Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO
2
PENGANTAR Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara Pantai Gading dan Ghana. Tiga besar negara penghasil kakao sebagai berikut : - Pantai Gading ( ton), - Ghana ( ton), - Indonesia ( ton). Luas lahan tanaman kakao Indonesia lebih kurang Ha dengan produksi biji kakao sekitar ton per tahun, dan produktivitas rata-rata 900 Kg perha .
3
Daerah penghasil kakao Indonesia adalah sebagai berikut: - Sulawesi Selatan ton (28,26%), - Sulawesi Tengah ton (21,04%), - Sulawesi Tenggara ton (17,05%), - Sumatera Utara ton (7,85%), - Kalimantan Timur ton (3,84%), - Lampung ton (3,23%) dan - Daerah lainnya ton (18,74%).
4
PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH KAKAO
Kulit buah kakao (shel fod husk) adalah merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan tanaman kakao (Theobroma cacao L.) Buah coklat yang terdiri dari 74 % kulit buah, 2 % plasenta dan 24 % biji. Hasil analisa proksimat mengandung 22 % protein dan 3-9 % lemak (Nasrullah dan A. Ella, 1993). Pakar lain menyatakan kulit buah kakao kandungan gizinya terdiri dari bahan kering (BK) 88 % protein kasar (PK) 8 %, serat kasar (SK) 40,1 % dan TDN 50,8 % dan penggunaannya oleh ternak ruminansia % (Anonimus, 2001)
5
Hasil penelitian yang dilakukan pada ternak domba, bahwa penggunaan kulit buah kakao dapat digunakan sebagai substitusi suplemen sebanyak 15 % atau 5 % dari ransum. Sebaiknya sebelum digunakan sebagai pakan ternak, limbah kulit buah kakao perlu difermentasikan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk meningkatkan kadar protein dari 6-8 % menjadi %. Pemberian kulit buah kakao yang telah diproses pada ternak sapi dapat meningkatkan berat badan sapi sebesar 0,9 kg/ hari.
6
Manfaat fermentasi dengan teknologi ini antara lain :
PROSES PENGOLAHAN DENGAN FERMENTASI Melalui proses fermentasi, nilai gizi limbah kulit buah kakao dapat ditingkatkan, sehingga layak untuk pakan penguat kambing maupun sapi, bahkan untuk ransum babi dan ayam. Salah satu fermentor yang cocok untuk limbah kulit buah kakao adalah Aspergillus niger. Manfaat fermentasi dengan teknologi ini antara lain : - Meningkatkan kandungan protein - Menurunkan kandungan serat kasar - Menurunkan kandungan tanin (zat penghambat pencernaan)
7
Proses Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao dengan Fermentasi meliputi:
Dicingcang Dibasahi larutan Aspergillus Ditutup dengan goni/ plastik Dikeringkan 2-3 hari Digiling
8
PROSES PENGOLAHAN LIMBAH KULIT BUAH KAKAO TANPA FERMENTASI
Kumpulkan limbah kulit buah kakao dari hasil panen lalu dicingcang. Kemudian dijemur pada sinar matahari sampai kering yang ditandai dengan cara mudah dipatahkan atau mudah hancur kalau diremas. Setelah kering ditumbuk dengan menggunakan lesung atau alat penumbuk lainnya, kemudian dilakukan pengayakan.
9
Untuk meningkatkan mutu pakan ternak, maka tepung kulit buah kakao dapat dicampur dengan bekatul dan jagung giling masing-masing 15 %, 35 % dan 30 %. Ini artinya bahwa ransum tersebut terdiri atas 15 % tepung kulit buah kakao, 35 % bekatul dan 30 % jagung giling. LIMBAH Kakao dapat berupa: - Limbah Tercingcang - Limbah Terfermentasi - Limbah Kering - Tepung Limbah
10
PENGGUNAAN 1.Pada awal pemberian, biasanya ternak tidak langsung mau memakannya. Karena itu diberikanl pada saat ternak lapar dan bila perlu ditambah sedikit garam atau gula untuk merangsang nafsu makan. 2.Tepung limbah hasil fermentasi bisa langsung diberikan kepada ternak, atau disimpan. Penyimpanan harus dengan wadah yang bersih dan kering.
11
limbah kakao olahan bisa dijadikan pakan penguat, untuk mempercepat
3. Untuk ternak ruminansia (sapi, kambing) limbah kakao olahan bisa dijadikan pakan penguat, untuk mempercepat pertumbuhan atau meningkatkan produksi susu. Bisa diberikan sebagai pengganti dedak, yakni sebanyak 0,7-1,0 % dari berat hidup ternak. 4. Pada ayam buras petelur pemberian limbah kakao sebagai pengganti dedak hingga 36 % dari total ransum dapat meningkatkan produksi telur.
12
- Kulit Buah Kakao Dikeringkan/ Dijemur
Ditumbuk - Diayak - Pencampuran Pakan Ternak 5. Pada ternak kambing menunjukkan bahwa ternak nampak sehat, warna bulu mengkilat dan pertambahan berat badan ternak dapat mencapai antara gram per ekor per hari. 6.Untuk babi dapat juga diberikan sebagai pengganti dedak padi dalam ransum sekitar %.
