Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
Gambaran Umum Pajak Penghasilan
Perpajakan lanjutan Gambaran Umum Pajak Penghasilan
2
Perhitungan PPh dari Kegiatan Usaha (Badan dan Orang Pribadi)
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha. Misalnya: PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/D dengan nama dan dalam bentuk apapun, Fa, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Ormas, Orsospol, atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Bentuk usaha tetap dan Bentuk badan lainnya termasuk reksadana Dasar pemotongan pajak dibedakan menjadi penghasilan bruto dan penghasilan neto. Dasar pemotongan pajak adalah jumlah penghasilan bruto untuk penghasilan sebagai berikut: Deviden Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian piutang Royalti Hadiah dan penghargaan Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi Dasar pemotongan pajak adalah penghasilan neto untuk penghasilan sebagai berikut : Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
3
Perhitungan PPh dari Kegiatan Usaha (Badan dan Orang Pribadi)
Subjek Pajak Badan, terdiri dari: Dalam Negeri Badan didirikan di Indonesia atau bertempat kedudukan di Indonesia Luar Negeri Badan yg tdk didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; Menjalankan usaha/kegiatan melalui BUT di Indonesia; Menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tanpa melalui BUT; Bentuk Usaha Tetap; Bentuk usaha yang dipergunakan oleh Subjek Pajak OP LN dan SP Badan LN untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan (pekerjaan bebas) di Indonesia.
4
Perhitungan PPh dari Kegiatan Usaha (Badan dan Orang Pribadi)
Bukan Subyek Pajak Badan Badan perwakilan Negara asing Organisasi Internasional Yang ditetapkan oleh Menkeu dengan syarat Indonesia menjadi anggotanya dan tidak menjalankan usaha / kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota Unit tertentu dari badan pemerintah dg syarat: Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD; Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah; Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara
5
Perhitungan PPh dari Kegiatan Usaha (Badan dan Orang Pribadi)
Tarif Pajak Badan untuk Tahun Pajak 2014 dibagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut : Tarif Pajak PPh Badan untuk Tahun Pajak 2014 berdasarkan Pasal 17 dan Pasal 31 E Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, yaitu sebagai berikut : Tarif Pajak untuk tahun pajak 2014 adalah sebesar 25 % dari Penghasilan Kena Pajak. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif tersebut yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp ,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif tersebut (25 %) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp ,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. Tarif Pajak Pasal 17 dan 31 E dikenakan atas penghasilan kena pajak Wajib Pajak Badan yang tidak termasuk dalam kriteria Wajib Pajak Badan yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP 46 Tahun 2013.
6
Perhitungan PPh dari Kegiatan Usaha (Badan dan Orang Pribadi)
Cara dan Contoh Perhitungan Pajak PPh Badan Dengan Peredaran Bruto Lebih Dari Rp ,00 Untuk Tahun Pajak 2014 apabila Peredaran Bruto PadaTahun Pajak jumlahnya sampai dengan Rp ,00 : CV.Abadi Mulya adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang Penjualan Alat Tulis Kantor. Peredaran Buto CV. Abadi Mulya dalam Tahun Pajak 2013 sebesar Rp ,00. Peredaran Bruto CV. Abadi Mulya dalam Tahun Pajak 2014 sebesar Rp ,00 dengan perincian sebagai berikut : Penjualan Kotor bulan Januari 2014 adalah sebesar Penjualan Kotor bulan Pebruari 2014 adalah sebesar Penjualan Kotor bulan Maret 2014 adalah sebesar Penjualan Kotor bulan April 2014 adalah sebesar
