Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Karakteristik Umum Larutan Ideal

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Karakteristik Umum Larutan Ideal"— Transcript presentasi:

1 LARUTAN II: LARUTAN DENGAN KOMPONEN VOLATIL LEBIH DARI SATU; LARUTAN ENCER IDEAL

2 Karakteristik Umum Larutan Ideal
Konsep dari suatu larutan ideal meluas ke larutan yang berisi beberapa unsur volatil. Konsep ini didasarkan pada generalisasi perilaku dari hasil percobaan larutan nyata dan menghasilkan suatu perilaku pembatas yang mirip dengan larutan nyata. Perhatikan suatu larutan yang tersusun atas beberapa zat volatil dalam suatu wadah yang sebelumnya dikosongkan. Karena semua komponen volatil, beberapa komponen menguap memenuhi ruang di atas zat cair. Ketika larutan dan uap mencapai kesetimbangan pada temperatur T, tekanan total dalam kontainer adalah jumlah tekanan parsial beberapa komponen larutan: p = p1 + p2+…… (5.1) tekanan parsial ini dapat diukur; seperti fraksi mol kesetimbangan x1, ….., xi,….., dalam zat cair.

3 Misal satu komponen, i, ada dalam jumlah relatif besar dibanding yang lain maka:
pi = xi pio (5.2) di mana pio adalah tekanan uap komponen zat zair murni i. Persamaan (5.2) adalah hukum Raoult, dan secara eksperimen dapat berlaku untuk larutan manapun ketika xi mendekati unity dengan mengabaikan komponen yang ada dalam jumlah berlebihan. Untuk larutan encer, pelarut selalu mengikuti hukum Raoult. Karena semua komponen volatil, masing-masing dapat ditunjuk sebagai pelarut. Oleh karena itu larutan ideal digambarkan dengan persyaratan bahwa masing-masing komponen mematuhi Hukum Raoult, persamaan (5.2), atas keseluruhan cakupan komposisi. Arti lambang penting dinyatakan lagi: pi adalah tekanan sebagian i dalam fase uap; pio adalah tekanan uap zat cair murni; dan xi adalah fraksi mol i dalam campuran zat zair. Larutan ideal memiliki dua sifat penting : panas pencampuran komponen murni untuk membentuk larutan adalah nol, dan volume pencampuran adalah nol. Dua sifat ini diamati sebagai perilaku batas dalam semua larutan nyata. Jika pelarut tambahan ditambahkan ke suatu larutan yang encer dalam keseluruhan zat terlarut, panas pencampuran mendekati nol selagi larutan semakin encer. Dalam keadaan yang sama, volume pencampuran dari semua larutan nyata mendekati nol.

4 Potensial Kimia dalam Larutan Ideal
Perhatikan suatu larutan ideal dalam kesetimbangan dengan uapnya pada temperatur tertentu T. Untuk setiap komponen, kondisi kesetimbangan adalah i = i vap, dimana i adalah potensial kimia i dalam larutan, i vap adalah potensial kimia i dalam fase uap. Jika uap adalah ideal, maka dengan argumen yang sama, harga i adalah i = io (T, p) + RT ln xi (5.3) dimana io (T, p) adalah potensial kimia zat cair murni i pada temperatur T dan di bawah tekanan p. Potensial kimia setiap komponen larutan diberikan dalam ungkapan dalam persamaan (5.3).

5 Gambar 5. 1 ( i –  i o) versus xi Gambar 5
Gambar 5.1 ( i –  i o) versus xi Gambar 5.1 menunjukkan variasi i – io sebagai fungsi xi . Selagi xi menjadi sangat kecil, harga i berkurang dengan sangat cepat. Pada semua harga xi, harga i kurang dari io.

