Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Candi di Jawa Timur (III) Candi Panataran

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Candi di Jawa Timur (III) Candi Panataran"— Transcript presentasi:

1 Candi di Jawa Timur (III) Candi Panataran
Candi Panataran terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, sekitar 12 km ke arah utara dari Kota Blitar, tepatnya di Desa Panataran, Kecamatan Ngleggok, Kotamadya Blitar. Candi ini merupakan sekumpulan bangunan kuno yang  berjajar dari barat-laut ke timur kemudian berlanjut ke tenggara, menempati lahan seluas m2. Gugus Candi Panataran ditemukan kembali pada tahun 1815 oleh Sir Thomas Stamford Raffles ( ), Letnan Gubernur Jenderal pemerintah kolonial Inggris yang berkuasa di Nusantara pada waktu itu. Bersama Dr. Horsfield seorang ahli ilmu alam, Raffles mengadakan kunjungan ke Candi Panataran. Setelah diketemukan kembali oleh Raffles, para peneliti mulai berdatangan untuk melakukan penyelidikan dan pencatatan benda purbakala di kawasan Panataran. Pada tahun 1867, Andre de la Porte bersama J. Knebel juga mengadakan penelitian terhadap kawasan Candi Panataran. Hasil penelitiannya diterbitkan pada tahun 1900 dengan judul “De ruines van Panataran”. Berdasarkan tulisan pada sebuah batu yang terletak sisi selatan bangunan utamanya, diduga bahwa Candi Palah dibangun pada awal abad 12 M, atas perintah Raja Srengga dari Kediri. Walaupun demikian, Candi Panataran terus mengalami pengembangan dan perbaikan sampai dengan, bahkan sesudah, masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Dugaan ini didasarkan pada berbagai angka tahun yang tertulis pada berbagai tempat di candi ini yang berkisar antara tahun 1197 sampai tahun 1454 M. Seluruh areal Panataran, kecuali halaman yang berada di bagian tenggara, terbagi oleh dua jalur dinding yang melintang dari utara ke selatan menjadi tiga bagian. Candi Plumbangan Candi Plumbangan terletak di Desa Plumbangan, Kecamatan Doko, Kesamben, Blitar. Letaknya agak jauh dari jalan raya Malang-Blitar, di tengah perumahan. Tidak banyak informasi yang didapat mengenai bangunan kuno ini, kecuali bahwa pembangunannya dilakukan pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit. Bangunan yang seluruhnya terbuat dari batu andesit ini berbentuk gapura paduraksa (gapura beratap), mirip dengan bentuk Candi Bajang Ratu di Trowulan. Menilik bentuknya, ada dugaan bahwa Gapura Plumbangan merupakan candi ruwatan sebagaimana halnya Candi Bajang Ratu. Bentuk gapura melambangkan suatu ‘pelepasan’ atau sebagai gunung yang, menurut kepercayaan Syiwais, merupakan tempat tinggal dewa. Namun fungsi bangunan berbentuk gapura paduraksa itu sendiri masih menjadi bahan perdebatan, karena ada sebagian ahli yang berpendapat bahwa gapura merupakan tanda batas suatu wilayah atau kompleks bangunan tertentu. Sekitar 6 m dari gapura ke arah tenggara, terdapat sebuah prasasti yang disebut Prasasti Plumbangan. Prasasti ini telah dibuatkan tatakan dari semen dan diberi atap seng. Tidak diketahui apakah letaknya semula memang di tempat tersebut. Tulisan yang terpahat pada prasasti sangat tipis, nyaris tak terbaca. Tidak didapat informasi mengenai isi prasasti tersebut. Candi Rimbi Candi Rimbi terletak di kaki Gunung Anjasmoro, tepatnya di tepi jalan raya di sebelah tenggara Kecamatan Mojowarno, Jombang, Jawa Timur. Areal yang ditempati Candi Rimbi relatif sempit, dikelilingi oleh lahan pertanian penduduk. Reruntuhan bangunan candi ditemukan kembali pada akhir abad 19 oleh Alfred Wallace, dalam perjalanannya ke Wonosalam untuk mengumpulkan contoh-contoh tumbuhan. Candi Rimbi merupakan candi Syiwa, terlihat dari relief yang berisi ajaran Tantri yang terpahat di kaki candi. Diduga candi ini dibangun pada pertengahan abad ke-14, sebagai penghormatan