7
Perhitungan PPh dari Kegiatan Usaha (Badan dan Orang Pribadi)
Penjualan Kotor bulan Mei 2014 adalah sebesar Penjualan Kotor bulan Juni2014 adalah sebesar Penjualan Kotor bulan Juli 2014 adalah sebesar Penjualan Kotor bulan Agustus 2014 adalah sebesar Penjualan Kotor bulan September 2014 adalah sebesar Penjualan Kotor bulan Oktober 2014 adalah sebesar Penjualan Kotor bulan Nopember 2014 adalah sebesar Penjualan Kotor bulan Desember 2014 adalah sebesar Penghitungan Pajak Penghasilan terutang : Karena Peredaran Bruto CV. Abadi Mulya dalam Tahun Pajak 2013 sebesar Rp ,00 atau tidak melebihi Rp ,00, maka Perhitungan PPh Badan adalah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang PPh Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
8
Perhitungan PPh dari Kegiatan Usaha (Badan dan Orang Pribadi)
Meskipun Peredaran Bruto CV. Abadi Mulya dalam Tahun Pajak 2014 sebesar Rp ,00 atau melebihi Rp ,00, akan tetapi Perhitungan PPh Badan dihitung dengan cara Peredaran Usaha Bruto setiap bulan dikenai tarif sebesar 1 % (satu persen). Hal ini terjadi karena Peredaran Bruto pada Tahun Pajak sebelumnya (Tahun 2013) tidak melebihi Rp ,00 atau hanya sebesar Rp ,00 . Sehingga Pajak Penghasilan yang harus disetor CV. Abadi Mulya untuk Tahun Pajak 2014 sebagai berikut : Bulan Peredaran Bruto Tarif Pajak PPh Pasal 4 (2) Januari 1% Pebruari Maret April
9
Perhitungan PPh dari Kegiatan Usaha (Badan dan Orang Pribadi)
Bulan Peredaran Bruto Tarif Pajak PPh Pasal 4 (2) Mei 1% Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah PPh Pasal 4 ayat 2 (berdasarkan PP 46 Tahun 2013) disetorkan setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dengan Kode Jenis Setoran Pajak
10
Perhitungan PPh dari Kegiatan Usaha (Badan dan Orang Pribadi)
Cara dan Contoh Perhitungan Pajak PPh Badan Dengan Peredaran Bruto Lebih Dari Rp ,00 Untuk Tahun Pajak 2014 apabila Peredaran Bruto PadaTahun Pajak jumlahnya lebih dari Rp ,00 : PT Surya Agung Sejati adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang Penjualan Mobil. Peredaran Bruto PT Surya Agung Sejati dalam Tahun Pajak 2013 sebesar Rp ,00 . Peredaran Bruto PT Surya Agung Sejati dalam Tahun Pajak 2014 sebesar Rp ,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp ,00. Penghitungan Pajak Penghasilan terutang : Karena Peredaran Bruto PT Surya Agung Sejati dalam Tahun Pajak 2013 sebesar Rp ,00 . atau melebihi Rp ,00, maka Perhitungan PPh Badan adalah berdasarkan Pasal 17dan 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Karena Peredaran Bruto PT Surya Agung Sejati dalam Tahun Pajak 2014 sebesar Rp ,00 atau melebihi Rp ,00, maka Perhitungan PPh Badan dihitung dengan cara Penghasilan Kena Pajak dikenai tarif Pajak penghasilan sebesar 25 % yang dihitung dari Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp ,00 .
11
Perhitungan PPh dari Kegiatan Usaha (Badan dan Orang Pribadi)
Perhitungan Penghasilan Kena Pajak : Penghasilan Kena Pajak yang tidak mendapat fasilitas : Rp ,00 Pajak Penghasilan yang terutang : Pajak Penghasilan yang tidak mendapat fasilitas : 25% x = Jadi atas Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp ,00 dikenakan Pajak Penghasilan Badan sebesar Rp ,00 Catatan : Untuk perhitungan Pajak Penghasilan Badan Penghasilan Kena Pajak dibulatkan dalam ribuan kebawah.
