Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Analisis Rangkaian Listrik Klik untuk menlanjutkan

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Analisis Rangkaian Listrik Klik untuk menlanjutkan"— Transcript presentasi:

1 Analisis Rangkaian Listrik Klik untuk menlanjutkan
Sudaryatno Sudirham Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s (Transformasi Laplace & Fungsi Jaringan) Klik untuk menlanjutkan

2 dalam format pdf tersedia di dalam format pps beranimasi tersedia di
Bahan Kuliah Terbuka dalam format pdf tersedia di dalam format pps beranimasi tersedia di

3 Paparan Teori dan Soal untuk Latihan ada di Buku-e dalam format pdf
tersedia di dan

4 Pengantar Kita telah melihat bahwa analisis di kawasan fasor lebih sederhana dibandingkan dengan analisis di kawasan waktu karena tidak melibatkan persamaan diferensial melainkan persamaan-persamaan aljabar biasa. Akan tetapi analisis tersebut terbatas hanya untuk sinyal sinus dalam keadaan mantap. Berikut ini kita akan mempelajari analisis rangkaian di kawasan s, yang dapat kita terapkan pada rangkaian dengan sinyal sinus maupun bukan sinus, keadaan mantap maupun keadaan peralihan.

5 Dalam tayangan berikut ini kita akan melihat tiga hal:
Transformasi Laplace Analisis Menggunakan Transformasi Laplace Fungsi Jaringan

6 1. Transformasi Laplce

7 Pada tahap awal kita akan berusaha memahami transformasi Laplace beserta sifat-sifatnya.
Melalui transformasi Laplace ini, berbagai bentuk gelombang sinyal di kawasan waktu yang dinyatakan sebagai fungsi t, dapat ditransformasikan ke kawasan s menjadi fungsi s. Jika sinyal diyatakan sebagai fungsi s, maka pernyataan elemen rangkaian pun harus disesuaikan dan penyesuaian ini membawa kita pada konsep impedansi di kawasan s. Perhitungan rangkaian akan memberikan kepada kita hasil yang juga merupakan fungsi s. Jika kita perlu mengetahui hasil perhitungan dalam fungsi t kita dapat mencari transformasi balik dari pernyataan bentuk gelombang sinyal dari kawasan s ke kawasan t.

8 Pembahasan kita akan mencakup:
Transformasi Laplace. Tabel Transformasi Laplace. Sifat-Sifat Transformasi Laplace. Transformasi Balik. Diagram Pole-Zero.

9 s adalah peubah kompleks: s =  + j
Transformasi Laplace Dalam pelajaran Analisis Rangkaian di kawasan fasor, kita melakukan transformasi fungsi sinus (fungsi t) ke dalam bentuk fasor melalui relasi Euler. Dalam pelajaran Analisis di Kawasan s, kita akan melakukan transformasi pernyataan fungsi dari kawasan t ke kawasan s melalui Transformasi Laplace, yang secara matematis didefinisikan sebagai suatu integral Fungsi waktu s adalah peubah kompleks: s =  + j Batas bawah integrasi adalah nol yang berarti bahwa kita hanya meninjau sinyal-sinyal kausal

10 Kita lihat sekarang Transformasi Laplace
Sebelum membahas Taransformasi Laplace lebih lanjut, kita akan mencoba memahami proses apa yang terjadi dalam transformasi ini. Kita lihat bentuk yang ada di dalam tanda integral, yaitu Fungsi waktu Eksponensial kompleks Meredam f(t) jika  > 0 bentuk sinusoidal Jadi perkalian f(t) dengan faktor eksponensial kompleks menjadikan f(t) berbentuk sinusoidal teredam. Sehingga integral dari 0 sampai  mempunyai nilai limit, dan bukan bernilai tak hingga. Kita lihat sekarang Transformasi Laplace

11 (1) anak tangga, (2) eksponensial, dan (3) sinusoidal
Bentuk gelombang sinyal yang kita hadapi dalam rangkaian listrik tersusun dari tiga bentuk gelombang dasar yaitu: (1) anak tangga, (2) eksponensial, dan (3) sinusoidal (1) (2) (3) sinus teredam Setelah menjadi sinus teredam, diintegrasi dari 0 sampai  dan didapat F(s)

12 Jadi semua bentuk gelombang yang kita temui dalam rangkaian listrik, setelah dikalikan dengan est dan kemudian diintegrasi dari 0 sampai  akan kita peroleh F(s) yang memiliki nilai limit.