6 Karena persamaan (5. 3) secara formal sama dengan persamaan (2
Karena persamaan (5.3) secara formal sama dengan persamaan (2.5) untuk setiap  gas ideal dalam campuran, dengan alasan sama dalam pencampuran ∆𝐺 𝑚𝑖𝑥 =𝑛𝑅𝑇 𝑖 𝑥 𝑖 ln 𝑥 𝑖 (5.4) ∆𝑆 𝑚𝑖𝑥 =−𝑛𝑅 𝑖 𝑥 𝑖 ln 𝑥 𝑖 (5.5) ∆𝐻 𝑚𝑖𝑥 =0 ; atau ∆𝑉 𝑚𝑖𝑥 =0 (5.6) dimana n adalah jumlah mol total dalam campuran. Tiga sifat larutan ideal (hukum Raoult, panas pencampuran nol, volume pencampuran nol) sangat dekat dihubungkan. Jika hukum Raoult berlaku untuk setiap komponen, maka panas dan volume pencampuran akan sama dengan nol.

7 Larutan Biner Dalam larutan biner x1 + x2 = 1, didapat p1 = x1 p1o (5.7) dan p2 = x2 p2o = (1 – x1) p2o (5.8) Jika tekanan total larutan adalah p, maka p = p1 + p2 = x1 p1o + (1– x1 ) p2o p = p2o + (p1o – p2o ) x1 (5.9) yang menghubungkan total tekanan atas campuran kepada fraksi mol komponen 1 dalam cairan.

8 Gambar 5. 2 Tekanan uap sebagai fungsi komposisi Gambar 5
Gambar 5.2 Tekanan uap sebagai fungsi komposisi Gambar 5.2a menunjukkan bahwa p adalah suatu fungsi linier x1. Jelas dari Gambar 5.2(a) bahwa penambahan suatu zat terlarut dapat menaikkan atau menurunkan tekanan uap pelarut tergantung mana yang lebih volatil.

9 Tekanan total dapat juga diungkapkan dalam simbol y1 (fraksi mol komponen 1 dalam uap). Dari definisi tekanan parsial y1 = p1 / p (5.10) menggunakan harga p1 dan p dari persamaan (5.7) dan (5.9) diperoleh: 𝑦 1 = 𝑥 1 𝑝 1 0 𝑝 𝑝 1 0 − 𝑝 2 0 𝑥 1 penyelesaian untuk x1 menghasilkan 𝑥 1 = 𝑦 1 𝑝 1 0 𝑝 𝑝 2 0 − 𝑝 1 0 𝑦 1 (5.11) menggunakan harga x1 dari persamaan (5.11) dalam persamaan (5.9) 𝑝= 𝑝 1 0 𝑝 2 0 𝑝 𝑝 2 0 − 𝑝 1 0 𝑦 1 (5.12) Persamaan (5.12) mengungkapkan p sebagai fungsi y1, fraksi mol komponen 1 dalam uap. Fungsi ini dialurkan dalam Gambar 5.2(b). Hubungan dalam persamaan (5.12) dapat disusun ulang menjadi lebih baik, dalam bentuk simetrik 1 𝑝 = 𝑦 1 𝑝 𝑦 2 𝑝 2 0 (5.13)

10 Azeotrop campuran ideal atau hampir ideal dapat dipisahkan ke dalam komponen- komponennya melalui distilasi fraksinasi. Jika penyimpangan dari hukum Raoult sangat besar seperti menghasilkan suatu maksimum atau suatu minimum kurva-tekanan uap air, maka maksimum atau minimum yang bersesuaian akan muncul dalam kurva titik didih. Campuran seperti itu tidak bisa sepenuhnya dipisahkan ke dalam unsur melalui distilasi fraksinasi. Jika kurva-tekanan uap mempunyai suatu yang minimum atau maksimum, maka pada titik itu kurva uap dan cairan harus menjadi tangen (slope) satu sama lain dan cairan dan uap harus mempunyai komposisi yang sama → “Teorema Gibbs-Konovalov”. Campuran yang mempunyai tekanan uap minimum atau maksimum disebut azeotrop (dari Yunani: untuk mendidih tanpa perubahan).

