Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

TES KELOMPOK DAN KONTROVERSI DALAM TES KEMAMPUAN

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "TES KELOMPOK DAN KONTROVERSI DALAM TES KEMAMPUAN"— Transcript presentasi:

1 TES KELOMPOK DAN KONTROVERSI DALAM TES KEMAMPUAN
Daniswari Manggala Putri Dewi Puspita Sari Winang Pranandana

2 TES KELOMPOK DAN KONTROVERSI DALAM TES KEMAMPUAN
Keberhasilan praktis skala-skala intelegensi seperti tes Binet-Simon pada tahun 1905 memotivasi para psikolog dan pendidik untuk mengembangkan instrument yang dapat dilaksanakan secara bersamaan pada sejumlah besar peserta tes. Pengembang tes menyadari bahwa tes-tes tersebut memungkinkan evaluasi yang efisien terhadap lusinan atau ratusan peserta tes pada waktu yang sama.

3 Salah satu penggunaan tes kelompok adalah untuk penyaringan dan penempatan personil militer dalam Perang Dunia I.

4 Karakteristik, Manfaat, dan Perangkap Tes Kelompok
Sebagian besar tes kelompok dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis berikut: Tes kemampuan Tes bakat Tes prestasi

5 Tes Kemampuan biasanya menggunakan sampel dari berbagai jenis kecakapan guna mengestimasi tingkat intelektual saat ini. Informasi ini dapat digunakan untuk penyaringan atau penempatan, seperti menentukan kebutuhan pengujian individual atau menetapkan kelayakan program bakat.

6 Tes Bakat biasanya mengukur beberapa segmen kemampuan yang homogeny dan dirancang untuk memprediksi kinerja di masa mendatang. Validitas prediktif sangat penting bagi tes bakat, dan kerap digunakan untuk seleksi institusional.

7 Tes prestasi mengukur penguasaan keterampilan saat ini dalam kaitannya dengan tes tujuan sekolah dan program pelatihan. Tes tersebut dirancang untuk mencerminkan sasaran-sasaran pendidikan dalam membaca, menulis, matematika, dan mata pelajaran lainnya. Kendati kerap digunakan untuk mengidentifikasi pencapaian pendidikan siswa, tes tersebut juga berfungsi mengevaluasi kememadaian program-program pendidikan sekolah.

8 Apapun penerapannya, tes kelompok berbeda dengan tes individual dalam lima hal:
Pilihan ganda vs format terbuka Pemberian skor dengan mesin yang objektif vs pemberian skor oleh penguji Pelaksanaan secara kelompok vs perorangan Penerapan dalam penyaringan vs perencanaan perbaikan Sampel-sampel standarisasi yang sangat besar vs sampe-sampel besar saja

9 Singkatnya, tes kelompok mengandung dua risiko yang saling terkait:
Beberapa peserta tes akan memperoleh skor jauh di bawah kemampuan mereka yang sesungguhnya karena masalah-masalah motivasional atau kesulitan mengikuti petunjuk Skor-skor yang tidak valid tidak akan diketahui, dengan konsekuensi yang tidak dikehendaki bagi peserta tes yang tidak biasa ini.

10 Tes Kemampuan Kelompok

11 Multidimensional Aptitude Battery – II (MAB – II)
MAB II merupakan cloning canggih setiap subtes WAIS-R. Sepuluh subtes tersebut adalah sebagai berikut: Verbal: Informasi Pemahaman Aritmatika Persamaan Kosa Kata

12 Kinerja/Performance Simbol Angka Penyelesaian Gambar Spasial Pengurutan Gambar Perakitan Objek

13 Tes Kombinasi Multilevel: Tes Kemampuan Kognitif (CogAT – Cognitive Abilities Test)
Tes yang sesuai bagi siswa kelas enam akan terlalu mudah bagi siswa kelas sepuluh, namun akan luar biasa sulit bagi siswa kelas tiga. Jawaban atas dilema ini adalah tes kombinasi multilevel, yaitu serangkaian tes yang sama. Dalam tes kombinasi multilevel, setiap tes kelompok didesain untuk umur atau tingkat kelas tertentu, namun tes-tes yang levelnya berdekatan, setiap tes memiliki batas bawah dan batas atas yang sesuai untuk pengukuran yang tepat bagi siswa pada kedua sisi ekstrem kemampuan.

14 Sembilan subtes CogAT multilevel dikelompokkan menajdi tiga area: Verbal, kuantitatif, dan nonverbal yang masing-masing mencakup tiga subtes Tes kombinasi verbal mengevaluasi keterampilan verbal dan strategi penalaran yang diperlukan untuk membaca serta menulis secara efektif. Tes Kombinasi menilai keterampilan kuantitatif yang penting untuk matematika dan disiplin ilmu lainnya.

15 Tes kombinasi nonverbal dapat digunakan untuk mengestimasi tingkat kognitif para siswa yang memiliki keterampilan membaca terbatas, kecakapan bahasa Inggris yang buruk, atau paparan pendidikan yang tidak memadai.

16 Tes Intelegensi Adil Budaya (CFIT)
Tes ini awalnya bernama Tes Inteligensi Bebas Budaya, namanya diubah ketika terbukti pengaruh budaya tidak dapat sepenuhnya dihilangkan dari tes-tes inteligensi. Setiap bentuk dalam CFIT terdiri dari empat subtes: Rangkaian, Klasifikasi, Matriks, dan Kondisi. Semua subtes tersebut memiliki karakteristik berupa gambar dan nonberbal. Setiap subtes juga mencakup beberapa soal latihan. Keseluruhan tes dikemas rapi dalam booklet setebal delapan halaman.

17 Matriks Progresif Raven (RPM)
Merupakan tes penalaran induktif nonverbal yang yang didasarkan pada stimuli bergambar. Tes ini sangat popular dalam penelitian dasar dan juga digunakan dalam beberapa situasi institusional untuk tujuan penyaringan intelektual.

18 RPM terutama bermanfaat bagi pengujian pelengkap pada anak-anak dan orang dewasa dengan kelemahan pendengaran, bahasa, atau fisik. Kerap para peserta tes tersebut sulit diukur dengan alat-alat ukur tradisional yang membutuhkan atnesi pendengaran, ekspresi verbal, atau manipulasi fisik. Sebaliknya, RPM dapat dijelaskan melalui pantomim, jika diperlukan. RPM sangat cocok untuk menguji orang-orang dengan penguasaan bahasa Inggris terbatas

19 Perspektif tentang Tes Adil Budaya
CFIT dan RPM kerap dikutip sebagai contoh tes adil budaya. Pertama yang perlu dikemukakan adalah bahwa tes inteligensi semata-mata hanyalah sampel atas apa yang diketahui dan dapat dilakukan oleh orang-orang. Kita tidak boleh mengkonkretkan inteligensi dan menilai secara berlebihan tes-tes inteligensi. Tes tidak pernah menjadi sampel inteligensi bawaan atau pengetahuan yang bebas budaya. Semua pengetahuan didasarkan pada budaya dan diperoleh seiring waktu.