13 Posisi pole diberi tanda X
Contoh: Jika f(t) adalah fungsi tetapan f(t) = Au(t) Dalam contoh fungsi anak tangga ini, walaupun integrasi memiliki nilai limit, namun teramati bahwa ada nilai s yang memberikan nilai khusus pada F(s) yaitu s = 0. Pada nilai s ini F(s) menjadi tak menentu dan nilai s yang membuat F(s) tak menentu ini disebut pole. s adalah besaran kompleks. Posisi pole di bidang kompleks dalam contoh ini dapat kita gambarkan sebagai berikut. Re Im X f(t) Au(t) t Posisi pole diberi tanda X

14 Contoh: f(t) = Aetu(t) Jika f(t) adalah fungsi exponensial
Ae-at u(t) Untuk s = , nilai F(s) menjadi tak tentu. s =  ini adalah pole Re Im X Penggambaran pada bidang kompleks: Posisi Pole diberi tanda X

15 Contoh: Jika f(t) adalah fungsi cosinus f(t) = Acost u(t)
relasi Euler: t f(t) Acost u(t) Untuk s = 0, nilai F(s) menjadi nol. Nilai s ini disebut zero Re Im X O Untuk s2 = 2, atau nilai F(s) menjadi tak tentu. Nilai s ini merupakan pole Penggambaran pada bidang kompleks Zero diberi tanda O Pole diberi tanda X

16 Salah satu sifat Transformasi Laplace yang sangat penting adalah
Sifat Unik Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut: Jika f(t) mempunyai transformasi Laplace F(s) maka transformasi balik dari F(s) adalah f(t). Sifat ini memudahkan kita untuk mencari F(s) dari suatu fungsi f(t) dan sebaliknya mencari fungsi f(t) dari dari suatu fungsi F(s) dengan menggunakan tabel transformasi Laplace. Mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) disebut mencari transformasi balik dari F(s). Tabel berikut ini memuat pasangan fungsi f(t) dan fungsi F(s). Walaupun hanya memuat beberapa pasangan, namun untuk keperluan kita, tabel ini sudah dianggap cukup.

17 Tabel Transformasi Laplace
ramp teredam : [ t eat ] u(t) ramp : [ t ] u(t) sinus tergeser : [sin (t + )] u(t) cosinus tergeser : [cos (t + )] u(t) sinus teredam : [eatsin t] u(t) cosinus teredam : [eatcos t] u(t) sinus : [sin t] u(t) cosinus : [cos t] u(t) eksponensial : [eat]u(t) anak tangga : u(t) 1 impuls : (t) Pernyataan Sinyal di Kawasan s L[f(t)] = F(s) Pernyataan Sinyal di Kawasan t f(t)

18 Sifat-Sifat Transformasi Laplace

19 Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
Sifat Unik Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut: Jika f(t) mempunyai transformasi Laplace F(s) maka transformasi balik dari F(s) adalah f(t). Dengan kata lain Jika pernyataan di kawasan s suatu bentuk gelombang v(t) adalah V(s), maka pernyataan di kawasan t suatu bentuk gelombang V(s) adalah v(t).

20 Sifat Linier Karena transformasi Laplace adalah sebuah integral, maka ia bersifat linier. Transformasi Laplace dari jumlah beberapa fungsi t adalah jumlah dari transformasi masing-masing fungsi. Bukti: Jika maka transformasi Laplace-nya adalah dengan F1(s) dan F2(s) adalah transformasi Laplace dari f1(t) dan f2(t).

21 Fungsi yang merupakan integrasi suatu fungsi t
Jika , maka transformasi Laplacenya adalah Bukti: Misalkan maka bernilai nol untuk t =  karena est = 0 pada t , bernilai nol untuk t = 0 karena integral yang di dalam tanda kurung akan bernilai nol (intervalnya nol).

22 Fungsi yang merupakan diferensiasi suatu fungsi
Jika maka transformasi Laplacenya adalah Bukti: Misalkan maka bernilai nol untuk t =  karena est = 0 untuk t  bernilai f(0) untuk t = 0. Ini adalah nilai f1(t) pada t = 0

23 Translasi di Kawasan t Translasi di Kawasan s
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s), maka transformasi Laplace dari f(ta)u(ta) untuk a > 0 adalah easF(s). Translasi di Kawasan s Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka transformasi Laplace dari etf(t) adalah F(s + ).

