Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

TEMU REGIONAL II KETAHANAN KELUARGA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "TEMU REGIONAL II KETAHANAN KELUARGA"— Transcript presentasi:

1 TEMU REGIONAL II KETAHANAN KELUARGA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI HOLISTIK-INTEGRATIF Disampaikan pada : TEMU REGIONAL II KETAHANAN KELUARGA Surabaya, 22 Oktober 2013

2 BATANG TUBUH PERPRES BAB I : KETENTUAN UMUM
BAB II : TUJUAN, PRINSIP, DAN ARAH KEBIJAKAN BAB III : STRATEGI, SASARAN, PENYELENGGARAAN BAB IV : GUGUS TUGAS PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI HOLISTIK-INTEGRATIF BAB V : PERAN SERTA MASYARAKAT BAB VI : PELAPORAN BAB VII : PEMBIAYAAN BAB VIII : KETENTUAN PENUTUP

3 PERTIMBANGAN DITETAPKANNYA PERPRES
Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yg sehat, cerdas, dan produktif merupakan aset bagi bangsa dan negara Indonesia  pilar utama pembangunan Kualitas SDM sangat ditentukan oleh kualitas pada usia dini yaitu dari janin hingga anak berusia 6 tahun. Terlihat dari meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi, kecerdasan dan keceriaan, pematangan emosional dan spiritual, serta kesejahtereraan anak; Periode kritis bagi perkembangan otak manusia  tahun  periode emas (golden ages). Untuk menjamin pemenuhan hak tumbuh kembang anak usia dini, meliputi upaya peningkatan kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, perlindungan, kesejahteraan, dan rangsangan pendidikan yang dilakukan secara simultan, sistematis, menyeluruh, terintegrasi, dan berkesinambungan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan pilar utama pembangunan karena sangat menentukan kemajuan bangsa. Kualitas SDM yang antara lain dicerminkan oleh derajat kesehatan, tingkat intelegensia, kematangan emosional dan spiritual, serta produktivitas sangat ditentukan oleh kualitas pada usia dini yaitu dari janin hingga anak berusia 6 tahun. Periode kritis bagi perkembangan otak manusia  tahun  periode emas (golden ages). Periode ini harus dioptimalkan dengan menjaga kesehatan dan status gizi anak, memberikan stimulus yang mencukupi, dan menyediakan lingkungan yang mendukung. Dengan memperhatikan banyaknya faktor yang menentukan kualitas anak usia dini, maka pengembangan anak pada masa ini perlu dilakukan secara holistik dan terintegrasi yang mencakup semua faktor baik mikro, exo, maupun makro. Pada tataran mikro yang paling penting adalah orangtua, anggota keluarga, teman sebaya, dan sekolah. Tataran exo mencakup tempat kerja orangtua, komite sekolah, dan lembaga perencanaan. Sementara itu tataran makro mencakup norma, budaya, hukum, dan kebijakan sektor-sektor sosial.

4 MASALAH DAN TANTANGAN Permasalahan, antara lain:
Rendahnya Status Kesehatan dan Gizi Anak Usia Dini Rendahnya Kesiapan Anak untuk Bersekolah Kurang Optimalnya Pola Asuh Anak oleh Orangtua dan Keluarga Terbatasnya Ketersediaan dan Kualitas Pelayanan Pengembangan Anak Usia Dini Lemahnya Koordinasi Kurang Sinkronnya Peraturan Perundang-undangan dan Kebijakan Pengembangan Anak Usia DinI Tantangan: jumlah anak usia dini (0-6 tahun) di Indonesia sangat besar  sekitar 31,8 juta atau 13,38% dari jumlah penduduk kelembagaan penyelenggara pelayanan PAUD  pengelolaan relatif kurang profesional, keterbatasan jumlah, distribusi dan kualitas tenaga, serta fasilitas pelayanan kurang memadai. Pemahaman para pemangku kepentingan masih terbatas. Program-program PAUD belum terintegrasi. Sampai saat ini masih banyak permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan anak usia dini yang antara lain ditandai oleh rendahnya derajat kesehatan dan gizi, rendahnya kesiapan anak bersekolah, serta belum optimalnya pengasuhan dan perlindungan anak. Berbagai masalah tersebut di atas diperberat dengan jumlah anak usia dini di Indonesia yang sangat besar. Pada tahun 2006 diperkirakan jumlah anak usia 0-6 tahun mencapai sekitar 26,7 juta, atau sekitar 12,08 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini diperkirakan akan tetap bertahan hingga tahun 2025 dengan sedikit mengalami penurunan. Besarnya jumlah anak usia dini, menjadi sebuah tantangan besar bagi negara Indonesia, khususnya bagi pemerintah, untuk dapat memberikan pelayanan yang merata dan berkualitas bagi pengembangan anak usia dini. Dari sisi kelembagaan penyelenggara pelayanan, pengembangan anak usia dini dihadapkan pada kualitas pengelolaan yang kurang profesional, keterbatasan jumlah, distribusi dan kualitas tenaga, serta fasilitas pelayanan yang kurang memadai. Pemahaman para pemangku kepentingan baik dari pengambil kebijakan, penyelenggara dan masyarakat akan pentingnya pengembangan anak usia dini masih terbatas. Program-program pengembangan anak usia dini sebenarnya telah dilakukan oleh masing-masing sektor yang terkait seperti kesehatan, gizi, pendidikan dan pengasuhan, namun belum dilaksanakan dalam sebuah kerangka yang terintegrasi.

