Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

INVESTIGASI WABAH.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "INVESTIGASI WABAH."— Transcript presentasi:

1 INVESTIGASI WABAH

2 Definisi Wabah Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia 1989
Wabah berarti penyakit menular yang berjangkit dengan cepat, menyerang sejumlah besar orang di daerah yang luas. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman 1981 Wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan atau kematian yang telah meluas secara cepat, baik jumlah kasusnya maupun daerah terjangkit

3 …Definisi Wabah Undang‑undang RI No 4 th. 1984 tentang
wabah penyakit menular Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka Benenson, 1985 Wabah adalah terdapatnya penderita suatu penyakit tertentu pada penduduk suatu daerah, yang nyata‑nyata melebihi jumlah yang biasa Last 1981 Wabah adalah timbulnya kejadian dalam suatu masyarakat, dapat berupa penderita penyakit, perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, atau kejadian lain yang berhubungan dengan kesehatan, yang jumlahnya lebih banyak dari keadaan biasa

4 Selain kata wabah letusan (outbreak) kejadian luar biasa (KLB = unusual event) Di Indonesia pernyataan adanya wabah hanya boleh ditetapkan oleh Menteri Kesehatan

5 Cara Mengungkapkan Wabah
dideteksi dari analisis data surveilans rutin adanya laporan petugas, pamong ataupun warga yang cukup perduli

6 Alasan menyelidiki kemungkinan wabah
Mengadakan penanggulangan dan pencegahan Kesempatan mengadakan penelitian dan pelatihan Pertimbangan Program Kepentingan Umum, Politik dan Hukum

7 Sumber/Cara Penularan
Tabel 1 Skala Prioritas Dalam Melakukan Investigasi dan Penanggulangan (Control) Wabah Berdasarkan Sumber, Cara Penularan, dan Agen Penyebab Sumber/Cara Penularan Diketahui Tidak Diketahui Agen Penyebab Investigasi + Investigasi +++ Control +++ Control +

8 Langkah-Langkah Investigasi Wabah
Persiapan Investigasi di Lapangan Memastikan adanya Wabah Memastikan diagnosis a. Membuat definisi kasus b. Menemukan dan menghitung Kasus Epidemiologi deskriptif (waktu, tempat, orang) Membuat hipotesis Menilai hipotesis (penelitian kohort dan penelitian kasus-kontrol) Memperbaiki hipotesis dan mengadakan penelitian tambahan Melaksanakan pengendalian dan pencegahan Menyampaikan hasil penyelidikan

9 Langkah 1: Persiapan Investigasi di Lapangan
tiga kategori: Investigasi (pengetahuan ilmiah yang sesuai, perlengkapan dan alat) administrasi (prosedur administrasi Konsultasi (peran masing-masing petugas yang turun ke lapangan)

10 Langkah 2: Memastikan adanya Wabah
Menentukan apakah jumlah kasus yang ada sudah melampaui jumlah yang diharapkan Dilakukan dengan membandingkan jumlah yang ada saat itu dengan jumlahnya beberapa minggu atau bulan sebelumnya, atau dengan jumlah yang ada pada periode waktu yang sama di tahun-tahun sebelumnya

11 Sumber Informasi Sumber informasi bervariasi bergantung pada situasinya Untuk penyakit yang harus dilaporkan, digunakan catatan hasil surveilens Untuk penyakit/ kondisi lain, digunakan data setempat yang tersedia Bila data lokal tidak ada, dapat digunakan rate dari wilayah di dekatnya atau data nasional Boleh juga dilaksanakan survei di masyarakat untuk menentukan kondisi penyakit yang biasanya ada.

