Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

HUKUM KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "HUKUM KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)"— Transcript presentasi:

1 HUKUM KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)
3/11/2018

2 PENGANTAR 3/11/2018

3 PENGERTIAN KEPAILITAN
PENGANTAR KEPAILITAN PENGERTIAN KEPAILITAN Istilah “pailit” berasal dari bahasa Perancis “Faillite” yang berarti pemogokkan atau kemacetan pembayaran sedangkan orang yang berhenti membayar dalam bahasa Perancis disebut “le faill” yang berarti gagal. Dalam bahasa Inggris kita kenal kata “to fail” dengan arti yang sama. Demikian pula kata kerja “failire” dalam bahasa Latin. Di negara-negara yang berbahasa Inggris pengertian yang dipergunakan untuk istilah-istilah itu adalah “bankrupt” dan “bankruptcy”. Didalam bahasa Indonesia kata pailit atau bangkrut mengandung pengertian menderita kerugian besar hingga jatuh (tentang perusahaan, toko dsb); gulung tikar; jatuh miskin. Sedangkan menurut Kamus Hukum Ekonomi, bangkrut atau pailit artinya suatu keadaan Debitor yang dinyatakan dengan putusan Hakim bahwa ia dalam keadaan tidak mampu membayar utang- utangnya 3/11/2018

4 PENGERTIAN ….. Secara umum, pailit adalah suatu sitaan umum menurut hukum atas seluruh harta benda Debitor agar dicapainya perdamaian antara Debitor dan para Kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil di antara para Kreditor. Dalam hal ini penyitaan tersebut dilaksanakan oleh Pengadilan dan kemudian dilakukan eksekusi atas semua harta kekayaan Debitor tersebut demi untuk kepentingan bersama para Kreditor Undang Undang No. 37 Tahun 2004 (UU.Kep), dalam Pasal 1 ayat (1) memberikan definisi dan pengertian kepailitan yang sejalan dengan hakekat kepailitan, yaitu : “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitur pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.” Penyitaan dan eksekusi yang dimaksud dari pengertian tersebut merupakan penyitaan bersama untuk menjaga agar semua Kreditor memperoleh manfaat dari boedel pailit, yang dilakukan dengan jalan dibagi menurut perimbangan hak tagihan/tuntutan masing-masing. Dengan demikian secara prinsip semua Kreditor mempunyai hak yang sama atas pembayaran yang berarti bahwa hasil harta kepailitan akan dibagikan sesuai dengan porsi besarnya tuntutan Kreditor (paritas creditorum) (Vide Pasal KUHPerdata jo Pasal 21 UU.Kep) 3/11/2018

5 PERKEMBANGAN HUKUM KEPAILITAN
PEMBAHARUAN HUKUM KEPAILITAN PERKEMBANGAN HUKUM KEPAILITAN Di dunia internasional permasalahan yang berhubungan dengan kepailitan sudah ada sejak zaman Romawi. Di negara-negara yang menganut tradisi Common Law, pada sekitar tahun 1952, hukum pailit tradisi hukum Romawi telah diadopsi ke negara Inggris dengan diundangkannya sebuah undang-undang yang disebut dengan Act Againt Person As Do Make Bankrupt, yang menempatkan kebangkrutan sebagai hukuman bagi Debitor nakal yang tidak mau membayar utangnya sambil menyembunyikan aset-asetnya, dan undang-undang ini memberikan hak-hak bagi kelompok Kreditor yang tidak dimiliki oleh Kreditor secara individual. Masalah kepailitan di Indonesia sudah banyak terjadi sejak zaman penjajahan Belanda. Hal ini terbukti dengan adanya Undang- Undang Kepailitan yang lebih dikenal dengan Staatblad tahun Nomor 217 jo Staatblad tahun 1906 Nomor 348 (Verodening op het failissement en de surseance van betaling). 3/11/2018