12
Perhitungan PPh dari Kegiatan Usaha (Badan dan Orang Pribadi)
Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) adalah Orang Pribadi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
13
Perhitungan PPh dari Kegiatan Usaha (Badan dan Orang Pribadi)
Objek Pajak Penghasilan Orang Pribadi Undang-undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa penghasilan merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Dalam konteks orang pribadi, penghasilan dapat berasal kegiatan usaha, pekerjaan bebas ataupun penghasilan-penghasilan lainnya. Dalam hal orang pribadi menjalankan kegiatan usaha dan melaksanakan pembukuan, penghasilan neto dihitung dengan mengurangkan peredaran usaha dengan harga pokok penjualan dan biaya usaha. Penghasilan neto dari kegiatan usaha selanjutnya akan dilakukan beberapa penyesuaian fiskal baik positif maupun negatif. Penyesuaian ini adalah penyesuaian penghasilan neto komersial dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya, yang dapat bersifat menambah maupun mengurangi penghasilan kena pajak.
14
Perhitungan PPh dari Kegiatan Usaha (Badan dan Orang Pribadi)
Dalam hal wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas namun peredaran usahanya atau peredaran brutonya kurang dari Rp4,8 miliar setahun maka Wajib Pajak dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Selain itu Wajib Pajak yang memiliki pekerjaan bebas seperti dokter, pengacara, notaris, akuntan, konsultan, penilai, aktuaris dan arsitek juga wajib melaporkan penghasilan brutonya dan Pajak Penghasilannya. Tarif Pajak Penghasilan Tarif pajak penghasilan orang pribadi yang berlaku saat ini di Indonesia adalah sebagai berikut: Penghasilan kena pajak (PKP) sampai dengan Rp. 50 juta 5%; Di atas Rp. 50 juta s.d. Rp. 250 juta 15%; Diatas Rp. 250 juta s.d. Rp. 500 juta 25%; Diatas Rp. 500 juta 30%.
15
Perhitungan PPh dari Kegiatan Usaha (Badan dan Orang Pribadi)
Wajib Pajak A kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di Cirebon. Peredaran Usaha dari Industri Rotan (setahun) di Cirebon Rp ,00 Penerimaan bruto sebagai dokter (setahun) di Jakarta Rp ,00 Penghasilan neto dihitung sebagai berikut : Dari industri rotan : 12,5% X Rp ,00 = Rp ,00 Sebagai dokter : 45% X Rp ,00 = Rp ,00 Jumlah penghasilan Neto Rp ,00 Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp ,00 – Rp ,00 = Rp ,00 Pajak penghasilan yang terutang : 5% X Rp ,00 = Rp ,00 Jumlah Rp ,00 Catatan : Angka 12,5% untuk industri rotan, lihat kode 33100 Angka 45% sebagai dokter, lihat kode 93213 Istri tidak punya penghasilan.
16
Self Assessment System
Sejak perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan pada tahun 1983 yang merupakan awal dimulainya reformasi perpajakan Indonesia menggantikan peraturan perpajakan yang dibuat oleh kolonial Belanda (misalnya: ordonansi PPs 1925 dan ordonansi PPd 1944), Indonesia telah mengganti sistem pemungutan pajaknya pula dari sistem official-assessment menjadi sistem self-assessment yang masih diterapkan sampai dengan sekarang. Sistem Self-assessment merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung/memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Self Assesment System antara lain : Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang ada pada WP sendiri; Wajib Pajak Aktif mulai dari menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang; Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
17
Self Assessment System
Dalam sistem ini pemerintah melalui petugas pajak masih cukup dominan untuk menghitung dan menetapkan utang pajak. Sistem ini umumnya diterapkan terhadap jenis pajak yang melibatkan masyarakat luas di mana masyarakat selaku subyek pajak atau wajib pajak dipandang belum mampu disertahi tanggung jawab untuk menghitung dan menetapkan pajak. Menurut bagian penjelasan UU KUP bahwa self assessment adalah ciri dan corak sistem pemungutan pajak. Self assessment merupakan suatu sistem perpajakan yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk : [a.] berinisiatif mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan NPWP [nomor pokok wajib pajak]; [b.] menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutang.
