Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehHarjanti Budiman Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
SELAMAT DATANG DALAM KELAS PERKULIAHAN HUKUM SUMBER DAYA ALAM
TIM MK HSDA : 1. Dr. MUHAMMAD AKIB,S.H.,M.H. 2. FX. SUMARJA.S.H.,M.H. 3. SATRIA PRAYOGA, S.H.,M.H.
2
Garis-garis Besar Perogram Pembelajaran
GBPP MATA KULIAH : HUKUM SUMBER DAYA ALAM KODE MATA KULIAH : HKA 315 BEBAN STUDI : 2 SKS PENEMPATAN : SEMESTER 5
3
DESKRIPSI MATA KULIAH Mata kuliah HSDA merupakan salah satu mata kuliah pilihan/minat bagian HAN yg dapat ditempuh setelah mengambil mata kuliah Hukum Lingkungan. Sebagai cabang dari Hukum Lingkungan, mata kuliah ini mengajarkan kepada mahasiswa tentang permasalahan SDA, kebijakan pengelolaan (internasional dan nasional) dan pengaturan hukumnya di Indonesia. Materi bahasan HSDA meliputi pengertian dan ruang lingkup hukum sumber daya alam, kebijaksanaan pengelolaan sumber daya alam, pengaturan hukum konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, pengaturan hukum sumber daya hutan, pengaturan hukum sumber daya ikan/perikanan, pengaturan hukum sumber daya lahan (tanah), pengaturan hukum sumber daya air, pengaturan hukum sumber daya pertambangan, dan pengaturan hukum sumber daya wilayah pesisir.
4
MANFAAT DAN TUJUAN PEMBELAJARAN
Mnfaat Memberikan bekal ilmu agar mahasiswa dapat mengetahui, memahami dan menganalisis secara hukum berbagai persoalan sumber daya alam, baik yang bersifat hayati maupun non hayati. Tujuan Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis tentang permasalahan sumber daya alam dan pengaturan hukumnya, kebijaksanaan pengelolaan sumber daya alam, pengaturan hukum konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, pengaturan hukum sumber daya hutan, pengaturan hukum sumber daya ikan/perikanan, pengaturan hukum sumber daya lahan (tanah), pengaturan hukum sumber daya air, pengaturan hukum sumber daya pertambangan, dan pengaturan hukum sumber daya wilayah pesisir.
5
PROSES PEMBELAJARAN Dilaksanakan di kelas dengan menggunakan ceramah, diskusi, seminar dan penugasan
6
EVALUASI NILAI UTS 30% UAS 30% Penugasan 30% Kuis 10%
Persentase: 1) UTS 30%, ) UAS 30%, 3) Penugasan 30%, 4) kuis 10%
7
BUKU SUMBER Daud Silalahi, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung. Djoko Tribawono, 2002, Hukum Perikanan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Perlindungan Lingkungan, Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. UGM Press, Yogyakarta Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Demokratisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam, Prosiding Lokakarya Reformasi Hukum di Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam, Penerbit ICEL, Jakarta Krisnajadi, Undang-undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea, STHB, Bandung. Muhammad Akib, Aspek Hukum dan Kelembagaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut, Justisia, Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unila, Bandar Lampung.
8
lain-lain a. Mahasiswa tidak diperkenanankan mengenakan kaos oblong dan sandal jepit b. mahasiswa tidak diperkenankan merokok dalam kelas
9
PENGERTIAN Sumber Daya Alam merupakan unsur LH yang terdapat di alam;
Dapat dimanfaatkan oleh manusia; Mempunyai nilai ekonomis.
10
BEBERAPA PENGERTIAN Black’s Law Dictionary:
Natural resources are any material in its native state which when extracted has economic value. Timberland, oil and gas wells, ore deposits, and other products of nature that have economic value. The cost of natural resources is subject to depletion. Opten called wasting assets. The term includes not only timber, gas oil, coal, minerals, lakes, and submerged lands, but also, features which supply a human need and contribute to the health, welfare, and benefit of a community, and are essential to the well-being there of and proper enjoyment of property devoted to park and recreational purposes.