6 Perkembangan Hukum Kepailitan
Di Indonesia hukum kepailitan termasuk dalam hukum dagang. Pemberlakuan ketentuan peraturan hukum Kepailitan Belanda di Indonesia adalah atas dasar asas konkordansi dari peraturan kepailitan yang berlaku di Belanda tahun 1838 s/d 1896. Antara tahun 1838 sampai dengan tahun 1896 , di Belanda terdapat dualisme pengaturan kepailitan:, yaitu: 1. Peraturan kepaitan dalam Buku III WvK, yang mengatur kepailitan khusus bagi pedagang; dan 2. Peraturan kepailitan dalam Buku III Titel 8 Wetboek Van Burgerlijke Rechsvordering (BRV), yang mengatur kepailitan bagi bukan pedagang. Baru pada Tahun 1896, di Belanda belaku satu peraturan kepailitan dalam buku tersendiri yang mencabut Buku III WvK dan Buku III Titel 8 BRV. 3/11/2018

7 Perkembangan Hukum Kepailitan
Kemudian di Hindia Belanda, pada tahun 1906, dengan Koninnlijk Besluit (KB), tanggal 19 November 1904 Nomor 46 LN 1905 No. 217 jo. LN 1906 No. 448, ditetapkan : 1. Menghapus Buku III WvK; dan 2. menghapus Buku III BRV. Selanjutnya dengan berdasarkan Stb No. 217, di Hindia Belanda dinyatakan berlaku peraturan kepailitan yang baru, yaitu Faillisementsverordening, yang selanjutnya disingkat FV. Setelah Indonesia merdeka, FV ini tetap berlaku berdasarkan Pasal II Aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 dan FV tersebut merupakan Hukum Kepailitan Indonesia. Namun pada masa terjadinya resesi ekonomi tahun 1998, karena FV dianggap tidak memadai lagi untuk menyelesaikan sengketa bisnis yang ada, maka pemerintah Indonesia segera melakukan reformasi hukum yaitu dengan melakukan perubahan peraturan tentang kepailitan yang termuat dalam Staatblad tahun 1905 No. 217 jo Staablad tahun 1906 Nomor 348 tersebut. 3/11/2018

8 Perkembangan Hukum Kepailitan
Alasan perlu dilakukan perubahan tersebut adalah : 1. berkaitan dengan persyaratan pailit, yaitu keadaan berhenti membayar. Sangat sulit untuk membuktikan debitor yang berhenti membayar dalam pengertian berhenti membayar secara mutlak. 2. adanya kebutuhan yang besar dan sifatnya mendesak untuk secepatnya mewujudkan sarana hukum bagi penyelesaian yang cepat, adil dan terbuka, dan efektif guna menyelesaikan utang piutang perusahaan yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan perekonomian nasional. 3. dalam rangka menyelesaikan akibat-akibat gejolak moneter yang terjadi sejak pertengahan 1997, khususnya terhadap masalah utang piutang di kalangan dunia usaha nasional, penyelesaian yang cepat mengenai masalah ini akan sangat membantu situasi yang tidak menentu di bidang perekonomian. 3/11/2018

9 Perkembangan … Untuk itu pada tahun 1998, Indonesia mengeluarkan Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Kepailitan. Perpu ini mengubah dan menambah RV dan tidak mencabut RV, sehingga : 1. FV, sebagian masih berlaku selama tidak diubah dan ditambah 2. Perpu kepailitan yang mengubah dan menambah FV Perpu No. 1 tahun 1998 ditetapkan menjadi undang-undang, berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1998 tentang Penetapan Perpu No. 1/1998 ttg perubahan atas UU kepailitan menjadi UU (Tgl 9 September 1998) Dengan demikian Sejak 9 Sept 1998, kepailitan juga masih diatur dalam 2 (dua) peraturan: yaitu 1. UU No. 4/1998 2. Sebagian Faillissementsverordening (FV), kecuali yang diubah dan ditambah oleh UU No. 4 tahun 1998 3/11/2018