20 Tes Kombinasi Bakat Multipel (Multiple Aptitude Test Batteries – MATB)

21 Tes Bakat Diferensial (DAT – Differential Aptitude Test)
DAT terdiri dari 8 tes independent: Penalaran Verbal (VR – Verbal Reasoning) Penalaran Numerik (NR – Numerical Reasoning) Penalaran Abstrak (AR - Abstract Reasoning) Kecepatan dan Akurasi Perseptual (PSA – Perceptual Speed and Accuracy) Penalaran Mekanis (MR – Mechanical Reasoning) Hubungan Ruang (SR – Space Relation) Ejaan (S – Spelling) Penggunaan Bahasa (LU – Language Usage)

22 Dalam mengkonstruksi DAT, para penyusun dipandu oleh beberapa kriteria eksplisit:
Setiap tes harus merupakan tes indpenden Tes-tes tersebut harus mengukur kekuatan Tes kombinasi harus menghasilkan suatu profil Norma-norma harus memadai Materi-materi tes harus praktis Tes harus mudah dilaksanakan Bentuk-bentuk alternative harus tersedia

23 General Aptitude Test Battery (GATB)
Secara luas diakui sebagai tes pertama untuk memprediksi kinerja pekerjaan. GATB diperoleh dari analisis faktor terhadap 59 tes yang dilaksanakan pada ribuan lelakli peserta pelatihan dalam kursus-kursis vokasional (Dinas Kepegawaian AS).

24 GATB terdiri dari delapan tes tertulis dan empat pengukuran dengan alat. Dua belas tes tersebut menghasilkan total skor sembilan faktor: Kemampuan Belajar Umum (intelegensi) Bakat Verbal Bakat Numerik Bakat Spasial Persepsi Bentuk Persepsi Klerikal Koordinasi Motorik Kecekatan Jari Kecekatan Manual

25 Armed Service Vocational Aptitude Battery (ASVAB)
Tiga subtes pertama membentuk komposit akademik, sedangkan yang lain merupakan komposit okupasional: Kemampuan Akademik: Pengetahuan kata, pemahaman paragraph, dan penalaran aritmatika Verbal: Pegetahuan: Pengetahuan kata, pemahaman paragraph, dan sains umum Matematika: Pengetahuan Matematika dan Penalaran Aritmatika Mekanika dan Pertukangan: Penalaran Aritmatika, Pemahaman Mekanika, Informasi Permobilan dan Perbengkelan, dan Infromasi Elektronik Penulis dan Klerikal: Pengetahuan Kata, Pemahaman Paragraf, Pengetahuan Matematika Kecepatan Pengkodean. Elektronik dan Kelistrikan: Penalaran Aritmatika, Pengetahuan Matematika, informasi elektronik, dan Sains Umum. Sosial, dan Teknologi: Pengetahuan Kata, Pemahaman Paragraf, Penalaran Aritmatika, Pemahaman Mekanika

26 Memprediksi Kinerja di Perguruan Tinggi

27 Tes Pengukuran Skolastik (SAT – Scholastic Assesment Tests)
SAT sendiri terdiri dari tiga bagian dan masing-masing berisi tiga atau empat subtes: Membaca Kritis Penalaran Luas Pemahaman Bacaan Kosa Kata dalam Konteks Matematika Angka dan Operasi-operasi Aljabar dan Fungsi-fungsi Geometri dan Pengukuran Analisis Data, Statistik, dan Probabilitas Menulis Esai Memperbaiki Kalimat Mengidentifikasi Kesalahan Kalimat Memperbaiki Paragraf

28 Tes Perguruan Tinggi Amerika (ACT)
ACT merupakan program terkini dari pengujian dan pelaporan yang didesain untuk para siswa yang ingin belajar di perguruan tinggi. ACT didasarkan pada filosofi bahwa tes-tes langsung dari kemampuan yang dibutuhkan dalam mata kuliah di perguruan tinggi meberikan basis yang paling efisien untuk memprediksi kinerja di perguruan tinggi. Empat tes ACT membutuhkan pengetahuan tentang bidang subjek, namun menekankan penggunaan pengetahuan tersebut: Bahasa Inggris (75 pertanyaan, 45 menit) Matematika (60 pertanyaan, 60 menit) Membaca (40 pertanyaan, 35 menit) Penalaran Sains (40 pertanyaan, 35 menit)

29 TES SELEKSI PASCA SARJANA
Program pascasarjana dan profesional juga sangat bergantung pada tes-tes bakat untuk keputusan penerimaan. Tentu saja, banyak faktor lain yang perlu dipertimbangkan ketika menyeleksi mahasiswa untuk pendidikan tingkat lanjut.

30 Ujian Nilai Pasca sarjana (GRE - Graduate Record Exam)
GRE adalah tes pilihan ganda dan esai yang digunakan secara luas oleh program pasca sarjana di berbagai bidang ilmu sebagai salah satu komponen seleksi calon mahasiswa untuk pendidikan tingkat lanjut. GRE memberikan ujian mata kuliah dalam berbagai ilmu (seperti Biologi, Ilmu Komputer, Sejarah, matematika, Ilmu Politik, Psikologi), namun jantung ini adalah tes umum yang dirancang untuk mengukur bakat verbal, kuantitatif, dan penulisan analitis. Bagian verbal (GRE-V) mencakup soal-soal verbal seperti analogi, penyelesaian kalimat, antonim, pemahaman bacaan. Bagian kuantitatif (GRE-Q) terdiri dari soal-soal aljabar, geometri, penalaran, dan interpretasi data, grafik, serta diagram. Bagiam penulisan analitis (GRE-AV) ditambahkan pada bulan Oktober 2002 sebagai suatu pengukuran kemampuan berpikir kritis tingkat tinggi dan keterampilan penulisan analitis. Tes ini terdiri dari dua tugas penulisan: esai dengan waktu 45 menit di mana pendaftar menetapkan pendiriannya atas suatu isu, dan esai dengan waktu 30 menit di mana pendaftar menganalisis suatu argumen.

31 Tes Penerimaan Sekolah Kedokteran
(MCAT - Medical College Admission Test) MCAT diperlukan untuk para pendaftar di hampir semua sekolah kedokteran di Amerika Serikat. Tes ini didesain untuk mengukur prestasi dari keterampilan dan konsep dasar yang merupakan prasyarat bagi keberhasilan dalam menuntaskan pendidikan kedokteran. Terdapat tiga bagian pilihan ganda (Penalaran Verbal, Ilmu-ilmu Fisika, Ilmu-ilmu Biologi) dan satu bagian esai (Sampel Penulisan). Bagian Penalaran Verbal didesain untuk mengevaluasi kemampuan memahami dan menerapkan informasi serta argumen yang disampaikan dalam bentuk tertulis.

32 Tes Penerimaan Sekolah Hukum (LSAT-Law School Admission Test)
LSAT adalah tes terstandardisasi setengah hari yang disyaratkan bagi para pendaftar di hampir semua sekolah hukum di Amerika Serikat. Tes ini didesain untuk mengukur keterampilan yang dianggap penting bagi keberhasilan di sekolah hukum, termasuk membaca dan memahami materi kompleks, organisasi dan pengelolaan informasi, serta kemampuan memberikan penalaran secara kritis dan menarik kesimpulan yang benar. LSAT terdiri dari pertanyaan pilihan ganda dalam empat bidang: pemahaman bacaan, penalaran analitis, dan dua bagian penalaran analitis, dan dua bagian penalaran logis. Skala skor untuk LSAT: berkisar dari yang terendah sebesar 120 dan tertinggi sebesar 180. LSAT memiliki reliabilitas (koefisien konsistensi intemal berada pada 0,90-an) yang dapat diterima dan dianggap sebagai prediktor yang cukup valid bagi nilai-nilai di sekolah hukum.