11
Lanjutan pengertian Slamet Ryadi (1981): SDA adalah segala isi yang terkandung dalam biosfer sebagai sumber energi yang potensial, baik yang tersembunyi dalam litosfer maupun atmosfer yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia secara langsung bagi kelangsungan ekosistemnya maupun tak langsung untuk peningkatan kualitas hidupnya. Zelinsky: SDA adalah setiap bahan atau sifat fisis suatu tempat maupun setiap kemungkinan fisiologis dan biologis yang tersembunyi di suatu wilayah.
12
BERDASARKAN KEMUNGKINAN PEMULIHANNYA BERDASARKAN MACAM HABITAT
Bagan Pembagian Sumber Daya Alam SUMBER DAYA SDM SDA SDB BERDASARKAN SIFATNYA BERDASARKAN KEMUNGKINAN PEMULIHANNYA SDAH SDANH RENEWABLE NON RENEWABLE BERDASARKAN MACAM HABITAT DARATAN PERAIRAN/ AKUATIK
13
Permasalahan Sumber Daya Alam
Kebutuhan SDA meningkat: Pertambahan penduduk Kemajuan pembangunan SDA terbatas, bahkan menurun. Contoh Lampung (data, 2002) Kerusakan hutan (lindung 64%, Kawasan konservasi 43%, HP 80%) Hutan mangrove (khususnya pantai timur) rusak parah (90%) Lereng dan bukit digerus Sumber daya air tercemar dan persediaan air tanah menurun Bahan tambang diekspoitasi tidak berwawasan lingkungan
14
Upaya Pelestarian Tanpa upaya pelestarian/konservasi maka terjadi krisis SDA (kualitas menurun, persediaan langka, keanekaragaman berkurang, dll). Salah satu upaya adalah melalui pengaturan Hukum Sumber Daya Alam (Natural Resources Law) atau Hukum Konservasi (Coservation Law) Salah satu cabang Hukum Lingkungan
15
Pengelolaan SDA Indonesia
Hukum dan Kebijakan Pengelolaan SDA Indonesia Peraturan masih banyak bersifat sektoral dan overlapping Hukum dan kebijakan SDA masih Economic Oriented ketimbang Ecological & Sustainable Oriented Akibatnya kerusakan SDA terus bertambah
16
Bekas tambang yg ditanami Acacia mangium (Sumber Suhardi)
Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam Pengertian Umum Kebijakan (policy) pengelolaan SDA berkaitan dengan upaya atau perhatian dunia atau negara terhadap pengelolaan SDA Kebijakan Pengelolaan SDA: Kebijakan global (internasional) Konprensi internasional Lembaga internasional Kesepakatan internasional Kebijakan nasional GBHN (RPJP/RPJM) Peraturan perundang-undangan Bekas tambang yg ditanami Acacia mangium (Sumber Suhardi)
17
Sejarah Konservasi Inggris abad ke-16
Titik berat di bidang perlindungan satwa; Wildlife Protection 1534 (pada masa Raja Henry VIII). Amerika Serikat abad ke 17 Titik berat di bidang kehutanan Lahir kebijakan “The Forest Protection Policy” tahun 1681. Salah satu kontribusinya adalah terbentuknya “The Yellowstone National Park”, 1872.
18
Kebijakan Internasional (1)
Konprensi Internasional 1. Konprensi Stockholm, Swedia 1972 menghasilkan : ●Deklarasi Stockholm (26 prinsip) ●109 Rekomendasi ●11 resolusi -> Berdirinya UNEP -> 5 Juni sebagai Hari LH Sedunia 2. Konprensi Nairobi, Kenya 1982 menghasilkan : ●Deklarasi Nairobi (10 Prinsip) 3. Konprensi Rio de Janeiro, Brazil 1992 hasilnya : ●Deklarasi Rio (27 Prinsip) ●Biodiversity Convention ●Climate Change Convention ●Agenda 21 4. Konprensi Johanes Burg, Afrika Selatan, 2002.