11 Gambar 5.3: Jika suatu campuran yang digambarkan dengan titik a memiliki komposisi azeotrop, dipanaskan, pertama uap akan terbentuk pada temperatur t; dimana uap memiliki komposisi sama sebagai zat cair; konsekuensinya, hasil penyulingan yang diperoleh mempunyai komposisi yang sama persis seperti cairan yang asli; tidak ada separasi yang dihasilkan. Jika suatu campuran digambarkan dengan b dipanaskan, uap pertama terbentuk pada t’, dan memiliki komposisi v’. Uap ini kaya dengan komponen titik didih lebih tinggi. Fraksinasi akan memisahkan campuran menjadi komponen 1 asli dalam hasil distilasi dan meninggalkan campuran azeotrop dalam wadah. Suatu campuran yang digambarkan dengan c akan mendidih pertama pada t’’; uap akan memiliki komposisi v’’. Fraksinasi campuran ini akan menghasilkan komponen 2 murni dalam hasil distilasi dan azeotrop dalam wadah. Gambar 5.3 Diagram t– x dengan titik didih maksimum

12 Gambar 5. 4 Diagram t– x dengan titik didih minimum
Perilaku azeotrop titik didih minimum ditunjukkan dalam Gambar 5.4 adalah analog. Campuran yang digambarkan dengan b pertama mendidih pada temperatur t, uap memiliki komposisi v. Fraksinasi campuran ini menghasilkan azeotrop dalam distilatnya; komponen 1 murni tersisa dalam wadah. Begitu juga fraksinasi campuran yang digambarkan dengan c akan menghasilkan azeotrop dalam distilatnya dan meninggalkan komponen 2 murni dalam wadah. Gambar 5. 4 Diagram t– x dengan titik didih minimum Azeotrop menyerupai suatu campuran murni dalam sifat mendidih pada suatu temperatur tetap, sedangkan campuran biasa mendidih untuk suatu rentang temperatur. Perubahan tekanan menghasilkan perubahan dalam komposisi azeotrop, sebagaimana perubahan dalam titik didih, sehingga tidak dapat menjadi senyawa.

13 Potensial Kimia dalam Larutan Encer Ideal
Henry's law is one of the gas laws and was formulated by the British chemist, William Henry, in 1803. It states that: At a constant temperature, the amount of a given gas dissolved in a given type and volume of liquid is directly proportional to the partial pressure of that gas in equilibrium with that liquid. Karena pelarut mengikuti hukum Raoult, potensial kimia pelarut diberikan oleh persamaan (5.3),  1 = 1o (T, p) + RT ln x1 Untuk zat terlarut  j (l) =  j (g) =  jo (g) + RT ln pj Dengan menggunakan hukum Henry, untuk pj, menjadi  j (l) =  jo (g) + RT ln Kj + RT ln xj

14 Definisi energi bebas standar,  j. dengan  j
Definisi energi bebas standar,  j* dengan  j* (l) =  jo (g) + RT ln Kj (5.14) dimana j* adalah fungsi temperatur dan tekanan, tetapi bukan fungsi komposisi. Ungkapan final untuk  j dalam cairan adalah j =  j* + RT ln xj (5.15) Menurut persamaan (5.15), j* adalah potensial kimia zat terlarut j pada keadaan hipotetik di mana xj = 1 jika hukum Henry dipatuhi atas keseluruhan cakupan 0  xj  1. Fraksi mol, x j, sering tidak sesuai untuk mengukur konsentrasi zat terlarut dalam larutan encer. Molalitas, mj, dan molaritas, cj, lebih sering digunakan. Kita dapat menggunakan persamaan (5.15) untuk menemukan ungkapan potensial kimia dalam hubungannya dengan mj atau cj. 𝑚 𝑗 = 𝑛 𝑗 𝑛𝑀 atau 𝑛 𝑗 = 𝑛 𝑀 𝑚 𝑗 (5.16)

