Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

DISKUSI 2 SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "DISKUSI 2 SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)"— Transcript presentasi:

1 DISKUSI 2 SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)
Dikutip oleh Dr. Mayang Anggraini Naga MIK-FIKES U-IEU 2009

2 5 PROGRAM SJSN Jaminan Kesehatan (JK)
Jaminan manfaat pelayanan medik yang kom-prehensip, efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip-prinsip kendali mutu dan kendali biaya Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) Jaminan manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja

3 5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-1)
3. Jaminan Hari Tua (JHT) Jaminan manfaat pada beberapa tahun menjelang masa pensiun, menderita kecacatan total tetap, atau meninggal dunia. Jaminan Pensiun (JP) Jaminan manfaat untuk mempertahankan kehidupan yang layak setelah menjalani penurunan atau kehilangan pendapatan karena memasuki masa pensiun atau mengalami cacat total tetap

4 5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-2)
Jaminan Kematian (JK) Jaminan manfaat memberi kompensasi finansial kepada ahli waris ketika peserta meninggal dunia. Manfaat yang diberikan berupa uang tunai. [N-4/M-15/A-16], Suara Pembaruan, Selasa, tanggal )

5 5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-3) PESERO – PROGRAM – PESERTA
Jamsostek JK, JKK, Pengusaha dan tenaga JHT,JKM kerja swasta yang mela- kukan pekerjaan di dalam hubungan kerja. Taspen JP, JHT, PNS, janda dan duda JKM PNS, pejabat negara Asabri JP, JHT, TNI, Polri, janda dan JKM duda TNI/Polri

6 5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-4) PESERO – PROGRAM – PESERTA
Askes JK PNS, Pensiunan PNS, TNI/Polri, veteran, perintis kemerdekaan beserta keluarga. Disebut bahwa para ahli berpendapat: SJSN meski UU-nya telah disahkan hampir 5 tahun lalu belum dilaksanakan pemerintah dengan serius. Bukti: belum ada tindak lanjut amanat UU 40/2004, antara lain membuat UU tentang BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), peraturan pelaksanaan UU, dan peraturan presiden.

7 5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-5). Pendapat Laksono Trisnantoro
5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-5) Pendapat Laksono Trisnantoro (Guru besar FK-UGM): Sampai tahun 2009, UU SJSN seperti diambangkan. Hal ini terjadi karena pemangku kebijkan tidak memiliki pendapat yang sama Ada kesan SJSN sebagai midnight laws yang disahkan pada hari terakhir masa kerja mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Kenyataan yang membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seperti tidak bersemangat menindaklanjutinya. Sampai tahun 2009 belum ada peraturan pelaksnaannya, sehingga dapat pelaksanaan UU SJSN macet

8 Pendapat Laksono Trisnantoro (Guru besar FK-UGM): (Lanjutan-6)
UU ini sulit dijalankan karena cakupannya terlampau luas. Hendaknya komponen jaminan kesehatan dipisahkan dari UU tersebut, sehingga pelaksanaannya akan lebih ringan dan dapat dikelola seluruh pihak yang terlibat. Kendala lain mewujudkan SISN adalah: tidak ada kemauan politik dari pemerintah, para dokter tidak mendukung, ketidakmampuan teknis sistem kesehatan untuk menyelenggarakan SJSN, dan masyarakat tidak memahami isinya, sehingga tidak ada tekanan untuk secepatnya melaksanakan program tersebut.

9 5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-6). Pendapat Kauzar Bailusy,
5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-6) Pendapat Kauzar Bailusy, (Sisiolog UN HAS Makassar): Belum jelasnya pembentukan BPJS dan tindak lanjut UU SJSN membuktikan ketidak seriusan pemerintah mengurus rakyat miskin. Ada kecenderungan pemerintah dan DPR selama inI tidak serius mengurus regulasi yang banyak bersentuhan dengan kehidupan rakyat banyak, termasuk UU SJSN. “Ketika ada pembahasan RUU Pengelolaan Hutan atau Mineral, di mana ditengarai ada kepentingan finansial yang menguntungkan segelintir orang, biasanya malah cepat, sementara RUU lain yang menyangkut rakyat banyak, umumnya terbengkalai”.

