Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
SPD MASA KOLONIAL BELANDA DAN JEPANG
Struktur administrasi negara kolonial diatur pertama kalinya dalam RR 1854 yang salah satunya mengatur hirarkhi SPD, yang terdiri dari: Gubernur Jenderal-Gewest-Afdeeling-Regentschap-District-Onderdistrict-Desa. Tiga tingkatan pertama (Gewest/Residen-Afdeeling/Asisten Residen-Onder Afdeeling/Controleur) merupakan administrasi kolonial dan dijabat oleh orang Belanda atau peranakan Belanda. Sementara tingkatan dari Regentschap/Bupati hingga Desa/Lurah merupakan organisasi administrasi asli yang dijabat oleh orang pribumi. Jadi, ada 2 corak sistem administrasi dalam SPD masa kolonial Belanda. Yang satu berorientasi pada birokrasi modern yang menganut asas legal-rasional, prestasi, serta efisiensi. Berisi para pegawai Belanda (Binnenlandsch Bestuur Ambtenaren). Sedangkan yang satu lagi berorientasi pada askripsi (kemegahan, kehormatan, upacara). Berisi para priyayi (Inlandsch Binnenlandsch Bestuur Ambtenaren). Pemerintah Hindia Belanda mempertahankan birokrasi tradisional primordial pada level Bupati ke bawah karena dengan itulah mereka dapat memobilisasi rakyat. Para pejabat Belanda tidak perlu bersentuhan langsung dengan rakyat Indonesia, melainkan melalui para pejabat Indonesia, dari Bupati sampai Lurah.
2
Dua model birokrasi ini menghasilkan perilaku yang dualistis pula: mereka yang berada dalam model pertama terjangkiti oleh perilaku aristokratik yang enak dan menyenangkan, sedangkan mereka yang berada pada model kedua berusaha untuk bersikap legal-rasional dan menjadi modern namun masih mempertahankan priviledge tradisional mereka. Maka di kalangan pejabat yang terdidik pun terjadi proses neofeodalisasi dan akibatnya para birokrat-aristokrat ini cenderung bersikap koruptif. Karakteristik SPD menurut DW 1903 adalah: Kemungkinan pembentukan suatu daerah dengan keuangan sendiri untuk membiayai kebutuhan-kebutuhannya yang pengurusannya dilakukan oleh sebuah Raad (Dewan); Bagi daerah yang dianggap telah memenuhi syarat, maka setiap kali dengan Ordonantie Pembentukan,dipisahkan sejumlah uang setiap tahun dari kas negara untuk diserahkan kepada daerah tersebut, serta diberikan Raad bagi daerah ybs; Untuk Gewestelijke Raad, jabatan ketuanya dipegang oleh pejabat pusat yang menjadi kepala Gewest yang bersangkutan, sedangkan untuk daerah-daerah lainnya ditunjuk dalam ordonantie pembentukan; Para anggota locale raad untuk sebagian diangkat, sebagian lagi duduk karena jabatannya dalam pemerintahan dan sebagian lagi dipilih. Masa jabatannya 4 tahun. Locale raad berwenang menetapkan locale verordeningen mengenai hal-hal yang menyangkut kepentingan-kepentingan daerahnya sepanjang belum diatur dalam peraturan perundangan pusat.
3
Pengawasan terhadap daerah, baik berupa kewajiban daerah untuk meminta pengesahan terlebih dahulu bagi keputusannya maupun hak menunda atau membatalkan keputusan daerah berada di tangan Gubernur Jenderal. Pejabat ini berhak pula mengatur hal-hal yang dilalaikan oleh Local Raad. SPD pada masa DW 1903 terdiri dari 2 tingkat, yaitu Gewest (Residen) dan Gemeente (Bupati). Melalui Regentschap Ordonantie (1924), Provincies Ordonantie (1924), dan Staatsgemeente Ordonantie (1926), pengaturan SPD di Jawa dan luar Jawa dibedakan. Di Jawa dan Madura, daerah-daerah otonom dibagi menjadi Provincie (setara dengan Provinsi) – Regent (setara dengan Karesidenan) dan Stad (setara dengan Kabupaten/Kota), Pemerintah Lokal sebelumnya dihapuskan. Kawasan luar Jawa, strukturnya terdiri dari Gewest/Volksgemeenschap (setara Karesidenan) – Stadsgemeente/Groepsgemeenschap (setara Kabupaten/Kota).
4
MASA KOLONIAL JEPANG Pada zaman pendudukan Jepang, wilayah Indonesia dibagi menjadi 3 wilayah kekuasaan militer, yaitu: Sumatera dibawah komando panglima AD XXV yang berkedudukan di Bukittinggi; Jawa dan Madura berada dibawah komando panglima AD XVI yang berkedudukan di Jakarta; Daerah lainnya berada dibawah komando panglima AL yang berkedudukan di Makasar. Pemerintahan berada dibawah kekuasaan militer yang dilaksanakan oleh para komandan angkatan masing-masing yang disebut Gunseikan, yang menjalankan pemerintahan sipil, dengan misi menghilangkan pengaruh Belanda dan memobilisasi rakyat untuk memenangkan perang melawan sekutu. Untuk penyeragaman, sejak 11 September 1943, kekuasaan pemerintahan berada di bawah satu tangan, yaitu oleh Saikosikikan yang berkjedudukan sebagai Gubernur Jenderal. Keberadaan Dewan pada masa Belanda dihapuskan, demikian pula Provinsi (di Jawa) dan Afdeeling (di luar Jawa) dihapusakn. Kemudian dinbentuk struktur baru dibawah Desa, yaitu Tonarigumi (RT).
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.