13
PEMBUATAN PUPUK KULIT KAKAO
Pembuatan pupuk yang terbuat dari kulit kakao sendiri tidak jauh berbeda dengan pembuatan pupuk kompos lain. Kulit kakao yang ada, dikumpulkan dalam satu lubang tanah, lalu dicampur dedaunan, batang pisang dan jerami yang kemudian ditimbun selama kurang lebih 60 hari. Agar hasilnya maksimal, timbunan tersebut tidak boleh dibuka selama proses berlangsung, selain itu bisa ditambahkan mikro organisme pengurai atau cacing tanah agar bisa mempercepat penggemburan.
14
Setelah itu, lubang bisa digali dan kulit kakao akan berubah menjadi gembur.
Lalu, pupuk kompos yang sudah jadi, diangkat dari lubang. Selanjutnya pupuk kompos yang kasar diayak, supaya menghasilkan pupuk kompos yang halus, maka pupuk siap digunakan.
15
Secara ekonomi pupuk dari bahan dasar kulit kakao bisa menghemat biaya hingga 50 persen, sehingga petani tidak susah lagi dengan kelangkaan pupuk yang sering terjadi belakangan ini. karena unsur hara yang ada di dalam pupuk yang terbuat dari kakao telah mencukupi. Agar unsur hara pupuk kompos dari kulit kakao mencukupi bisa ditambahkan dengan pupuk ZA dan NSP.
16
Selain menghemat biaya, pupuk dari kulit kakao tersebut sangat ramah lingkungan karena tidak mengandung zat asam berlebih, sehingga tidak membuat struktur tanah menjadi keras. Tanaman yang diberikan pupuk dari limbah kulit kakao sangat baik pertumbuhannya.
17
Biasanya para petani menggunakannya untuk memupuk tanaman kakaonya kembali atau digunakan untuk memupuk tanaman lainnya. Dengan pemberian pupuk yang terbuat dari limbah kulit kakao itu dapat meningkatkan produktivitas tanaman kakao dan tanaman tanaman-tanaman lainnya. Dengan demikian petani tidak perlu lagi terlalu tergantung dengan pupuk yang terbuat dari bahan kimia yang dijual dipasaran.
18
Pengamatan proses pengomposan Agar proses pengomposan dapat berjalan dengan baik, perlu dilakukan pengamatan secara teratur. Pengamatan dapat dilakukan seminggu sekali hingga kompos siap digunakan. 1. Pengamatan secara fisik meliputi: a. Suhu kompos Buka plastik penutup kompos dan raba tumpukan kompos hingga bagian dalam. Seharusnya dalam waktu satu dua hari setelah pembuatan kompos, suhu akan meningkat dengan cepat. peningkatan suhu dapat mencapai 70⁰ C dan dapat berlangsung beberapa minggu, pengukuran suhu kompos dapat menggunakan alat termometer.
19
b. Kelembaban (Moisture content)
Periksa juga kadar air/kelembaban kompos hingga bagian dalam kompos. Kompos yang baik akan terasa lembab namun tidak terlalu basah, kelembaban yang ideal pada waktu proses dekomposisi adalah ± 60%. c. Penyusutan Sejalan dengan proses penguraian bahan organik menjadi kompos akan terjadi penyusutan volume kompos. Penyusutan volume ini dapat mencapi setengah (50%) dari volume semula. Apabila selama proses pengomposan tidak terjadi penyusutan volume, kemungkinan proses pengomposan tidak berjalan dengan baik.
20
d. Perubahan warna bahan baku
Amati perubahan warna yang terjadi pada bahan baku kompos. Biasanya warna berubah menjadi coklat kehitam-hitaman. Seringkali jamur juga ditemukan tumbuh subur di atas tumpukan kompos.
21
2. Pengamatan sifat kimia yaitu:
a. Pengukuran pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5, pengamatan ini dapat menggunakan kertas lakmus. b. Pengukuran nisbah C/N Salah satu kriteria kematangan kompos adalah nisbah C/N. Analisa ini hanya bisa dilakukan di laboratorium. Kompos yang telah cukup matang memiliki nisbah C/N < 20. Apabila nisbah C/N lebih tinggi, maka kompos belum cukup matang dan perlu waktu dekomposisi yang lebih lama lagi.
22
Menentukan kematangan kompos
1. Penyusutan bahan baku Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20–40%. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.
23
2. Warna kompos Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang. Selama proses pengomposan pada permukaan kompos seringkali juga terlihat miselium jamur yang berwarna putih. 3. Struktur bahan baku Kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan. Bentuk kompos mungkin masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas akan mudah hancur.
24
4. Aroma/Bau Kompos yang sudah matang beraroma/berbau seperti tanah dan bau bahan bakunya sudah berubah. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerob dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Dan apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos masih belum matang
25
5. Suhu Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50⁰ C, berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif dan kompos belum cukup matang.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.