10 (Lanjutan- 7) Pendapat Charles Mesang (Anggota Komisi VIII DPR RI):
UU SJSN tidak bisa diterapkan karena adanya ego sektoral dan tumpang tindih tugas di internal pemerintah. “UU SJSN itu baru lima tahun tidak bisa diterapkan, ada UU yang selama 20 tahun tidak bisa diterapkan”. Diharap para pejabat pemerintah dan BUMN yang terkait dengan SJSN menghilangkan ego sektoral, sehingga pemberian jaminan sosial bagi seluruh rakyat bisa segera terwujud. dan semua UU di masa pendatang tidak perlu ditindak-lanjuti dengan PP agar bisa langsung dilaksanakan. “Seringkali terjadi hambatan dalam pembuatan PP sehingga UU tidak bisa dioperasionalkan, tegasnya.

11 SJSN Kementerian BUMN menjadi Sandungan
Belum disepakatinya peralihan status 4 (empat) perusahaan pesero: - Jamsostek, - Taspen, - Asabri dan - Askes, yang beorientasi profit untuk melebur menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) (menurut Sukamto, Asisten Deputi Urusan Jaminan Sosial Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat) [E-7/M-17/DMF/N-4] (SUARA PEMBARUAN, Rabu, 2 September, 2009)

12 SJSN, Kementerian BUMN menjadi Sandungan (Lanjutan-1)
Kementerian BUMN belum mau melepas keempat BUMN itu menjadi anggota BPJS, mengingat status badan tersebut kelak adalah wali amanat = semua penghasilan yang diperoleh BPJS hanya untuk kepentingan BPJS dan tidak disetor ke kementerian BUMN. Keempat perusahaan itu sudah setuju masuk ke BPJS, namun belum ada lampu hijau dari Kementerian BUMN  proses pengalihan satus hukumnya terhambat

13 SJSN, Kementerian BUMN menjadi Sandungan (Lanjutan-2)
Amandemen UU SJSN Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan amandemen UU SJSN, sehingga waktu pembentukan BPJS bisa diundur dua tahun lagi. “Target pengesahan UU BPJS 19 Oktober 2009 tidak mungkin terkejar. Jadi, DJSN mengusulkan pembentukan badan itu diundur paling lama dua tahun lagi” kata Sukamto.

14 SJSN, Kementerian BUMN menjadi Sandungan (Lanjutan-3)
Menurut Bachtiar Chamsyah (Menteri Sosial, di Padang, Rabu 2/9-2009) menyatakan: Salah satu kendala adalah perusahaan persero yang berkaitan dengan jaminan sosial tetap mau berdiri sendiri dan tidak mau dilebur. “UU SJSN ini tidak akan berjalan sepanjang perusahaan-perusahaan itu tidak mau dilebur”

15 SJSN, Kementerian BUMN menjadi Sandungan (Lanjutan-4)
Belum diimplementasikannya SJSN bukan karena pemerintah tidak serius, tetapi karena belum ada peraturan pelaksanaannya. “Saya kira perlu ada kajian yang mendalam lagi, karena sebelumnya yang dimaksud dalam UU SJSN, semua lembaga yang menyangkut jaminan sosial kekuatan asetnya berada di satu lembaga, tetapi tidak berhasil”

16 SJSN, Kementerian BUMN menjadi Sandungan (Lanjutan-5)
Sjafii Ahmad, Ketua DJSN, mengatakan: Pihaknya telah mengajukan tiga alternatif untuk mengatasi kemacetan pelaksanaan UU SJSN, yakni: Pertama: jika dimungkinkan, dibentuk UU BPJS tahun ini (2009) juga dan RUU-nya telah disampaikan ke Depkumham. Kedua: jika UU BPJS tidak bisa dibentuk, diusulkan amendemen Pasal 52 UU 40/2004 untuk menunda pembentukan BPJS hingga dua tahun ke depan. Ketiga: DJSN mengusulkan pemerintah menerbitkan Perppu jika sampai batas waktu UU BPJS tak juga dibentuk

17 SJSN, Kementerian BUMN menjadi Sandungan (Lanjutan-6)
Chazali Situmorang, anggota DJSN: Pihaknya sudah mengajukan surat kepada Presiden Yudhoyono melalui Menko Kesra, meminta Presiden menerbitkan Perppu untuk mengamendemen Pasal 52 UU 40/2004.