5 TANTANGAN Bagaimana meningkatkan akses terhadap layanan pemenuhan hak tumbuh kembang anak, termasuk pengembangan anak usia dini holistik-integratif ? Bagaimana meningkatkan koordinasi pelaksanaan dan sinkronisasi kebijakan yang terkait dengan kualitas tumbuh-kembang dan kelangsungan hidup anak ?

6 TUJUAN DITETAPKANNYA PERPRES
Tujuan umum pengembangan anak usia dini holistik-integratif adalah terselenggaranya layanan pengembangan anak usia dini holistik-integratif menuju terwujudnya anak Indonesia yang sehat, cerdas, ceria, dan berakhlak mulia. Tujuan khusus pengembangan anak usia dini holistik-integratif adalah: terpenuhinya kebutuhan esensial anak usia dini secara utuh meliputi kesehatan dan gizi, rangsangan pendidikan, dan pengasuhan sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai segmentasi umur; terlindunginya anak dari kekerasan, penelantaran, perlakuan yang salah, dan eksploitasi di manapun anak berada; terselenggaranya pelayanan anak usia dini secara terintegrasi dan selaras antar lembaga layanan terkait, sesuai kondisi wilayah; dan terwujudnya komitmen seluruh unsur terkait yaitu keluarga, masyarakat, pemerintah daerah, dan Pemerintah dalam upaya pengembangan anak usia dini holistik-integratif.

7 PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI HOLISTIK-INTEGRATIF
pelayanan yang menyeluruh dan terpadu; pelayanan yang berkesinambungan; pelayanan yang non diskriminasi; pelayanan yang tersedia, dapat dijangkau dan terjangkau, serta diterima oleh kelompok masyarakat; partisipasi masyarakat; berbasis budaya yang konstruktif; dan tata kelola pemerintahan yang baik.

8 ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI HOLISTIK-INTEGRATIF
peningkatan akses, pemerataan dan berkesinambungan serta kelengkapan jenis pelayanan pengembangan anak usia dini holistik-integratif; peningkatan kualitas penyelenggaraan pelayanan pengembangan anak usia dini holistik-integratif; peningkatan koordinasi dan kerjasama lintas sektor serta kemitraan antar institusi pemerintah, lembaga penyelenggara layanan, dan organisasi terkait, baik lokal, nasional, maupun internasional; dan penguatan kelembagaan dan dasar hukum, serta pelibatan masyarakat termasuk dunia usaha dan media massa dalam penyelenggaraan pelayanan pengembangan anak usia dini holistik-integratif

9 STRATEGI PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI HOLISTIK-INTEGRATIF
penguatan dan penyelarasan landasan hukum; peningkatan advokasi, komitmen, koordinasi dan kerjasama antar instansi pemerintah, lembaga penyelenggara layanan, dunia usaha, dan organisasi terkait; peningkatan kapasitas dan kompetensi kader, masyarakat, penyelenggara, dan tenaga pelayanan; penyediaan pelayanan yang merata, terjangkau, dan berkualitas; internalisasi nilai-nilai agama dan budaya; dan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan pemahaman dan persiapan pra nikah calon pengantin, orang tua, keluarga, dan pengasuh pengganti dalam melakukan pengasuhan anak secara optimal.

