Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
KITAB SUCI DAN TRANSFORMASI HIDUP
Latihan Membuat Pertanyaan Kursus Pemandu Kitab Suci oleh Rm. Vitus Rubianto, s.x.
2
Bukanlah “pertanyaan-pertanyaan informatif” yang paling penting!
Pertanyaan-pertanyaan manakah yang kiranya “efektif” dan “bermanfaat” untuk ditanyakan? Bukanlah “pertanyaan-pertanyaan informatif” yang paling penting! “Pertanyaan-pertanyaan intuitif” sering lebih mengena dan melibatkan banyak orang.
3
“dengan menggunakan senjata-senjata keadilan…” (2Kor 6:7) di tangan kanan dan di tangan kiri
15 Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku. 1Kor 14:15
4
MEMPERSIAPKAN PERTANYAAN KITA SENDIRI
Intisari pendekatan ini adalah pertanyaan2 yang kita ajukan. Mutlak perlu menyusun daftar pertanyaan-pertanyaan sendiri. Bukan tidak ada manfaatnya pertanyaan2 yang membuat kita berpikir bahwa kita tidak mampu menjawabnya secara pasti dan definitif.
5
BEBERAPA PANDUAN KHUSUS
Pertanyaannya harus sesederhana dan sejelas mungkin! Jangan menanyakan beberapa hal dalam satu pertanyaan! Perlu dihindari pertanyaan yang bertingkat, terdiri dari dua tiga bagian… Jangan pernah menanyakan pertanyaan yang jawabannya ya atau tidak! Perlu dirumuskan pertanyaan yang tidak membuat orang terpaksa hanya menjawab secara langsung, spesifik dan “to the point” saja. Perlu dicari cara-cara yang mampu lebih melibatkan orang secara pribadi ke dalam pencarian makna dan pesannya bagi diri sendiri.
6
KITAB SUCI SEBAGAI PUSATNYA
Fokusnya adalah teks Kitab Suci, bukan pemandunya. Kitab Suci itu seperti pusat dari perputaran roda dinamika kelompok. Pertanyaan yang dipersiapkan dengan teliti oleh pemandu berangkat dari bahan bacaan Kitab Suci, tetapi sekaligus mampu membawa kembali masing-masing pribadi ke dalam teks Kitab Sucinya sendiri.
7
Kata-kata yang diulang-ulang,
yang sama atau yang dikontraskan dalam perlawanan, kiranya dapat menjadi titik tolak pertanyaan-pertanyaan yang mampu menarik perhatian pembaca.
8
Pertanyaan-pertanyaan kunci
bukan sekedar rindu akan pengetahuan Kitab Suci, tetapi oleh kekuatan Sabda yang memecah kebisuan, yang memberi keberanian, yang mengusir ketakutan, yang membuat orang mampu bicara! Pertanyaan-pertanyaan yang tepat melibatkan orang secara perlahan-lahan, membuat pribadi tersentuh oleh teks yang sedang dibaca, digugah oleh kerinduannya yang terdalam…
9
PERTANYAAN ATAU JAWABANNYA?
Karena ini adalah “pendekatan dengan pertanyaan”, menggeluti pertanyaannya itu lebih penting dari pada menemukan jawaban yang “benar”. Kebanyakan dari kita dididik dalam sistem pendidikan yang terlalu menekankan adanya satu jawaban yang benar untuk setiap pertanyaan. Tidaklah demikian untuk pembacaan Kitab Suci semacam ini. Pertanyaan yang sungguh menarik bisa mempunyai tiga, tujuh, sampai sepuluh jawaban yang baik, yang semuanya penting untuk dapat memahami teksnya.
10
MANA YANG BENAR? Hal ini tidak berarti bahwa “segala sesuatu sama baik, semua boleh dan semua benar”. Kebenaran itu layaknya batu permata dengan berbagai segi, terlalu menyilaukan kalau hanya dilihat dengan satu sumber cahaya saja. Pemandu kiranya tidak akan menilai benar salah satu jawaban, kecuali bila secara faktual memang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Debat tidak mendapat tempatnya karena hanya membawa kepada adu kekuatan di antara ego pribadi-pribadi, dan bukan satu sharing kebenaran yang dialami.
11
KERENDAHAN HATI PEMANDU
Harus tetap disadari bahwa teks Kitab Suci lebih sering merupakan satu “daerah tak dikenal”. Pemandunya sendiri harus sadar bahwa biasanya tidak tahu atau menguasai bahannya. Oleh karena itu memang perlu komitmen dan usaha bersama dari seluruh kelompok untuk menggali kekayaannya. Itu usaha bersama yang terus menerus dan konsisten, tidak langsung merasa puas hanya dengan merumuskan kebenaran umum, tetapi menemukan satu cara pandang baru.
12
MENCARI MAKNA YANG LEBIH DALAM
Pemandu sendiri harus waspada akan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul dalam kelompok sehingga mampu mengikuti arus diskusinya sambil dengan setia tetap menjaga alur bacaan teks Kitab Sucinya. Diskusinya bukan berupa “ingatan atau kenangan” subyektif akan apa yang kita alami, melainkan lebih dahulu usaha untuk menemukan makna yang mau ditekankan oleh Sabda Tuhan itu sendiri bagi hidup kita.
13
INTUISI ATAU INSIGHT “Insight” (pencerahan, pemahaman) itulah yang kita cari, bukan hanya informasi (pengetahuan), perlulah semua orang dilibatkan dalam diskusi. Insight sendiri memang baru matang bila diungkapkan dalam sharing. Memang kita menghadapi orang dari berbagai macam latar belakang pendidikan, tetapi di hadapan Kitab Suci, semua sama, lebih-lebih kalau bicara tentang pengalaman pribadi, masing-masing adalah ahlinya.