33 TEST PRESTASI PENDIDIKAN
Tes-tes prestasi memungkinkan berbagai potensi penggunaan yang luas. Penerapan praktis tes-tes prestasi kelompok termasuk berikut ini: Untuk Mengidentifikasi anak-anak dan orang dewasa memiliki kelemahan prestasi tertentu yang mungkin membutuhkan pengukuran yang lebih rinci terkait ketidakmampuan atau gangguan belajar. Untuk membantu para orangtua mengenali kekuatan dan kelemahan akademik anak-anak mereka sehingga mendorong upaya-upaya perbaikan perorangan di rumah. Untuk mengidenfikasi kelemahan prestasi kelas atau sekolah sebagai basis untuk memperbaiki upaya-upaya pengajaran Untuk menilai keberhasilan program pendidikan dengan mengukur penguasaan keterampilan para para siswa Untuk mengelompokan para siswa sesuai tingkat keterampilan yang sama dalam bidang-bidang akademik spesifik. Untuk mengidentifikasi tingkat pengajaran yang sesuai bagi masing-masing siswa.

34 Karena itu tes prestasi tidak hanya membantu tujuan institusional seperti memantau tingkat prestasi sekolah namun juga memiliki peran penting dalam pengukuran masalah-masalah belajar individu. Seperti disampaikan sebelumnya, berbagai jenis tes prestasi digunakan dalam dua penerapan dasar tersebut (institusional dan individual). Tujuan institusional dapat dipenuhi paling baik dengan tes kombinasi prestasi kelompok, sedangkan pengukuran individual biasanya diupayakan dengan tes prestasi individual (kendati tes kelompok juga dapat berperan di sini). Di sini kami memfokuskan pada tes prestasi pendidikan kelompok.

35 Tes Keterampilan Dasar Iowa (ITBS - Iowa Tests of Basic Skills)
  Beberapa tes prestasi kelompok terstandardisasi yang paling banyak digunakan : Tes Keterampilan Dasar Iowa (ITBS - Iowa Tests of Basic Skills) Pertama kali dipublikasikan pada tahun 1935, Tes Keterampilan Dasar Iowa (ITBS) direvisi dan distandardisasi ulang paling akhir pada tahun ITBS adalah tes kombinasi multilevel atas tes prestasi yang mencakup tingkat TK hingga kelas 8. Tes pendamping, yaitu Tes Prestasi dan Kecakapan (TAP-Tests of Achievement and Proficiency) mencakup kelas 9 hingga 12.

36 Tes Prestasi Metropolitan (MAT- Metropolitan Achievement Test)
Tes Prestasi Metropolitan berawal pada tahun 1930 ketika tes tersebut didesain untuk memenuhi kebutuhan penilaian kurikulum di New York City. Tujuan MAT adalah “mengukur prestasi siswa dalam keterampilan dan area-area isi utama dalam kurikulum sekolah.” MAT dinorma bersama dengan Tes Kemampuan Sekolah Otis-Lennon (OLSAT- Otis- Lennon School Ability Test). Fitur menarik MAT adalah bahwa skor membaca siswa diberikan dalam bentuk pengukuran Lexile, yakni indikator baru dan praktis untuk tingkat kemampuan membaca.

37 Pengukuran Lexile Pendekatan Lexile adalah perkembangan besar dan baru dalam pengukuran keterampilan membaca. Pendekatan lexile didasarkan pada dua asumsi sederhana dan masuk akal yakni (1) materi-materi bacaan dapat ditempatkan pada suatu kontinum sesuai tingkat kesulitannya (kemudahan untuk dipahami), dan (2) para pembaca dapat ditempatkan pada suatu kontinum sesuai kemampuan membacanya. Skala Lexile merupakan skala interval yang sesungguhnya. Pengukuran Lexile untuk seleksi bacaan merupakan angka spesifik yang menunjukkan tingkat kesulitan teks berdasarkan kesulitan semantik (kosa kata) dan kompleksitas sintaktik (panjang kalimat).

38 Tes Perkembangan Pendidikan Umum (GED- General Educational Development)
Tes kombinasi bagi tes prestasi lainnya yang digunakan secara luas adalah Tes Perkembangan Pendidikan Umum (GED), yang dikembangkan oleh Dewan Pendidikan Amerika dan dilaksanakan di seluruh negeri untuk sertifikasi kesetaraan SMU. GED terdiri dari ujian-ujian pilihan ganda dalam lima bidang pendidikan: Seni Bahasa --Menulis Seni Bahasa --Membaca Matematika Sains Studi-studi Sosial

39 Tes Prestasi Kelompok Terstandardisasi Lainnya
TABEL 6.4 Tes Prestasi kelompok pilihan untuk Pengukuran di Sekolah Dasar dan sekolah Menengah Tes Perkembangan Pendidikan lowa (ITED- lowa Tests of Educational Development) Dirancang untuk kelas 9 hingga 12, tujuan tes kombinasi ini adalah mengukur tujuan dasar atau keterampilan pendidikan umum yang independen dari kurikulum. Sebagian besar soal tes membutuhkan sintesis pengetahuan atau solusi multi langkah. Tes Prestasi dan Kecakapan (TAP- Tests of Achievement and Proficiency) Instrumen ini dirancang untuk memberikan penilaian komprehensif terhadap kemajuan siswa dalam mencapai tujuan akademik di kelas 9 hingga 12. Tes ini dinorma bersama dengan ITED dan CogAT. Tes Prestasi Stanford (SAchT - Stanford Achievement Test) Bersama ITBS, SAchT merupakan salah satu tes prestasi kontemporer yang terkemuka. Telah ada selama lebih dari 80 tahun dan kini telah mencapai edisi kesepuluh, tes ini dilaksanakan pada lebih dari 15 juta siswa setiap tahunnya. Terra Nova CTBS Untuk kelas 1 hingga 12, tes multilevel ini mengombinasikan pertanyaan pilihan ganda dengan soal-soal tanpa pilihan jawaban yang menghendaki siswa untuk memberikan jawaban yang benar, hanya memilihnya dari altematif yang tersedia.

40 Bias Tes dan Kontroversi-kontroversi Lainnya
Tes Inteligensi adalah alat yang netral dan tidak memiliki konsekuensi hingga orang meletakkan signifikansi pada hasil tes tersebut. Begitu makna dilekatkan pada skor tes seseorang, orang tersebut akan menerima banyak akibat, mulai dari yang tidak berarti hingga yang mengubah hidup. Akibat-akibat tersebut akan adil atau mengandung prasangka, membantu atau membahayakan, tepat atau menyesatkan-bergantung pada makna yang dilekatkan pada skor tes. Kontroversi-kontroversi yang berhubungan dengan makna skor inteligensi: Masalah bias tes Pengaruh genetik dan lingkungan terhadap inteligensi Asal usul perbedaan IQ antara ras Afrika Amerika dan Kaukasia Amerika Nasib inteligensi pada usia paruh baya dan usia lanjut Perubahan generasional dalam skor tes inteligensi.

