Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Kajian Hukum Pidana bagi PPAT yang Bermasalah Hukum dalam Menjalankan Profesinya oleh Gandjar Laksmana Bonaprapta Anggota Bidang Studi Hukum Pidana FHUI/

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Kajian Hukum Pidana bagi PPAT yang Bermasalah Hukum dalam Menjalankan Profesinya oleh Gandjar Laksmana Bonaprapta Anggota Bidang Studi Hukum Pidana FHUI/"— Transcript presentasi:

1 Kajian Hukum Pidana bagi PPAT yang Bermasalah Hukum dalam Menjalankan Profesinya oleh Gandjar Laksmana Bonaprapta Anggota Bidang Studi Hukum Pidana FHUI/ Chairman CLEAR Disampaikan pada Diskusi Interaktif dengan tema Perlindungan Profesi PPAT dalam Menjalankan Jabatannya sesuai Peraturan yang diselenggarakan oleh IPPAT Pengda Kabupaten Bogor tanggal 19 Juli 2017 di Cibinong

2 Asas Legalitas dalam Hukum Pidana
Pasal 1 ayat (1) KUHP “Tiada perbuatan dapat dipidana kecuali atas suatu peraturan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya” Terkandung dalam asas Legalitas: Hukum pidana harus tertulis. Larangan berlaku surut. Larangan menggunakan analogi.

3 Subjek Tindak Pidana Manusia (natuurlijk person) a) Cara merumuskan
“Barangsiapa ….” “Setiap orang” (UU No. 12/2011) b) Hukuman : mati, penjara, kurungan (Ps 10 KUHP), hanya dapat dikenakan pada manusia c) Pertanggungjawaban pidana disandarkan pada kesalahan, yang hanya mungkin dimiliki oleh manusia (orang) Korporasi (rechtpersoon) a) R-KUHP, UU Hk. Pidana Khusus dan UU non H. Pidana, korporasi: - Badan Hukum - Bukan badan hukum UU TPE, UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU TPPU ,UU Pemberantasan TP Terorisme b) Badan Usaha (UU ITE No. 11/2008) c) Badan Publik (UU KIP No. 14/2008) 3

4 Asas Umum Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana dimintakan kepada seseorang karena perbuatannya (memenuhi unsur delik); Geen sraf zonder schuld (“tiada pidana tanpa kesalahan”) meskipun seseorang telah melakukan perbuatan yang melawan hukum; namun tanpa adanya kesalahan maka dia tidak dapat dipidana.

5 Asas Umum Pertanggungjawaban Pidana
Tidak tahu bukan alasan untuk menghindar dari tanggung jawab pidana; Teori fiksi: “Setiap orang dianggap tahu, seketika setelah suatu peraturan perundang-undangan diberlakukan”

6 Dapat dipersalahkan sehingga dapat dipertanggungjawabkan
3 syarat yang harus dipenuhi: Kemampuan bertanggungjawab; Ada hubungan psikis antara pelaku dan perbuatannya, dalam bentuk dolus atau culpa; Tidak ada dasar penghapus kesalahan. 6

7 Kemampuan Bertanggungjawab (toerekeningsvatbaarheid)
Dengan menggunakan penafsiran a-contrario dari MVT tentang tidak mampu bertanggungjawab; maka mampu bertanggungjawab artinya: - pelaku melakukan perbuatannya dengan bebas; tanpa paksaan; - pelaku menginsyafi bahwa perbuatannya melawan hukum dan ia mengerti akibat perbuatannya; Dalam praktik, setiap pelaku dianggap mampu bertanggungjawab, kecuali dapat dibuktikan bahwa pelaku sakit jiwa atau tidak sempurna pertumbuhan akalnya atau cacat dlm pertumbuhan jiwanya. 7

8 Sebagai “Pejabat Umum” sepatutnya memiliki konsekuensi adanya tindak pidana terkait jabatannya.
Meski UUPA tidak mengatur, Tidak berarti tidak terdapat tindak pidana jabatan. Tindak pidana terkait Jabatan mengacu pada ketentuan kejahatan jabatan secara umum di dalam KUHP (Bab XXVIII Ps ). Ancaman pidana ditambah sepertiga dalam hal kejahatan dilakukan dengan memakai kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang dimiliki karena jabatannya (pemberatan pidana).