10 SASARAN PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI HOLISTIK-INTEGRATIF
masyarakat, terutama orang tua dan keluarga yang mempunyai anak usia dini; kader-kader masyarakat seperti Posyandu, Bina Keluarga Balita, Pendidikan Anak Usia Dini, Taman Anak Sejahtera, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga, dan kader-kader masyarakat yang sejenis; penyelenggara pelayanan dan tenaga pelayanan; Pemerintah, Pemerintah Daerah; perguruan tinggi, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi keagamaan; media massa; dan lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, dan mitra pembangunan nasional dan internasional. Pelayanan yang holistik, yaitu pengasuhan secara dini yang dilakukan di rumah, pendidikan bagi orang tua dan anggota keluarga serta pengasuh pengganti dalam pengasuhan anak, pelayanan kesehatan dan gizi, penyediaan sanitasi yang baik dan sehat, perawatan dan pendidikan usia dini di pusat-pusat pelayanan pendidikan, serta perlindungan hukum terhadap perlakuan salah, termasuk eksploitasi dan kekerasan terhadap anak. Pelayanan yang berkesinambungan. Sistem pelayanan yang terkoordinasi dan terintegrasi secara baik yang memberikan pelayanan secara berkelanjutan dari sejak janin sampai usia 6 tahun. 3. Partisipasi masyarakat. Masyarakat harus dilibatkan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program pengembangan anak usia dini yang holistik dan terintegrasi, sehingga rasa memiliki terhadap program dari masyarakat menjadi lebih kuat. Berbasis budaya yang konstruktif. Program pelayanan anak usia dini hendaknya mempertimbangkan budaya lokal dan global yang sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang anak secara optimal. Pelayanan yang tidak diskriminatif. Pelayanan-pelayanan hendaknya memberikan perlakuan yang adil kepada seluruh anak usia dini baik laki-laki maupun perempuan, termasuk untuk memenuhi kebutuhan anak yatim piatu, anak-anak dengan kebutuhan khusus, termasuk anak-anak cacat dan anak-anak yang berada dalam wilayah konflik, masyarakat miskin, perdesaan, kawasan terpencil dan kepulauan, dan tempat pengungsian. Good governance yang mencakup transparansi, akuntabilitas, partisipatif, serta efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya yang ada. Dengan demikian, diharapkan seluruh potensi anak usia dini dapat tergali dan berkembang secara optimal. Perluasan distribusi pelayanan antarkelompok masyarakat dilakukan dengan menerapkan prinsip aksesibilitas, ketersediaan, keterjangkauan ekonomi, dan penerimaan sosiokultural.

11 PENYELENGGARAAN : Penyelenggaraan Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Dalam penyelenggaraan pengembangan anak usia dini holistik-integratif, Pemerintah bertanggung jawab untuk: menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria; melakukan bimbingan teknis; melakukan supervisi; melakukan advokasi; dan melakukan pelatihan. Peningkatan akses dan pemerataan, serta kelengkapan jenis pelayanan pengembangan anak usia dini. Kebijakan ini diarahkan untuk menjamin agar kebutuhan anak usia dini terhadap semua jenis pelayanan yang utuh dan lengkap (holistic) dapat terpenuhi, baik dari sisi kuantitas maupun sebaran layanan, sehingga anak usia dini mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk berkembang secara optimal. Peningkatan kualitas penyelenggaraan pelayanan pengembangan anak usia dini. Kebijakan ini diarahkan untuk menjamin agar anak usia dini mempunyai kesempatan lebih besar untuk dapat berkembang secara optimal dengan tersedianya pelayanan yang utuh dan lengkap (holistic) berkualitas, baik dari segi kapasitas, kualitas SDM, kelengkapan materi, sarana dan prasarana. Peningkatan koordinasi dan kerjasama lintas sektor, serta kemitraan antar institusi pemerintah, lembaga penyelenggara layanan, dan organisasi terkait, baik lokal, nasional, maupun internasional Kebijakan ini diarahkan untuk: Mengembangkan penyediaan layanan pengembangan anak usia dini secara berkelanjutan dengan pengaturan mekanisme koordinasi, tugas pokok dan fungsi, serta bentuk kemitraan para pemangku kepentingan. Meningkatkan efisiensi layanan pengembangan anak usia dini dengan membangun sistem yang integratif melalui koordinasi lintas sektor dan antar tingkatan pemerintahan, dan Meningkatkan pengintegrasian kerjasama pada semua tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi secara berkesinambungan. Penguatan kelembagaan dan dasar hukum, serta pelibatan masyarakat termasuk dunia usaha dan media massa dalam penyelenggaraan pelayanan pengembangan anak usia dini. Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan penguatan kelembagaan dengan sistem yang integratif dan upaya penyusunan aspek legitimasi seperti penyusunan rancangan undang-undang, peraturan presiden, dan pedoman umum.

