Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehDoddy Hartanto Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
SUNNAH (AL-HADITS) SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM
2
A. Pengertian Al-Hadits dan Al-Sunnah
Al-Hadits adalah segala ajaran yang disandarkan kepada Rasulallah baik perkataan, perbuatan maupun taqrir yang diriwayatkan para ulama dari generasi ke generasi sebagai pedoman hidup manusia.
3
2. Pengertian Al-Sunnah Secara Bahasa Al-Sunnah artinya adalah jalan yang dilalui (Perjalanan) Al-sunnah menurut para ahli hadits adalah segala perkataan, perbuatan, taqrir, sifat, keadaan, dan tabiat nabi Muhammad SAW, atau dalam istilah lain ialah sirah (perjalanan hidup) Nabi Muhammad SAW baik yang berkaitan dengan maslaah hukum atau tidak. Jadi, pada intinya Alsunnah adalah segala sesuatu yang datang atau yang dinisbahkan kepada nabi Muhammad SAW baik ucapan, perbuatan, atau taqrir baik atau sifat fisik maupun psikis, setelah beliau diangkat menjadi Rasul maupun sebelumnya.
4
Sunnah dibagi menjadi tiga yaitu:
Sunnah Fi’ Ilaiyah Yakni berupa perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti tata cara sholat yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW Sunnah Qauliyah Yakni berupa perkataan Nabi Muhammad SAW. Seperti ucapan beliau mengatakan: “tidak syah shalat orang yang tidak membaca Al-Fatihah.” (H.R Bukhari) Sunnah Taqrijiyah Yaitu berupa ketetapan Nabi Muhammad SAW.bentuknya bermacam-macam antara lain diamnya nabi Muhammad SAW ketika melihat atau mendengar perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya.
5
B. KEDUDUKAN DAN FUNGSI AL-HADITS
1. KEDUDUKAN AL-HADITS Al-Hadits merupakan sumber ajaran agama islam setelah Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama agama islam masih bersifat umum atau global sehingga membutuhkan penjelasan-penjelasan. Al-Hadits itulah berfungsi sebagai penjelas Al-Qur’an. Sehingga tanpa Al-Hadits seseorang tidak dapat memahami Al-Qur’an secara sempurna. Oleh sebab itu, Allah SWT mewajibkan hambaNya taat kepadaNya dan RasulNya. Bahkan seorang yang berpegang teguh kepada keduanya dijamin hidupnya tidak sesat selama-lamanya, sebagaimana Firman Allah:
6
“Hai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah pada Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.” (QS. Muhammad 47: 33) Dan firmannya dalam Q.S Annisa 4:59 “Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri diantara kamu …… (Q.S Annisa 4:59) Dan Juga sabda Rasulallah SAW “aku tinggalkan buat kamu dua hal yang tidak akan sesat sesudahnya, yaitu kitabullah (Al-Qur’an) dan sunnahku (Al-Sunnah).” (H.R Al-Hakim)
7
2. Fungsi Al-Hadits Fungsi Alhadits terhadap Al-Qur’an adalah sebagai berikut: Al-Hadits berfungsi menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Qur’an. Misalnya: Al-Qur’an menetapkan hukum tentang puasa sebagaimana firman Allah: “hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Q.S Al-Baqarah 4:59) Lalu Al-Sunnah menguatkan dalam sabda Rasulallah SAW “islam didirikan dalam lima perkara. (yaitu) persaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan Shalat, membayar zakat, berpuasa dibulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah.” (H.R Bukhari dan Muslim)
8
Al-Hadits berfungsi memberikan rincian terhadap pernyataan Al-Qur’an yang bersifat Global
Misalkan: Pernyataan Al-Qur’an tentang kewajiban Shalat dalam Firman Allah “Dan dirikanlah oleh kamu shalat dan bayarlah zakat ………….. (Q.S Al-Baqarah 2:110) Pernyataan tersebut masih bersifat umum, kemudian Al-Hadits merincinya secara operasional yakni Shalat Wajib dan Shalat sunah Dari Thahlah Bin Ubaidillah, bahwasanya telah datang seorang Arab Badui kepada Rasulallah SAW dan berkata: “Wahai Rasulallah, beritahukan kepadaku shalat apa yang difardukan kepadaku?” Rasulallah berkata: “shalat lima waktu yang lainnya sunah ………….. (H.R Bukhari dan Muslim)
9
Al-Hadits membatasi kemutlakan yang dinyatakan oleh Al-Qur’an.
Misalkan: Al-Qur’an mensyariatkan tentang wasiat sebagaimana firman Allah: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu, bapak, dan kerabatnya secara ma’ruf. Ini kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa. (Q.S Al-Baqarah 2:180) Kemudian dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim Rasulallah memberikan batasan bahwa wasiat harta tidak boleh lebih dari sepertiga harta yang ditinggalkan
10
Al-Hadits memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-Qur’an yang bersifat Umum.