24 Pen-skalaan (scaling)
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka untuk a > 0 transformasi dari f(at) adalah Nilai Awal dan Nilai Akhir

25 Tabel Sifat-Sifat Transformasi Laplace
konvolusi : nilai akhir : nilai awal : penskalaan : translasi di s : translasi di t: A1F1(s) + A2 F2(s) linier : A1 f1(t) + A2 f2(t) diferensiasi : integrasi : linier : A1 f1(t) + A2 f2(t) Pernyataan F(s) =L[f(t)] Pernyataan f(t)

26 Mencari Transformasi Laplace dan Diagram pole – zero

27 Mencari Transformasi Laplace
CONTOH: Carilah transformasi Laplace dari bentuk gelombang berikut: Penyelesaian: a) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [cos t] u(t) b) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [sin t] u(t) c) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [eat]u(t)

28 Mencari Diagram pole-zero
CONTOH: Gambarkan diagram pole-zero dari Re Im 1 a). Fungsi ini mempunyai pole di s = 1 tanpa zero tertentu. b). Fungsi ini mempunyai zero di s = 2 Sedangkan pole dapat dicari dari Re Im +j1,8 2 j1,8 Re Im c). Fungsi ini tidak mempunyai zero tertentu sedangkan pole terletak di titik asal, s = 0 + j0.

29 Mencari Transformasi Balik

30 Transformasi Balik Transformasi balik adalah mencari f(t) dari suatu F(s) yang diketahui. Jika F(s) yang ingin dicari transformasi baliknya ada dalam tabel transformasi Laplace yang kita punyai, pekerjaan kita cukup mudah. Akan tetapi pada umumnya F(s) berupa rasio polinomial yang bentuknya tidak sesederhana dan tidak selalu ada pasangannya seperti dalam tabel. Untuk mengatasi hal itu, F(s) kita uraikan menjadi suatu penjumlahan dari bentuk-bentuk yang ada dalam tabel, sehingga kita akan memperoleh f(t) sebagai jumlah dari transformasi balik setiap uraian. Hal ini dimungkinkan oleh sifat linier dari transformasi Laplace

31 Bentuk Umum F(s) Bentuk umum fungsi s adalah Dalam bentuk umum ini jumlah pole lebih besar dari jumlah zero, Jadi indeks n > m Jika F(s) memiliki pole yang semuanya berbeda, pi  pj untuk i  j , dikatakan bahwa F(s) mempunyai pole sederhana. Jika ada pole yang berupa bilangan kompleks kita katakan bahwa F(s) mempunyai pole kompleks. Jika ada pole-pole yang bernilai sama kita katakan bahwa F(s) mempunyai pole ganda.

32 Fungsi Dengan Pole Sederhana
Apabila F(s) hanya mempunyai pole sederhana, maka ia dapat diuraikan sebagai berikut F(s) merupakan kombinasi linier dari beberapa fungsi sederhana. k1, k2,…..kn di sebut residu. Jika semua residu sudah dapat ditentukan, maka Bagaimana cara menentukan residu ?

33 Cara menentukan residu:
Jika kita kalikan kedua ruas dengan (s  p1), faktor (s p1) hilang dari ruas kiri, dan ruas kanan menjadi k1 ditambah suku-suku lain yang semuanya mengandung faktor (s p1). Jika kemudian kita substitusikan s = p1 maka semua suku di ruas kanan bernilai nol kecuali k1 Dengan demikian kita peroleh k1 k2 diperoleh dengan mengakalikan kedua ruas dengan (s  p2) kemudian substitusikan s = p2 , dst.

34 CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.

35 CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.

36 CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.
masukkan s = 0 masukkan s = 1 masukkan s = 4

37 Fungsi Dengan Pole Kompleks
Dalam formulasi gejala fisika, fungsi F(s) merupakan rasio polinomial dengan koefisien riil. Jika F(s) mempunyai pole kompleks yang berbentuk p =  + j, maka ia juga harus mempunyai pole lain yang berbentuk p* =   j; sebab jika tidak maka koefisien polinomial tersebut tidak akan riil. Jadi untuk sinyal yang secara fisik kita temui, pole kompleks dari F(s) haruslah terjadi secara berpasangan konjugat. Oleh karena itu uraian F(s) harus mengandung dua suku yang berbentuk Residu k dan k* juga merupakan residu konjugat sebab F(s) adalah fungsi rasional dengan koefisien rasional. Residu ini dapat kita cari dengan cara yang sama seperti mencari residu pada uraian fungsi dengan pole sederhana.