41 MASALAH BIAS TES Jensen (1980) menyimpulkan bahwa bias tes merupakan poin protes yang paling umum dari para pengkritik. Dalam mengemukakan tentang bias tes, para skeptis menyatakan dengan berbagai cara bahwa tes mengandung bias budaya dan bias jenis kelamin sehingga secara tidak adil mendiskriminasi kaum minoritas ras dan etnis, perempuan dan kaum miskin. Bias tes adalah suatu konsep teknis yang responsif terhadap analisis netral. Sebaliknya, keadilan tes mencerminkan nilai-nilai sosial dan filosofi penggunaan tes, terutama bila penggunaan tes meluas ke seleksi untuk memperoleh hak istimewa atau penerimaan karyawan

42 Kontroversi Bias Tes Timbulnya perbedaan nyata antar-ras etnis dalam skor-skor tes kemampuan telah mengantipasi bara kontroversi tentang bias tes. Bagaimanapun, peluang kerja, penerimaan di perguruan tinggi, penuntasan pendidikan SMU, dan penempatan di kelas-kelas pendidikan khusus sebagian ditentukan oleh hasil tes. Salah satu kemungkinan adalah bahwa disparitas IQ tersebut lebih mengindikasikan bias tes ketimbang perbedaan kelompok yang bermakna. Dalam kenyataannya, sebagian besar orang awam dan bahkan beberapa psikolog akan menganggap besarnya perbedaan antar ras dalam IQ sebagai bukti prima facie (dianggap benar hingga terbukti sebaliknya) bahwa tes inteligensi mengandung bias budaya. Ini merupakan argumen yang menarik, namun perbedaan besar di antara subpopulasi bukan dasar yang cukup untuk membuktikan bias tes. Bukti bias tes harus terletak pada kriteria lain yang akan kami uraikan pada bagian berikutnya. Kapan perbedaan skor tes di antara kelompok-kelompok menandakan bias tes? Kami mengawali dengan mengkaji kriteria yang harus digunakan untuk menyelidiki segala jenis bias tes, apakah yang terkait dengan ras, gender, atau karakteristik lain apa pun.

43 Kriteria Bias Tes dan Keadilan Tes
Bias tes mengacu indeks statistik objektif yang menguji pembentukan pola skor tes pada subpopulasi yang relevan. Secara umum, suatu tes dianggap bias jika validitas tes tersebut berbeda untuk berbagai subkelompok. Sebagai contoh, suatu tes akan dianggap bias jika skor-skor dari subpopulasi yang sesuai tidak berada pada garis regresi yang sama untuk kriteria yang relevan. Berlawanan dengan konsep bias tes yang terbatas, keadilan tes merupakan konsep yang luas yang mengakui pentingnya nilai-nilai sosial dalam penggunaan tes. Inti perdebatan ini adalah: Bias tes (suatu konsep statistik) pada dasarnya tidak sama dengan keadilan tes (suatu konsep nilai). Akhirnya, keadilan tes didasarkan pada konsepsi sosial seperti gambaran seseorang tentang masyarakat yang adil. Dalam pengukuran keadilan tes, nilai-nilai subjektif dianggap sangat penting; sedangkan kriteria statistik bias tes hanyalah tambahan.

44 Makna Teknis Bias Tes : Suatu Definisi
Salah satu cara yang bermanfaat untuk menguji bias tes adalah berdasarkan perspektif teknis validasi tes. Bias terjadi ketika skor tes memiliki makna atau implikasi bagi subkelompok peserta yang relevan dan dapat diidentifikasi yang berbeda dengan makna atau implikasi bagi para peserta lainnya. Karena itu, bias adalah validitas diferensial dari interpretasi tertentu atas skor tes untuk subkelompok peserta manapun yang relevan dan dapat diidentifikasi. (Cole & Moss, 1998) Kendati definisi umum bias tes merujuk pada validitas diferensial, pada praktiknya kriteria khusus untuk bias tes tercakup dalam tiga unsur utama: validitas isi, validitas terkait kriteria, dan validitas konstruk. Kami akan mengkaji masing-masing kategori tersebut, sekaligus membahas temuan-temuan yang relevan.

45 Bias dalam Validitas lsi
Bias dalam Validitas Isi mungkin merupakan kritik paling umum yang dilontarkan oleh mereka yang mencela penggunaan test terstandardisasi pada kelompok-kelompok minoritas (Helms, 1992; Hilliard, 1984; Kwate, 2001). Umumnya, para pengkritik berpijak pada penilaian ahlinya sendiri ketika menguraikan secara rinci satu atau lebih kritik berikut ini terhadap validitas isi dari tes kemampuan. Soal-soal tes menanyakan tentang informasi mana etnis minoritas atau orang-orang yang tidak beruntung yang tidak memiliki kesempatan setara untuk mempelajarinya . Pemberian skor untuk soal-soal tes tidak tepat, karena penyusun tes secara sewenang-wenang memutuskan satu-satunya jawaban yang benar dan etnis minoritas secara tidak layak diberi skor rendah karena memberikan jawaban yang akan dianggap benar dalam budaya mereka sendiri namun dianggap salah dalam budaya si pembuat tes. Kata-kata yang digunakan dalam pertanyaan tidak dikenal dengan baik, dan orang yang berasal dari etnis minoritas yang bisa jadi “mengetahui” jawaban yang benar mungkin tidak dapat menjawab karena ia tidak memahami pertanyaannya (Reynolds, 1998).

46 Bias dalam Validitas Prediktif atau Validitas Terkait Kriteria
Dalam penerapan tes psikologi ini, validitas prediktif adalah bentuk validitas yang paling penting dalam kaitannya dengan bias tes. Secara umum, tes yang tidak bias akan memprediksi kinerja di masa mendatang dengan sama baiknya bagi orang-orang dari berbagai subpopulasi Reynolds (1998) mengajukan definisi bias tes yang bersifat langsung dan jelas menyangkut bias validitas terkait kriteria atau bias validitas prediktif: Suatu tes dianggap bias menyangkut validitas prediktifnya jika kesimpulan yang ditarik dari skor tes tidak dibuat dengan kemungkinan kesalahan acak terkecil atau jika terdapat kesalahan konstan dalam kesimpulan atau prediksi sebagai fungsi keanggotaan dari kelompok tertentu. Definisi bias tes ini memunculkan apa yang dapat disebut sebagai kriteria regresi homogen. Berdasarkan sudut pandang ini, suatu tes dianggap tidak bias jika hasil-hasilnya untuk semua subpopulasi yang relevan mengelompok dengan sama baiknya di sekitar garis regresi tunggal.

47 Bias dalam Validitas Konstruk
Validitas konstruk tes psikologi dapat ditunjukkan melalui berbagai bentuk bukti, termasuk pola-pola perkembangan yang sesuai atas skor tes, perubahan intervensi yang konsisten dengan teori atas skor tes, dan analisis faktor konfirmatori. Karena validitas konstruk merupakan konsep yang sangat luas, definisi bias dalam validitas konstruk membutuhkan pernyataan umum yang sejalan dengan penelitian dari berbagai sudut pandang dengan menggunakan berbagai metode. Reynolds (1998) mengajukan definisi berikut ini: Bias dalam validitas konstruk terjadi bila suatu tes terbukti mengukur sifat hipotetis (konstruk psikologis) yang berbeda untuk satu kelompok dibandingkan dengan kelompok lainnya; yakni interpretasi yang berbeda atas kinerja yang sama terbukti tepat sebagai fungsi etnisitas, gender, atau variabel kepentingan lainnya, suatu nominal yang umum namun tidak perlu.