12 Lanjutan : Dalam penyelenggaraan pengembangan anak usia dini holistik-integratif pemerintah provinsi bertanggung jawab untuk: melakukan bimbingan teknis; melakukan supervisi penyelenggaraan pengembangan anak usia dini; melakukan advokasi; dan memberikan pelatihan. Meningkatkan kemampuan orang tua, keluarga, dan pengasuh pengganti dalam melakukan pengasuhan. Peningkatan kemampuan dilakukan melalui: 1) Bimbingan dan konseling bagi orangtua dan pengasuh pengganti tentang pengetahuan, sikap, dan praktik pengasuhan yang baik (good parenting skill); dan 2) sosialisasi dan advokasi bagi orangtua tentang pembagian peran yang seimbang dalam pengasuhan anak.

13 Lanjutan Penyelenggaraan pelayanan pengembangan anak usia dini oleh pemerintah kabupaten/kota dilakukan secara terintegrasi, sinergis, dan berpedoman kepada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan > Pedoman Umum PAUD HI sedang di Update 3. Meningkatkan kualitas pelayanan pengembangan anak usia dini. Peningkatan kualitas ini dilakukan melalui: Penyusunan SPM pengembangan anak usia dini; Peningkatan jumlah dan kapasitas serta insentif bagi petugas layanan; Peningkatan fasilitas pembelajaran dan fasilitas pelayanan kesehatan dan gizi; dan KIE dan pendampingan untuk lembaga penyelenggara di lapangan.

14 GUGUS TUGAS PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI HOLISTIK-INTEGRATIF
Gugus Tugas berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden; Gugus Tugas memiliki tugas: Mengkoordinasikan pembuatan kebijakan Menyinkronkan penyusunan rencana program, kegiatan, dan anggaran pada kementerian dan lembaga pemerintah non kementerian; Memobilisasi sumber dana, sarana dan daya dalam rangka pelaksanaan PAUD HI; Mengkoordinasikan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi; Menyelenggarakan advokasi. 4. Melakukan internalisasi nilai-nilai agama dan budaya. Hal ini dilakukan antara lain melalui: Identifikasi dan sosialisasi nilai-nilai agama dan budaya yang konstruktif (lokal dan global) dalam pengasuhan anak; Pengintegrasian nilai-nilai agama dan budaya ke dalam materi penyuluhan, pendidikan dan permainan pengembangan anak usia dini; Identifikasi jenis permainan tradisional bagi anak yang berdampak positif bagi tumbuh kembang anak; Pelaksanaan kajian, studi tentang nilai - nilai arif budaya untuk pengembangan anak usia dini yang optimal; Peningkatan kerjasama dengan media massa untuk sosialisasi dan KIE tentang pengembangan anak usia dini; Peningkatan peran para pengelola media massa dalam penyiaran materi-materi yang mendukung pengembangan anak usia dini holistik dan terintegrasi; dan Pengembangan sistem pengaduan masyarakat terhadap layanan media massa terkait dengan pengembangan anak usia dini.