12 Pseudo Epidemik Bila jumlah kasus yang dilaporkan melebihi jumlah yang diharapkan, kelebihan ini tidak selalu menunjukkan adanya wabah. Peningkatan yang demikian disebut Pseudo Epidemik, contohnya: Perubahan cara pencatatan dan pelaporan penderita Adanya cara diagnosis baru Bertambahnya kesadaran penduduk untuk berobat Adanya penyakit lain dengan gejala yang serupa Bertambahnya jumlah penduduk yang rentan

13 Pembuktian Adanya Wabah
Penyakit Endemis yang tidak dipengaruhi oleh musim Dapat dilihat dari rata-rata penderitanya setiap bulan pada tahun-tahun yang lalu Mencari ambang wabah (Epidemic threshold), yang didapat dari rata-rata hitung (mean) jumlah penderita pada waktu-waktu yang lalu, ditambah dengan 2 x SE-nya. Bila suatu saat jumlah penderita melebihi garis ambang ini, maka keadaan tersebut dinyatakan sebagai wabah

14 …Pembuktian Adanya Wabah
Penyakit Endemis yang bersifat musiman Bila pola penyakit yang berjangkit itu dipengaruhi oleh musim, maka jumlah penderita yang diharapkan adalah sebanyak penderitanya di musim yang sama tahun yang lalu atau jumlah paling tinggi yang pernah terjadi pada musim-musim yang sama di tahun yang telah silam Mencari ambang wabah mingguan atau bulanan sehingga tercermin variasinya berdasarkan musim, baru kemudian ditentukan apakah kejadian yang sedang dihadapi memang lebih tinggi daripada yang diharapkan

15 …Pembuktian Adanya Wabah
Penyakit yang tidak endemis Dibutuhkan data tentang waktu penyakit tersebut biasa ditemukan dan berapa banyak penderitanya. Dengan membandingkan hal ini akan dapat ditentukan apakah kejadian yang diharapkan itu di luar kebiasaan yang berlaku

16 Kriteria Untuk Menentukan KLB
Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal di suatu daerah Adanya peningkatan kejadian kesakitan atau kematian dua kali atau lebih dibandingkan jumlah kesakitan atau kematian yang biasa terjadi pada kurun waktu sebelumnya (jam, hari, minggu) bergantung pada jenis penyakitnya Adanya peningkatan kejadian kesakitan secara terus menerus selama 3 kurun waktu (jam, hari, minggu) berturut-turut menurut jenis penyakitnya

17 Kriteria Untuk Wabah Akibat Keracunan Makanan (CDC)
Ditemukannya dua atau lebih penderita penyakit serupa, yang biasanya berupa gejala gangguan pencernaan (gastrointestinal), sesudah memakan makanan yang sama Hasil penyelidikan epidemiologi menunjukkan makanan sebagai sumber penularan Perkecualian diadakan untuk keracunan akibat toksin (racun) Clostridium botulinum atau akibat bahan-bahan kimia, didapatkan seorang penderita sudah dianggap suatu letusan.

18 Langkah 3: Memastikan Diagnosis
Tujuan dalam pemastian diagnosis adalah (1) untuk memastikan bahwa masalah tersebut telah didiagnosis dengan patut (2) untuk menyingkirkan kemungkinan kesalahan laboratorium yang menyebabkan peningkatan kasus yang dilaporkan Semua temuan klinis harus disimpulkan dalam distribusi frekuensi Distribusi ini penting untuk menggambarkan spektrum penyakit, menentukan diagnosis, dan mengembangkan definisi kasus kunjungan terhadap satu atau dua penderita

19 Langkah 4a: Membuat Definisi Kasus
Definisi kasus meliputi kriteria klinis dan terutama dalam penyelidikan wabah dibatasi oleh waktu, tempat dan orang Bila penyakitnya belum terdiagnosis, diagnosis kerja dibuat berdasarkan gejala‑gejala yang paling banyak diderita, sedapat mungkin yang dapat menggambarkan proses penyakit yang pathognomonis, dan cukup spesifik.

20 Level Kasus Kasus Pasti (Confirmed): Harus disertakan pemeriksaan lab hasil + Kasus Mungkin (Probable): Harus memenuhi semua ciri klinis penyakit, tanpa pemeriksaan lab Kasus Meragukan (Possible): Biasanya hanya memenuhi sebagian gejala klinis saja

21 Penderita yang mempunyai gejala Jumlah % 1. Sakit perut 207
Tabel 2 Frekuensi gejala yang diderita oleh 235 orang karyawan yang menyatakan sakit pada kejadian letusan penyakit diare di sebuah perusahaan perakitan motor di Jakarta tahun 1976. Macam gejala Penderita yang mempunyai gejala Jumlah % 1. Sakit perut 207 (207/235) X 100% 2. Mencret 191 3. Muntah 11 4. Pusing 36 5. Panas 24 6. Sakit tenggorok 7. Lain-lain 10 Sumber: Buchari Lapau dkk. (1976) Penyelidikan Letusan Penyakit Diare di Perusahaan Perakitan Motor, Jakarta , Universitas Indonesia, Fakultas Kesehatan Masyarakat.