48 Penutup tentang Bias Tes
Para pengkritik yang menghipotesiskan bahwa tes-tes mengandung bias terhadap kelompok minoritas menyatakan bahwa skor tes meremehkan kemampuan anggota kelompok minoritas. Hipotesis bias tes merupakan masalah ilmiah yang dapat dijawab secara empiris melalui prosedur seperti analisis faktor, persamaan regresi, perbandingan antar kelompok menyangkut tingkat kesulitan soal- soal yang “bias” versus yang “tidak bias”, dan urutan tingkat kesulitan soal. Secara umum, tes kemampuan dan bakat dianggap cukup baik berdasarkan kriteria tersebut. Dalam kenyataannya, tidak ada domain tes kemampuan atau bakat di mana terdapat tumpukan bukti yang menunjukkan bias tes. Sebaliknya, kajian yang ekstensif terhadap studi empiris memberikan sejumlah besar bukti yang mcnolak hipotesis bias tes (Reynolds, 1982, 1994a; Jensen, 1980; Manning & Jackson, 1984).

49 NILAI-NILAI SOSIAL DAN KEADILAN TES
Bahkan tes yang tidak bias sekalipun masih dapat dianggap tidak adil karena konsekuensi sosial dari penggunaannya pada keputusan seleksi. Berlawanan dengan gagasan tentang bias tes yang terbatas dan objektif, konsep keadilan tes memasukkan nilai-nilai sosial dan filosofi penggunaan tes. Hunter dan Schmidt (1976) mencatat bahwa tes psikologi kerap digunakan untuk prosedur seleksi institusional seperti penerimaan karyawan atau penerimaan mahasiswa. Dalam konteks ini, penerapan hasil tes harus dipandu oleh filosofi seleksi. Sayangnya di banyak institusi filosofi seleksi hanya bersifat implisit, tidak eksplisit. Namun, bila nilai- nilai dasar itu dibuat eksplisit, maka tiga posisi etis dapat dibedakan. Posisi- posisi tersebut adalah individualisme yang tidak layak, kuota, dan individualisme yang layak. Karena pendirian etis tersebut merupakan inti dari keprihatinan publik tentang keadilan tes, kami akan mengkaji posisi- posisi tersebut secara cukup rinci.

50 Individualisme yang Tidak Layak
Pendirian etis individualisme yang tidak layak menyatakan bahwa kandidat-kandidat yang paling layak, tanpa terkecuali, harus dipilih untuk dipekerjakan, diterima, atau mendapatkan hak istimewa lainnya. Hunter dan Schmidt (1976) menyebutkan implikasi dari posisi ini: Ditulis dalam bahasa prosedur seleksi institusional, ini berarti bahwa organisasi harus menggunakan informasi apa pun yang dimilikinya untuk membuat prediksi yang secara ilmiah valid atas kinerja setiap individu, dan selalu memilih mereka yang kinerjanya diprediksi paling tinggi. Posisi ini sekilas tampak menarik, namun memiliki beberapa implikasi yang oleh sebagian besar orang dirasa menyulitkan. Secara khusus, jika ras, jenis kelamin, atau keanggotaan pada kelompok etnis berkontribusi terhadap prediksi kinerja dalam situasi tertentu melebihi kontribusi skor tes, maka mereka yang mendukung individualisme yang tidak layak akan terikat secara etis untuk menggunakan predictor semacam itu.

51 Kuota Pendirian etis kuota mengakui bahwa banyak birokrasi dan institusi pendidikan berdiri karena dukungan kota atau negara bagian dimana lembaga itu berfungsi. Karena berdiri atas kehendak masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa institusi- institusi tersebut secara etis terikat untuk bertindak dalam cara yang “secara politis sesuai” dengan lokasi berdirinya. Konsekuensi logis dari posisi ini adalah kuota. Sesuai definisinya, kuota yang dibagi secara adil awalnya didasarkan pada persentase populasi. Dalam sub populasi yang relevan, factor- factor yang memprediksi kinerja di masa mendatang seperti skor- skor tes kemudian akan dipertimbangkan. Namun, salah satu konsekuensi kuota adalah bahwa mereka yang terpilih tidak selalu memiliki skor tertinggi pada tes prediktor.

52 Individualisme yang Layak
Individualisme yang layak adalah varian yang radikal dari individualisme: Posisi ini menyatakan bahwa Amerika secara konstitusional menentang diskriminasi atas dasar ras, agama, kebangsaan, atau jenis kelamin. Seorang individualis yang layak menginterprestasikan hal ini sebagai keharusan etis untuk menolak menggunakan ras, jenis kelamin, dan sebagainya, sebagai predictor meskipun hal itu secara ilmiah pada dasarnya untuk dilakukan. (Hunter & Schmidt, 1976) Untuk tujuan seleksi, individualis yang layak hanya akan bergantung pada kemampuan yang diuji, tanpa merujuk pada umur, jenis kelamin, rasa atau karakteristik demografi lainnya. Ini merupakan posisi yang terlihat mulia, namun cermatilah konsekuensi potensialnya.

53 Penutup tentang Keadilan Tes
Perselisihan yan dikaji di sini. Merupakan argument etis yang umum-sebagian pemecahannya bergantung pada nilai-nilai yang tidak dapat dipersatukan. Lebih lanjut, bahkan di antara mereka yang setuju pada nilai-nilai yang sama akan terdapat ketidaksepakatan tentang validitas teori ilmiah tertentu yang relevan yang belum diuji secara memadai. Karenanya, kami merasa bahwa tidak ada cara untuk mengatasi perselisihan ini secara objektif. Setiap orang harus memilih posisi yang sesuai baginya (dan pada kenyataannya kita memang terkotak- kotak). (Hunter & Schmidt, 1976). Ketika posisi-posisi etis saling bertentangan-seperti yang selalu terjadi dalam penerapan tes- tes psikologi untuk keputusan seleksi–sistem pengadilan dapat menjadi penentu terakhir, sebagaimana dibahas nanti dalam buku ini.

54 DETERMINAN GENETIK & LINGKUNGAN UNTUK INTELIGENSI

55 Kontribusi Genetik terhadap Inteligensi
Kontribusi genetik pada karakteristik manusia seperti inteligensi (yang diukur oleh tes IQ) biasanya diukur dalam kaitannya dengan indeks heritabilitas yang dapat bervariasi antara 0,0 higga 1,0. Indeks Heritabilitas adalah estimasi tentang seberapa besar varians total dalam suatu sifat tertentu disebabkan oleh faktor-faktor genetik. Heritabilitas 0,0 = faktor genetik tidak memiliki kontribusi terhadap varians dalam suatu sifat, Heritabilitas 1,0 = faktor genetik berperan secara eksklusif pada varians dalam suatu sifat.

