Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehAgus Gunawan Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
ANTROPOLOGI HUKUM Windy Sri Wahyuni, SH., MH
2
PENGERTIAN Istilah antropologi berasal dari bahasa Yunani yaitu antropos yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Jadi antropologi adalah ilmu yang tentang manusia. Menurut Hilman Hadikusumah, antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia, baik dari segi hayati maupun dari segi budaya. Sasaran pokok dari antropologi adalah manusia, baru kemudian perilaku budayanya.
3
PENGERTIAN Antropologi melihat hukum hanya sebagai aspek dari kebudayaan, yaitu suatu aspek yang digunakan oleh kekuasaan masyarakat yang teratur dalam mengatur perilaku dan masyarakat, agar tidak terjadi penyimpangan dan penyimpangan yang terjadi dari norma-norma sosial yang ditentukan dapat diperbaiki. Antropologi hukum merupakan cabang ilmu pengetahua hukum yang mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya, baik pada masyarakat yang sederhana maupun pada masyarakat yang mengalami modernisasi. Batasan ini dikemukakan oleh Paul Bohanan. Menurut J.B. Daliyo dkk, antropologi hukum adalah antropologi yang mempelajari hukum sebagai salah satu aspek kebudayaan. Kemudian Hilman Hadikusuma memberikan pendapat mengenai antropologi hukum sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia dengan kebudayaan yang khusus di bidang hukum.
4
Antropologi Hukum Antropologi, adalah studi ilmu yg mempelajari tentang manusia dari Aspek Budaya, Perilaku, Nilai, Keanekaragaman dan lainnya Antropologi Hukum, adalah ilmu yg mempelajari manusia dengan kebudayaan, yg khusus di bidang Hukum Antropologi Hukum: ilmu tentang Manusia dalam kaitannya dengan Kaidah-kaidah sosial yg bersifat Hukum
5
ANTROPOLOGI HUKUM Antropologi Hukum, sebagai ilmu pengetahuan yg merupakan spesialisasi dari Antropologi Budaya. Sebagai ilmu Pengetahuan memiliki 4 (empat) hal ; adanya, Objek, Metode, Sistem dan Universal Antropologi Hukum, adalah Ilmu pengetahuan (logos) tentang Manusia (antropos) yg berhubungan dengan Hukum Manusia, adalah manusia yg hidup bermasyrakat, masyarakat yg masih sederhana budayanya (primitif) dan yg sudah Maju (modern) Budaya adalah Budaya Hukum, yaitu segala bentuk perilaku budaya manusia yg mempengaruhi Masalah Hukum
6
Pengertian Budaya Menurut Hegel (Abad 19)
Budaya sebagai keterasingan manusia dengan dirinya sendiri. Dalam berbudaya manusia tidak menerima begitu saja apa yang disediakan oleh alam; dirubah dan dikembangkan; mendorong kemajuan budaya Menurut Van Peursen Manusia dengan mengembangkan alam, ia memasukkan dirinya kedalam dirinya sendiri; manusia menjadi mampu berbuat ketegangan dengan alam; dari ketegangan itu meletupkan api kebudayaan
7
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan dalam Perspektif Islam Pola hubungan manusia dengan Khaliq (ibadah) dan antar sesama manusia (muamalah) memberi warna pada kebudayaan. Pola tingkah laku manusia yang bersumber dari kebudayaan aadalah bercorak tingkah laku dalam upaya mendapatkan ridha Allah SWT.
8
ANTROPOLOGI HUKUM Masalah Hukum, tidaklah hanya pada masalah Hukum yang Normatif (dalam Perundangan) dan masalah hukum yang merupakan Pola perilaku yg sering terjadi ( Hukum Adat ). Tetapi juga masalah Budaya terhadap suatu masalah Hukum, dikarenakan adanya Faktor Budaya yg mempengaruhinya. Faktor-faktor Budaya yg melatarbelakangi Masalah Hukum ; misalnya, Cara-cara menyelesaikan Masalah Perselisihan dikalangan Orang Batak, tidak sama dengan orang Minang, Jawa, Bali, Maluku dan lainya Cara-cara tersebut menjai Objek perhatian Antrop Hukum
10
Manfaat Antropologi Hukum
secara teoritis dapat mengetahui pengertian-pengertian hukum yang berlaku dalam masyarakat sederhana & modern. dapat mengetahui bagaimana masyarakat bisa mempertahankan nilai-nilai dasar yang dimiliki sekaligus mengetahui bagaimana masyarakat bisa melakukan perubahan-perubahan terhadap nilai-nilai dasar tersebut. dapat mengetahui perbedaan pendapat / pandangan masyarakat atas sesuatu yang seharusnya mereka lakukan. dapat mengetahui suku bangsa / masyarakat mana yang masih kuat / fanatik mempertahankan keberlakuan nilai-nilai budaya mereka. dapat mengetahui suku bangsa / masyarakat mana yang memiliki norma-norma perilaku hukum yang sudah tinggi dan mana yang belum tinggi.