18 Saling bertahan Secara terpisah:
Wicipto Setiadi (Direktur Harmonisasi Undang-Undang Departemen Hukum dan HAM, (Depkumham): RUU tentang BPJS sulit untuk diselesaikan hingga tanggat waktu 19 Oktober 2009. Pasalnya, sampai saat ini empat perusahaan persero terkait BPJS, saling bertahan, sehingga persoalannya makin kompleks. Padahal, mereka diharapkan mau duduk bersama membeicarakan tindak lanjut amanat UU SJSN.

19 Saling bertahan (Lanjutan-1)
Depkumham menginginkan UU yang terbaik, komprehensif, dan tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari. Dengan tidak berjalannya pembahasan tersebut, Depkumham terpaksa mengembalikan draf RUU ke Menko Kesra. “Kami tidak mau dituding sebagai penghalang RUU BPJS, makanya kami kembalikan ke Menko Kesra untuk diperbaiki lagi.”

20 Saling bertahan (Lanjutan-2)
Hasbulla Thabrany (FKM, UI) mengatakan: UU BPJS memang kontroversal. Ada pejabat yang menilai UU BPJS tak perlu dan tak ada yang memandang BPJS sebagai BUMN khusus. Kontroversi ini tak akan tuntas, kecuali Presiden segera membuat keputusan. “Banyak pejabat tidak tahu bahwa Amerika Serikat melaksanakan jaminan sosial ketika pendapatan per kapitanya sekitar US 600 dollar dan Korea Selatan masih di bawah US 500 dollar. Pendapatan per kapita kita sudah lebih dari US dollar,namun masih juga berkilah belum siap.”

21 Saling bertahan (Lanjutan-3)
Yang jelas, kritik Hasbulla Thabrany lanjutnya: Para pejabat di: - Sekretariat Negara, - Sekretariat Kabinet, lima departemen, dan - kantor MenkoKesra, belum mempunyai komitmen menjalankan UU SJSN. “Lima tahun rakyat dirugikan karena tertundanya jaminan yang menjadi hak mereka”

22 Segera Implementasikan UU SJSN
(Suara Pembangunan, Kamis, 3 Setember 2009) Mantan Ketua Umum IDI Kartono Mohamad dan Profesor Hasbullah Thabrany FKMUI di Jakarta: Pemerintah harus segera mengimplementasika atau menerapkan UU 40/2004 tentang SJSN yang diundangkan pada era Presiden Megawati Soekarno putri itu (sudah hampir 5 tahun). Tidak ada alasan menunda terus penerapan regulasi jaminan sosial bagi rakyat itu, kalaupun ada kekurangan, bisa direvisi setelah dijalankan. Penundaan ini dinilai mereka merugikan rakyat, karena menyangkut jaminan sosial bagi rakyat.

23 Segera ... (Lanjutan-1) Kartono: perintah sekarang terkesan enggan melaksanakan SJSN, bukan karena produk itu lahir pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri, melainkan karena tidak ada yang meningatkan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) . Bagaimanapun juga jika sudah menjadi UU, harus dilaksanakan. Jika Presiden SBY tak setuju atau merasa UU tidak pas, Presiden dapat mengusulkan perubahan pada masa pemerintahannya. Demikian pula kalau para dokter tidak setuju, mereka dapat mengajukan uji materi ke MK seperti yang pernah dilakukan terhadap UU Praktik Kedokteran.

24 - ada juga pejabat yang menilai UU BPJS tak perlu,
Segera ... (Lanjutan-2) Prof Hasbullah T. (yang turut membidangi lahirnya UU SJSN): Pembuatan RUU BPJS (Badan Pengelola Jaminan Sosial) sebagai bagian dari implementasi UU SJSN memang kontroversial. Ada pejabat yang: - tidak mau ada UU BPJS - ada juga pejabat yang menilai UU BPJS tak perlu, - dan ada pejabat yang memandang BPJS sebagai BUMN khusus. Kontroversial ini tidak akan tuntas, kecuali ada pejabat setingkat Presiden atau Wakil Presiden membuat keputusan. Jika BPJS dianggap perlu, tidak ada dasar hukum DJSN (Dewas JSN) untuk menunda atau mengulur waktu pemebntukan BPJS tsb.