9 Sebagai Pejabat Umum yang memiliki kewenangan, berpotensi adanya penyalahgunaan wewenang yang:
Menimbulkan kerugikan kepentingan umum. Menimbulkan kerugian materiil. Menimbulkan kerugian lain (?).

10 Sebagai Profesi, pelanggaran (etika) profesi diselesaikan oleh/melalui instrumen internal profesi (majelis kehormatan/etik) tetapi, pertanggungjawaban (etik) profesi tidak menghindarkan dari pertanggungjawaban hukum lainnya termasuk dan terutama pertanggungajawaban pidana. Ingat: norma hukum pidana bersifat istimewa!

11 Tindak Pidana lain yang berpotensi diancamkan kepada PPAT: TP Pemalsuan Surat, TP Pemalsuan Surat Otentik, TP Menggunakan Surat Palsu/Surat Otentik, TP Menyuruh Memasukkan Keterangan Palsu, TP Penipuan, TP Penggelapan, TP terkait kearsipan dan rahasia jabatan, terutama secara bersama-sama dan atau dengan deelneming (penyertaan).

12 Adakah perlindungan hukum?
Perlindungan hukum yang sama dengan semua warga negara. Tidak terdapat ketentuan pidana khusus. Berhak mendapat bantuan hukum. Mengoptimalkan peran Majelis Kehormatan dan atau organisasi profesi dalam kaitan dengan pembuktian unsur kesengajaan. R-KUHP mengatur jenis pemidanaan baru yang tidak menghalangi terpidana melakukan pekerjaannya.

13 Sekilas Kode Etik (PPAT)
Bagaimana kedudukan etik dalam hukum? Norma hukum pidana: larangan dan kewajiban. Ukurannya: benar-salah. Selama tidak ada larangan atau kewajiban, suatu perbuatan boleh dilakukan. Di mata hukum, etika bukanlah norma karena tidak memiliki konsekuensi hukum atas pelanggaran/pengabaiannya. Pengaturan sanksi dalam etik ‘sekedar’ demi menjaga kehormatan. Ukuran etik: baik-buruk. Maka: apa yang sudah diatur oleh hukum (pidana) tidak perlu diatur oleh etik.

14 Sekilas Kode Etik PPAT PPAT adalah pejabat umum (Ps. 1 angka 3).
Kedudukan sebagai pejabat umum menegaskan bahwa segala tindak pidana terkait jabatan dapat diancamkan kepadanya. Kode Etik berlaku dalam rangka melaksanakan tugas jabatan atupun dalam kehidupan sehari-hari (Ps. 2). Hukum memisahkan tanggungjawab profesi dan tanggungjawab pribadi. PPAT wajib berbahasa Indonesia secara baik dan benar (Ps. 3 huruf c). Bahkan Kode Etik PPAT tidak menggunakan bahasa Indonesia yang benar dan baik!

15 Sekilas Kode Etik PPAT PPAT wajib memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat yang memerlukan jasanya… (Ps. 3 huruf h). PPAT wajib memberikan jasanya kepada anggota masyarakat yang tidak atau kurang mampu secara cuma-cuma (Ps. 3 huruf i). Tidak termasuk pelanggaran adalah pengiriman kartu pribadi dari anggota perkumpulan IPPAT yang berisi ucapan selamat… {Ps. 5 huruf a (hal-hal yang dikecualikan)}. Bandingkan dengan ketentuan Ps. 12B atau 13 UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001.

16 Pasal 12B ayat (1): Setiap gratifikasi Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara Dianggap pemberian suap Apabila berhubungan dengan jabatan Dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

17 Pasal 13 Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya; atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.

18 Gandjar Laksmana Bonaprapta
Sekian... Mohan maaf dan Terima kasih Gandjar Laksmana Bonaprapta @gandjar_bondan


Download ppt "Kajian Hukum Pidana bagi PPAT yang Bermasalah Hukum dalam Menjalankan Profesinya oleh Gandjar Laksmana Bonaprapta Anggota Bidang Studi Hukum Pidana FHUI/"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google