14
LATIHAN DALAM KELOMPOK
Pilihlah salah satu tema yang ditawarkan: tentang mengasihi musuh, tentang menghakimi, atau tentang kemarahan! Buatlah pertanyaan-pertanyaan yang kiranya efektif untuk membangkitkan keingintahuan umat! Dalam diskusi kelompok, tentukan apakah “persoalan utama” dari tema yang disodorkan dan manakah pertanyaan kunci yang dapat membawa kelompok pada diskusi persoalan utamanya itu!
15
TENTANG MENGASIHI MUSUH
Di manakah tertulis “Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu” (Mat 5:43)? Coba bacalah Kitab Imamat 19: “Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah Tuhan”. “Apabila seorang asing tinggal padamu di negerimu, janganlah kamu menindas dia. Orang asing yang tinggal padamu harus sama bagimu seperti orang Israel asli dari antaramu, kasihilah dia seperti dirimu sendiri, karena kamu juga orang asing dahulu di tanah Mesir; Akulah Tuhan, Allahmu”. Lihat juga Keluaran 23:4-5! Apakah Yesus memang mencanangkan hukum yang baru? Atau apakah yang sebenarnya dilakukan Yesus dengan ajaran tradisional?
16
TENTANG MENGASIHI MUSUH
Apakah yang membuat orang menjadi musuh kita? Apakah ada aspek-aspek dalam diri kita yang bisa membuat kita dianggap sebagai musuh? Apa yang terjadi jika kita mengasihi musuh kita? Apakah ia akan berhenti menjadi musuh kita? Mengapa menurut Yesus kita harus mengasihi musuh kita? Manakah gambaran Allah yang diajarkan Yesus? Apakah itu juga caranya orang biasa memandang Allah? Apa jadinya jika Allah tidak menerbitkan matahari bagi orang-orang jahat? Apakah hal baru yang hendak dikatakan Yesus di sini, yang melampaui cara kita memandang Allah? Mengapa Yesus memakai sifat Allah sebagai dasar cara kita memperlakukan musuh?
17
TENTANG MENGASIHI MUSUH
Kalau dibandingkan teks Mat 5:48 dan Luk 6:36, manakah yang lebih merangkum persoalannya? Apa akibatnya bagi kita “menjadi sempurna”? Apakah bisa diterjemahkan “menjadi terbuka pada semua”? Adakah perbedaannya? Apakah yang dimaksudkan bila Allah sempurna itu terbuka pada semua? Bila kita berusaha menjadi sempurna, apakah yang akan kita buat dengan ketidaksempurnaan kita? Apakah sebenarnya ketidaksempurnaan kitalah yang mempengaruhi kemampuan kita untuk mengasihi sesama? Ciri-ciri pribadi manakah yang paling sulit Anda terima dalam diri Anda sendiri? Siapakah “musuh” dalam diri Anda sendiri? Dengan demikian apa artinya menerima diri sendiri apa adanya? Jadi apakah ada kaitannya dengan keterbukaan kita untuk menerima dan mengasihi musuh?
18
TENTANG MENGHAKIMI Apakah Yesus sedang berbicara di sini tentang “menghakimi”? Apakah Dia mengatakan bahwa kita tidak boleh menilai dan menghakimi? Apakah yang sebenarnya Dia peringatkan? Apakah hubungan antara “balok” dan “selumbar”? Mengapa kita harus berurusan lebih dahulu dengan “balok” (Mat 7:4)?
19
TENTANG MENGHAKIMI Buat daftar tentang yang aku tidak sukai dari orang lain, kemudian taruhlah nama di samping nama orang lain itu dan periksalah manakah hal-hal yang di daftar itu ada juga pada diri Anda. Apakah yang biasa kita lakukan bila kita melihat aspek negatif dari diri kita di dalam diri orang lain? Mengapa kita membuat “proyeksi” diri? Apakah hal ini buruk? Apakah manfaat atau nilainya? Dalam konteks ini, apa yang dimaksud Yesus dengan “orang munafik”? (Mat 7:5). Apakah yang dapat kita lakukan bagi orang lain sesudah kita menyadari “balok”nya dalam diri kita sendiri? Jadi, mengapa kita membutuhkan musuh-musuh kita? Apakah yang dapat dibuat mereka yang kita anggap musuh bagi kita, yang tidak dapat dibuat orang lain?
20
TENTANG KEMARAHAN Bagaimanakah bunyinya hukum lama?
Apakah hal baru yang dikatakan Yesus, yang berlawanan dengan hukum lama? Apakah konsekwensi bagi umat Kristen, atau Anda sendiri, dengan perintah untuk “tidak boleh marah” ini?
21
TENTANG KEMARAHAN Jika dibandingkan dengan Kisah Kain dan Habel, apakah yang bisa kita katakan mengenai “marah”, sesuatu yang meledak sekali saja, ataukah sesuatu yang terus menerus berlangsung? Bandingkan dengan Efesus 4:26-27, apakah yang dikatakan mengenai kemarahan di sana? Apakah yang dibicarakan tentang “menjadi marah” sama dengan “berbuat dosa”? Jadi manakah kemarahan yang menjadi dosa?
22
TENTANG KEMARAHAN Kembali ke teks Matius, menurut Anda, siapakah yang “tersinggung” dalam kasus “persembahan di atas mezbah” itu (Mat 5:23). Jadi siapakah yang harus berinisiatif untuk berdamai? Apakah hubungan antara altar dan perdamaian di sini? Mengapa justru di atas altar persembahan, kesadaran bahwa perlu berdamai dulu itu baru muncul? Apakah pernah hal itu terjadi/Anda lakukan secara konkret, “meninggalkan altar dan pergi berdamai”?
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.