38 Transformasi balik dari dua suku dengan pole kompleks
adalah

39 Memberikan pole sederhana di s = 0
CONTOH: Carilah transformasi balik dari Memberikan pole sederhana di s = 0 memberi pole kompleks

40 Fungsi Dengan Pole Ganda
Pada kondisi tertentu, F(s) dapat mempunyai pole ganda. Penguraian F(s) yang demikian ini dilakukan dengan “memecah” faktor yang mengandung pole ganda dengan tujuan untuk mendapatkan bentuk fungsi dengan pole sederhana yang dapat diuraikan seperti contoh sebelumnya. pole ganda pole sederhana

41 CONTOH: Tentukan transformasi balik dari fungsi:

42 2. Analisis Menggunakan Transformasi Laplace

43 Hubungan Tegangan-Arus Elemen di Kawasan s

44 Kita mengetahui hubungan tergangan-arus di kawasan waktu pada elemen-elemen R, L, dan C adalah
Dengan melihat tabel sifat-sifat transformasi Laplace, kita akan memperoleh hubungan tegangan-arus elemen-elemen di kawasan s sebagai berikut:

45 Kondisi awal adalah kondisi elemen sesaat sebelum peninjauan.
Resistor: Induktor: Kapasitor: Kondisi awal Kondisi awal adalah kondisi elemen sesaat sebelum peninjauan.

46 Konsep Impedansi di Kawasan s

47 Konsep Impedansi di Kawasan s
Impedansi di kawasan s adalah rasio tegangan terhadap arus di kawasan s dengan kondisi awal nol Dengan konsep impedansi ini maka hubungan tegangan-arus untuk resistor, induktor, dan kapasitor menjadi sederhana. Admitansi, adalah Y = 1/Z

48 Representasi Elemen di Kawasan s
Representasi dengan Menggunakan Sumber Tegangan Elemen R, L, dan C di kawasan s, jika harus memperhitungkan adanya simpanan energi awal pada elemen, dapat dinyatakan dengan meggunakan sumber tegangan atau sumber arus. R IR (s) + VR(s) + sL LiL(0) VL (s) IL (s) + VC (s) IC (s) Jika simpanan energi awal adalah nol, maka sumber tegangan ataupun sumber arus tidak perlu digambarkan. Kondisi awal Jika Kondisi awal = 0 R IR (s) + VR(s) sL + VL (s) IL (s) + VC (s) IC (s)

49 Representasi dengan Menggunakan Sumber Arus
IR (s) + VR(s) IL (s) + VL (s) sL CvC(0) IC (s) + VC (s) Kondisi awal Jika Kondisi awal = 0 R IR (s) + VR(s) sL + VL (s) IL (s) + VC (s) IC (s)

50 Transformasi Rangkaian
Representasi elemen dapat kita gunakan untuk mentransformasi rangkaian ke kawasan s. Dalam melakukan transformasi rangkaian perlu kita perhatikan juga apakah rangkaian yang kita transformasikan mengandung simpanan energi awal atau tidak. Jika tidak ada simpanan energi awal, maka sumber tegangan ataupun sumber arus pada representasi elemen tidak perlu kita gambarkan.

51 tegangan awal kapasitor = 0
CONTOH: Saklar S pada rangkaian berikut telah lama ada di posisi 1. Pada t = 0 saklar dipindahkan ke posisi 2 sehingga rangkaian RLC seri terhubung ke sumber tegangan 2e3t V. Transformasikan rangkaian ke kawasan s untuk t > 0. 1/2 F 1 H 3  2e3t V + vC S 1 2 8 V s 3 + VC(s) 1 1/2 F 1 H 3  2e3t V + vC S 2 s 3 + VC(s) Transfor- masi arus awal induktor = 0 Saklar S telah lama ada di posisi 1 dan sumber 8 V membuat rangkaian memiliki kondisi awal, yaitu vC0 = 8 V dan iL0 = 0 Transfor- masi tegangan kapasitor tegangan awal kapasitor = 8/s arus awal induktor = 0 Saklar S telah lama ada di posisi 1 dan tak ada sumber tegangan, maka kondisi awal = 0 vC0 = 0 V dan iL0 = 0 tegangan kapasitor tegangan awal kapasitor = 0 Kondisi awal akan nol jika rangkaiannnya adalah:

