Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehYulia Kartawijaya Telah diubah "7 tahun yang lalu
1
Disposisi untuk menjadi imam yang tajam terpercaya
2
Pergulatan dasar antara diri ideal (self transcending) dan diri aktual (self transcended) dalam perjumpaan dengan nilai-nilai hidupnya membentuk apa yang disebut DISPOSISI PRIBADI
3
Ada 3 DiSPOSIsi, yakni: DISPOSISI I DISPOSISI II DISPOSISI III
5
Pribadi manusia harus dipandang sebagai suatu keseluruhan yang utuh
7
Manusia dimotivasikan oleh suatu kesatuan yang integral
9
Ketiga disposisi pribadi bukanlah bangunan atau himpunan yang terpisah-pisah, melainkan saling berkaitan dan saling mempengaruhi, sehingga membangun keseluruhan yang utuh, membentuk bangunan kepribadian tertentu yang mempengaruhi keseluruhan hidup.
11
Ketiga disposisi tersebut ada dalam setiap orang, namun kadarnya berbeda- beda.
12
Masing-masing disposisi mempunyai pengaruhnya sendiri, tetapi jika besar pengaruhnya, sudah barang tentu akan mempengaruhi pribadi sebagai suatu keseluruhan
13
Dialektika antara disposisi I dan II disebut “inkonsistensi” (bila tidak sesuai dengan nilai transendensi diri) atau “konsistensi” (bila sesuai dengan nilai transendensi diri). Dialektika yang terjadi dalam disposisi III disebut “konflik” (dari tingkat normal sampai patologi).
14
DISPOSISI I Dibangun atas dasar motivasi yang sadar dan terbuka pada nilai-nilai adikodrati Orang yang dewasa dalam D I akan lebih menunjukkan keutamaan dalam hidupnya, sedang orang yang kurang dewasa dalam D I akan lebih cenderung menunjukkan dosa dalam hidupnya
16
DIAPOSISI II Dibangun atas dasar motivasi sadar dan tidak sadar serta terbuka pada nilai-nilai inkarnatoris (kombinasi antara nilai kodrati dan adikodrati)
17
D II mempunyai ciri khas:
Ada motivasi tidak sadar dan ada keterbukaan pada nilai-nilai adikodrati. Orang yang dewasa dalam D II menunjukkan kebaikan sejati dalam hidupnya (pemberian diri tanpa pamrih)
19
Orang yang kurang dewasa dalam D II akan lebih menunjukkan kebaikan palsu atau kebaikan semu dalam hidupnya
20
DiSPOSISI I dan II terdapat kesinambungan.
Kesinambungan tersebut menunjukkan taraf-taraf pribadi dari keadaan lebih dewasa ke taraf pribadi yang kurang dewasa.
21
Pribadi akan menjadi dewasa, bebas dan sadar bila terjadi sedikit kontradiksi atau inkonsistensi. Semakin banyak kontrandiksi, maka pribadi semakin kurang dewasa, kurang bebas dan kurang sadar.
22
Kurang dewasa dalam D I pada hakekatnya adalah disadari, maka berhubungan dengan dosa. Kurang dewasa dalam D II kebanyakan tidak disadari, maka berhubungan dengan kebaikan palsu. Pengertian konsisteni dan inkonsistensi ada empat macam.
23
Konsistensi Sosial (KS)
Konsistensi sosial terjadi bila kebutuhan psikologis sesuai dengan nilai- nilai hidup dan sikap pribadinya.
24
Contoh kebutuhan psikologis yang cocok dengan nilai hidup adalah mengejar prestasi. Mengejar prestasi adalah hal yang berguna bagi kemampuan seseorang dalam masyarakat. Konsistensi tersebut disebut sosial karena membuat pribadi mampu beradaptasi dengan baik dalam masyarakatnya.
25
Jadi, sikapnya sesuai dengan nilai-nilai hidup dan kebutuhan psikologisnya sehingga dirinya diterima baik oleh masyarakat. Dalam hidup rohani, sikap inilah yang disebut “kesaksian sejati”.
27
Konsisitensi psikologis (KP)
Konsistensi ini terjadi bila kebutuhan psikologis bawah sadar atau sadar sesuai dengan nilai-nilai, tetapi sikap hidupnya tidak sesuai.
28
Contoh konsistensi psikologis adalah ketika ada orang yang perilakunya agresif, namun sebetulnya hatinya baik. Secara tulus pribadinya terarah pada panggilan, namun sikap hidupnya tidak terarah. Hal itu dapat dikarenakan adanya pengaruh motivasi bawah sadar.
30
Inkonsistensi sosial (IS)
Inkonsistensi sosial terjadi apabila kebutuhan psikologis bawah sadar tidak sesuai dengan nilai- nilai dan tidak sesuai dengan perilakunya.