15 SUSUNAN GUGUS TUGAS PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI HOLISTIK-INTEGRATIF
Ketua : Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; Wk Ketua I : Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Wk Ketua II : Menteri Dalam Negeri Anggota: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; Menteri Kesehatan; Menteri Sosial; Menteri Agama; Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; Sekretaris Kabinet; Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, dan Kepala Badan Pusat Statistik 4. Melakukan internalisasi nilai-nilai agama dan budaya. Hal ini dilakukan antara lain melalui: Identifikasi dan sosialisasi nilai-nilai agama dan budaya yang konstruktif (lokal dan global) dalam pengasuhan anak; Pengintegrasian nilai-nilai agama dan budaya ke dalam materi penyuluhan, pendidikan dan permainan pengembangan anak usia dini; Identifikasi jenis permainan tradisional bagi anak yang berdampak positif bagi tumbuh kembang anak; Pelaksanaan kajian, studi tentang nilai - nilai arif budaya untuk pengembangan anak usia dini yang optimal; Peningkatan kerjasama dengan media massa untuk sosialisasi dan KIE tentang pengembangan anak usia dini; Peningkatan peran para pengelola media massa dalam penyiaran materi-materi yang mendukung pengembangan anak usia dini holistik dan terintegrasi; dan Pengembangan sistem pengaduan masyarakat terhadap layanan media massa terkait dengan pengembangan anak usia dini.

16 SUB GUGUS TUGAS SUB GUGUS TUGAS DIKOORDINASIKAN OLEH PEJABAT ESELON I DI LINGK KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT; ANGGOTA SUB GUGUS TUGAS TERDIRI ATAS PEJABAT KEMENTERIAN/LEMBAGA TERKAIT; KETENTUAN MENGENAI KEANGGOTAAN, TUGAS, DAN TATA KERJA SUB GUGUS TUGAS DIATUR OLEH KETUA GUGUS TUGAS Tipologi Pertama: Layanan Tidak Lengkap dan Fragmented. Tipologi ini menunjukkan, bahwa layanan PAUD tidak lengkap, dan masing-masing layanan tidak saling berinteraksi dan tidak terkoordinasi. Tipologi Kedua: Layanan Lengkap dan Fragmented. Tipologi ini menunjukkan, bahwa layanan PAUD dalam masyarakat sudah lengkap, tapi masing-masing Tipologi Ketiga: Layanan Lengkap dan Terintegrasi. Tipologi ini menunjukkan, bahwa layanan PAUD dalam masyarakat sudah lengkap, sudah terintegrasi dan terkordinasi, tapi pelaksanaan PAUD masih terpencar di beberapa lokasi. Tipologi Keempat : Layanan Belum Lengkap tetapi berada pada satu lokasi. Tipologi ini menunjukkan, bahwa layanan PAUD tidak lengkap, tetapi sudah terintegrasi karena dilaksanakan pada satu lokasi. Tipologi Kelima: Layanan Lengkap, Terintegrasi pada satu tempat. Tipologi ini merupakan tipologi PAUD ideal, yaitu layanan lengkap, sudah terintegrasi dan dilaksanakan pada satu tempat. Sehingga untuk mengakses layanan PAUD tidak perlu berpindah tempat. Pelaksanaan PAUD di masyarakat kebanyakan masih mengikuti tipologi pertama dan kedua serta sebagian kecil tipologi keempat. Meskipun ditemukan juga tipologi ketiga dan kelima. Perbedaan mendasar pada tipologi ketiga dan kelima terletak pada lokasi pelaksanaan PAUD. Jika pada tipologi ketiga layanan PAUD dilaksanakan pada tempat yang terpisah, sementara pada tipologi kelima layanan PAUD dilaksanakan pada satu atap sehingga memudahkan anak mendapatkan layanan. Idealnya PAUD dilaksanakan seperti pada tipologi kelima. Namun demikian tipologi kelima sulit dilaksanakan karena keterbatasan lahan. Oleh karena itu, diharapkan paling tidak PAUD dilaksanakan seperti pada tipologi ketiga, yaitu dengan layanan yang lengkap dan terkoordinasi meskipun tempat pelaksanaannya terpisah.