22 Penderita yang mempunyai gejala Jumlah % 1. Sakit perut 207 88.1
Tabel 2 Frekuensi gejala yang diderita oleh 235 orang karyawan yang menyatakan sakit pada kejadian letusan penyakit diare di sebuah perusahaan perakitan motor di Jakarta tahun 1976. Macam gejala Penderita yang mempunyai gejala Jumlah % 1. Sakit perut 207 88.1 2. Mencret 191 81.3 3. Muntah 11 4.7 4. Pusing 36 15.3 5. Panas 24 10.2 6. Sakit tenggorok 7. Lain-lain 10 4.3 Sumber: Buchari Lapau dkk. (1976) Penyelidikan Letusan Penyakit Diare di Perusahaan Perakitan Motor, Jakarta , Universitas Indonesia, Fakultas Kesehatan Masyarakat.

23 Langkah 4b: Menemukan dan Menghitung Kasus
dikumpulkan informasi berikut ini dari setiap kasus: Data indentifikasi -- nama, alamat, nomor telepon Data demografi-- umur, jenis kelamin, ras, dan pekerjaan Data klinis Faktor risiko-- harus dibuat khusus untuk tiap penyakit. Informasi pelapor  mencari informasi tambahan atau memberikan umpan balik

24

25 EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF
Studi tentang kejadian penyakit atau masalah lain yang berkaitan dengan kesehatan pada populasi. Umumnya berkaitan dengan ciri-ciri dasar seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, dan lokasi geografiknya Berdasarkan 1. Orang 2. Tempat 3. Waktu

26 Gambaran Perjalanan wabah berdasarkan waktu
1. Kurve Epidemi Gambar perjalanan suatu letusan, berupa histogram dari jumlah kasus berdasarkan waktu timbulnya gejala pertama

27 Manfaat Kurva Epidemi Mendapatkan Informasi tentang perjalanan wabah dan kemungkinan kelanjutan Bila penyakit dan masa inkubasi diketahui, dapat memperkirakan kapan pemaparan terjadi  memusatkan penyelidikan pada periode tersebut Kesimpulan pola kejadian -- apakah bersumber tunggal, ditularkan dari orang ke orang, atau campuran keduanya

28 Membuat Kurva epidemi Untuk membuatnya dibutuhkan informasi tentang waktu timbulnya gejala pertama.  tanggal timbulnya gejala pertama  jam timbulnya gejala pertama, untuk masa inkubasi sangat pendek

29

30 Cara mengartikan kurve epidemi
Pertimbangkan bentuknya. Bentuknya ditentukan oleh: cara penularan & periode pemaparan 1. Cara penularan penyakit a. Point source epidemic, pemaparan bersumber tunggal dan waktu yang singkat b. Continuous common source epidemic: periode pemaparan memanjang  kurve berpuncak tunggal & datar c. Intermittent common source epidemic: lama pemaparan dan jumlah orang yang terpapar tak beraturan besarnya, kurve bergerigi tak beraturan d. Propagated epidemic: penularan dari orang ke orang, berpuncak banyak, berjarak 1 masa inkubasi

31 Example of an Epi Curve for a Point Source Outbreak
This graph is an example of an epi curve for a point source outbreak. A point source outbreak is a type of common source outbreak in which all of the cases are exposed within one incubation period. Note how the graph shows a steep upslope and a comparatively gradual downslope.

32 Example of an Epi Curve for a Common Source Outbreak with Continuous Exposure
This graph shows an example of an epi curve for a common source outbreak with continuous exposure. In this type of outbreak, the duration of exposure is relatively long and usually has a plateau, rather than a peak.

33 Example of an Epi Curve for a Common Source Outbreak with Intermittent Exposure
This graph shows an example of an epi curve for a common source outbreak with an intermittent exposure. The irregular peaks represent the timing and extent of the exposure.

