Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Studi Kasus Upah Minimum

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Studi Kasus Upah Minimum"— Transcript presentasi:

1 Studi Kasus Upah Minimum
Achmad Zaky Bachtiar ( ) M. Miqdad Dailabi ( ) Rivelino Brian ( )

2 Upah Minimum di Indonesia Sebelum Otonomi Daerah
Kebijakan upah minimum mulai digunakan sebagai instrument yang penting bagi kebijakan pasar tenaga kerja oleh pemerintah Indonesia pada akhir tahun 1980an. Hal ini berawal dari adanya tekanan internasional sehubungan dengan pelanggaran terhadap standart kerja Internasional di Indonesia pada saat itu, secara khusus pada sector-sektor usaha yang berorientasi ekspor (Rama, 2001 dan Suryahadi dkk, 2003).

3 Dalam prakteknya, kondisi ini memaksa pemerintah Indonesia untuk mau tidak mau menjadi lebih perhatian terhadap kebijakan ketenagakerjaan mereka, termasuk didalamnya kebijakan upah minimum. Hal ini dilakukan dengan cara menaikkan upah minimum tiga kali lipat secara nominal (atau dua kali lipat secara riil) pada akhir tahun 1980an agar sejalan dengan biaya Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). KFM sendiri diukur oleh biaya dari paket konsumsi minimum, termasuk didalamnya makanan, perumahan, pakaian, dan beberapa jenis barang yang lain untuk pekerja lajang dalam satu bulan (Sukatrilaksana, 2002).

4 Secara umum tingkat upah minimum di Indonesia ditetapkan pada level propinsi. Sebelum otonomi daerah pemerintah pusat (dalam hal ini Kementrian Tenaga Kerja) menetapkan tingkat upah minimum setiap propinsi didasarkan pada rekomendasi dari pemerintah daerah (propinsi). Sebelum otonomi daerah, propinsi secara umum hanya memiliki satu tingkat upah minimum dan berlaku untuk seluruh wilayah kota/kabupaten. Di beberapa kasus, tingkat upah minimum juga dibedakan berdasarkan sektor aktivitasnya. Dalam prakteknya, empat propinsi di Jawa dan Bali (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali) memiliki tingkat upah minimum kota/kabupaten sedangkan daerah diluar Jawa cenderung untuk menentukan tingkat upah minimum propinsi bagi setiap wilayah kota/kabupatennya.

5 Penetapan Upah Minimum Setelah Otonomi Daerah
Sejak tahun 2001, sebagai bagian dari perubahan regim politik dari sentralisasi menjadi desentralisasi, kewenangan penetapan tingkat upah minimum juga dipindahkan kepada tingkat propinsi dan kota/kabupaten yang mana bekerja sama dengan komisi upah pada tingkat daerah. Setiap komisi upah terdiri dari perwakilan dari dinas ketenagakerjaan, pengusaha, perwakilan serikat pekerja dan beberapa penasehat ahli dari perguruan tinggi (Manning, 2003a).

6 Berdasarkan peraturan pemerintah, pemerintah daerah pada tingkat propinsi menetapkan upah minimum untuk setiap wilayah daerahnya, sedangkan kota/kabupaten memiliki pilihan untuk mengikuti atau menetapkan upah minimum diatas tingkat upah minimum propinsi tetapi tidak berada di bawahn upah minimum propinsi (UMP). Seperti yang ditegaskan oleh Manning (2003a), pelaksanaannya cukup bervariasi antar propinsi. Beberapa propinsi seperti DKI Jakarta dan banyak propinsi di luar Jawa tetap menggunakan UMP untuk upah minimum daerahnya. Disisi yang lain beberapa propinsi seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali memili untuk memiliki upah minimum pada tingkat kota/kabupaten.

7 Berdasarkan peraturan pemerintah, dalam menentukan tingkat upah minimum beberapa komponen pertimbangannya adalah: biaya Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) indeks harga konsumen (IHK) kemampuan, pertumbuhan dan, keberlangsungan dari perusahaan tingkat upah minimum antar daerah kondisi pasar kerja pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita

8 Kebutuhan Hidup Layak sebagai Komponen Penentuan Upah Minimum
Penggunaan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam komponen dalam penentuan upah minimum sejah tahun 2005 sudah barang tentu merupakan sinyal yang baik dalam peningkatan kesejahteraan pekerja, terutama setelah sebelumnya hanya menggunakan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Meskipun demikian apabila dilihat masih banyak daerah yang masih belum memenuhi upah minimum di daerah sebesar KHL. Hal ini bisa dilihat dari rata-rata rasio upah minimum terhadap KHL yang hanya sebesar 84% atau dengan kata lain masih cukup berada jauh dibawah KHL, meskipun di beberapa daerah sudah berada diatas kebutuhan hidup layak.