11
Sifat Keilmuan Antropologi Hukum tidak membatasi pandangan pada kebudayaan tertentu ( studi perbandingan ) Antroplogi Hukum , mempelajari masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang utuh, dimana bagian- bagiannya saling bertautan Antropologi Hukum Modern tidak memusatkan perhatian hanya pada kekuatan sosial dan hal superorganis Antropologi Hukum memandang masyarkat secara Dinamis, sehingga peranan sosial dan Hukum tidak terbatas mempertahankan Status quo Antropologi Hukum termasuk ilmu Hukum yang empiris
12
Empiris yakni lebih menitikberatkan pada kenyataan- kenyataan hukum yang nampak dalam situasi atau peristiwa hukum (Law in Action) tidak hukum dalam peraturan perundangan (Law in Book). Konsekuensi: Teorinya harus didukung oleh fakta yang relevan atau setidaknya terwakili secara representatif.
17
Ilmu hukum, terdiri dari :
1. Normwissenschaften, yaitu yang menyoroti hukum dari sudut normatif, dan 2. Tatsanchenwissenschaften, yang menelaah hukum sebagai perikelakuan yang merupakan kenyataan dalam masyarakat. Namun pada kenyataannya, banyak perilaku masyarakat yang kadang tidak sesuai dengan norma hukum. sehingga dapat disebut sebagai perilaku menyimpang. Antropologi merupakan salah satu ilmu bantu hukum yang menyoroti hukum dari aspek perilaku masyarakat. Antropologi Hukum mempelajari mengenai tatanan normatif, yaitu azas hukum dan kaedah hukum. Azas hukum merupakan nilai dan nilai merupakan merupakan inti dari kebudayaan yang menjadi tinjauan utama dari antropologi.
18
Harus disadari bahwa hukum lahir dan berkembang dari sebuah kebudayaan, sehingga akan menjadi logis bahwa tidak ada hukum yang seragam, karena tidak ada kebudayaan yang bersifat seragam. Hukum yang berlaku bagi masyarakat suatu suku tentu akan berbeda dengan masyarakat dalam suku yang lain dan untuk Negara yang seluas dan sebesar Indonesia, tentu apabila diberlakukan hukum secara seragam terhadap masyarakat yang memiliki beragam kebudayaan bisa menimbulkan masalah keadilan. Dalam perspektif Antropologi hukum, hukum lahir dari kebudayaan, melihat hal tersebut, menyadarkan kepada kita bahwa peran Antropologi hukum adalah perspektif untuk melihat berbagai macam corak hukum, yang lahir dan berkembang pula dari berbagai corak dan ragam kebudayaan. Antropologi hukum merupakan realitas atau kenyataan atas kehidupan hukum yang sesungguhnya berjalan dan hidup di masyarakat.
19
Arena Kajian Antropologi Hukum
Kajian Antropologi Hukum adalah menggali norma dan nilai-nilai dalam masyarakat. Arena Antropologi Hukum mempelajari manusia dan budaya hukum, karenanya kaidah sosial yang tidak bersifat hukum bukanlah sasaran pokok penelitian Antropologi Hukum. Norma / kaidah menurut Antropologi Hukum pola ulangan perilaku dalam masyarakat. Norma / Kaidah adalah nilai dasar yang ada dalam masyarakat yang dapat mengukur perilaku manusia agar dapat menilai mana perbuatan benar dan mana yang tidak benar. Norma memiliki aspek hukum ketika aparat menjatuhkan sanksi karena ada perbuatan yang menyimpang atau melanggar hukum. Sanksi bersifat positif seperti dengan membayar denda atau kerja sosial, dan sanksi bersifat negatif seperti hukuman badan atau dikucilkan. Hukum muncul dari peradaban manusia, dimana ada 2 orang atau lebih di situ ada hukum.