56 Untuk IQ, sebagian besar studi melaporkan estimasi heritabilitas tepat disekitar0,50, artinya sekitar separuh variabilitas skor IQ berasal dari faktor-faktor genetik. Meskipun dalam beberapa studi, heritabilitas IQ jauh lebih tinggi, sebesar 0,70-an. Pentingnya faktor genetik dalam penentuan intelegensi (diukur oleh tes IQ). Kontribusi genetik pada IQ ditemukan di studi Minnesota atas Orang-orang Kembar yang dibesarkan secara Terpisah. Kemudian kembar-kembar identik yang dibesarkan secara terpisah dipertemukan kembali untuk pengujian psikometri ekstensif. Hasilnya bahwa IQ kembar identik yang dibesarkan terpisah berkorelasi nyaris sama tingginya dengan kembar identik yang dibesarkan bersama. Perbedaan lingkungan tampak hanya mengakibatkan perbedaan yang sangat kecil pada IQ kembar identik yang dibesarkan terpisah. Temuan ini semakin menguatkan kontribusi genetik pada inteligensi, dgn estimasi heritabilitas sekitar 0,07. Kontribusi genetik pada inteligensi bersifat tidak langsung, yang kemungkinan terbesar melalui struktur-struktur fisik otak dan sistem syaraf yang dikode oleh gen.

57 Dampak Lingkungan: Pemiskinan dan Pengayaan
Terdapat studi yang mencatat bahwa anak-anak yang dibesarkan dalam kondisi hanya mengalami sedikit atau atau tidak ada kontak dengan manusia dapat menunjukkan perbaikan yang menyolok dalam IQ, sebesar 30 hingga 50 poin ketika di pindahkan ke lingkungan yang lebih normal.

58 Studi Anak yatim piatu yang didiagnosis mengalami retardasi mental, diuji pada usia hampir 1,5 tahun ketika tinggal di panti asuhan yang sangat tidak menstimulasi. 13 anak dipindahkan ke panti lain dimana mereka menerima perhatian penuh sehingga menunjukkan peningkatan besar dalam IQ. 12 anak sisanya yang tetap tinggal di panti asuhan semakin menurun IQ-nya. 26 tahun kemudian, 13 anak menjadi orang dewasa yang normal, mandiri dan menikah serta peningkatan rata-rata 32 poin IQ setelah dites ulang. 12 anak menjadi pekerja kasar dan skor IQ menurun dibawah skor awal. Hal tersebut menunjukkan perbedaan antara lingkungan awal yang sangat terbatas dan lingkungan yang lebih normal dapat berperan pada kenaikan sekitar 15 hingga 20 poin IQ.

59 Hasil penelitian lainnya adalah sample anak dari pelosok kota dengan berat lahir rendah dan berat lahir normal, mereka kehilangan rata-rata 5 poin IQ selama kurun waktu 5 tahun Sebaliknya sampel pinggiran kota tidak mengalami perubahan IQ selama kurun waktu yang sama. Tampaknya tumbuh dalam kemiskinan, pengucilan dan kekacauan daerah pelosok kota menjadi beban dan kesulitan yang mengakibatkan penurunan skor IQ dari umur 6 ke umur 11 tahun.

60 Secara umum, studi-studi tersebut menunjukkan bahwa intervensi dan pengayaan dapat menaikkan IQ anak-anak yang berisiko gagal dalam sekolah dan yang mengalami retardasi mental.

61 Ramey dan Ramey (1998) menggali 6 prinsip penelitian intervensi dini bagi anak-anak berisiko
Intervensi yang dimulai lebih dini misal di masa bayi dan berlangsung untuk waktu lama akan memberikan manfaat terbaik bagi anak-anak yang berpartisipasi. Intervensi yang lebih intensif misal, jumlah kunjungan setiap pekan akan menghasilkan pengaruh positif yang lebih besar ketimbang intervensi yang kurang intensif. Pengalaman pengayaan langsung misalnya menangani langsung anak-anak tersebut akan memberikan dampak lebih besar ketimbang pengalaman tidak langsung. Program dengan layanan menyeluruh misal perbaikan berganda akan menghasilkan perubahan positif yang lebih besar ketimbang program dengan fokus terbatas. Bebrapa anak yang memiliki berat lahir normal memperoleh manfaat lebi besar dari partisipasi dalam program intervensi daripada anak-anak lainnya. Manfaat positif yang diperoleh di awal program akan hilang seiring dengan waktu jika lingkungan anak tidak mendorong sikap-sikap positif dan pembelajaran berkelanjutan.

62 Pengaruh Teratogenik terhadap Inteligensi dan perkembangan.
Dalam perkembangan pra natal normal, janin dilindungi dari lingkungan eksternal oleh plasenta. Meskipun demikian, beberapa substansi yang disebut teratogen dapat menembus penghalang plasenta dan mengakibatkan kecacatan fisik pada janin. Terutama jika kecacatan tersebut mencakup otak, teratogen dapat mengakibatkan gangguan perilaku sepanjang hidup, termasuk IQ yang rendah dan retardasi mental.

63 Daftar Teratogen Potensial
Obat-obatan resep, hormon, obat-obatan ilegal, merokok, alkohol, radiasi, bahan kimia beracun, infeksi virus. Terdapat teratogen yang paling umum dan paling dapat dicegah di antara semuanya, yaitu alkohol.

64 Konsumsi alkohol yang berlebihan oleh ibu hamil akan mengakibatkan bayi dalam kandungannya berisiko sangat tinggi mengalami sindrom alkohol janin (FAS – fetal alcohol syndrome). Paparan alkohol di masa pranatal merupakan penyebab utama retardasi mental.

65 Kriteria penentu FAS: Retardasi pertumbuhan pranatal dan/atau pasca kelahiran, berat di bawah presentil kesepuluh setelah dikoreksi untuk umur gestasi. Disfungsi sistem syaraf pusat. Kelainan tulang tengkorak atau otak, retardasi mental ringan hingga sedang, abnormalitas neurologis, dan masalah perilaku. Dismorfologi wajah. Mata yag berjarak lebar, bukaan kelopak mata pendek, hidung kecil yang membengkok ke atas, bibir atas tipis dan kelainan-kelainan bentuk telinga minor.

66 FAS fetal alcohol syndrome

67 Pengaruh Racun Lingkungan terhadap Inteligensi
Banyak bahan kimia dan produk-produk sampingannya dapat melemahkan sistem syaraf untuk sementara, atau bahkan mengakibatkan kerusakan permanen yang memengaruhi inteligensi. Contohnya seperti timah, merkuri, mangan, arsenik,talium, timah tetra etil, senyawa merkuri organik, metil bromida, dan karbon disulfida.

68 Sumber-sumber penyerapan timah pada manusia:
tertelannya potongan cat yang mengandung timah

69 Karena tubuh manusia mengeluarkan timah secara lambat, sebagian besar penduduk dunia industri memiliki kandungan timah dalam tubuhnya yang jauh lebih tinggi sekitar 500 kali lebih tinggi daripada yang di ketahui di zaman pra Romawi. Bahaya paparan timah tingkat tinggi diakui oleh semua peneliti medis dan psikologi. Timah dalam dosis tinggi tanpa disangkal telah dikaitkan dengan serebral palsi, gangguang kejang, kebutaan, retardasi mental bahkan kematian.