34 Example of an Epi Curve for a Propagated Outbreak
This graph shows an example of an epi curve for a propagated outbreak. This type of outbreak occurs when there is person-to-person spread. The classic epi curve from a propagated outbreak shows successively taller peaks, distanced one incubation period apart. However, in reality, the epi curve for this type of outbreak may not fit this exact pattern.

35 2. Perjalanan Wabah a. kurve menanjak: jumlah kasus terus bertambah, wabah sedang memuncak, akan ada kasus-kasus baru b. Puncak kurve sudah dilalui: kasus yang terjadi semakin berkurang, wabah akan segera berakhir.

36 3. Mencari Periode Pemaparan
Pada point source epidemic -- penyakit dan masa inkubasi diketahui, kurve epidemic dapat digunakan untuk mencari periode pemaparan -- penting menanyakan sumber letusan Caranya: 1. Cari masa inkubasi terpanjang, terpendek, dan rata-rata 2. Tentukan puncak letusan atau kasus median, hitung mundur satu masa inkubasi rata-rata, catat hasilnya 3. Mulai dari kasus paling awal, hitung mundur masa inkubasi terpendek, catat hasilnya

37

38 2. Masa Inkubasi Waktu antara masuknya agen penyakit sampai timbulnya gejala pertama Cara menghitung masa inkubasi Contoh: Sepuluh orang menderita diare akibat keracunan makanan yang diperkirakan terjadi pada saat makan siang, tanggal 1 Maret 1997, jam Saat timbulnya gejala pertama adalah sebagai berikut:

39 tanggal 1 Maret jam 24.00 tanggal 1 Maret jam 18.30 tanggal 2 Maret jam 01.00 tanggal 1 Maret jam 21.00 tanggal 1 Maret jam 16.00 tanggal 1 Maret jam 19.00 tanggal 1 Maret jam 20.00 tanggal 1 Maret jam 18.00 Tentukan masa inkubasi terpendek, terpanjang, dan median masa inkubasi?

40 Jawaban Masa inkubasi terpendek adalah 3 jam (kasus no. 5) dan yang terpanjang 12 jam (kasus no. 3)

41 tanggal 1 Maret jam 16.00 tanggal 1 Maret jam 18.00 tanggal 1 Maret jam 18.30 tanggal 1 Maret jam 19.00 tanggal 1 Maret jam 20.00 tanggal 1 Maret jam 21.00 tanggal 1 Maret jam 24.00 tanggal 2 Maret jam 01.00 Median kelompok ini terletak pada penderita no. 5 1/2 ( berasal dari (n +1)/2 , yang dalam hal ini (10 + 1)/2 Sehingga median masa inkubasinya adalah jarak antara jam ke jam ( ) / 2 = yaitu 6 jam

42 Manfaat diketahuinya masa inkubasi
Bila penyakit belum diketahui, informasi tentang masa inkubasi bersama diagnosis penyakit dapat mempersempit differential diagnosis Untuk memperkirakan saat terjadinya penularan

43 Masa inkubasi (dalam hari)
Tabel 1 Distribusi frekuensi penderita diare berdasarkan masa inkubasinya, kecamatan M, tahun 1996 Masa inkubasi (dalam hari) Frekuensi Frekuensi kumulatif 0-1 2 2-3 5 7 4-5 10 17 6-7 9 26 8-9 31 10-11 3 34 12-13 36 14-15 1 37 jumlah Hitunglah median masa inkubasi

44 Rumus Median untuk data berkelompok
B = batas atas dari kelas dibawah kelas median Pm = posisi median = (n+1)/2 f = frekuensi kumulatif dari kelas dibawah median fm = frekuensi kumulatif dari kelas median I = besarnya interval kelas

45 Posisi median = (37 + 1)/2 = 19 Kelas median adalah kelompok 6-7 hari Oleh karena antara tiap kelas interval ada selang satu hari, maka batas antara masing-masing interval dianggap terdapat pada pertengahan selang tersebut, sehingga untuk kelas 6-7 hari batasnya adalah 5,5 – 7,5 hari, sedangkan untuk kelas 2-3 hari adalah 1,5 – 3,5 hari. Dengan demikian interval masing-masing kelas adalah 2 hari. Frekuensi kumulatif kelas median = 26 Frekuensi kumulatif kelas dibawah kelas median = 17 Dengan menggunakan rumus, didapat hasil sbb: Median = 5,5 + [(19-17)/(26-17)] x 2 hari = 5,94 hari atau 5 hari 22 jam 33 menit 36 detik