17 PELAKSANAAN PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI HOLISTIK-INTEGRATIF DI DAERAH
Pemerintah daerah melaksanakan pengembangan anak usia dini holistik-integratif dengan mengacu kepada kebijakan yang ditetapkan oleh Gugus Tugas; Dalam pelaksanaannya Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan Pemerintah, perguruan tinggi, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, LSM, dunia usaha, dan anggota masyarakat; Gugus Tugas Provinsi dan Kabupaten/Kota berasal dari unsur pendidikan dan kebudayaan, kesehatan, sosial, pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana, perlindungan anak, pemberdayaan masyarakat, agama, dan unsur lain yang terkait; Tipologi Pertama: Layanan Tidak Lengkap dan Fragmented. Tipologi ini menunjukkan, bahwa layanan PAUD tidak lengkap, dan masing-masing layanan tidak saling berinteraksi dan tidak terkoordinasi. Tipologi Kedua: Layanan Lengkap dan Fragmented. Tipologi ini menunjukkan, bahwa layanan PAUD dalam masyarakat sudah lengkap, tapi masing-masing Tipologi Ketiga: Layanan Lengkap dan Terintegrasi. Tipologi ini menunjukkan, bahwa layanan PAUD dalam masyarakat sudah lengkap, sudah terintegrasi dan terkordinasi, tapi pelaksanaan PAUD masih terpencar di beberapa lokasi. Tipologi Keempat : Layanan Belum Lengkap tetapi berada pada satu lokasi. Tipologi ini menunjukkan, bahwa layanan PAUD tidak lengkap, tetapi sudah terintegrasi karena dilaksanakan pada satu lokasi. Tipologi Kelima: Layanan Lengkap, Terintegrasi pada satu tempat. Tipologi ini merupakan tipologi PAUD ideal, yaitu layanan lengkap, sudah terintegrasi dan dilaksanakan pada satu tempat. Sehingga untuk mengakses layanan PAUD tidak perlu berpindah tempat. Pelaksanaan PAUD di masyarakat kebanyakan masih mengikuti tipologi pertama dan kedua serta sebagian kecil tipologi keempat. Meskipun ditemukan juga tipologi ketiga dan kelima. Perbedaan mendasar pada tipologi ketiga dan kelima terletak pada lokasi pelaksanaan PAUD. Jika pada tipologi ketiga layanan PAUD dilaksanakan pada tempat yang terpisah, sementara pada tipologi kelima layanan PAUD dilaksanakan pada satu atap sehingga memudahkan anak mendapatkan layanan. Idealnya PAUD dilaksanakan seperti pada tipologi kelima. Namun demikian tipologi kelima sulit dilaksanakan karena keterbatasan lahan. Oleh karena itu, diharapkan paling tidak PAUD dilaksanakan seperti pada tipologi ketiga, yaitu dengan layanan yang lengkap dan terkoordinasi meskipun tempat pelaksanaannya terpisah.

18 LANJUTAN Gugus Tugas Provinsi Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif bertanggung jawab kepada Gubernur; Gugus Tugas Kabupaten/Kota Pengembangan Anak Usia Dini Holsitik-Integratif bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota; Gugus Tugas Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan Pengembangan Anak Usia Dini Holistik- Integratif berpedoman pada norma, standar, prosedur dan kriteria yang ditetapkan oleh kementerian/lembaga pemerintah non kementerian terkait, serta berkoordinasi dengan Gugus Tugas. Tipologi Pertama: Layanan Tidak Lengkap dan Fragmented. Tipologi ini menunjukkan, bahwa layanan PAUD tidak lengkap, dan masing-masing layanan tidak saling berinteraksi dan tidak terkoordinasi. Tipologi Kedua: Layanan Lengkap dan Fragmented. Tipologi ini menunjukkan, bahwa layanan PAUD dalam masyarakat sudah lengkap, tapi masing-masing Tipologi Ketiga: Layanan Lengkap dan Terintegrasi. Tipologi ini menunjukkan, bahwa layanan PAUD dalam masyarakat sudah lengkap, sudah terintegrasi dan terkordinasi, tapi pelaksanaan PAUD masih terpencar di beberapa lokasi. Tipologi Keempat : Layanan Belum Lengkap tetapi berada pada satu lokasi. Tipologi ini menunjukkan, bahwa layanan PAUD tidak lengkap, tetapi sudah terintegrasi karena dilaksanakan pada satu lokasi. Tipologi Kelima: Layanan Lengkap, Terintegrasi pada satu tempat. Tipologi ini merupakan tipologi PAUD ideal, yaitu layanan lengkap, sudah terintegrasi dan dilaksanakan pada satu tempat. Sehingga untuk mengakses layanan PAUD tidak perlu berpindah tempat. Pelaksanaan PAUD di masyarakat kebanyakan masih mengikuti tipologi pertama dan kedua serta sebagian kecil tipologi keempat. Meskipun ditemukan juga tipologi ketiga dan kelima. Perbedaan mendasar pada tipologi ketiga dan kelima terletak pada lokasi pelaksanaan PAUD. Jika pada tipologi ketiga layanan PAUD dilaksanakan pada tempat yang terpisah, sementara pada tipologi kelima layanan PAUD dilaksanakan pada satu atap sehingga memudahkan anak mendapatkan layanan. Idealnya PAUD dilaksanakan seperti pada tipologi kelima. Namun demikian tipologi kelima sulit dilaksanakan karena keterbatasan lahan. Oleh karena itu, diharapkan paling tidak PAUD dilaksanakan seperti pada tipologi ketiga, yaitu dengan layanan yang lengkap dan terkoordinasi meskipun tempat pelaksanaannya terpisah.