31
Hal tersebut nampak pada seorang yang mempunyai kebutuhan bawah sadar akan kehangatan, diam-diam akan cenderung mencari relasi yang memuaskan afeksinya. Apabila hal itu disadari motivasinya maka inskonsistensi ini menyangkut dosa pribadi karena sadar berbuat dosa.
33
Inkonsistensi psikologis (IP)
Terjadi bila kebutuhan psikologis bawah sadar bertentangan dengan nilai-nilai hidup, namun perilaku kelihatan baik.
34
Hal tersebut nampak pada pribadi yang nampaknya baik, tetapi diam-diam mencari pemenuhan kebutuhan psikologis yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dipeluk. Perbuatan dari luar nampak halus, terpuji dan bermutu namun hanya sarana untuk memenuhi kebutuhan psikologis untuk diterima dan dicintai.
35
Apabila melakukan kerasulan maka apa yang dilakukannya itu berpamrih tersembunyi agar mendapat penerimaan dan kasih sayang. Sikap ini disebut “kemunafikan”.
37
Konsistensi defensif (KD)
Konsistensi defensif terjadi apabila konsistensi psikologis, inkonsistensi sosial dan inkonsistensi psikologis salah satu atau ketiganya menjadi cara hidup seseorang.
38
Orang tersebut berada dalam keadaan defensif, hidup dalam kelemahan, senang dalam keadaaan berdosa dan munafik dalam hidupnya.
40
DiSPOSISI III Dibangun atas dasar motivasi sadar dan tidak sadar serta terbuka pada nilai-nilai kodrati
41
Orang yang dewasa dalam D III disebut sebagai orang normal, sedangkan orang yang kurang dewasa dalam D III adalah orang yang menunjukkan tanda-tanda kelainan jiwa
42
Berdasarkan data dan riset ilmiah serta pengalaman klinis menunjukkan bahwa D II paling memainkan peranan dalam penghayatan panggilan. Sebagai contoh, penilaian dalam D II merupakan petunjuk yang lebih dapat diandalkan mengenai kesetiaan seseorang dalam panggilan serta dalam internalisasi nilai-nilai panggilan.
43
Riset membuktikan bahwa krisis imam dan hidup membiara banyak disebabkan karena inkonsistensi bawah sadar tersebut. Banyak pribadi yang mengalami kesulitan karena adanya dorongan bawah sadar yang bertentangan dengan cita-cita panggilan yang telah diterimanya dengan sadar dan bebas.
44
Inkonsitensi bawah sadar tersebut cenderung mengakar walaupun telah melalui proses formasio. Inkonsistensi bawah sadar merintangi kemampuan mengiternalisasikan nilai-nilai panggilan sehingga mempengaruhi kemampuan bertindak atas dasar motivasi nilai-nilai panggilan.
45
Hal tersebut dapat menyebabkan rasa asing dan tidak kerasan dalam hidup panggilan, bahkan sampai keluar dari jalan panggilan.
46
Karena adanya inkonsistensi bawah sadar maka kerapuhan pribadi semakin subur oleh situasi intern (dalam gereja, seminari atau intitusi religius).
47
Biara yang tidak ketat dalam aturan dapat memberikan ruang bebas bagi setiap pribadi. Namun karena ada kerapuhan kebebasan itu disalahgunakan untuk memenuhi kebutuhan psikologis bawah sadarnya.
48
Ada pula kenyataan bahwa pribadi lebih mementingkan peranan prestasi, posisi penting dan popularitas dari pada pembatinan spritualitas ordo atau ajaran gereja.
49
Maka sebenarnya bukan selibat yang menjadi persoalan melainkan karena kerapuhan pribadi yang tidak terpecahkan.
50
Kehadiran inkonsistensi bawah sadar dapat diamati dalam banyak segi hidup misalnya: adanya kelemahan, ketidaksempurnaan dan keterbatasan diri dalam berbagai bentuk yang bukan dosa dan patologi.
51
Hal itu nampak dalam hidup bersama di mana meskipun semua berkehendak baik, namun sering terjadi konflik, saling mendiamkan, lebih mengutamakan kepentingan diri dari pada kehendak Allah, dan sulitnya penegasan bersama dalam komunitas.
52
Pergaulan yang defensif, persahabatan yang tergantung, khususnya dan terlalu eksklusif terhadap satu orang. Penafsiran peraturan seminari atau konstitusi tergantung disposisi psikologis seseorang sehingga ketulusan yang diambil juga terbelokkan
53
Dengan demikian jelas bahwa inkonsistensi bawah sadar yang muncul dalam D II memperlemah kemampuan untuk mempertimbangkan, mengambil keputusan dan bertindak.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.