46 Hitunglah median masa inkubasi:
Tabel 2 Distribusi penderita penyakit hepatitis A berdasarkan tanggal timbulnya gejala pertama, di Kecamatan X, tahun 1996 Tanggal Frekuensi Frekuensi kumulatif 8-12 Maret 2 13-17 Maret 17 19 18-22 Maret 31 50 23-27 Maret 26 76 28 Maret-2 April 15 91 3-7 April 10 101 8-12 April 4 105 Jumlah Hitunglah median masa inkubasi:

47 Jawaban Median masa inkubasi: Median = B + [(Pm – f) / (fm – f)] x i
Median = 22 Maret [(53 – 50) / (76 – 50)] x 5 hari Median = 22 Maret /26 x 120 jam Median = 22 Maret ,84 jam Median = 23 Maret 13 jam 50 menit 24 detik (median waktu mulai sakit) Hitung jarak antara saat pemaparan dengan waktu mulai sakitnya kasus median ini, maka akan didapatkan nilai median masa inkubasi

48 Gambaran Kejadian Wabah berdasarkan Orang
Ciri Inang: Umur Umur merupakan salah satu faktor yang menentukan penyakit, karena mempengaruhi: Daya tahan tubuh Pengalaman kontak dengan penyakit Lingkungan pergaulan yang memungkinkan kontak dengan sumber penyakit

49 Jenis Kelamin; Ras/ suku; dsb.
Faktor-faktor ini digambarkan apabila diduga ada perbedaan risiko diantara golongan-golongan dalam faktor tsb. Di negara-negara multirasial, gambaran penderita berdasarkan ras sering ditampilkan. Adanya perbedaan cara hidup, tingkat sosial ekonomi, kekebalan, dsb.

50 Berdasarkan pemaparan:
Pekerjaan Rekreasi Penggunaan obat-obatan Kedua kelompok (berdasarkan ciri inang atau pemaparan) mempengaruhi kepekaan dan risiko pemaparan Ciri lain yang juga diselidiki: jenis penyakit dan kejadian wabah

51 Rate Rate digunakan untuk mengidentifikasi kelompok yang berisiko tinggi Dibutuhkan pembilang (jumlah kasus) dan penyebut (besar populasi) Rate berdasarkan umur dan jenis kelamin  faktor yang paling kuat hubungannya dengan pemaparan dan risiko terserang penyakit

52 Gambaran kejadian wabah berdasarkan tempat kejadian
Memberikan informasi tentang luasnya wialyah yang terserang Menggambarkan pengelompokkan atau pola lain ke arah penyebab Berupa: Spot map atau area map Spot map: peta sederhana yang berguna untuk menggambarkan tempat para penderita tinggal, bekerja, atau kemungkinan terpapar Area map: menunjukkan insidens atau distribusi kejadian pada wilayah dengan kode/ arsiran Mencantumkan angka serangan (rate) untuk masing-masing wilayah

53 Spot map

54

55 Area map

56

57 Langkah 6: Membuat hipotesis
Formulasikan hipotesis meliputi sumber agen penyakit cara penularan (dan alat penularan atau vektor) dan pemaparan yang mengakibatkan sakit

58 Hipotesis dapat dikembangkan dengan cara:
a. Mempertimbangkan apa yang diketahui tentang penyakit itu: ·     Apa reservoir utama agen penyakitnya? ·    Bagaimana cara penularannya? ·    Bahan apa yang biasanya menjadi alat penularan? ·   Apa saja faktor yang meningkatkan risiko tertular? b. Wawancara dengan beberapa penderita c. mengumpulkan beberapa penderita  mencari kesamaan pemaparan. d. Kunjungan rumah penderita e. Wawancara dengan petugas kesehatan setempat f.  Epidemiologi deskriptif

59 Langkah 7: Menilai Hipotesis
Dalam penyelidikan lapangan, hipotesis dapat dinilai dengan salah satu dari dua cara ini: 1. Dengan membandingkan hipotesis dengan fakta yang ada, atau 2.  Dengan analisis epidemiologi untuk mengkuantifikasikan hubungan dan menyelidiki peran kebetulan.