19
Kebijakan Internasional (2)
Kesepakatan Internasional World Conservation Strategy, 1980. Mengatur konservasi SDAH. Tiga tujuan konservasi SDAH: a. Memelihara proses ekologis yang esensial serta SPK b. Mengawetkan keanekaragaman jenis c. Menjamin pemanfaatan lestari World Charter for Nature, 1982., Mengatur pelestaian SDA. CITES, 1973. Mengatur perdagangan satwa liar dan tumbuhan langka agar tidak punah. Ada dua upaya: Perdagangan komersial spesies yg diancam punah, umumhya dilarang (misalnya monyet besar, badak,kura-kura, iakanpaus, gajah asia, dll) Perdagangan komersial tradisonal (dengan persyaratan) spesies yang belum dibahayakan, dibolehkan, tetapi dipantau. Misalnya izin ekspor dari negara asal. Wetlands Convention,1971 (Ramsar Convention). Bertujuan melindungi lahan basah (tempat hidup burung unggas/burung air)
20
Kebijakan Internasional (3)
Kesepakatan Internasional UNCLOS, 1982; melindungi SDAH di laut, terutama ikan Biological Diversity Convention, 1992 Lembaga Internasional World Widelife Fund (WWF), 1961. Berpusat di Swizerland, Jenewa. Titik berat pada konservasi satwa langka. International Union for the Conservation of Nature and Natural Resouces (IUCN), 1948. United Nations Env. Programme (UNEP), Berkedudukan di Nairobi, Kenya. World Commission on Env. And Development (WCED)
21
Kebijakan Nasional (Indonesia)
Seminar Nasional Peng LH dan Pembg Nasional oleh UNPAD, Mei 1972 Persiapan Konprensi Stockholm, 1972. GBHN, Repelita (Sekarang: RPJP, RPJM, Propenas). Peraturan Perundang-undangan: Nasional: Belum ada UU SDA, yang ada UULH/UUPLH Sektoral : UU No. 11/1967 tentang Pertambangan UU No. 5/1983 tentang ZEEI UU No. 5/1990 tentang Konservasi SDAH dan Ekosistemnya UU No. 41/1999 tentang Kehutanan UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air UU No. 31/2004 tentang Perikanan Daerah: Perda Propinsi dan Kabupaten/kota Akb, 2006
22
Hukum Konservasi SDAH (oleh: Muhammad Akib,S.H.,M.H.)
Konsep Konservasi Didasarkan anggapan keterbatasan/kelangkaan SDA (scarcity of natural resources). Penggunaannya harus bijaksana. Konservasi dianggap sebagai salah satu fungsi pengelolaan SDA
23
Pengertian Yuridis Konservasi SDAH
UU No. 23/1997 ttg(UUPLH), dan UU No. 5/1990 ttg (UUKH), Konservasi SDAH = Peng. SDAH yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan bagi SDA terbaharui menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Konsep konservasi tersebut meliputi Pengelolaan dan pemanfaatan UU No. 5/1983 ttg Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE) Konservasi SDAH = segala upaya yang bertujuan untuk melindungi dan melestarikan SDA. Pengertian konservasi dlm UU ZEE hanya menekankan pada perlindungan dan pelestarian SDA, tanpa memperhatikan aspek pemanfaatannya.
24
Tujuan Konservasi SDAH dan Ekosistemnya
Mengusahakan terwujudnya kelestarian SDAH dan keseimbangan ekosistemnya Dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (Ps. 3 UUKH)
25
Pengaturan Hukum Konservasi SDAH
Dimulai sejak zaman Belanda Reglement op het Beheer en de Exploitatie der houtbossen op Java en Madoera, 1865 Dierenbeschermingsordonnantie, Stb No. 134 Jachtordonnantie, Stb No. 133 dan Jachtordonantie van Java en Madoera, Stb No. 733. Natuurbeschermingsordonnantie Stb No. 167 Parelvissherijz Sponsen Vicserchijz Ordonnantie, Stb No. 157 Visscherij Ordonnantie, Stb No. 356, Catatan : 1 s.d. 4 dicabut dg UU No. 5/1990 sedangkan 5 dan 6 dicabut dengan UU No. 9/1985
26
Pengaturan Hukum Konservasi SDAH
Lanjutan… Perundang-undangan Nasional UU No. 5/1967, diganti UU No. 41/1999 tentang Kehutanan UU No. 1/1973 tentang Landas Kontinen Indonesia UUNo. 7/2004 tentang Pengl. Sumber Daya Air UU No. 5/1983 tentang ZEE UU No. 31/2004 tentang Perikanan UU No. 17/1985 tentang Pengesahan UNCLOS UU No. 5/1990 tentang Konservasi SDAH UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan LH
27
Pengaturan Hukum Konservasi SDAH
Lanjutan… UU No. 5/1994 tentang Pengesahan Biodiversity Convention UU No. 12/994 tentang Sistem Budidaya Tanaman. PP No. 28/1985 tentang Perlindungan Hutan. PP No. 19/1994 tentang Pengendalian Pencemaran/Kerusakan Lingkungan Laut. Keputusan Presiden No. 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
28
Perlindungan Hukum SDA Hayati dan Ekosistemnya
Perlindungan hukum (legal protection) pada SDAH merupakan konsekuensi adanya legal raights dari LH dan SDA; Perlindungan hukum terhadap SDA ini juga selaras dengan adanya pengakuan atas hak setiap orang (orang seorang, kelompok orang atau badan hukum) atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (lihat Pasal 1 Deklarasi Sockholm, Swedia, 1972 dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1997).