10 Perkembangan … Menurut penjelasan perpu No. 1/1998, terdpt 7 hal pokok penyempurnaan UU kepailitan lama (FV), yaitu 1. Penyempurnaan syarat dan prosedur permintaan pernyataan pailit, termasuk pemberian kerangka yg pasti bagi pengambilan keputusan pernyatan kepailitan 2. penambahan ketentuan ttg tindakan sementara yg dpt diambil, pihak-pihak ybs, khususnya kreditor, atas kekayaan debitor sebelum adanya putusan pernyataan pailit; 3. peneguhan fungsi kurator, antara lain mengatur syarat-syarat untuk dpt melakukan kegiatan sebagai kurator berikut kewajiban mereka; 4. Penegaan upaya hukum yg dpt diambil terhadap putusan pernyataan pailit, dpt langsung kasasi ke MA. 5. Adanya mekanisme penangguhan pelaksanaan hak di antara kreditor yg memegang hak tanggungan, gadai, jaminan fidusia atau agunan yg lain. 6. Penyempurnaan terhadap ketentuan ttg penundaan kewajiban pembayaran utang. 7. Penegasan pembentukan peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga, dengan hakim yg bertugas secara khusus yg akan menyelesaikan masalah kepailitan. 3/11/2018

11 PERKEMBANGAN …. Pada tahun 2004 karena dirasakan Perpu No. 1 tahun 1998 jo UU No. 4 tahun 1998 tidak sesuai lagi maka dilakukan perbaikan dan diundangkanlah Undang Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang berlaku sejak tanggal 18 Oktober Sehingga dengan berlakunya undang-undang ini, maka Perpu No. 1 tahun 1998 jo UU No. 4 tahun 1998 dinyatakan tidak berlaku lagi. Jika dibandingkan ant. UU No. 37/2004 dg dg ketentuan kepailitan sebelumnya, UU No. 37/2004 memberikan beberapa asas yg menjadi titik kekuatan UU ini, yaitu: 1. Asas keseimbangan, yaitu disatu pihak tdpt ketentuan yg dpt mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata & lembaga kepailitan oleh debitor yg tdk jujur, di lain pihak ada ketentuan yg dpt mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata & lembaga kepailitan oleh kreditor yg tdk beritikat baik; 2. Asas kelangsungan usaha, terdapat ketentuan yg memungkinkan perusahaan debitor yg prospektif tetap dilangsungkan; 3. Asas Keadilan, ketentuan kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan para pihak yg berkepentingan, mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yg mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing kreditor, dg tdk memperhatikan kreditor lainnya. 3/11/2018

12 PERBEDAAN RV & UU No. 4 tahun Pihak yang dpt mengajukan permohonan pernyataan pailit: RV : Debitor UU No. 4/1998 : Debitor 2. Syarat-syarat RV : telah berhenti membayar utang- utangnya UU No. 4/1998 : a. memiliki utang yang telah jatuh tempo & dpt ditagih; b.memiliki setidaknya 2 kreditor c. debitor tdk mampu/mau utk membayar utang-utangnya 3. Proses beracara RV : Pengadilan Negeri UU No. 4/1998 : Pengadilan Niaga

13 KELEMAHAN RV KELEBIHAN UU PERPU NO. 1 TAHUN 1998
1. memerlukan tes insolvensi (keadaan tdk mampu bayar) 2. melalui pengadilan Negeri 3. Waktu : lebih kurang 5-7 tahun 4. tdk efisien dan tranparan KELEBIHAN UU PERPU NO. 1 TAHUN 1998 1. tdk memerlukan tes insolvensi 2. melalui Pengadilan Niaga 3. Waktu : lebih kurang 154 hari 4. syarat-syarat lebih jelas 5. lebih efisien dan transparan.

14 Perbedaan antara UU No. 4/1998 & UU No. 37/2004
1.UU No. 4/1998 : Pengadilan Niaga (30 hari), Kasasi (30) hari, PK (3O hari) UU No. 37/2004 : Pengadilan Niaga (60) hari, Kasasi (60) hari, PK (30) hari 2. UU No. 4/1998 : tdk ada penjelasan arti utang UU No. 37/2004 : Definisi utang cukup jelas 3. UU No. 4/1998 : Waktu dihitung berdasarkan jam UU No. 37/2004 : waktu diitung berdasarkan hari 4. UU No. 4/1998 : tdk ada definisi debtor dan kreditor UU No. 37/2004 : definisi debitor & kreditor cukup jelas 5. UU No. 4/1998 : Hak khusus tdk dpt dimohonkan pailit scr langsung oleh kreditornya hanya diberikan kpd perbankan dan sekuritas UUNo. 37/2004 : hak khusus diperluas terhadap perusahaan asuransi, dana pensiun & BUMN