20
Ruang Lingkup Antropologi Hukum
Sekitar tahun 1940 muncul karya-karya tulis yang pada umumnya merupakan analisis terhadap perkara-perkara perselisihan (Trouble Cases) dalam berbagai masyarakat sederhana sebagaimana dilakukan oleh Llewellyn dan Hobel. Sejak tahun 1954 mulai terbit karya-karya tulis yang menggunakan metode khusus Hobel, Smith, Roberts dan Howell dll. Sasaran penelitian atau pengkajian Antropologi Hukum itu luas dan menyeluruh, atau sebagaimana dikatakan T.O Ihromi,…. Dapat saja dikemukakan bahwa Antropologi Hukum sebagai suatu cabang spesialisasi dari Antropologi Budaya yang secara khusus menyoroti segi kebudayaan manusia yang berkaitan dengan hukum sebagai alat pengendalian sosial, hal mana akan mempunyai makna ,hukum dipandang secara integrasi dalam kebudayaan ,di mana hukum tidak terpisah dari kategori pengendalian sosial lainnya dan hukum ditekuni adalah hukum dalam aneka jenis masyarakat.
21
Ruang Lingkup Antropologi Hukum
Ruang Lingkup Antropologi Hukum adalah suatu spesialisasi dari Antropologi Budaya, Antropologi Sosial, dan Kebudayaan Hukum yang menyangkut Aspek – aspek Hukum. Laura Nader dalam bukunya “The Anthropological Study of Law“ (1965), mengemukakan masalah pokok yang merupakan ruang lingkup Antropologi Hukum sebagai berikut: Apakah dalam setiap masyarakat terdapat Hukum dan bagaimana karateristik Hukum yg Universal? Bagaimana Hubungan antara Hukum dengan aspek kebudayaan dan organisasi sosial? Apakah mungkin diadakan Tipologi Hukum tertentu sedangkan variasi karakteristik hukum terbatas? Apakah Tipologi Hukum berguna untuk menelaah hubungan antara Hukum dengan Aspek Budaya dan organisasi sosial, dan Mengapa Hukum itu berubah, setrta bagaimana cara mendeskripsikan Sistem-sistem Hukum?
22
RUANG LINGKUP KAJIAN ANTROPOLOGI HUKUM
Objek Kajian Antropologi Hukum: Manusia dengan Kebudayaannya Manusia dengan Hukum dan Tatanan Kehidupannya
23
Ruang Lingkup Manusia dengan Kebudayaannya
Sejarah manusia dan kemanusiaan Manusia sebagai individu Manusia sebagai makhluk sosial Manusia dalam kehidupan berkeluarga Manusia dalam kehidupan bermasyarakat Manusia dan sistem nilai yang berlaku Manusia dalam perkembangan pola pikir dan pola kehidupannya.
24
Ruang Lingkup Kajian Manusia dengan Hukum
Sistem berpikir pada manusia Sistem nilai yang tumbuh dan dianut manusia Pembentukan kebudayaan normatif Keluarga dan hukum yang ditimbulkannya Hukum-hukum dalam kemasyarakatan Internalisasi hukum dalam kehidupan manusia yang berbudaya Perubahan sistem nilai dan norma sosial Keseimbangan antara kehendak manusia dan lingungan geografinya Kebudayaan pencetus hukum yang legal dan formal
25
SEJARAH ANTROPOLOGI HUKUM
Awal pemikiran antropologis tentang hukum dimulai dengan studi-studi yang dilakukan oleh kalangan ahli antropologi dan bukan dari kalangan sarjana hukum. Awal kelahiran antropologi hukum biasanya dikaitkan dengan karya klasik Sir Henry Maine yang bertajuk The Ancient Law yang diterbitkan pertama kali pada tahun Ia dipandang sebagai peletak dasar studi antropologis tentang hukum melalui introduksi teori evolusionistik (the evolusionistic theory) mengenai masyarakat dan hukum, yang secara ringkas menyatakan: hukum berkembang seiring dan sejalan dengan perkembangan masyarakat, dari masyarakat yang sederhana (primitive), tradisional, dan kesukuan (tribal) ke masyarakat yang kompleks dan modern, dan hukum yang inherent dengan masyarakat semula menekankan pada status kemudian wujudnya berkembang ke bentuk kontrak (Nader, 1965; Roberts, 1979; Krygier, 1980; Snyder, 1981).