Misalkan: Al-Qur’an mengharamkan memakan bangkai dan darah sebagaimana firman Allah “diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan bintang buas kecuali kamu sempat menyembelihnya, dan yang disembah untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah, yang demikian itu adalah kefasikan.” (Q.S Al-Maidah 5:3)
11
Al-Hadits memberikan pengecualian dengan membolehkan memakan bangkai tertentu, sebagaimana dalam hadits: Dari Ibnu Umur Ra, Rasulallah SAW bersabda : “dihalalkan kepada kita dua bangkai dan dua darah. Adapun bangkai itu adalah bangkai ikan dan belalang dan dua darah itu adalah hati dan limpa.” (H.R Ahmad, Asy Syafi’I, Ibnu Majah, Baihaqi, dan Danuquthni)
12
Al-Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-Qur’an
Misalkan: Al-Qur’an belum menentukan tentang keharaman binatang yang mempunyai taring dan burung yang bercakar. Alhadits kemudian menetapkan hukumnya sebagaimana tersebut dalam Hadits Rasulallah: “Rasulallah melarang semua yang memiliki taring dari binatang dan semua burung yang bercakar.” (H.R Muslim dan Ibnu Abbas)
13
C. SEJARAH PEMBUKUAN AL-HADITS
Proses pembukuan Al-Hadits memiliki tiga tahapan yaitu sebagai berikut: Periwayatan Secara Lisan Penulisan dan Pembukuan Hadits Seleksi Hadits
14
Periwayatan Secara Lisan
Fase ini berlangsung selama masa Rasulallah SAW dan para sahabat beliau. Hal ini karena adanya larangan menulis hadits pada masa tersebut sebagaimana larangan beliau dalam sabdanya: “janganlah kamu tulis apa yang telah kamu terima dariku selain Al-Qur’an. Siapa yang menulis selain Al-Qur’an hendaklah menghapusnya. Ceritakan apa yang kamu terima dariku, itu tidak apa-apa. Siapa sengaja berdusta maka atas namaku ia telah menyeret tempat duduknya kedalam neraka.” (H.R Muslim) Pelarangan tersebut dikarenakan adanya kekhawatiran penodaan terhadap keaslian Al-Qur’an oleh karena itu hanya orang-orang tertentu yang beliau izinkan untuk menulisnya. Seperti yang dilakukan Syah dari Yaman.
15
Penulisan dan Pembukuan Hadits
Fase ini dimulai pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (berkuasa H/ M) dari Bani Umayah. Khalifah memerintahkan kepada Az-Zuhri untukmengumpulkan dan menulis hadits. Kitab yang muncul pada fase ini adalah Al-Muwaththa (144 H) karya Imam Malik yang memuat Hadits, dan Al-Musnad Asy-Syafi’I karya Imam Syafi’i
16
Seleksi Hadits Fase ini dimulai pada awal abad 3 H. pada fase ini Hadits ini berhasil dipisahkan dari fatwa para sahabat. Musa Al-Abassy, Ahmad Bin Hanbal, dan lain-lain berhasil menyusun Musnad (kitab Hadits berdasarkan sanad) , sekalipun belum disisihkan hadits dha’if (lemah)nya. Kemudian muncul Kitab-kitab hadits yaitu Shahih Bukhari, karya Muhammad Bin Isma’il Al-Bukhari ( H) dan Shahih Muslim karya Imam Muslim Bin Hajjah bin Muslim Al-Qusyairy ( H)
17
D. MACAM-MACAM HADITS Jenis-jenis hadits atau macam-macam hadits dapat dilihat dari dua segi, yaitu: Dari segi Kuantitas (jumlah periwayatnya) Dari segi kualitas (diterima dan ditolaknya)
18
Dari segi kualitas atau dari segi jumlah periwayatnya, hadits dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
Hadits Mutawatir Hadits Ahad
19
Hadits Mutawatir Yaitu diriwayatkan oleh sejumlah orang (minimal 8 orang) pada setiap tingkatan/angkatan (sandaran periwayatan) yang menurut kebiasaan mustahil mereka sepakat untuk berdusta Hadits Ahad Yaitu diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai jumlah mutawatir. Hadits Ahad ini terbagi kepada beberapa jenis, diantaranya masyhur (terkenal, periwayatan 3-7 orang orang pertingkatan sanad), Aziz (Baik, periwayatan 2 orang), dan Gharib (periwayatan seorang)
20
Bila ditinjau dari kualitas periwayatannya, maka hadits dibagi menjadi tiga yaitu:
Hadits Shahih Hadits Hasan Hadits Dha’if
21
Hadits Shahih Yaitu hadits yang diriwayatkan dari periwayat yang adil, baik akhlaknya dan jauh dari sifat fasik, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung, isinya tidak berbelit-belit, dan tidak janggal serta periwayatannya tidak ditolakoleh para ahli hadits. Hadits Hasan Yaitu hadits yang memenuhi syarat Hadits shahih, tetapi orang yang meriwayatkannya kurang kuat ingatannya. Hadits Dha’if Yaitu hadits yang tidak lengkap syaratnya atau tidak memiliki syarat yang terdapatdalam hadits Shahih dan Hadits Hasan.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.