Sistem Jaminan Sosial Nasional.

29 BIAYA PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Biaya Promosi dan Penjualan Biaya Beasiswa Piutang Tak Tertagih Pemupukan Dana Cadangan Sumbangan yang dapat dibiayakan

30 BIAYA PROMOSI DAN PENJUALAN
Biaya Promosi dan Penjualan ditegaskan sebagai pengurang penghasilan bruto yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan PMK. Alasan Perubahan: Biaya promosi dan penjualan dapat muncul dalam berbagai bentuk dan bergantung pada jenis usaha WP sehingga perlu diatur secara khusus dalam PMK termasuk besaran biaya tersebut yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. B I A Y

31 BIAYA BEASISWA Beasiswa yang dapat dibiayakan diperluas meliputi pemberian beasiswa kepada bukan pegawai seperti pelajar dan mahasiswa tetapi tetap memperhatikan kewajarannya. Alasan Perubahan: Mendorong peran serta masyarakat (WP) untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan. B I A Y

32 PIUTANG TAK TERTAGIH B I A Y
Syarat untuk membiayakan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dipermudah menjadi: telah dibiayakan dalam laporan laba rugi komersial; WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP; dan telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau ada perjanjian tertulis dengan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau ada pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan. Syarat nomor 3 tidak berlaku bagi piutang debitur kecil yang dihapuskan. Alasan Perubahan: Memberikan keringanan syarat penghapusan piutang tak tertagih untuk menghilangkan kesulitan-kesulitan yang timbul karena syarat yang berlaku sekarang. B I A Y

33 PEMUPUKAN DANA CADANGAN
Pembentukan cadangan diperluas meliputi: cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, Alasan Perubahan: Memberikan perlakuan yang sama bagi badan usaha yang menyalurkan kredit Mengakomodir pembentukan sistem jaminan sosial nasional dan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan Mengakomodir kewajiban pencadangan yang harus dialokasikan oleh WP yang bergerak dalam bidang usaha pertambangan, kehutanan, dan pengolahan limbah industri. B I A Y

34 SUMBANGAN YANG DAPAT DIBIAYAKAN
Sumbangan yang dapat dibiayakan meliputi: sumbangan penanggulangan bencana nasional sumbangan penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia biaya pembangunan infrastruktur sosial sumbangan fasilitas pendidikan sumbangan pembinaan olahraga Alasan Perubahan: Memberikan insentif atau dorongan kepada masyarakat (WP) agar secara langsung berperan serta dalam membantu penanggulangan korban bencana dan peningkatan kualitas hidup dan prestasi bangsa. B I A Y

35 ISTERI YANG MEMILIH UNTUK MENJALANKAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKANNYA SENDIRI
Penghasilan suami-isteri dikenakan pajak secara terpisah apabila dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. Tata cara penghitungan PPh terutang sama dengan suami-isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Alasan Perubahan: Singkronisasi dengan penjelasan Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa wanita kawin dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP atas namanya sendiri agar dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya.

36 NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
Batas peredaran usaha untuk dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto dinaikkan dari Rp 600 juta menjadi sebesar Rp 4,8 miliar. Alasan Perubahan: Menyesuaikan dengan tingkat perekonomian saat ini. Keterangan: Ketentuan ini sejalan dengan dengan ketentuan Pasal 28 ayat (2) yang berbunyi: Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 36

37 PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
Sekarang (Rp) RUU WP ,- ,- WP kawin ,- ,- Isteri bekerja Tanggungan Maks. Tanggungan K/3

38 TARIF (PASAL 17) Tarif WP Orang Pribadi Tarif WP Badan
Tarif WP PerseroanTerbuka Tarif Dividen yang diterima WP orang pribadi dalam negeri

39 TARIF WP ORANG PRIBADI Ketentuan Sekarang: T A R I F No.
Lapisan Penghasilan Tarif 1. S.d Rp ,- 5% 2. Di atas Rp ,- s.d. Rp ,- 10% 3. Di atas Rp ,- s.d. Rp 15% 4. Di atas Rp ,- s.d.Rp ,- 25% 5. Di atas Rp ,- 35% T A R I F RUU: No. Lapisan Penghasilan Tarif 1. S.d. Rp ,- 5% 2. Di atas Rp ,- s.d. Rp 15% 3. Di atas Rp ,- s.d.Rp ,- 25% 4. Di atas Rp ,- 30%