26
Lanjutan Sejarah Tema kajian pada fase awal studi-studi teoritis mengenai hukum dengan pendekatan antropologis lebih difokuskan pada fenomena hukum dalam masyarakat bersahaja (primitive), tradisional (traditional), dan kesukuan (tribal) dalam skala evolusi bentuk-bentuk organisasi sosial dan hukum yang mengiringi perkembangan masyarakat manusia. Sedangkan, metode kajian yang digunakan untuk memahami fenomena hukum dalam masyarakat adalah apa yang dikenal sebagai armchair methodology, yaitu metodologi untuk memahami hukum dalam perkembangan masyarakat melalui kajian-kajian yang dilakukan di belakang meja, sambil duduk di kursi empuk, dalam ruangan yang nyaman, dengan membaca dan menganalisis sebanyak mungkin documentary data yang bersumber dari catatan-catatan perjalanan para petualang atau pelancong, dari laporan-laporan berkala dan dokumen resmi para missionaris, pegawai sipil maupun para serdadu pemerintah kolonial dari daerah-daerah jajahannya (F. von Benda-Beckmann, 1989).
27
Lanjutan Sejarah Pada awal abad ke-20 metode kajian hukum dari belakang meja mulai ditinggalkan, dan mulai memasuki perkembangan metode studi lapangan (fieldwork methodology) dalam studi-studi antropologis tentang hukum. Karya Barton, misalnya, yang berjudul Ifugao Law yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1919 merupakan hasil dari fieldwork yang intensif dalam masyarakat suku Ifugao di Pulau Luzon Philipina. Kemudian, muncul karya Malinowski berjudul Crime and Custom in Savage Society yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1926 adalah hasil studi lapangan yang komprehensif dalam masyarakat suku Trobrian di kawasan Lautan Pasific, dan seterusnya sampai sekarang metode fieldwork menjadi metode khas dalam studi-studi antropologi hukum.
28
Lanjutan Sejarah Tema-tema kajian yang dominan pada fase awal perkembangan antropologi hukum berkisar pada pertanyaan-pertanyaan : apakah hukum itu ? apakah ada hukum dalam masyarakat yang bersahaja, tradisional, dan kesukuan ?; bagaimanakah hukum berujud dan beroperasi dalam kehidupan masyarakat ? Pada dekade tahun 1940-an sampai 1950-an tema-tema kajian antropologi hukum mulai bergeser ke mekanisme-mekanisme penyelesaian sengketa dalam masyarakat sederhana. Karya klasik dari Llewellyn dan Hoebel bertajuk The Cheyenne Way (1941) merupakan hasil studi lapangan kolaborasi dari seorang sarjana hukum dengan ahli antropologi dalam masyarakat suku Cheyenne (suku Indian) di Amerika Serikat.
29
Lanjutan Sejarah Kemudian, Hoebel mempublikasikan The Law of Primitive Man (1954), disusul dengan karya Gluckman mengenai hukum orang Barotse dan Lozi di Afrika, karya Bohannan mengenai hukum orang Tiv, karya Gulliver mengenai hukum orang Arusha dan Ndendeuli. Karya Fallers mengenai hukum dalam masyarakat suku Soga, dan karya Pospisil tentang hukum orang Kapauku di Papua. Fase perkembangan tema studi antropologi hukum ke arah mekanisme-mekanisme peneyelesaian sengketa seperti disebutkan di atas disebut oleh F. von Benda-Beckmann (1989) sebagai fase the anthropology of dispute settlements. Pada dekade tahun 1960-an tema studi-studi antropologi lebih memberi perhatian pada fenomena kemajemukan hukum atau pluralisme hukum. Tema pluralisme hukum pertama-tama difokuskan pada kemajemukan cara-cara penyelesaian melalui mekanisme tradisional, tetapi kemudian diarahkan kepada mekanisme dan institusi penyelesaian sengketa menurut hukum pemerintah kolonial dan pemerintah negara-negara yang sudah merdeka. Karya Bohannan, Gluckman, dan Gulliver misalnya, tidak secara sistematis memberi perhatian pada eksistensi mekanisme dan institusi penyelesaian sengketa menurut hukum kolonial dan hukum negara-negara sedang berkembang.
