Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehHerman Sugiarto Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
Sederhana Tapi Tegas Pada waktu dilangsungkan pertunjukan Koenig Quarter di Goethe Institut di Jakarta (1972), hadir Bung Hatta dengan disertai oleh Ibu Hatta. Menurut hemat saya, hidangan Koenig Quarter tersebut tidak jelek, jika sekadar dimaksud untuk hiburan keliling di Asia, tetapi bukan merupakan hidangan top klasik seperti apa yang pernah saya saksikan semisal festival musik di ibu kota Austria, Wina. Namun Bung Hatta ketika itu, walau sudah lanjut usia tetap duduk tenang selama 2 ½ jam lamanya untuk mendengarkan antara lain lagu-lagu ciptaan Ludwig von Beethoven dan Johannes Brahms. Oleh karena Bung Hatta duduk di deretan kursi di depan saya, maka dengan leluasa saya dapat memperhatikan beliau. Bung Hatta datang tidak mengenakan pakaian kebesaran ataupun bintang-bintang tanda jasa yang gemerlapan. Tetapi bagi seorang yang sanggup melihat kebesaran manusia tidak semata-mata dari seragam resmi dan pakaian mentereng, maka meskipun pepatah Belanda yang mengatakan bahwa “de kleren maken de man” (pakaian itu membentuk orangnya), tapi dengan sekejap mata orang akan dapat mengetahui dan menghormati Bung Hatta sebagai Manusia Besar, ‘Juist doorzijn eenvoud en natuurlijkheid’ (justru karena kesederhanaan dan sikapnya yang tidak dibikin-bikin). Namun Bung Hatta yang sederhana itu adalah seorang pemimpin yang bersikap tegas. Ketika Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai wakil presiden, beliau pernah memberikan komentar atas keterangan kebijaksanaan rencana pembangunan ekonomi terpimpin, yang diberikan oleh seorang menteri utama dari Kabinet Karya Bung Karno dulu. Bung Hatta mengomentari Keterangan Pemerintah tersebut dengan satu perkataan singkat: “Nonsens!!” Sehubungan dengan komentar Bung Hatta itu, maka menteri utama yang bersangkutan terpaksa harus memberikan bantahannya dengan keterangan penjelasan lebih lanjut dengan antara lain menyatakan: “Pemerintah tidak sebodoh itu!” Wartawan yang meminta pendapat Bung Hatta atas keterangan penjelasan dari Menteri Utama itu, Bung Hatta menjawab : “Tweede Nonsens!!” (Omong kosong yang kedua). Akhir-akhir ini banyak diperbincangkan tentang apa yang disebut nilai-nilai dan jiwa 1945, yang hendak diwariskan kepada generasi muda kita. Tetapi tidak ada orang yang dapat memberikan penjelasan dengan gamblang, apa yang dimaksud dengan nilai-nilai dan jiwa 1945 itu. Sudah barang tentu, jika hanya sekadar mengucapkan pidato yang itu-itu saja, setiap orang akan dapat menjawabnya. Sebabnya karena memang tidak mudah untuk menggali dan mencari bahan-bahan ideal dari tahun 1945, dan merumuskannya sedemikian rupa, tanpa membentur kondisi masyarakat dan perkembangan dunia di abad ruang. Sebagai manusia biasa, maka Bung Hatta tentunya juga tidak luput dari kekurangan, kesalahan, dan kekhilafan. Bandingkanlah misalnya dengan Bung Karno. Disamping jasa-jasa Bung Karno yang tidak akan dapat dihapuskan dari sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, maka pemimpin yang memiliki kharisma yang luar biasa ini oleh Dr. Tjipto Mangunkusumo dikatakan sebagai seorang charmeur, sehingga tidak saja kawan, bahkan lawan pun tertarik padanya.
2
Bung Karno yang oleh bekas Duta Besar Amerika untuk Indonesia Howard Palfrey Jones, di dalam bukunya, Indonesia: the Possible Dream menyebut Bung Karno sebagai the leader with the golden voices yang pada hakikatnya di saat menjelang kesurutan kepemimpinannya membuat banyak kesalahan besar di dalam cara memerintah negara kita. Ya, bahkan peranan dan kebijaksanaannya dalam tahun 1965 dapat menjerumuskan Negara Pancasila yang Bung Karno cetuskan sendiri itu ke jurang malapetaka. Carilah kesalahan-kesalahan pada diri Bung Hatta. Sebagai saya tulis di atas, sebagai manusia, Bung Hatta tentunya juga tidak bisa luput dari kesalahan dan kekhilafan. Menurut pendapat saya, pada pribadi Bung Hatta lebih banyak melekat hal-hal yang positif daripada hal-hal yang negatif. Saya kira akan lebih gamblang bagi generasi muda kita apabila dapat menonjolkan manusia semacam Mohammad Hatta sebagai teladan untuk ditiru, karena Manusia Hatta memiliki nilai-nilai dan jiwa tahun 1945 yang murni. Demikianlah, maka berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, penulis ingin memberikan penghargaan kepada Bung Hatta sesuai dengan bakat-bakat dan sifat-sifat yang dimiliki yang telah diamalkannya kepada bangsa Indonesia sepanjang hidupnya, yakni: 1. Bung Hatta memiliki nilai-nilai dan jiwa 1945 yang murni dan yang dapat ditonjol sebagai teladan untuk ditiru oleh generasi kita; 2. Bung Hatta pada hakikatnya adalah perintis dan pelopor dari cita-cita Orde Baru yang sebenarnya; 3. Bung Hatta adalah pemimpin yang sederhana, tabah, tegas, berani, jujur, bersih, berdisiplin dan last but not least, berkarakter. Rinto Alwi, Pribadi Manusia Hatta, Yayasan Hatta, Juli 2002
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.