40 PENURUNAN TARIF LAPISAN TERTINGGI WP OP
Tarif tertinggi PPh orang pribadi dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Alasan Perubahan: Agar tarif lapisan tertinggi PPh OP dapat diturunkan jika dipandang perlu uNtuk disesuaikan dengan penurunan tarif PPh badan. T A R I F

41 TARIF WP BADAN Ketentuan Sekarang: T A R I F RUU:
Lapisan Penghasilan Tarif s.d Rp ,- 10% Di atas Rp ,- s.d. Rp ,- 15% Di atas Rp ,- 30% T A R I F RUU: Tarif tunggal sebesar 28% untuk tahun pajak 2009. Mulai tahun 2010 diturunkan menjadi 25%. Alasan Perubahan: Tarif tunggal selaras dengan prinsip netralitas dalam pengenaan pajak atas WP badan. Tarif diturunkan secara bertahap untuk meningkatkan daya saing dengan negara-negara lain dalam menarik investasi luar negeri 41

42 TARIF WP PERSEROAN TERBUKA
WP badan dalam negeri berbentuk perseroan terbuka memeroleh penurunan tarif sebesar 5% dari tarif WP badan yang berlaku sepanjang memenuhi syarat: paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; persyaratan tertentu lainnya. Alasan Perubahan: Penurunan tarif ini dimaksudkan untuk meningkatkan peranan pasar modal sebagai sumber pembiayaan dunia usaha dan mendorong peningkatan jumlah perseroan terbuka dan kepemilikan publik pada perseroan terbuka. T A R I F

43 TARIF DIVIDEN YANG DITERIMA WP OP DALAM NEGERI
Tarif yang dikenakan atas dividen yang diterima WP OP dalam negeri adalah setinggi-tingginya sebesar 10% dan bersifat final (diatur lebih lanjut dengan PP). Alasan Perubahan: RUU PPh tetap menganut classical system sehingga dividen tetap merupakan objek pajak. Namun, perlu diberikan insentif berupa tarif PPh yang rendah atas dividen: agar beban pajak yang ditanggung pemegang saham orang pribadi dapat dikurangi; untuk mendorong perusahaan agar mendistribusikan penghasilannya kepada para pemegang saham; karena investasi dalam bentuk penyertaan modal mengandung risiko yang lebih besar daripada investasi dalam dentuk deposito dan obligasi; Tarif final memberikan kesederhaan administrasi bagi WP dan DJP. T A R I F

44 PENCEGAHAN PENGHINDARAN PAJAK (PASAL 18)
Pembelian saham atau aset perusahaan WP dalam negeri melalui Spesial Purpose Company (SPC). Penjualan saham SPC di tax haven country yang memiliki saham WP dalam negeri. Pembayaran gaji ekspatriat yang ditempatkan oleh perusahaan induk di luar negeri untuk bekerja sebagai pegawai perusahaan/WP dalam negeri yang merupakan anak perusahaannya.

45 PASAL 18 AYAT (3b) Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (Special Purpose Company), dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga.

46 Special Purpose Company
BVI Ltd Bank A menjual asset kredit atas PT X kepada BVI Ltd LN PT X memiliki 95% saham BVI Ltd. DN Bank A PT X Bank A memiliki asset kredit atas PT X Merupakan penjualan asset kredit kepada PT X

47 PASAL 18 AYAT (3c) Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau Special Purpose Company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (Tax Haven Country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.

48 Conduit/Dummy Company
US Co. memiliki 50% saham BVI Ltd. US Co. US Co. & UK Co. menjual saham BVI Ltd. yg dimilikinya kepada PT X BVI Ltd UK Co. memiliki 50% saham BVI Ltd. UK Co. LN BVI Ltd. memiliki 95% PT PMA Y DN PT PMA Y PT X Merupakan penjualan kepemilikan atas PT PMA Y kepada PT X

49 PASAL 18 AYAT (3d) Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tersebut ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tersebut.