70 ASAL USUL & TREN PERBEDAAN IQ ANTAR-RAS
Perbedaan IQ antara Afrika Amerika & Kulit Putih Perbedaan rasial dalam IQ telah ditemukan sejak dimulainya tes terstandarisasi. Perbedaan yang paling banyak diteliti a/ antara sampel Afrika Amerika dan kulit putih, dimana secara historis ditemukan perbedaan yang menguntungkan kulit putih sekitar satu deviasi standar (15 poin). 1960, Stanford-Binet 1981, WAIS-R Kulit putih M = 101,8 M = 101,4 Kulit hitam M = 80,7 M = 86,9 Beda Poin 20 14,5

71 Hipotesis Genetik tentang Perbedaan Ras dalam IQ
Hipotesis berbasis genetik tentang perbedaan ras menyangkut IQ menjadi terkenal untuk pertama kalinya secara akademik pada tahun 1969 ketika Arthur Jensen mempublikasikan makalah provokatif berjudul “Seberapa Besar Kita dapat Menaikkan IQ dan Prestasi Skolastik”?. Penyebab orang kulit putih memperoleh skor lebih tinggi dari orang-orang Afrika Amerika pada tes-tes IQ mungkin lebih berkaitan dengan faktor genetik daripada pengaruh keterbatasan lingkungan. Ras-ras tersebut tidak hanya berbeda dalam skor IQ rata-rata, namun juga dalam profil kemampuan intelektual. Selain itu, inteligensi hanya bisa sedikit berubah bahkan dengan intervensi lingkungan yang intensif.

72 Kekuatan Hipotesis Genetik
Hipotesis genetik bagi perbedaan ras menyangkut IQ, merupakan gagasan yang tidak populer bagi orang awam dan ilmuwan sosial. Namun cibiran terhadap suatu gagasan tidak menjadi bukti bahwa gagasan tersebut salah Beberapa kritik telah menunjukkan hipotesis genetik didasarkan pada asumsi yang dapat dipertanyakan bahwa bukti heritabilitas IQ dalam kelompok dapat digunakan untuk menyimpulkan herita bilitas diantara kelompok-kelompok ras. Perbedaan IQ antara orang Afrika Amerika dan kulit putih Amerika sebagian didasari oleh faktor genetik.

73 Kritik lain terhadap hipotesis genetik adalah bahwa analisi yang cermat atas faktor-faktor lingkungan memberikan penjelasana yang cukup tentang perbedaan IQ antar ras, jadi hipotesis genetik sebenarnya tidak diperlukan. Kritik ketiga adalah bahwa ras sebagai suatu entitas biologis pada dasarnya tidak ada, yakni tidak ada ras biologis. Didukung dengan pernyataan lain bahwa ras merupakan konsep yang terbentuk secara sosial, bukan realitas biologis. ras tidak menandakan perbedaan biologis yang bermakna. Seorang biolog megekspresikan poin ini sebagai berikut: semua manusia memiliki kesamaan dalam sebagian besar variasi genetik molekularnya dan sifat-sifat adaptif yang menentukan kita sebagai suatu spesies tunggal. Karenanya sepanjang ras tidak memiliki realitas biologis, argumen bahwa perbedaan IQ antar ras berasal dari basis genetik yang tidak hanya merusak, namun juga tidak masuk akal.

74 Tren Baru dalam Perbedaan IQ Antar Ras
Rata-rata IQ pada anak-anak sekolah Kulit Hitam diestimasi sebesar 90,5 pada tahun 2002, yang menunjukkan bahwa anak-anak Kulit Hitam telah mengalami kenaikan IQ yang besar relatif terhadap Kulit Putih sejak tahun 1960an. Kemajuan ekonomi lebih lanjut pada orang-orang Kulit Hitam akan menghasilkan kenaikan tambahan dalam IQ.

75 PERUBAHAN INTELIGENSI TERKAIT UMUR
“Inteligensi menurun seiring pertambahan umur” Menelusuri evolusi penelitian tentang perubahan intelektual terkait umur: Penelitian lintas seksional WAIS tentang penurunan inteligensi umum secara lambat setelah umur 15 atau 20 tahun dan penurunan cepat yang drastis setelah umur 60. Studi menggunakan pengujian sekuensial dengan instrumen multidimensi seperti Tes Kemampuan Mental Primer menunjukkan perjalanan inteligensi yang lebih optimistik: hanya perubahan kecil pada sebagian besar kemampuan hingga stidak-tidaknya umur 60. Beberapa psikolog mengemukakan, inteligensi orang dewasa secara kualitatif berbeda, mirip dengan tahap baru Piagetian yang dapat disebut penalaran pascaformal.

76 Penelitian Lintas-Seksional Terdahulu
Tes Wechsler u/ orang dewasa, skor mentah pada subtes W-B I pertama diubah menjadi skor standar (yang disebut sebagai skor skala) dgn mean sebesar 10 dan standar deviasi sebesar 3. Skor-skor skala ini didasarkan pada kelompok rujukan tetap yg terdiri dari 350 subjek usia 20-34th yg dimasukkan dalam sampel standarisasi. Dengan melihat tabel umur yang sesuai, jumlah 11 skor skala kemudian digunakan untuk menempatkan IQ seorang peserta. Hasil-hasilnya menunjukkan pertumbuhan inteligensi umum yang cepat dimasa kanak-kanak hingga umur 15 atau 20, diikuti penurunan lambat hingga umur 65.

77 Wechsler (1952) mengemukakan, fakta bahwa pertumbuhan intelektual berhenti pada usia sekitar 15 tahun merupakan fakta yang sulit diterima, indikasi bahwa setelah mencapai rentang maksimumnya inteligensi akan mulai menurun seperti semua kecakapan psikologis lainnya Hal yang terabaikan oleh Wechsler dan banyak peneliti desain lintas-seksional lainnya adalah pengaruh metodologi yang digunakan terhadap hasil-hasil studi mereka.

78 Studi Sekuensial pada Inteligensi
Untuk mengendalikan perbedaan kelompok umur, banyak peneliti lebih memilih desain longitudinal dimana subjek yang sama dites ulang sebanyak satu kali atau lebih selama periode 5 hingga 10 tahun dan, dalam kasus-kasus langka, hingga 40 tahun kemudian.

79 Meskipun demikian, pendekatan longitudinal bukan tanpa kelemahan
Meskipun demikian, pendekatan longitudinal bukan tanpa kelemahan. Studi-studi longitudinal memiliki empat perangkap potensial: Waktu pengukuran merupakan masalah yang paling serius. Peristiwa-peristiwa historis besar seperti depresi ekonomi dapat membengkokkan perkembangan intelektual dan psikologis seluruh generasi. Akibatnya, perubahan terkait umur yang diukur secara longitudinal dapat mencerminkan keanehan-keanehan waktu pengukuran daripada dampak umur universal apapun. Pengurangan selektif. Subjek-subjek yang paling tidak mampu mungkin a/ yg paling mungkin gugur, sehingga secara semu menaikkan skor mean subjek yang dites ulang. Dampak latihan. Para peserta akan menjadi lebih baik bila mereka mengerjakan tes yang sama dua, tiga, bahkan lima kali. Regresi pada mean terutama menjadi masalah bila para peserta dipilih karena skor awal mereka yang ekstrim seperti skor IQ yang sangat rendah.

80 Desain lintas sekuensial
Merupakan metode penelitian yang paling efisien u/ mempelajari perubahan kemampuan terkait umur yg mengombinasikan metodologi lintas-seksional & longitudinal: singkatnya, para peneliti memulai dengan studi lintas-seksional. Kemudian, setelah kurun waktu bertahun-tahun, mereka menguji ulang subjek-subjek tersebut, yg menghasilkan data longitudinal ttg beberapa kelompok, suatu urutan longitudinal. Pada saat bersamaan, mereka mengetes sekelompok subjek baru, melakukan studi lintas-seksional kedua dan bersama dengan studi lintas-seksional pertama, menjadi urutan lintas-seksional.

