Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
3. Pengawetan dengan cara garam basah
2
Kulit yang telah bersih dimasukkan ke dalam garam jenuh selama 24 jam (seperti pada cara-2).
Setelah proses perendaman dilakukan, selanjutnya kulit diletakkan pada lantai miring yang diatasnya telah ditaburi dengan garam. Bagian berdaging ditaburi garam dengan proporsi kira-kira 30% dari berat kulit basah (setelah perendaman).
3
Kulit disusun dari bawah ke atas dengan pola bagian yang berdaging (flesh) menghadap ke bawah dan bagian bulu (nerf) menghadap ke atas. Kulit disusun seterusnya seperti itu hingga ketinggian maksimal mencapai satu meter. Tumpukan kulit didiamkan selama 1 malam hingga air dalam kulit menetes sedikit demi sedikit. Keesokan harinya penaburan garam masih bisa ditambah lagi sekitar 20% terutama bagian penampang tepi dari kulit hingga semua bagian kulit tertutupi dengan garam.
4
Kulit yang telah digarami tersebut didiamkan selama 2-4 minggu supaya cairannya bisa seluruhnya keluar dan kulit dapat dilipat untuk diperdagangkan atau disimpan sebagai kulit garaman. Teknik pelipatannya dengan bagian daging (flesh) berada pada bagian dalam. Kulit yang telah dilipat selanjutnya diikat dengan tali yang tidak sampai merusak permukaan kulit (nerf). Penyimpanan kulit-kulit yang telah diikat tersebut di dalam gudang tidak lebih dari satu meter, untuk mencegah timbulnya panas yang berlebihan. Pengawetan dengan cara ini terutama dilakukan di daerah-daerah yang memiliki iklim dingin/sejuk, dimana intensitas sinar matahari sangat rendah.
5
a. Keuntungan : Pengawetan tidak tergantung sepenuhnya dengan sinar matahari. Sedikit sekali terjadi kerusakan pada kulit. Proses perendaman (soaking) dalam proses penyamakan kulit membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat. Pelaksanaan cepat dan tidak membutuhkan ruangan yang luas.
6
b. Kerugian : Untuk daerah tropik seperti di Indonesia, tidak dapat disimpan dalam jangka waktyu yang lama. Bakteri yang seringkali ditemukan pada kulit garaman adalah jenis bakteri halofilik yang diketahui relatif tahan terhadap suasana garam. Biaya pengawetan sedikit lebih mahal karena pemakaian garam yang relatif lebih banyak serta membutuhkan penyimpanan dengan temperatur yang rendah.
7
4. Pengawetan dengan cara pengasaman (Pickle)
Pickle adalah suatu cairan yang terdiri dari campuran antara asam dengan garam dapur yang berfungsi untuk : (1) mengawetkan kulit (Gumilar et al., 2010) (2) meningkatkan kecepatan meresapnya zat penyamak sehingga dapat menghindari kerusakan rajah dan (3) merupakan proses awal yang sangat penting pada tahapan pengolahan kulit (Judoamidjojo, 1981). Pengawetan kulit dengan cara ini lebih dominan dikerjakan untuk kulit-kulit yang telah dikeluarkan bulunya melalui : proses pengapuran (liming) buang kapur (deliming) telah dilakukan proses pengikisan protein (bating).
8
Kulit diputar dalam cairan asam (pickle) yang terdiri dari garam dapur (NaCl), asam dan air. Komposisi yang digunakan adalah : 15% NaCl + 1,2% H2SO4 atau asam lain + 100% air pada pH ± 2,5. (asam lain : HCl 1%, HCl 1,5%, HCl 2%, H2SO4 1%, H2SO4 1,5%, H2SO4 2%, HCOOH 1%, HCOOH 1,5%, dan HCOOH 2% dari berat bloten ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis asam berpengaruh terhadap kualitas kimia kulit kelinci dan penggunaan HCl sebesar 2% memberikan kualitas kimia terbaik, dengan pH sebesar 2,73; kadar air sebesar 75,73% dan kadar garam sebesar 7,28% (Anggara dkk., 2013).
9
Kulit dimasukkan ke dalam cairan pickle secara bersama-sama diputar dalam drum berputar (paddle) selama 2 jam dan selanjutnya dilakukan pemerasan (sammying). Kulit yang telah diperas kemudian dilipat . Kulit dimasukkan ke dalam tong kayu dengan bagian dasar, diantara lapisan-lapisan lembar kulit dan bagian kulit paling atas ditaburi garam dan ditutup rapat. Kandungan air diusahakan tidak lebih dari 40% dengan pH 2-2,5.
11
Kerusakan pada Kulit Kerusakan pada saat ternak masih hidup (premortem) Kerusakan pada masa hidupnya (masa pemeliharaan) Kerusakan yang disebabkan oleh perbuatan manusia Kerusakan yang bukan disebabkan oleh perbuatan manusia Kerusakan yang disebabkan oleh kutu busuk 2. Kerusakan setelah ternak disembelih (postmortem) Kasalahan pada saat pengulitan Kasalahan pada waktu pengawetan
12
Kesalahan dalam proses pengulitan dapat menyebabkan mutu kulit menurun
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.