50 Meminimalkan Penghindaran Pajak
Terdapat hubungan istimewa antara X Co dengan PT X Keluarga A X Co Pembayaran tunjangan keluarga LN Pembayaran Management fee /royalti /dll Penghasilan A di Indonesia adalah pembayaran gaji + pembayaran tunjangan keluarga DN A PT X Pembayaran Gaji

51 PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN
Pembedaan tarif pemotongan/pemungutan Saat Terutang Perluasan Objek PPh Pasal 22 Perubahan tarif PPh Pasal 23 Penegasan dan Perluasan Objek PPh Pasal 26

52 SAAT TERUTANG Ketentuan saat terutang PPh Pasal 23/26 pada saat biaya dibebankan (diakui) dalam pembukuan dihapuskan. Saat terutang PPh Pasal 23/26 menjadi: Saat dibayarkan; Saat disediakan untuk dibayarkan; dan Ketika pembayarannya telah jatuh tempo. Alasan Perubahan: Pengakuan beban biaya dalam pembukuan (akhir tahun buku) tidak menjadikan timbulnya kewajiban pembayaran atau hak atas suatu penghasilan. P O T / U

53 TARIF PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN
Jenis Pot/Put Tarif Non-NPWP dibandingkan Tarif NPWP Pasal 21 20% lebih tinggi Pasal 22 100% lebih tinggi Pasal 23 P O T / U

54 PERLUASAN OBJEK PPH PASAL 22
WP yang membeli barang yang tergolong sangat mewah dipungut PPh Pasal 22 sebagai pembayaran PPh tahun berjalan. Alasan Perubahan: Pembelian barang yang tergolong sangat mewah mencerminkan potensi kemampuan ekonomis (penghasilan) yang sangat besar yang pajaknya kemungkinan belum sepenuhnya dibayar. P O T / U

55 PERUBAHAN TARIF PPH PASAL 23
Tarif PPh Pasal 23 yang semula hanya 15% diubah menjadi sebagai berikut: 15% dari peredaran bruto atas dividen, bunga, royalti, dan hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya; 2% dari peredaran bruto atas jasa-jasa seperti sewa, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lainnya. Alasan Perubahan: Memberikan kesederhanaan pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa-jasa denganmenerapkan tarif tunggal 2%. P O T / U

56 PERLUASAN DAN PENEGASAN OBJEK PASAL 26
Perluasan objek baru: Keuntungan karena pembebasan utang Penegasan: Premi swap ditempatkan pada butir tersendiri dan diperluas menjadi: premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; Alasan Perubahan: Menambah objek baru yang selama ini tidak bisa dilakukan pemotongan. Menegaskan bahwa premi swap tidak sama dengan bunga. P O T / U

57 KREDIT PAJAK LUAR NEGERI (PASAL 24)
Ketentuan mengenai penentuan sumber penghasilan diperluas meliputi: sumber penghasilan dari pengalihan hak penambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada; sumber penghasilan dari pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; sumber penghasilan dari pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

58 ANGSURAN PAJAK TAHUN BERJALAN (PASAL 25)
Penghitungan PPh Pasal 25 bagi WP yang wajib membuat laporan keuangan berkala. PPh Pasal 25 WP Orang Pribadi Tertentu. Fiskal Luar Negeri.

59 PPH PASAL 25 WP YANG WAJIB MEMBUAT LAPORAN KEUANGAN BERKALA
Seluruh perusahaan yang diwajibkan membuat laporan keuangan berkala dapat membayar angsuran berdasarkan laporan keuangan berkala tersebut. Alasan Perubahan: Pembayaran angsuran dapat lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak. P A S L 2 5

60 PPH PASAL 25 WP ORANG PRIBADI TERTENTU
Besarnya PPh Pasal 25 bagi WP OP pengusaha tertentu ditetapkan paling tinggi sebesar 0,75% dari peredaran bruto. Alasan Perubahan: Membantu meringankan beban pajak bulanan dan meningkatkan likuiditas WP OP pengusaha tertentu (pengecer)dengan cara memperkecil jumlah PPh Pasal 25 yang dibayar tiap bulan. Penghasilan WP OP Tertentu tetap dikenai PPh dengan tarif umum sehingga sebagian besar jumlah PPh yang terutang akan dilunasi pada akhir tahun pajak (pembayaran PPh Pasal 29). P A S L 2 5