52 Hukum Kirchhoff

53 Hukum arus Kirchhoff (HAK) dan hukum tegangan Kirchhoff (HTK) berlaku di kawasan s
HAK di Kawasan t : HAK di Kawasan s HTK di Kawasan t : HTK di Kawasan s

54 Kaidah-Kaidah dan Teorema Rangkaian

55 Pembagi Tegangan dan Pembagi Arus
CONTOH: Carilah VC(s) pada rangkaian impedansi seri RLC berikut ini s 3 + VC (s) Vin (s)

56 Inilah tanggapan rangkaian RLC seri dengan R = 3 , L = 1H, C = 0,5 F
+ VC (s) Vin (s) Misalkan Vin(s) = 10/s Inilah tanggapan rangkaian RLC seri dengan R = 3 , L = 1H, C = 0,5 F dan sinyal masukan anak tangga dengan amplitudo 10 V.

57 Prinsip Proporsionalitas
Ks Y(s) X(s) Hubungan linier antara masukan dan keluaran CONTOH: sL R + 1/sC Vin (s)

58 Prinsip Superposisi Keluaran rangkaian yang mempunyai beberapa masukan adalah jumlah keluaran dari setiap masukan sendainya masukan-masukan itu bekerja sendiri-sendiri Ks Yo(s) X1(s) X2(s) Ks1 Y1(s) = Ks1X1(s) X1(s) Ks2 Y2(s) = Ks2X2(s) X2(s)

59 Teorema Thévenin dan Norton
Tegangan Thévenin Arus Norton Impedansi Thévenin CONTOH: Carilah rangkaian ekivalen Thevenin dari rangkaian impedansi berikut ini. + B E A N R + B E A N ZT

60 Metoda Metoda Analisis

61 Metoda Unit Output CONTOH: Dengan menggunakan metoda unit output, carilah V2(s) pada rangkaian impedansi di bawah ini sL R 1/sC I1(s) + V2(s) IC (s) IR (s) IL (s)

62 Metoda Superposisi CONTOH: Dengan menggunakan metoda superposisi, carilah tegangan induktor vo(t) pada rangkaian berikut ini. + R sL Vo + Bsint Au(t) R L vo + R sL Vo1 R sL + Vo2

63

64 Metoda Reduksi Rangkaian
CONTOH: Dengan menggunakan metoda reduksi rangkaian carilah tegangan induktor vo(t) pada rangkaian berikut ini + R sL Vo R sL + Vo R/2 sL + Vo R/2 sL + Vo

65 Metoda Rangkaian Ekivalen Thévenin
CONTOH: Cari tegangan induktor dengan menggunakan rangkaian ekivalen Thévenin. + R sL Vo + R + ZT sL Vo VT

66 Metoda Tegangan Simpul
CONTOH: Cari tegangan induktor dengan menggunakan metoda tegangan simpul. + R sL Vo

67 Metoda Arus Mesh CONTOH: Pada rangkaian berikut ini tidak terdapat simpanan energi awal. Gunakan metoda arus mesh untuk menghitung i(t) + 10k 10mH 1F 10 u(t) i(t) + 104 0.01s I(s) IA IB

68 Bahasan kita berikut ini adalah mengenai Fungsi Jaringan
Fungsi Jaringan merupakan fungsi s yang merupakan karakteristik rangkaian dalam menghadapi adanya suatu masukan ataupun memberikan relasi antara masukan dan keluaran.

69 Bahasan kita akan mencakup
Pengertian Dan Macam Fungsi Jaringan. Peran Fungsi Alih. Hubungan Bertingkat Kaidah Rantai

70 3. Fungsi Jaringan

71 Pengertian dan Macam Fungsi Jaringan

72 Fungsi Jaringan Prinsip proporsionalitas berlaku di kawasan s.
Faktor proporsionalitas yang menghubungkan keluaran dan masukan berupa fungsi rasional dalam s dan disebut fungsi jaringan (network function). Definisi ini mengandung dua pembatasan, yaitu kondisi awal harus nol dan sistem hanya mempunyai satu masukan

73 Fungsi jaringan yang sering kita hadapi ada dua bentuk, yaitu
fungsi masukan (driving-point function) dan fungsi alih (transfer function) Fungsi masukan adalah perbandingan antara tanggapan di suatu gerbang (port) dengan masukan di gerbang yang sama. Fungsi alih adalah perbandingan antara tanggapan di suatu gerbang dengan masukan pada gerbang yang berbeda.