9 Untuk itu perlu terus diusahakan agar KHL tetap menjadi komponen utama dalam penentuan upah minimum tanpa mengesampingkan komponen-komponen yang lain seperti IHK, PDRB, dan keberlangsungan perusahaan. Bargaining-bargaining antar tripartite dalam penentuan upah minimum di daerah juga harus selalu diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup layak dari pekerja.

10 Perbandingan dengan Negara Lain
Mengacu pada data Bank Dunia dan IFC dalam Doing Business terlihat bahwa sepanjang tujuh tahun terakhir ( ), sejatinya kenaikan upah minimum di Indonesia tergolong tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Kenaikan upah minimum di Indonesia mencapai rata-rata 13 persen setiap tahunnya.

11

12 Tingkat upah minimum di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan Thailand yang mencapai sebesar US$ 248 atau Rp 2,36 juta per bulan pada Kendati tingkat upahnya lebih tinggi, namun rata-rata pertumbuhan kenaikan upah di Thailand masih lebih rendah, yakni sebesar 10 persen per tahun. Akan halnya Vietnam. Negara ini justru merupakan negara dengan pertumbuhan kenaikan upah minimum tertinggi di Asean. Sepanjang tujuh tahun terakhir, kenaikan upah minimum di Vietnam mencapai 21 persen. Namun, kendati mengalami rata-rata kenaikan paling tinggi, upah di Vietnam masih tergolong kecil, yakni hanya sekitar 73 US$ atau sekitar Rp 700 ribu per bulan.

13 Seperti halnya Indonesia, upah buruh di China juga mengalami kenaikan rata-rata cukup tinggi, yakni mencapai 14 persen per tahun. Pada 2013, upah minimum pekerja di Indonesia masih lebih rendah, kendati sudah semakin mendekati, yakni selisih sekitar Rp 100 ribu. Padahal, beberapa tahun sebelumnya, selisih upah buruh Indonesia dengan China masih cukup besar. China yang kerap dianggap sebagai negara dengan upah buruh yang murah menetapkan upah minimum sebesar US$ 242 atau Rp 2,3 juta per bulan. Bahkan, China kerap dituding miring menjual barang murah karena membayar buruhnya dengan upah yang rendah.

14 Akibat Dari Kenaikan Upah Minimum
Namun dengan adanya Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) memunculkan dilema yang tinggi bagi perusahaan. Berikut beberapa implikasi yang muncul akibat dari kenaikan upah minimum di tahun 2013 dan bagaimana reaksi dari perusahaan terhadap kenaikan upah minimum tersebut Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mensyaratkan bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari Upah Minimum. Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat melakukan penangguhan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Kepmenakertrans No: KEP. 231 /MEN/2003 Tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.

15 Beberapa implikasi yang muncul akibat dari kenaikan upah minimum ini adalah sebagai berikut:
Peningkatan biaya tenaga kerja (personnel cost). Menurunnya Daya Saing Produk Indonesia di Manca Negara Subtitusi tenaga kerja dengan mesin semi otomatis atau high teknologi Relokasi perusahaan ke daerah yang upah lebih rendah

16 Kebijakan Penyesuaian Upah Minimum
Pemerintah dalam kebijakan pengupahan telah menentukan adanya upah minimum, upah minimum ini bertujuan untuk melindungi pekerja atau buruh dari perlakuan pengusaha yang kurang memperhatikan kesejahteraannya. Di tahun 2013, terjadi kenaikan upah minimum yang cukup tinggi di sejumlah wilayah di Indonesia. Kenaikan upah minimum tersebut dirasa menambah beban pengusaha.  Terkadang tidak sedikit pengusaha yang bangkrut atau melakukan PHK terhadap pekerja-pekerjanya karena tidak mampu membayar sesuai Upah Minimum.

17 Kebijakan yang harusnya dilakukan oleh pemerintah adalah sebagai berikut :
Perlunya kepatuhan terhadap regulasi. Mekanisme Upah Sundulan Perlakuan terhadap level jabatan lain Perlunya Komunikasi Perlunya Sosialisasi


Download ppt "Studi Kasus Upah Minimum"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google