61 FISKAL LUAR NEGERI Fiskal Luar Negeri (FLN) hanya wajib dibayar oleh WP yang bertolak ke luar negeri yang telah berusia lebih dari 21 tahun dan belum memiliki NPWP. Ketentuan ini berlaku sampai dengan tahun 2010 sehingga mulai tahun seluruh WP yang bertolak ke luar negeri tidak perlu membayar FLN. Alasan Perubahan: Mendorong WP untuk mendaftar sebagai Wajib Pajak dan memiliki NPWP. Jangka waktu 2 tahun akan dipergunakan DJP untuk memperbaiki dan mempersiapkan sistem dan administrasi perpajakan sehingga FLN tidak diperlukan lagi. P A S L 2 5

62 KETENTUAN PERPAJAKAN PERTAMBANGAN DAN SYARIAH
Ketentuan perpajakan bagi bidang usaha: pertambangan minyak dan gas bumi, bidang usaha panas bumi, bidang usaha pertambangan umum bidang usaha berbasis syariah diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah. Alasan perubahan: Kegiatan pertambangan memiliki karakteristik khusus sehingga perlu pengaturan tersendiri dalam PP. Pengaturan kegiatan usaha berbasis syariah dimaksudkan untuk memberikan perlakuan yang sama dengan kegiatan usaha konvensional.

63 FASILITAS PERPJAKAN BAGI UMKM
WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto s.d Rp50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar. Alasan Perubahan: Insentif ini diberikan untuk mendukung program Pemerintah dalam rangka pemberdayaan UMKM. Mengurangi beban pajak bagi WP badan UMKM akibat penerapan tarif tunggal PPh badan.

64 CONTOH 1 PENGHITUNGAN FASILITAS UMKM
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp ,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp ,00. Penghitungan pajak yang terutang: Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp ,00. Pajak Penghasilan yang terutang: 50% x 28% x Rp ,00 = Rp ,00

65 CONTOH 2 PENGHITUNGAN FASILITAS UMKM
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp ,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp ,00. Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang: 1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas: (Rp ,00 : Rp ,00) x Rp ,00 = Rp ,00 2.Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: Rp ,00 – Rp ,00 = Rp ,00 Pajak Penghasilan yang terutang: - 50%x 28% x Rp ,00 = Rp , % x Rp ,00 = Rp ,00 Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp ,00

66 TERIMA KASIH

67 SE-18/PJ.42/1996 Tentang Pajak Penghasilan atas Usaha Reksadana Butir 4: Berdasarkan uraian pada butir 3 diatas dengan ini ditegaskan bahwa perusahaan Reksadana yang berbentuk KIK merupakan suatu ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama. Dengan demikian KIK memenuhi kriteria dalam pengertian Subjek Pajak badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun Butir 5: Pelaksanaan perlakuan Pajak Penghasilan atas Reksadana yang berbentuk KIK ini disamakan dengan perlakuan atas perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, firma, dan kongsi. Oleh karena itu, sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 atas bagian laba yang diterima oleh pemegang unit penyertaan termasuk keuntungan atas pelunasan kembali (Redemption) unit penyertaannya kepada Reksadana yang berbentuk KIK, tidak termasuk sebagai Objek Pajak Penghasilan.

68 KEPDIRJEN NO. KEP-87/PJ./1995 Pasal 4:
Tentang Pengakuan Penghasilan Dan Biaya Atas Dana Pembangunan Gedung Dan Prasarana Pendidikan Bagi Yayasan Atau Organisasi Yang Sejenis Yang Bergerak Di Bidang Pendidikan Pasal 4: Atas pengeluaran untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang berasal dari dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak boleh dilakukan penyusutan berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994.

69 PP NOMOR 47 TAHUN 1994 Tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan Pasal 4 (1)Laba bruto usaha dalam suatu tahun pajak bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang pemborongan bangunan yang proses penyelesaiannya meliputi beberapa tahun pajak dihitung berdasarkan metode prosentase tingkat penyelesaian pekerjaan. (2) Untuk menghitung penghasilan neto dari laba bruto usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain biaya atau pengeluaran sehubungan dengan tingkat penyelesaian pekerjaan, boleh dikurangkan biaya atau pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun Pasal 5 Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan saat pengakuan penghasilan dan biaya sebagai dasar penghitungan penghasilan bruto bagi bidang usaha tertentu selain yang diatur dalam Pasal 4.


Download ppt "PERPAJAKAN PERTEMUAN 2."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google