29
Perlindungan Hukum SDA Hayati dan Ekosistemnya
Proses PERADILAN (Represif) Prosedur ADMINISTRASI (Preventif) (Represif) Izin Sanksi Adm
30
5 motif menggunakan izin (ten Berge, 1991:
Perlindungan Hukum SDA Hayati dan Ekosistemnya 5 motif menggunakan izin (ten Berge, 1991: Keinginan mengarahkan (mengendalikan-“sturen”) aktivitas-aktivitas tertentu (misalnya izin bangunan); Mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan); Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (izin tebang, izin membongkar pada monumen-monumen); Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghunian di daerah padat penduduk); Pengarahan dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas tertentu.
31
Kegiatan Konservasi SDAH dan Ekosistemnya
Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan. Pengawetan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan Satwa beserta Ekosistem-nya. Pemanfaatan Secara Lestari SDA Hayati dan Ekosistemnya
32
Kegiatan Konservasi SDAH dan Ekosistemnya
Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan. Pengawetan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan Satwa beserta Ekosistem-nya. Pemanfaatan Secara Lestari SDA Hayati dan Ekosistemnya
33
1) Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan
Sistem penyangga kehidupan adalah suatu sistem yang terdiri dari proses kait mengkait satu dengan lainnya, baik unsur hayati maupun non hayati, yang apabila terputus akan mempengaruhi kehidupan. Misalnya, mata air, tebing, tepian sungai, danau, jurang, hutan, pantai dan daerah aliran sungai Dalam World Conservation Strategy (WCS) 1980 ditegaskan ada tiga masalah utama dalam kaitan dengan sistem penyangga kehidupan di dunia, yaitu: Sistem pertanian, Sistem kehutanan dan Sistem pesisir dan air tawar
34
Pengaturan Hukum Sistem Penyangga Kehidupan (1)
Diatur dalam Ps UU No. 5/1990 Tujuan perlindungan sistem penyangga kehidupan adalah terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan perilaku untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (Ps. 7) Kewajiban Pemerintah (Ps. 8): Menetapkan wil. tertentu sbg wil. perlindungan sistem penyangga kehidupan; Menetapkan poldas pembinaan wil. perlindungan sistem penyangga kehidupan; Menetapkan pengaturan cara pemanfaatan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan
35
Pengaturan Hukum Sistem Penyangga Kehidupan (3)
Kewajiban Bersama (Pemerintah dan Pemegang Hak): Menjaqa kelangsungan fungsi perlindungan wilayah melakukan tindakan penertiban upaya rehabilitasi secara berencana dan berkesinambungan terhadap wil yang rusak
36
Pengaturan Hukum Sistem Penyangga Kehidupan (4)
Peraturan perundang-undangan: PP No. 33 Tahun 1970: Perencanaan Hutan PP No. 28 Tahun 1985: Perlindungan Hutan Keppres No. 32 Tahun 1990: Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Mentan No. 837/Kpb/Um/ 11/1980: Kriteria dan Tata cara Penetapan Hutan Lindung Keputusan Mentan No. 680/Kpb/Um /8/1981: Pedoman Penatagunaan Hutan Kesepakatan Keputusan Mentan No. 399 Tahun 1990: Pedoman Pengukuhan Hutan.