19 PERAN SERTA MASYARAKAT
Masyarakat dapat berperan serta dalam pelaksanaan Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif baik secara perorangan, kelompok, maupun organisasi. Peran serta masyarakat dilaksanakan melalui: pemberian saran, pemikiran terkait dengan kebijakan dan/atau pelaksanaan pengembangan anak usia dini holistik integratif; penyebarluasan informasi kepada masyarakat luas terkait dengan pengembangan anak usia dini holistik-integratif; pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengembangan anak usia dini holistik- integratif; dan/atau penyediaan tempat, sarana dan prasarana lainnya bagi pelaksanaan pengembangan anak usia dini holistik-integratif. 4. Melakukan internalisasi nilai-nilai agama dan budaya. Hal ini dilakukan antara lain melalui: Identifikasi dan sosialisasi nilai-nilai agama dan budaya yang konstruktif (lokal dan global) dalam pengasuhan anak; Pengintegrasian nilai-nilai agama dan budaya ke dalam materi penyuluhan, pendidikan dan permainan pengembangan anak usia dini; Identifikasi jenis permainan tradisional bagi anak yang berdampak positif bagi tumbuh kembang anak; Pelaksanaan kajian, studi tentang nilai - nilai arif budaya untuk pengembangan anak usia dini yang optimal; Peningkatan kerjasama dengan media massa untuk sosialisasi dan KIE tentang pengembangan anak usia dini; Peningkatan peran para pengelola media massa dalam penyiaran materi-materi yang mendukung pengembangan anak usia dini holistik dan terintegrasi; dan Pengembangan sistem pengaduan masyarakat terhadap layanan media massa terkait dengan pengembangan anak usia dini.

20 PELAPORAN Ketua Gugus Tugas melaporkan penyelenggaraan Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif kepada Presiden secara berkala paling sedikit satu kali dalam setahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan; Gubernur, Bupati /Walikota melaporkan Penyelenggaraan Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif di daerah masing-masing kepada Ketua Gugus Tugas dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri secara berkala paling sedikit satu kali dalam setahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. 4. Melakukan internalisasi nilai-nilai agama dan budaya. Hal ini dilakukan antara lain melalui: Identifikasi dan sosialisasi nilai-nilai agama dan budaya yang konstruktif (lokal dan global) dalam pengasuhan anak; Pengintegrasian nilai-nilai agama dan budaya ke dalam materi penyuluhan, pendidikan dan permainan pengembangan anak usia dini; Identifikasi jenis permainan tradisional bagi anak yang berdampak positif bagi tumbuh kembang anak; Pelaksanaan kajian, studi tentang nilai - nilai arif budaya untuk pengembangan anak usia dini yang optimal; Peningkatan kerjasama dengan media massa untuk sosialisasi dan KIE tentang pengembangan anak usia dini; Peningkatan peran para pengelola media massa dalam penyiaran materi-materi yang mendukung pengembangan anak usia dini holistik dan terintegrasi; dan Pengembangan sistem pengaduan masyarakat terhadap layanan media massa terkait dengan pengembangan anak usia dini.

21 PEMBIAYAAN Pendanaan untuk pelaksanaan pengembangan anak usia dini holistik-integratif berasal dari: APBN, APBD (Provinsi dan Kabupaten/kota), Lembaga donor, Masyarakat termasuk dunia usaha, Sumber-sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat. Pengelolaan dana menganut prinsip tranparansi, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas dan harmonisasi

22 TERIMA KASIH


Download ppt "TEMU REGIONAL II KETAHANAN KELUARGA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google