15 Dengan menggunakan hasil ini nj dalam ungkapan untuk xj 𝑥 𝑗 = 𝑀𝑚 𝑗 1+𝑀𝑚 (5.17) Di mana 𝑚= 𝑗 𝑚 𝑗 molalitas total semua zat terlarut. Dalam larutan encer selagi m mendekati harga nol, maka lim 𝑚→0 𝑥 𝑗 𝑚 𝑗 = lim 𝑚→0 𝑀 1+𝑚𝑀 =𝑀 sedemikian sehingga dekat m= 0 x j = Mmj (5.18) Dapat ditulis 𝑥 𝑗 = 𝑀 𝑚 0 𝑚 𝑗 𝑚 0 (5.19) dimana mo adalah konsentrasi molal standar, mo = 1mol/kg. Harga xj ini dapat digunakan dalam persamaan (5.15) 𝜇 𝑗 = 𝜇 𝑗 ∗ +𝑅𝑇 ln 𝑀 𝑚 0 +𝑅𝑇 ln 𝑚 𝑗 𝑚 0

16 dengan mendefinisikan j. = j. + RT ln Mmo, maka j = j
dengan mendefinisikan j** = j* + RT ln Mmo, maka j = j** + RT ln mj (5.20) dimana mj sebagai suatu singkatan jumlah murni, mj / (1 mol/kg). Persamaan (5.20) mengungkapkan j dalam larutan encer sebagai fungsi yang cocok dari mj. Harga standar j** adalah harga j yang dipunyai dalam keadaan hipotetik molalitas satuan jika larutan telah memiliki sifat larutan encer ideal dalam rentang 0  mj  1.

17 Hukum Henry dan Kelarutan Gas
Hukum Henry menghubungkan tekanan parsial zat terlarut dalam fase uap dengan fraksi mol zat terlarut dalam larutan. Mengamati hubungan ini dengan cara lain, hukum Henry menghubungkan fraksi mol kesetimbangan, kelarutan j dalam larutan, dengan tekanan parsial j dalam uap : 𝑥 𝑗 = 1 𝐾 𝑗 𝑝 𝑗 (5.21) Persamaan (5.21) menyatakan bahwa kelarutan xj konstituen volatil adalah proporsional terhadap tekanan parsial konstituen dalam fase gas dalam kesetimbangan dengan zat cair. Persamaan (5.21) digunakan untuk menghubungkan data pada kelarutan gas dalam zat cair. Jika pelarut dan gas tidak bereaksi secara kimiawi, kelarutan gas dalam zat cair biasanya kecil. Di sini kita mempunyai contoh yang lain arti fisik tekanan parsial.

18 Kelarutan gas sering diungkapkan sebagai koefisien absorpsi Bunsen, , yaitu volume gas, diukur pada 0o C dan 1 atm, dilarutkan dengan satu satuan volume pelarut jika tekanan parsial gas 1 atm. ∝ 𝑗 = 𝑉 𝑗 0 (𝑔) 𝑉 (𝑙) (5.22) Tetapi 𝑉 𝑗 0 𝑔 = 𝑛 𝑗 0 𝑅 𝑇 0 / 𝑝 0 sedangkan volume pelarut adalah V(l) = nM/ , dimana n adalah jumlah mol pelarut, M adalah masa molarnya, dan , densitas. Jadi 𝛼 𝑗 = 𝑛 𝑗 0 𝑅 𝑇 0 𝑝 0 𝑛 𝑀 𝜌 (5.23) Ketika tekanan parsial gas p j = p o = 1 atm, kelarutan dengan hukum Henry adalah xjo, 𝑥 𝑗 0 = 𝑛 𝑗 0 𝑛+ 𝑛 𝑗 0 = 1 𝐾 𝑗