kepada Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani yang memerintah Majapahit pada tahun Dugaan ini didasarkan pada ditemukannya dua buah arca Dewi Parwati, yang diperkirakan merupakan pencerminan Dewi Tribhuwana. Kedua arca tersebut saat ini tersimpan di Museum Trowulan dan Museum Nasional. Candi Sadon Candi Sadon terletak di Dusun Sadon, Desa Cepoko, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur, tepatnya di sebelah jalan raya Magetan - Panekan. Walaupun nama candi tersebut adalah Candi Sadon, sesuai dengan nama dusun tempatnya berada, namun masyarakat setempat lebih mengenalnya dengan nama Candi Reog, karena di reruntuhan Candi Sadon terdapat Kalamakara, arca raksasa Kala yang wajahnya mirip dengan kepala harimau pada ‘dhadhakmerak’. Dhadhakmerak adalah topeng kepala harimau dengan hiasan susunan bulumerak di sekelilingnya. Topeng ini merupakan atribut tokoh Singabarong dalam kesenian reog. Topeng dhadakmerak yang berat keseluruhannya antara kg tersebut biasanya dikenakan oleh penari Singabarong. Tidak banyak informasi yang didapat mengenai Candi Reog, walaupun bangunan kuno ini telah ditetapkan sebagai situs suaka purbakala. Konon candi ini merupakan peninggalan Raja Airlangga, namun tidak diketahui kapan tepatnya dan untuk apa candi tersebut dibangun. Upaya pemugaran terhadap candi ini tampaknya belum pernah dilakukan, melihat kondisinya yang tinggal berupa kumpulan batu reruntuhan. Candi Sawentar Candi Sawentar terletak di Dukuh Kanigoro, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, tepatnya di sebelah timur Kota Blitar. Letak candi lebih rendah dari permukaan tanah di sekelilingnya. Untuk waktu yang cukup lama candi ini tertimbun dalam tanah dan baru digali kembali pada tahun 1915 sampai  Candi yang berdenah dasar persegi dengan luas 9,53 X 6,86 m, ini sangat mirip dengan Candi Kidal. Tubuh candi berdiri di atas batur seluas 7 X 7 m2, dengan tinggi sekitar 1,5 m. Tinggi candi sampai ke puncaknya mencapai 10,65 m. Tubuh candi lebih kecil ukurannya dibandingkan dengan kakinya, sehingga terbentuk selasar sempit di sekelilingnya. Pintu candi terletak di sisi barat, diapit oleh relung kecil di kiri dan kanannya. Candi Singasari Candi Singasari terletak di Desa Candi Renggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, kurang lebih 9 km dari kota Malang ke arah Surabaya. Candi ini juga dikenal dengan nama Candi Cungkup atau Candi Menara, nama yang menunjukkan bahwa Candi Singasari adalah candi yang tertinggi pada masanya, setidaknya dibandingkan dengan candi lain di sekelilingnya. Akan tetapi, saat ini di kawasan Singasari hanya Candi Singasari yang masih tersisa, sedangkan candi lainnya telah lenyap tak berbekas. Kapan tepatnya Candi Singasari didirikan masih belum diketahui, namun para ahli purbakala memperkirakan candi ini dibangun sekitar tahun 1300 M, sebagai persembahan untuk menghormati Raja Kertanegara dari Singasari. Setidaknya ada dua candi di Jawa Timur yang dibangun untuk menghormati Raja Kertanegara, yaitu Candi Jawi dan Candi Singasari. Sebagaimana halnya Candi Jawi, Candi Singasari juga merupakan candi Syiwa. Hal ini terlihat dari adanya beberapa arca Syiwa di halaman candi. Candi Surawana Candi Surawana terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, sekitar 25 km arah timur laut dari Kota Kediri. Candi yang nama sesungguhnya adalah Wishnubhawanapura ini diperkirakan dibangun pada abad 14 untuk memuliakan Bhre Wengker, seorang raja dari Kerajaan Wengker yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Raja Wengker ini mangkat pada tahun 1388 M. Dalam Negarakertagama diceritakan bahwa pada tahun 1361 Raja Hayam Wuruk dari Majapahit pernah berkunjung bahkan menginap di Candi Surawana. Ukuran Candi Surawana tidak terlalu besar, hanya 8 X 8 m2. Candi yang seluruhnya dibangun menggunakan