25 - negeri ini semakin ngawur.
Segera ... (Lanjutan-3) Tak Boleh Mengubah: Sebab, jika UU SJSN memerintahkan bahwa BPJS harus dibentuk dengan UU, DJSN tak bisa mengubah perintah UU itu. Jika dasar penundaan pemebntukan BPJS, karena penolakan beberapa pejabat, Husbullah menilai: - negeri ini semakin ngawur. “Pejabat atau DJSN tak boleh mengubah perintah UU, hanya UU-lah yang bisa mengubah perintah suatu UU”

26 Lebih lanjut dikatakan:
Segera ... (Lanjutan-4) Lebih lanjut dikatakan: ada pandangan bahwa keempat BPJS yang ada sekarang secara otomatis sudah dibentuk jadi BPJS dengan UU SJSN, dengan syarat keempatnya menyesuaikan diri dengan UU SJSN paling lambat 19-Oktober 2009. Maka, perintah Pasal 5 Ayat 1 UU SJSN hanya berlaku untuk membentukan BPJS baru. Jika pendangan ini diambil, maka sejak awal tidak perlu ada RUU BPJS.

27 Sekretaris Menteri Negara BUMN Said Didu: (di Jakarta)
Segera ... (Lanjutan-5) Sekretaris Menteri Negara BUMN Said Didu: (di Jakarta) Rabu 02/ Kementerian negara BUMN mendukung RUU BPJS. UU ini akan mengubah bentuk badan hukum empat BUMN yang akan menjadi anggota BPJS: - PT Asabri - PT Jamsostek - PT Askes - PT Taspen. Dalam RUU tsb. Tidak diatur bentuk badan hukum. Jika badan hukum keempat BUMN diubah menjadi wali amanat maka akan terjadi masalah hukum. Karena perubahan badan hukum harus disesuaikan dengan UU Perseroan Terbatas dan UU Tenaga Kerja.

28 IDI Mendorong Jaminan Sosial
Jakarta, Kamis (Suara Pembaharuan) SekJen IDI, Zainal Abidin: membantah keras adanya penolakan dari para dokter terhadap penerapan SJSN. Menurutnya, tidak ada alasan bagi dokter untuk menolak, justru IDI-lah yang mendorong terbentuknya UU SJSN tsb. “Karena SJSN ini akan memakmurkan masyarakat, dan dokter tidak perlu lagi memikirkan biaya saat menolong orang sakit. Orang miskin dibayar negara, dan orang kaya membayar dirinya sendiri. Dokter tidak perlu khawatir dari mana uangnya.

29 IDI ... (Lanjutan-1) Pernyataan Zainal menampik Guru Besar FK-UGM Prof Laksono Trisnantoro: yang sebelumnya menyatakan, dari sisi dokter, ada kemungkinan para dokter mempunyai pandangan yang tak setuju terhadap standardisasi sistem pelayanan (termasuk jasa medis) seperti yang diharapkan SJSN. Sedangkan jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin (jamkewsmas) membeutuhkan banyak modifikasi, jika akan dijadikan sebagai Jaminan Kesehatan Nasional (tidak bersifat sosial).

30 Kartono Mohamad: ada beberapa kekurangan pada UU SJSN, tetapi bukan berarti tidak dapat dilaksanakan. “Gagasan untuk melindungi rakyat melalui asuransi kesehatan wajib bagi setiap orang adalah gagasan yang baik”, jelasnya. Jika UU SJSN dilaksanakan, masalah keriadaan biaya untuk berobat sewaktu sakit sebagian besar akan diatasi karena akan dibayar asuransi. Orang tidak usah takut ke rumah sakit karena tidak punya uang, atau menunggu penyakit semakin parah dulu baru berobat hanya karena tidak punya uang.

31 Sistem semacam ini sudah dilakukan oleh banyak negara dan sangat membantu bagi rakyat biasa. Kalau sistem asuransi kesehatan menyeluruh ini dilaksanakan, bagi dokter juga ada jaminan bahwa ia akan mendapatkan uang secara tetap sepanjang ia berpraktik dengan baik.