30
Lanjutan Sejarah Sejak tahun 1970-an tema studi-studi antropologi hukum secara sistematis difokuskan pada hubungan antar institusi-institusi penyelesaian sengketa secara tradisional, neo-tradisional, dan menurut institusi hukum negara. Karya Nader dan Todd (1978) misalnya, memfokuskan kajiannya pada proses, mekanisme, dan institusi-institusi penyelesaian sengketa di komunitas masyarakat tradisional dan modern di beberapa negara di dunia, melalui Berkeley Village Law Projects, menjadi karya yang memperlihatkan kecenderungan baru dari topik-topik studi antropologi hukum. Publikasi lain yang perlu dicatat adalah mekanisme penyelesaian sengketa di kalangan orang Togo di Afrika karya van Rouveroy van Nieuwaal, kemudian karya F. von Benda-Beckmann (1979) dan K. von Benda-Beckmann (1984) yang memberi pemahaman tentang penyelesaian sengketa harta warisan di kalangan orang Minangkabau menurut pengadilan adat dan di pengadilan negeri di Sumatera Barat.
31
Lanjutan Sejarah Fase selanjutnya studi pluralisme mekanisme penyelesaian sengketa mulai ditinggalkan, dan mulai diarahkan kepada studi-studi pluralisme hukum di luar penyelesaian sengketa. Karya Sally F. Moore (1978) misalnya, mengenai kemajemukan hukum agraris dalam kehidupan suku Kilimanjaro di Afrika, dan mekanisme dalam proses produksi pabrik garment terkenal di Amerika dapat dicatat sebagai perkembangan baru studi pluralisme hukum. Kemudian, studi-studi pluralisme hukum mulai difokuskan pada mekanisme jaminan sosial (social security), pasar dan perdagangan, mekanisme irigasi pertanian, institusi koperasi dan perkreditan di daerah pedesaan di negara-negara sedang berkembang. Studi-studi ini dikembangkan oleh Agrarian Law Department Wageningen Agriculture University. Fase perkembangan tema pluralisme hukum yang menyoroti topik-topik penyelesaian sengketa maupun non penyelesaian sengketa, interaksi antara hukum negara, hukum rakyat, atau dengan hukum agama disebut oleh F. von Benda-Beckmann (1989) sebagai fase the anthropology of legal pluralism. Kecenderungan yang berkembang sejak tahun 1970-an adalah penggunaan pendekatan sejarah dalam studi-studi antropologi hukum. Studi yang dilakukan Moore (1986), Snyder (1981), F. von Benda-Beckmann (1979), K. von Benda-Beckmann (1984) misalnya, secara eksplisit menggunakan kombinasi dimensi sejarah untuk menjelaskan interaksi institusi hukum negara (state law) dengan hukum rakyat (folk law) dalam kajian pluralisme hukum penyelesaian sengketa
32
Aliran Evolusionisme Ciri-cirinya:
Mempunyai perspektif yang sama yaitu mengenai perubahan secaraperlahan-lahan. Holistik, hukum dilihat kaitannya dengan aspek kebudayaannya yanglain. Tinjauannya bersifat komparatif Tinjauan bersifat universal, hasil kajian berlaku universal
33
Tema kajian pada fase awal studi-studi teoritis mengenai hukum dengan pendekatan antropologis lebih difokuskan pada fenomena hukumdalam masyarakat bersahaja (primitive), tradisional (traditional), dankesukuan (tribal) dalam skala evolusi bentuk-bentuk organisasi sosial danhukum yang mengiringi perkembangan masyarakat manusia.Sedangkan, metode kajian yang digunakan untuk memahamifenomena hukum dalam masyarakat adalah apa yang dikenal sebagaiarmchair methodology, yaitu metodologi untuk memahami hukum dalamperkembangan masyarakat melalui kajian-kajian yang dilakukan di belakang meja, sambil duduk di kursi empuk, dalam ruangan yang nyaman, denganmembaca dan menganalisis sebanyak mungkin documentary data yangbersumber dari catatan-catatan perjalanan para petualang atau pelancong,dari laporan-laporan berkala dan dokumen resmi para missionaris, pegawaisipil maupun para serdadu pemerintah kolonial dari daerah-daerah jajahannya (F. von Benda-Beckmann, 1989).Pada awal abad ke-20 metode kajian hukum dari belakang meja mulaiditinggalkan, dan mulai memasuki perkembangan metode studi lapangan(fieldwork methodology) dalam studi-studi antropologis tentang hukum.Karya Barton, misalnya, yang berjudul Ifugao Law yang dipublikasikanpertama kali pada tahun 1919 merupakan hasil dari fieldwork yang intensif dalam masyarakat suku Ifugao di Pulau Luzon Philipina.Kemudian, muncul karya Malinowski berjudul Crime and Custom inSavage Society yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1926 adalahhasil studi lapangan yang komprehensif dalam masyarakat suku Trobrian dikawasan Lautan Pasific, dan seterusnya sampai sekarang metode fieldwork menjadi metode khas dalam studi-studi antropologi hukum.