15 Perbedaan antara UU No. 4/1998 & UU No. 37/2004
6. UU No. 4/1998 : tdk ada wewenang utk menolak pendaftaran permohonan pailit UU No. 37/2004 : Panitera Pengadilan Niaga memiliki wewenang utk menolak pendaftaran permohonan pailit thdp perusahaan tertentu secara langsung 7. UU No. 4/1998 : Hakim Ad Hoc hanya dikenal pd tingkat Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri UU No. 37/2004 : Hakim Ad Hoc dimungkinkan utk setiap tingkatan 8. UU No. 4/1998 : tdk ada penjelasan lengkap mengenai kewenangan arbitrase UU No. 37/2004 : Pengadilan Niaga memiliki extraordinary judicial power terhadap arbitrase; 9. UU No. 4/1998 : tdk ada pembatasan jumlah pekerjaan bagi kurator UU No. 37/2004 : Penunjukan kurator terbatas utk 3 perkara saja.

16 Perbedaan antara UU No. 4/1998 & UU No. 37/2004
10. UU No. 4/1998 : tdk ada penjelasan lengkap mengenai hak kreditor separatis utk mengajukan permohonan pailit UU No. 37/2004 : Kreditor separatis dpt memohonkan pailit tanpa hrs mengeksekusi jaminannya. 11.UU No. 4/1998 : Kreditor separatis tdk dpt terlibat dlm voting kecuali menyerahkan terlebih dahulu hak separatisnya UU No. 37/2004 : Kreditor separatis terlibat dlm voting tanpa hrs menyerahkan jaminannya. 12. UU No. 4/1998 : Kreditor tdk dpt mengajukan permohonan PKPU UU No. 37/2004: Kreditor dpt mengajukan PKPU

17 Sistimatika UU no. 37/2004 BAB I : Ketentuan Umum (Ps. 1) BAB II : Kepailitan Bagian Kesatu : Syarat & putusan pailit Bagian Kedua : Akibat Kepailitan Bagian Ketiga : Pengurusan Harta Pailit: Hakim pengawas Kutrator Panitia Kreditor Rapat Kreditor Penetapan Hakim Bagian Keempat :Tindakan setelah pernyataan pailit & Tugas Kurator Bagian Kelima :Pencocokan piutang

18 Bab III : Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Sistimatika UU no. 37/2004 Bagian Keenam : Perdamaian Bagian Ketujuh : Pemberesan harta pailit Bagian Kedelapan Keadaan Hukum Debitor setelah berakhirnya pemberesan Bagian Kesembilan : Kepailitan Harta Peninggalan Bagian Kesepuluh Ketentuan Hukum internasional; Bagian Kesebelas : Rehabilitasi Bab III : Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Bagian Kesatu :Pemberian PKPU & akibatnya Bagian Kedua : Perdamaian; BAb IV : Permohonan Peninjauan Kembali Bab V : Ketentuan Lain-lain Bab VI : Ketentuan Peralihan Bab VII : Ketentuan Penutup.

19 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
SUMBER HUKUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. HIR UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman berikut perubahannya UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung berikut perubahannya Keppres No. 97 Tahun 1999 tentang Pembentukan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang. 3/11/2018

20 HUKUM FORMIL HUKUM ACARA
Secara umum hukum acara yang berlaku bagi acara perdata adalah HIR dan RBg Dalam kepailitan sebagai pengaturan yang bersifat lex specialis ketentuan hukum acara perdata tersebut tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam UU Kepailitan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 299 UU No. 37 Tahun 2004 yang menyatakan : ”kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini hukum acara yang berlaku adalah Hukum Acara Perdata. Dengan demikian hukum acara yang berlaku dalam kepailitan dan PKPU adalah Hukum Acara Perdata. 3/11/2018


Download ppt "HUKUM KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google