60 Penelitian Kohort Merupakan teknik uji terbaik dalam investigasi wabah pada populasi yang kecil dan jelas batasnya Dalam memeriksa informasi, ada tiga hal yang harus diperhatikan: Attack rate tinggi pada mereka yang terpapar Attack rate rendah pada mereka yang tidak terpapar Sebagian besar penderita terpapar, sehingga pemaparan dapat menerangkan sebagian besar dari kejadian

61 Cohort studies start with an exposure and go forward to diseases.
Drawing by: Nick Thorkelson

62 Penelitian Kohort Penyakit Total Exposure Ya Tidak a b a+b c d c+d a+c
b+d a+b+c+d RR = Ie / Iu = a/(a+b) : c/(c+d)

63 Attack Rates (AR) AR Food-specific AR # of cases of a disease
# of people at risk (for a limited period of time) Food-specific AR # people who ate a food and became ill # people who ate that food Attack rates are calculated by dividing the number of people at risk in a population who become ill by the number of people at risk in the population. Attack rates are useful for comparing the risk of disease in groups with different exposures. For example, food-specific attack rates can be calculated by dividing the number of people who ate a certain food and became ill by the total number of people who ate the food.

64 Food-Specific Attack Rates
Consumed Item Did Not Consume Item Ill Total AR(%) Chicken 12 46 26 17 29 59 Cake 43 61 20 32 63 Water 10 24 42 33 51 65 Green Salad 54 78 3 21 14 Asparagus 4 6 67 69 Let’s discuss an example of food-specific attack rates. These data come from a hypothetical example of gastrointestinal illness among wedding attendees. Attack rates for those who did and did not eat specific food items were calculated by dividing the number of people who consumed an item and became ill by the total number of people who consumed the item, and then doing the same for persons who did not consume the food. Generally, there are three situations to look out for when calculating attack rates in an outbreak: The attack rate is high among those who consumed the food item. The attack rate is low among persons who did not consume the item. Most of the cases were exposed to the food item-making the exposure a reasonable explanation for most or all cases. Let’s see if any of the food items satisfy the three situations we’re looking for: The attack rate for the asparagus among those who consumed asparagus is pretty high-67%, but the attack rate among those who did not consume asparagus is also fairly high-61%. Moreover, only four persons who consumed the asparagus became ill, so it probably isn’t the culprit. However, the green salad looks interesting. The attack rate is high among the exposed (those who consumed a green salad) – it’s 78% - and the attack rate is comparatively low among persons who did not eat green salad. Furthermore, 42 of the cases – which is most of them - ate the green salad, making it a reasonable explanation for the illness. When the attack rate is high among people who ate and did not eat a specific food item, the food is not likely to be the source of infection. In this example, the attack rate for those who ate cake is high, but it is also high among those who did not eat cake. However, when the attack rate is high among people who DID consume a specific food item and low among people who did NOT consume that food item, and many of the ill people consumed the food item in question, making it a plausible explanation for the outbreak, the causal relationship between the food item and illness should be further studied. This is done by conducting an analytic study and calculating an odds ratio or risk ratio to assess the relationship between exposure to the food and outcome of illness. The next portion of today’s session will look more at these aspects of analytic epidemiology. CDC. Outbreak of foodborne streptococcal disease. MMWR 23:365, 1974. This food is probably not the source of infection

65 RR (Relative Risk) dan RD (Risk Difference)
RD = ARmakan- ARtidak makan

66 Risk Ratio Example RR = (43 / 54) / (3 / 21) = 5.6 Ill Well Total
Ate alfalfa sprouts 43 11 54 Did not eat alfalfa sprouts 3 18 21 46 29 75 Now let’s practice calculating a risk ratio using a hypothetical outbreak of Salmonella with consumption of alfalfa sprouts as the potential exposure. It is calculated as (43/54), the risk in the exposed, divided by (3/21), the risk in the unexposed. The resulting risk ratio is This indicates that persons who ate alfalfa sprouts were 5.6 times more likely to become ill than those who did not eat alfalfa sprouts . RR = (43 / 54) / (3 / 21) = 5.6