19 Untuk larutan encer, maka 𝑛 𝑗 0 𝑛 = 1 𝐾 𝑗 (5
Untuk larutan encer, maka 𝑛 𝑗 0 𝑛 = 1 𝐾 𝑗 (5.24) Dengan menggunakan harga ini 𝑛 𝑗 0 𝑛 dalam persamaan (5.23) menjadi 𝛼 𝑗 𝐾 𝑗 = 𝑅 𝑇 0 𝑝 0 𝜌 𝑀 = 𝑚 3 𝑚𝑜𝑙 𝜌 𝑀 (5.25) yang merupakan hubungan antara konstanta hukum Henry Kj dan koefisien absorpsi j; jika salah satu diketahui maka yang lain dapat dihitung. Kelarutan gas dalam mol per satu satuan volume pelarut, 𝑛 𝑗 0 𝑛 𝑀 𝜌 berbanding lurus dengan j, persamaan (5.23); karena itu j lebih sesuai dibanding Kj untuk diskusi kelarutan.

20 Distribusi Suatu Zat Terlarut antara Dua Pelarut
Jika larutan encer iodium digojog dengan CCl4 , iodium akan terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur. Jika  dan ` adalah potensial kimia iodium dalam air dan CCl4, maka pada kesetimbangan  = `. Jika kedua larutan adalah larutan encer ideal, maka dengan memilih persamaan (5.15) untuk mengungkapkan  dan `, kondisi kesetimbangan menjadi * + RT ln x = ’* + RT ln x’, yang dapat disusun ulang menjadi 𝑅𝑇 ln 𝑥 ′ 𝑥 =− 𝜇 ′ −𝜇 (5.26) Karena `* dan  tidak bergantung pada komposisi, maka 𝑥 ′ 𝑥 =𝐾 (5.27) dimana K adalah koefisien distribusi atau koefisien partisi, tidak bergantung pada konsentrasi iodium dalam dua lapisan.

21 Besaran `. -  adalah perubahan energi Gibbs standar G
Besaran `* -  adalah perubahan energi Gibbs standar G* untuk transformasi I2 (dalam air)  I2 (dalam CCl4) Persamaan (5. 26) menjadi RT ln K = - G * (5.28) yang merupakan hubungan umum antara perubahan energi Gibbs standar dan tetapan keseimbangan suatu reaksi kimia Jika larutan sangat encer, maka fraksi mol proporsional terhadap molalitas atau molaritas, sehingga 𝐾 ′ = 𝑚 ′ 𝑚 dan 𝐾 " = 𝑐 ′ 𝑐 (5.29) Dimana K’ dan K’’ tidak tergantung pada konsentrasi dalam dua lapisan.

22 Soal-soal Campuran gas dari dua zat di bawah tekanan total 0,8 atm berada dalam kesetimbangan dengan larutan cair ideal. Fraksi mol zat A adalah 0,5 dalam fase uap dan 0,2 dalam fase cair. Berapa tekanan uap dua cairan murni tersebut? Beberapa sistem non-ideal dapat direpresentasikan dengan persamaan p1 = x1o p1o dan p2 = x2o p2o. Tunjukkan bahwa jika konstanta a > 1, maka tekanan total menunjukkan harga minimum, sedangkan jika a < 1, maka tekanan total menunjukkan harga maksimum. Komposisi uap di atas suatu larutan ideal biner ditentukan dengan komposisi zat cair. Jika x1 dan y1 adalah fraksi mol zat 1 dalam zat cair dan uap, tentukan harga x1 yang mana y1 – x1 memiliki harga maksimum. Berapa harga tekanan pada komposisi tersebut? Konstanta hukum Henry untuk argon dalam air adalah 2,17 x 104 pada 0o C dan 3,97 x 104 pada 30o C. Hitung panas pelarutan standar argon dalam air. Pada 800o C, 1,6 x 104 mol O2 larut dalam 1 mol perak. Hitung koefisien edsorpsi Bunsen untuk oksigen dalam perak; (Ag) = 10,0 gram/cm3.


Download ppt "Karakteristik Umum Larutan Ideal"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google