81 1956, Schaie memulai studi lintas-sekuensial paling komprehensif yg pernah dilakukan dalam studi yang disebut Studi Longitudinal Seattle. Ia melaksanakan tes lima kemampuan mental primer Thurstone (PMA – primary mental abilities) dan pengukuran terkait inteligensi lainnya pada sampel lintas-seksional awal yg terdiri dari 500 orang dewasa penduduk suatu komunitas. Subtes-subtes PMA mencakup makna verbal, ruang, penalaran, angka, dan kecakapan kata. Tahun 1963, ia mengetes ulang subjek-subjek tersebut dan menambahkan kelompok lintas-seksional baru.

82 Tiga kesimpulan muncul tentang kemampuan mental orang dewasa:
Setiap studi lintas-seksional menunjukkan beberapa tingkat penurunan nyata terkait umur dalam kemampuan mental, yang terjadi setelah usia 50 untuk beberapa kemampuan, namun dimulai setelah usia 35 untuk kemampuan lainnya. Studi lintas-seksional yang berurutan, mengungkapkan perbedaan antar generasi yang signifikan yang menguntungkan mereka yang lahir lebih akhir. Bahkan dengan mempertahankan usia tetap konstan, mereka yang lahir lebih akhir dan dites lebih akhir berkinerja lebih baik daripada mereka yang lahir dan sites pada waktu yang lebih awal. Perbandingan longitudinal menunjukkan kecenderungan yan sedikit meningkat atau tetap sama pada skor mean hingga mendekati umur 60 atau 70 tahun.

83 Hal yang lebih mengesankan adalah fakta bahwa sekitar 10 persen sampel mengalami peningkatan yang signifikan ketika di tes ulang dalam usia 70n dan 80n. Schaie menyimpulkan mengenai penelitiannya dan studi-studi longitudinal lainnya: jika anda menjaga kesehatan dan membuat pikiran anda terlibat dalam masalah serta aktivitas dunia disekitar anda, maka terdapat peluang bagus bahwa anda hanya akan mengalami sedikit atau bahkan tidaka ada penurunan kinerja intelektual dalam hidup anda.

84 Umur dan Perbedaan Inteligensi Cair/Terkristalisasi
Terjadinya penurunan inteligensi cair terkait umur yang signifikan karena kebergantungannya pada integritas syaraf, yang diperkirakan menurun seiring bertambahnya usia. Pandangan yang mendukung hal tersebut seperti membuat alur perbedaan terkait umur pada skor kosa kata dan matriks dalam tes inteligensi singkat Kaufman (Kaufman Brief Intelligence Test) serta menemukan sedikit perubahan dalam kosa kata (pengukuran inteligensi terkristalisasi) namun ada penurunan tajam dalam matriks (pengukuran inteligensi cair). (perubahan kecil dalam pengukuran inteligensi terkristalisasi dan penurunan tajam dalam pengukuran inteligensi cair), studi tindak lanjut dgn peserta lansia Studi Longitudinal Seattle. Terdiri dari tiga kelompok: usia tua awal (umur 60-69, N = 180), usia tua pertengahan (umur 70-79, N = 205) dan usia tua akhir (umur 80-95, N = 114). Rata-rata umur ketiga kelompok itu masing-masing adalah 64,2, 74,6 dan 84,3 tahun. Mereka mengerjakan suatu tes kombinasi terdiri dari 37 pengukuran kognitif dan neuropsikologi, di ambil dari instrumen-instrumen terkenal, termasuk skala inteligensi Dewasa Wechsler-Revisi (WAIS-R), tes kemampuan mental primer dan beberapa tes lainnya.

85 (perubahan kecil dalam pengukuran inteligensi terkristalisasi dan penurunan tajam dalam pengukuran inteligensi cair), studi tindak lanjut dgn peserta lansia Studi Longitudinal Seattle. Terdiri dari tiga kelompok: usia tua awal (umur 60-69, N = 180), usia tua pertengahan (umur 70-79, N = 205) dan usia tua akhir (umur 80-95, N = 114). Rata-rata umur ketiga kelompok itu masing-masing adalah 64,2, 74,6 dan 84,3 tahun. Mereka mengerjakan suatu tes kombinasi terdiri dari 37 pengukuran kognitif dan neuropsikologi, di ambil dari instrumen-instrumen terkenal, termasuk skala inteligensi Dewasa Wechsler-Revisi (WAIS-R), tes kemampuan mental primer dan beberapa tes lainnya. 2 di antara subtes tersebut sangat bergantung pada faktor-faktor kognitif cair (penalaran dan berpikir spasial dari PMA), & 2 lainnya membutuhkan kemampuan terkristalisasi yang signifikan (kosa kata dan pemahaman dari WAIS-R). Skor-skor digambarkan sebagai presentase kelompok usia tua awal (umur 60-69) yang secara umum memperoleh skor rata-rata tertinggi pada seluruh subtes.

86 PERUBAHAN SKOR IQ ANTAR GENERASI
Inteligensi orang-orang Amerika pada tahun 2010 dibanding di awal tahun 1900an diharapkan perbedaannya hanya kecil. Bagaimanapun, kumpulan gen manusia pada intinya tetap konstan selama berabad-abad, bahkan mungkin beribu-ribu tahun. Terlebih lagi hanya segelintir dari generasi manapun yang terpapar keterbatasan atau pengayaan lingkungan yang ekstrem yang dapat mengerdilkan atau melejitkan inteligensi secara dramatis. Akal sehat mendiktekan bahwa setiap perubahan antargenerasi dalam inteligensi populasi hanyalah minimal.

87 Edisi terakhir WISC-R dirilis pada tahun 1970an
Sampel: anak-anak berusia 5 & 6 tahun Setengah sampel dites menggunakan WPPSI lebih dulu, separuh lainnya mengerajakan WISC-R lebih dulu IQ rata-rata WPPSI 140 anak tsb 112,8 IQ rata-rata WISC-R sekitar 108,6 Perbedaan menunjukkan kenaikan sebesar 4 poin dari saat WPPSI distandarisasi (1965) hingga WISC-R distandarisasi (1972) Total kenaikan nyata dlm mean IQ capai sekitar 14 poin selama dekade dari

88 Kenaikan nyata IQ dari generasi ke generasi disebut dampak Flynn sebagai penghormatan terhadap psikolog yang pertama kali menemukan kemunculannya. Ia menyimpulkan bahwa tes-tes yang ada saat ini tidak mengukur inteligensi namun hanya suatu korelasi dengan hubungan kausal yang lemah terhadap inteligensi Dalam kompleksitas lingkungan, Flynn memberikan suatu ilustrasi yang mengesankan melalui perubahan antar generasi dalam program-program televisi. Ia menyampaikan: acara-acara tahun 1960an seperti I Love Lucy dan Dragnet hampir tidak membutuhkan konsentrasi untuk menontonya, sedangkan drama-drama tahun 1980an seperti Hill Street Blues memasukkan hingga 10 tema dalam alur ceritanya

89 TERIMAKASIH SIAP KOMANDO!!!

90


Download ppt "TES KELOMPOK DAN KONTROVERSI DALAM TES KEMAMPUAN"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google