74 Fungsi Masukan impedansi masukan admitansi masukan Fungsi Alih

75 CONTOH: Carilah impedansi masukan yang dilihat oleh sumber pada rangkaian-rangkaian berikut ini a). R + Vs(s) Is(s) b).

76 Carilah fungsi alih rangkaian-rangkaian berikut
CONTOH: Carilah fungsi alih rangkaian-rangkaian berikut a). R + Vin(s) Vo(s) Iin(s) b). Io(s)

77 Tentukan impedansi masukan dan fungsi alih rangkaian di bawah ini
CONTOH: Tentukan impedansi masukan dan fungsi alih rangkaian di bawah ini R1 R2 L C + vin vo R1 R2 Ls 1/Cs + Vin(s) Vo (s) Transformasi ke kawasan s

78 Tentukan impedansi masukan dan fungsi alih rangkaian di samping ini
CONTOH: + R2 vin vo R1 C1 C2 Tentukan impedansi masukan dan fungsi alih rangkaian di samping ini Transformasi rangkaian ke kawasan s + R2 Vin(s) Vo(s) R1 1/C1s 1/C2s

79 CONTOH: Fungsi alih : Persamaan tegangan untuk simpul A: 1M 1F vx A
+ vs vx + vo 106 106/s Vx A + Vx + Vo(s) Vs(s) Persamaan tegangan untuk simpul A: Fungsi alih :

80 Peran Fungsi Alih

81 Fungsi alih T(s) akan memberikan
Peran Fungsi Alih Dengan pengertian fungsi alih, keluaran dari suatu rangkaian di kawasan s dapat dituliskan sebagai T(s) pada umumnya berbentuk rasio polinom Rasio polinom ini dapat dituliskan: Fungsi alih T(s) akan memberikan zero di z1 …. zm pole di p1 …. pn .

82 Pole dan zero dapat mempunyai nilai riil ataupun kompleks konjugat karena koefisien dari b(s) dan a(s) adalah riil. Sementara itu sinyal masukan X(s) juga mungkin mengandung zero dan pole sendiri. Oleh karena itu sinyal keluaran Y(s) akan mengandung pole dan zero yang dapat berasal dari T(s) ataupun X(s). Pole dan zero yang berasal dari T(s) disebut pole alami dan zero alami, karena mereka ditentukan semata-mata oleh parameter rangkaian dan bukan oleh sinyal masukan; Pole dan zero yang berasal dari X(s) disebut pole paksa dan zero paksa karena mereka ditentukan oleh fungsi pemaksa (masukan).

83 CONTOH: Fungsi alih : Pole dan zero adalah :
106 106/s Vx A + Vx + Vo(s) Vs(s) CONTOH: Jika vin = cos2t u(t) , carilah pole dan zero sinyal keluaran Vo(s) untuk  = 0,5 Fungsi alih : Pole dan zero adalah :

84 Rangkaian Dengan Masukan Sinyal Impuls
Impuls dinyatakan dengan x(t) = (t). Pernyataan sinyal ini di kawasan s adalah X(s) = 1 Vo(s) yang diperoleh dengan X(s) = 1 ini disebut H(s) agar tidak rancu dengan T(s). Karena X(s) = 1 tidak memberikan pole paksa, maka H(s) hanya akan mengandung pole alami. Keluaran di kawasan t, vo(t) = h(t), diperoleh dengan transformasi balik H(s). Bentuk gelombang h(t) terkait dengan pole yang dikandung oleh H(s). Pole riil akan memberikan komponen eksponensial pada h(t); pole kompleks konjugat (dengan bagian riil negatif ) akan memberikan komponen sinus teredam pada h(t). Pole-pole yang lain akan memberikan bentuk-bentuk h(t) tertentu yang akan kita lihat melalui contoh berikut.