32 Perbaiki Pelayanan Pengelola asuransi model SJSN juga dapat mendorong dokter untukmemperbaiki pelayanannya. Akan mudah menegakkan aturan-aturan menjaga mutu layanan melalui standar-standar yang ditetapkan dan menerapkan mekanisme “ganjaran dan hukuman”. Hasbullah: sengetahuannya para dokter, IDI, Sarjana Farmasi, Persatuan Rumah Sakit sangat mengharapkan segera dilaksanakan UU SJSN yang konsisten. Hanya dengan UU SJSN, khususnya JKN, mereka dapat berkonsentrasi bekerja menyehatkan rakyat. Sistem dokter keluarga juga hanya akan jalan, jika JKN dilaksanakandengan konsisten.

33 Ubah Paradigma RUU Kesehatan
Jakarta, Suara Pembaruan, Sabtu, 5 September 2009: LBH Jakarta mendesak negara, melalui DPR, mengubah paradigma RUU Kesehatan, agar lebih menjamin pemenuhan hak atas kesehatan bagi semua orang, khususnya bagi kelompok rentan, dan rakyat miskin. “Kami meminta DPR menghapus semua ketentuan privatisasi pelayana kesehatan, kriminalisasi rakyat miskin, dan penolakan pasien miskin dalam RUU ini, serta menempatkan pelayanan kesehatan sebagai pelayanan publik, yang diselenggarakan negara dengan biaya murah.” Nurkholis Hidayat, Direktur LBH, Jakarta.

34 Nurkholis Hidayat: ... (Lanjutan)
DPR harus membuka akses masyarakat sipil untuk ikut menentukan arah kebijakan negara dalam RUU Kesehatan. Sebab, selama ini, proses pembahasan RUU ini. Begitu tertutup. Dikhawatirkan, pasal-pasal krusial yang bertentangan dengan kepentingan rakyat, dan melanggar hak atas kesehtaan, akan dilanggengkan atau dilegalkan, dengan ketentuan hukum.

35 LBH, Lestaria Hutabarat (Tim Penelitian dan Pengembang-an LBH) Jakarta:
RUU Kesehatan yang kini dibahas di DPR, secara keseluruhan berparadigma privatisasi atau komersialisasi pelayanan kesehatan. Terbukti, dari 123 pasal, tidak satupun pasal yang mengatur kweajiban negara. Sebaliknya, kewajiban atas pemenuhan hak kesehatan, diserahkan kepada masyarakat. “Penarikan kewajiban negara dari pemenuhan hak atas kesehatan, menyangkali amanat UUD RUU ini mengaburkan relasi yang seharusnya antara warganegara dan negara”

36 Studi Banding Data LBH Jakarta, sejak 2001, sedikitnya terdapat 40 kasus pelanggaran hak atas kesehatan. Kasus tersebut dimulai dari pelayanan kualitas kesehatan yang buruk, seperti penolakkan pengobatan oleh rumah sakit, penelantaran pasien, dan yang tidak kalah serius dari jumlah tersebut, 22 kasus merupakan kasus malpraktik dokter. Sementara itu, sebanyak 3o perwira muda, termasuk dokter dari sejumlah RS AD di seluruh Indonesia, melakukan studi banding tentang sistem pelayanan, termasuk manajemen rumah sakit Omni Internasional, Alam Sutera, Tangerang, Banten, Jumat 4/ siang.

37 Rombongan dipimpin Dr Iwan T MARS disambut oelh Direktur RS Omni dr Bina Ratna Kusuma Fitri, MM, bersama jajaran. Mayor CKM dr Noch T Mellisa, anggota rombongan: “Ini dalam rangka tour hospital, pengenalan dan mencari pengalaman tentang manajemen rumah sakit. Kami ingin melakukan pengayaan dalam mengelola dan melayani di Rumah Sakit Angkatan Darat,” Direktur Omni, mengatakan, kunjungan studi banding seperti ini, sudah sering dilakukan banyak rumah sakit ke Omni. [M-17/L-8]


Download ppt "DISKUSI 2 SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google