18
Self Assessment System
Masih menurut penjelasan UU KUP bahwa sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri dan melaporkannya secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Media atau surat yang digunakan Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak disebut Surat Pemberitahuan, disingkat SPT. Kepercayaan yang diberikan oleh undang-undang kepada Wajib Pajak idealnya ditunjang dengan : [a.] kesadaran Wajib Pajak tentang kewajiban perpajakan; [b.] keinginan untuk membayar pajak terutang walaupun terpaksa; [c.] kerelaan Wajib Pajak untuk menjalankan peraturan perpajakan yang berlaku; [d.] kejujuran Wajib Pajak untuk mengungkapkan keadaan sebenarnya.
19
Withholding System Withholding System Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pihak lain atau pihak ketiga untuk memotong dan memungut besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak. Pihak ketiga disini adalah pihak lain selain pemerintah dan wajib pajak. Sistem ini merupakan sistem perpajakan dimana pihak ketiga baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan Dalam Negeri diberi kepercayaan oleh peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerimaan penghasilan. Pihak ketiga tersebut memiliki peran aktif dalam sistem ini, dan fiskus berperan dalam pemeriksaan pajak, penagihan, maupun tindakan penyitaan apabila ada indikasi pelanggran perpajakan, seperti halnya pada self assessment system. Sistem pajak ini menekankan kepada pemberian kepercayaan pada pihak ketiga diluar fiskus yaitu, pemberi penghasilan melakukan pemotongan atau memungut pajak atas penghasilan yang diberikan dengan suatu persentase tertentu dari jumlah pembayaran atau transaksi yang dilakukannya dengan penerima penghasilan. Jumlah pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga tersebut dibayarkan kepada negara melalui penyetoran pajak seperti pada aktivitas yang dilakukan di self assessment dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan Undang-undang. Nantinya jumlah yang disetorkan ke kas negara itu akan dapat diperhitungkan kembali oleh Wajib Pajak yang penghasilannya dipotong atau dipungut dengan melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan yang diberikan oleh pihak ketiga saat transaksi penerimaan penghasilan.
20
Withholding System Manfaat Withholding Tax System
Withholding Tax System selain memperlancar masuknya dana ke kas Negara tanpa intervensi fiskus juga dapat menghemat biaya administrasi pemungutan (administrative cost), seperti pada self assessment, wajib pajak yang dipotong atau dipungut pajaknya secara tidak terasa telah memenuhi kewajiban perpajakannya. Manfaat withholding tax system antara lain, dapat menigkatkan kepatuhan secara sukarela karena pembayar pajak secara tidak langsung telah membayar pajaknya, pengumpulan pajak secara otomatis bagi pemerintah tanpa mengeluarkan biaya, menigkatkan penerimaan pajak (optimalisasi perluasan objek pajak), merupakan penerapan prinsip convenience of tax system, serta meningkatkan penerimaan pajak (optimalisasi perluasan obyek pajak)
21
Withholding System Pajak penghasilan Withholding Tax System Penerapan withholding tax system di Indonesia seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008, tidak hanya terbatas atas penghasilan dari pekerjaan (employment income) seperti gaji dan upah (PPh pasal 21); penghasilan dari modal (passive income) seperti deviden, bunga, sewa dan royalti (PPh pasal 23 dan 26), tetapi juga diperluas terhadap penghasilan dari usaha (bussines income). Bahkan, terhadap transaksi yang bukan penghasilan, seperti pembayaran kepada badan-badan pemerintah dan impor atau kegiatan usaha dibidang tertentu (PPh pasal 22). Pengaturan atas jenis-jenis penghasilan dan transaksi yang dikenakan withholding tax tidak seluruhnya diatur oleh Undang-undang PPh, tetapi banyak didelegasikan kepada Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.