85 CONTOH: 106 106/s Vx A + Vx + Vo(s) Vs(s) Jika sinyal masukan pada rangkaian dalam contoh-3.5 adalah vin = (t) , carilah pole dan zero sinyal keluaran untuk nilai  = 0,5 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4, 5. Dengan masukan vin = (t) berarti Vin(s) = 1, maka keluaran rangkaian adalah :

86 Contoh ini memperlihatkan bagaimana fungsi alih menentukan bentuk gelombang sinyal keluaran melalui pole-pole yang dikandungnya. Berbagai macam pole tersebut akan memberikan h(t) dengan perilaku sebagai berikut.  = 0,5 : dua pole riil negatif tidak sama besar; sinyal keluaran sangat teredam.  = 1 : dua pole riil negatif sama besar ; sinyal keluaran teredam kritis.  = 2 : dua pole kompleks konjugat dengan bagian riil negatif ; sinyal keluaran kurang teredam, berbentuk sinus teredam.  = 3 : dua pole imaginer; sinyal keluaran berupa sinus tidak teredam.  = 4 : dua pole kompleks konjugat dengan bagian riil positif ; sinyal keluaran tidak teredam, berbentuk sinus dengan amplitudo makin besar.  = 5 : dua pole riil posistif sama besar; sinyal keluaran eksponensial dengan eksponen positif; sinyal makin besar dengan berjalannya t.

87 Posisi pole dan bentuk gelombang keluaran

88 Rangkaian Dengan Masukan Sinyal Anak Tangga
Transformasi sinyal masukan yang berbentuk gelombang anak tangga x(t) = u(t) adalah X(s) = 1/s. Jika fungsi alih adalah T(s) maka sinyal keluaran adalah Tanggapan terhadap sinyal anak tangga ini dapat kita sebut Karena H(s) hanya mengandung pole alami, maka dengan melihat bentuk G(s) kita segera mengetahui bahwa tanggapan terhadap sinyal anak tangga di kawasan s akan mengandung satu pole paksa disamping pole-pole alami. Pole paksa ini terletak di s = 0 + j0 (lihat gambar)

89 CONTOH: Jika  = 2 dan sinyal masukan berupa sinyal anak tangga, carilah pole dan zero sinyal keluaran dalam rangkaian contoh-3.7, Dengan  = 2 fungsi alihnya adalah Dengan sinyal masukan X(s) = 1/s , tanggapan rangkaian adalah Dari sini kita peroleh :

90 Hubungan Bertingkat dan Kaidah Rantai

91 Dua Rangkaian dihubungkan
Hubungan Bertingkat CONTOH: R1 + Vin 1/Cs Vo R2 Ls + Vo Vin dan Dua Rangkaian dihubungkan R1 + Vin 1/Cs R2 Ls Vo

92 Diagram blok rangkaian ini menjadi :
Fungsi alih dari rangkaian yang diperoleh dengan menghubungkan kedua rangkaian secara bertingkat tidak serta merta merupakan perkalian fungsi alih masing-masing. Hal ini disebabkan terjadinya pembebanan rangkaian pertama oleh rangkaian kedua pada waktu mereka dihubungkan. Untuk mengatasi hal ini kita dapat menambahkan rangkaian penyangga di antara kedua rangkaian sehingga rangkaian menjadi seperti di bawah ini. R1 + Vin 1/Cs R2 Ls Vo Diagram blok rangkaian ini menjadi : Vo(s) Vin(s) TV1 1 Vo1

93 Kaidah Rantai Jika suatu tahap tidak membebani tahap sebelumnya berlaku kaidah rantai . T1(s) Y1(s) T2(s) Y(s) X(s) Oleh karena itu agar kaidah rantai dapat digunakan, impedansi masukan harus diusahakan sebesar mungkin, yang dalam contoh diatas dicapai dengan menambahkan rangkaian penyangga. Dengan cara demikian maka hubungan masukan-keluaran total dari seluruh rangkaian dapat dengan mudah diperoleh jika hubungan masukan-keluaran masing-masing bagian diketahui.

94 Bahan Kuliah Terbuka Analisis Rangkaian Listrik di Kawasan s
Transformasi Laplace Analisis Menggunakan Transformasi Laplace Fungsi Jaringan Sudaryatno Sudirham


Download ppt "Analisis Rangkaian Listrik Klik untuk menlanjutkan"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google