batu andesit ini merupakan candi Syiwa. Saat ini seluruh tubuh dan atap candi telah hancur tak bersisa. Hanya kaki candi setinggi sekitar 3 m yang masih tegak di tempatnya. Untuk naik ke selasar di atas kaki candi terdapat tangga sempit yang terletak di sisi barat. Menilik letak tangga, dapat disimpulkan bahwa candi ini menghadap ke barat. Candi Tegawangi Candi Tegawangi terletak di Desa Tegowangi, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, sekitar 24 km dari Kota Kediri. Letaknya agak tersembunyi di kawasan perumahan penduduk, sekitar 1 km dari jalan raya, namun lingkungan di sekitar candi sudah tertata apik. Candi Hindu ini diperkirakan dibangun pada akhir abad ke-14 atas perintah Raja Hayam Wuruk. Tujuan pembangunannya adalah untuk meruwat (menghilangkan keburukan) Bhre Matahun, sepupu Raja Hayam Wuruk. Nama Tegawangi tercantum dalam Kitab Pararaton, yang menyebutkan bahwa Bre Matahun yang meninggal pada tahun 1310 Saka (1388 M) didarmakan di Tigawangi. Candi Tikus Candi Tikus terletak di Dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, sekitar 13 km di sebelah tenggara kota Mojokerto. Dari jalan raya Mojokerto-Jombang, di perempatan Trowulan, membelok ke timur, melewati kolam Segaran dan Candi Bajangratu yang terletak di sebelah kiri jalan. Candi Tikus juga terletak di sisi kiri jalan, sekitar 600 m dari Candi Bajangratu. Candi Tikus yang semula telah terkubur dalam tanah ditemukan kembali pada tahun Penggalian situs dilakukan berdasarkan laporan Bupati Mojokerto, R.A.A. Kromojoyo Adinegoro, tentang ditemukannya miniatur candi di sebuah pekuburan rakyat. Pemugaran secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1984 sampai dengan Nama ‘Tikus’ hanya merupakan sebutan yang digunakan masyarakat setempat. Konon, pada saat ditemukan, tempat candi tersebut berada merupakan sarang tikus. Candi Wringinlawang Candi Wringinlawang terletak di Dukuh Wringinlawang, Desa Jati Pasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, tepatnya 11 km dari Mojokerto ke arah Jombang. Konon dahulu di dekat candi terdapat pohon beringin yang besar sehingga candi ini dinamakan Candi Wringinlawang (dalam bahasa Jawa, wringin berarti beringin, lawang berarti pintu). Tidak banyak yang diketahui tentang masa pembangunan maupun fungsi candi ini. Dalam tulisan Raffles tahun 1815, bangunan kuno ini disebut dengan nama Gapura Jati Paser. Sebutan itu kemungkinan berkaitan dengan nama desa tempat candi itu berada. Dalam tulisan Knebel tahun 1907, gapura ini disebut sebagai ‘Gapura Wringinlawang.’ Wringinlawang merupakan candi bentar, yaitu gapura tanpa atap. Candi bentar biasanya berfungsi sebagai gerbang terluar dari suatu kompleks bangunan. Menilik bentuknya, Gapura Wringinlawang diduga merupakan gapura menuju salah satu kompleks bangunan yang berada di kota Majapahit. Gapura Wringinlawang telah mengalami pemugaran yang dilaksanakan sejak tahun 1991 sampai dengan tahun Keseluruhan bangunan yang menghadap timur-barat ini terbuat dari bata merah. Pondasi gapura berbentuk segi empat dengan ukuran 13 x 11,50 m. Sebelum dipugar belahan selatan gapura masih utuh, berdiri tegak dengan ketinggian 15,50 m., sementara belahan utara hanya tersisa 9 meter. Di sisi kiri dan kanan tangga naik menuju celah di antara kedua belahan gapura terdapat dinding penghalang setinggi sekitar 2 m. Celah di antara kedua belahan gapura cukup lebar. Tidak tampak ukiran atau relief di dinding candi. Atap candi berbentuk piramida bersusun dengan puncak persegi. Bentuk atap maupun hiasan pola piramida terbalik pada atap candi mirip dengan yang terdapat di Candi Bajangratu. Baca juga artikel terkait: Candi di Jawa Timur (I) Candi di Jawa Timur (II)


Download ppt "Candi di Jawa Timur (III) Candi Panataran"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google