34
Aliran Fungsionalisme
Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap pemikiran kaum evolusionis.`Dasar pemikirannya adalah masyarakat di analisa sebagai bagian-bagian yang terpisah satu sama lain saling tergantung berdasarkan fungsinya,contohnya adalah hukum dalam masyarakat. Teorinya tidak lagi bersifat Universal, tetapi mengenai masyarakat atausuku bangsa atau desa tunggal. Metodenya mulai turun ke lapangan dan membuat deskripsi atau eksplanasi.
35
Selanjutnya pemahaman fungsionalistis tentang masyarakat dankebudayaan itu harus dituangkan dalam bentuk etnografi.Menurut Radcliffe Brown, Fungsionalisme Brown ini merupakan perkembangan dari teori Fungsional Durkheim. Fungsi dari setiap kegiatanselalu berulang, seperti penghukuman kejahatan, atau upacara penguburan,adalah merupakan bagian yang dimainkannya dalam kehidupan socialsebagai keseluruhan dan, karena itu, merupakan sumbangan yang diberikanbagi pemelihara kelangsungan structural.
36
Menurut Bronislaw Malinowski Secara garis besar Malinowski merintisbentuk kerangka teori untuk menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia,yang disebutnya sutu teori fungsional tentang kebudayaan atau “a functional theory of Culuture”. Dan melalui teori ini banyak antropolog yang sering menggunakan teori tersebut sebagai landasan teoritis hingga dekade tahun1990-an, bahkan dikalangan mahasiswa menggunakan teori ini untuk menganalisis data penelitian untuk keperluan skripsi dan sebagainya.
37
Ia berpendapat bahwa pada dasarnya kebutuhan manusia sama, baik itu kebutuhan yang bersifat biologis maupun yang bersifat psikologis dankebudayaan pada pokoknya memenuhi kebutuhan tersebut. Semisalkebutuhan sex biologis manusia yang dasarnya merupakan kebutuhan pokok,tetapi tidak serta merta dilakukan atau dipenuhi secara sembarangan. Kondisipemenuhan kebutuhan tak terlepas dari sebuah proses dinamika perubahanke arah konstruksi nilai-nilai yang disepakati bersama dalam sebuahmasyarakat (dan bahkan proses yang dimaksud akan terus bereproduksi) dandampak dari nilai tersebut pada akhirnya membentuk tindakan-tindakan yangterlembagakan dan dimaknai sendiri oleh masyarakat bersangkutan yangpada akhirnya memunculkan tradisi upacara perkawinan, tata cara dan lainsebagainya yang terlembaga untuk memenuhi kebutuhan biologis manusiatersebut. Hal inilah yang kemudian menguatkan tese dari Malinowski yangsangat menekankan konsep fungsi dalam melihat kebudayaan. Ada tigatingkatan oleh Malinowski yang harus terekayasa dalam kebudayaan yakni, Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhanakan pangan dan prokreasi Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, sepertikebutuhan akan hukum dan pendidikan. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan integratif, seperti agama dankesenian.
38
METODE PENELITIAN ANTROPOLOGI HUKUM
Metode Ideologis, metode ini dilakukan dengan mempelajari kaidah-kaidah hukum yang ideal (norma ideal) yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Penelitian ini memperoleh prinsip-prinsip hukum dalam kehidupan masyarakat. Metode Deskriptif, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana hukum dalam kenyataannya dapat diterima dalam kehidupan masyarakat. Study Kasus, biasanya mempelajari kasus-kasus perselisihan kelompok masyarakat, latar belakang kultur yg menyebabkannya & rencana solusi penyelesaiannya.
39
METODE PENDEKATAN DALAM ANTROPOLOGI HUKUM
Metode Historis mempelajari perilaku manusia & budaya hukumnya dengan kacamata sejarah. Perkembangan karakteristik budaya merupakan awal budaya masyarakat. Budaya hukum yaitu ide, gagasan, harapan masyarakat terhadap hukum. Metode Deskriptif Prilaku menggambarkan perilaku manusia & budaya hukumnya termasuk melukiskan / menggambarkan perilaku nyata jika mereka sedang berselisih / bersengketa. (melihat sistem hukum mana yg digunakan (hukum adat atau hukum Negara). Metode Study Kasus mempelajari kasus-kasus hukum & penyelesaiaannya yang berkembang dalam masyarakat. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan merupakan alternatif terakhir.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.