37
2) Pengawetan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan Satwa beserta Ekosistemnya
Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa adalah upaya untuk menjaga agar agar keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya tidak punah. Keanekaragaman hayati tersebut sangat penting, baik untuk ilmu pengetahuan, obat-obatan, maupun kelangsungan makhluk hidup lainnya (fungsi ekologis secara efektif). Karena itu perlu dicegah kepunahannya. Prioritas pengawetan keanekaragaman hayati adalah satwa liar yang terancam punah dan beberapa varitas tanaman yang mulai berkurang.
38
Pengaturan Hukum Pengawetan Keanekaragaman Hayati (1)
Internasional: Pengawetan keaneka-ragaman hayati diatur dalam CITES 1973 dan Bonn Convention 1979. Nasional: UU No. 5/1990, Bab III s.d. Bab V, Pasal 11 sampai dengan Pasal 25. Pengawetan keanekaragaman hayati dilaksanakan melalui kegiatan : Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa (Ps. 11 UUKH).
39
Pengaturan Hukum Pengawetan Keanekaragaman Hayati (2)
Tujuan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, menurut Pasal 12 UUKH ialah untuk menjaga keutuhan kawasan suaka alam agar tetap dalam keadaan asli (Pasal 12 UUKH). Dua Cara Pengawetan: Di dalam kawasan, dengan membiarkan agar populasi semua jenis tumbuhan dan satwa tetap seimbang menurut proses alami di habitatnya Di luar kawasan suaka alam, dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa untuk menghindari bahaya kepunahan. Misalnya, budidaya tanaman, penangkaran burung.
40
Pengaturan Hukum Pengawetan Keanekaragaman Hayati (3)
Prioritas pengawetan keanekaragaman hayati adalah satwa liar yang terancam punah dan beberapa varitas tanaman yang mulai berkurang; Ditetapkan jenis-jenis satwa dan tumbuhan yang dilindungi dan yang tidak dilindungi
41
Untuk Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi diatur larangan-larangan (Pasal 21 UUKH)
Mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati; Mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagianbagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu empat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, dan memperniagakan satwa yang dilindungi, dalam keadaan hidup; menyimpan, memiliki, memelihara, mengang-kut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
42
Untuk Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi diatur larangan-larangan (Pasal 21 UUKH)
Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang- barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluar-kannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; mengambil, merusak, memusnahkan, memper- niagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.
43
Peraturan Perundang-undangan Terkait Pengawetan Keanekaragaman Hayati
PP No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida. Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Keputusan Mentan No. 757/Kpts/Um/12/1979 tentang Penetapan Tambahan Jenis-Jenis Binatang Liar yang telah dilindungi berdasarkan Dieren-beschermingsordonnantie 1931. Keputusan Mentan No. 681/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria dan tata cara Penetapan Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata. Keputusan Mentan No. 556/Kpts-II/1989 tentang Pemberian Izin Menangkap/Mengambil, Memiliki, Memelihara dan Mengangkut baik di Dalam Negeri maupun ke Luar Negeri Satwa Liar dan Tumbuhan Alam, dan atau Bagian- Bagiannya.
44
3) Pemanfaatan Secara Lestari SDAH dan Ekosistemnya
Pengaturan hukum pemanfaatan secara lestari SDAH dan Ekosistemnya diatur dalam Ps UUKH; Pemanfaatan secara lestari SDA Hayati dan Ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan: Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam; dengan cara tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar; dengan cara memperhatikan potensi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar
45
Perundang-undangan yang Mengatur Pemanfaatan Secara Lestari SDAH dan Ekosistemnya
UU No. 5 Tahun 1983 tentang ZEE Indonesia UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan. PP No. 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan SDAH di ZEE PP No. 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan. Kepres No. 3 Tahun 1985 tentang Pembangunan Taman Wisata Curug Dago sebagai Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Keputusan Mentan No. 133/Kpts/04/I/1980 tentang Pengelolalan Hutan Wisata di Pulau Jawa. Keputusan Mentan No. 681/Kpts/Um/1981 tentang Kriteria dan Tata cara Penetapan Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata. Keputusan Mentan No. 493/Kpts-II/1989 tentang Sanksi Atas Pelanggaran di Bidang Eksploitasi Hutan. Keputusan Mentan No. 668/Kpts-II/1989 tentang Tata cara Permohonan Izin Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.