67 Penelitian kasus kontrol
Dilakukan apabila wabah terjadi, populasinya tidak jelas batasannya

68 Case-control studies start with a disease and go back to exposures.
Drawing by: Nick Thorkelson

69 Penelitian kasus kontrol
Penyakit Total Exposure Ya Tidak a b a+b c d c+d a+c b+d a+b+c+d OR = (A/B) : (C/D) OR = AD / BC

70 Odds Ratio Example OR = (60 / 18) / (25 / 55) = 7.3 60 25 85 18 55 73
Case Control Total Ate at restaurant X 60 25 85 Did not eat at restaurant X 18 55 73 78 80 158 Let’s use a hypothetical outbreak of hepatitis A as an example to learn how to interpret an odds ratio. The exposure is having eaten at restaurant X in April If we conducted a case-control study and generated an OR of seven we would interpret it in the following way: The odds of having eaten at restaurant X in April, 2004 were about 7 times greater among persons with Hepatitis A than persons without Hepatitis A. OR = (60 / 18) / (25 / 55) = 7.3

71 Uji Kemaknaan Statistik
Status keterpaparan Sakit Tak sakit Jumlah Terpapar a b H1 Tak terpapar c d H2 V1 V2 T T {| ad - bc| - (T/2)}2 2 = V1 x V2 x H1 x H2

72 Langkah 8: Memperbaiki Hipotesis dan mengadakan Penelitian tambahan
Penelitian Epidemiologi epidemiologi analitik Penelitian Laboratorium dan Lingkungan ·       Pemeriksaan serum ·       Pemeriksaan tempat pembuangan tinja

73 Langkah 9: Melaksanakan Pengendalian dan Pencegahan
pengendalian seharusnya dilaksanakan secepat mungkin upaya penanggulangan biasanya hanya dapat diterapkan setelah sumber wabah diketahui Pada umumnya, upaya pengendalian diarahkan pada mata rantai yang terlemah dalam penularan penyakit. Upaya pengendalian mungkin diarahkan pada agen penyakit, sumbernya, atau reservoirnya.

74 Langkah 10: Menyampaikan Hasil Penyelidikan
Penyampaian hasil dapat dilakukan dengan dua cara: (1) Laporan lisan pada pejabat setempat dilakukan di hadapan pejabat setempat dan mereka yang bertugas mengadakan pengendalian dan pencegahan (2) laporan tertulis

75 Penyampaian hasil penyelidikan
Laporan harus jelas, meyakinkan, disertai rekomendasi yang tepat dan beralasan Sampaikan hal-hal yang sudah dikerjakan secara ilmiah; kesimpulan dan saran harus dapat dipertahankan secara ilmiah Laporan lisan harus dilengkapi dengan laporan tertulis, bentuknya sesuai dengan tulisan ilmiah (pendahuluan, latar belakang, metodologi, hasil, diskusi, kesimpulan, dan saran) Merupakan cetak biru untuk mengambil tindakan Merupakan catatan dari pekerjaan, dokumen dari isu legal, dan merupakan bahan rujukan apabila terjadi hal yang sama di masa datang

76 laporan tertulis a. Pendahuluan (gambaran peristiwa)
b. Latar belakang (geografis, politis, ekonomis, demografis, historis) c. Uraian tentang investigasi yang dilakukan (alasan, metode, sumber informasi) d. Hasil investigasi (fakta, karakteristik kasus, angka serangan, tabulasi, kalkulasi, kurva, pemeriksaan laboratorium, kemungkinan sumber infeksi, suspek suatu sumber penularan, dan lain-lain)

77 e.Analisis data dan simpulan
f. Uraian tentang tindakan (penanggulangan) g.Uraian dampak Populasi:  akibat kesehatan, hukum, ekonomis Tindakan penanggulangan terhadap Populasi status kekebalan, cara hidup Reservoir  jumlah, distribusi Vektor  jumlah, distribusi Penemuan penyebab menular baru h.Saran (perbaikan prosedur surveilens dan penang-gulangan di masa depan


Download ppt "INVESTIGASI WABAH."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google