Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Faiq Tobroni, SHI., MH. Pertemuan Kesembilan

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Faiq Tobroni, SHI., MH. Pertemuan Kesembilan"— Transcript presentasi:

1 Faiq Tobroni, SHI., MH. Pertemuan Kesembilan
Unsur Melawan Hukum, Perkembangannya dalam Hukum Pidana dan Tentang Tindak Pidana Islam Faiq Tobroni, SHI., MH. Pertemuan Kesembilan

2 Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Membicarakan Sifat Melawan Hukum
Untuk dapat dipidananya seseorang yang telah melakukan tindak pidana, ada ketentuan di dalam hukum acara: Tindak pidana yang dituduhkan harus dibuktikan. Tindak pidana itu hanya dikatakan terbukti jika memenuhi semua unsur yang terdapat di dalam rumusannya. Untuk menjatuhkan hukuman pidana, harus dipenuhi unsur-unsur tindak pidana yang terdapat dalamm suatu pasal. Salah satu unsur dalam suatu pasal adalah sifat melawan hukum (wederrechtelijke) baik yang secara eksplisit maupun yang secara implisit terdapat dalam suatu pasal.

3 Lanjutan Jika meneliti pasal-pasal dalam KUHP, maka akan tercantum kata-kata melawan hukum (wederrechtelijke) untuk menunjukkan sah suatu tindakan atau suatu maksud. Ini sebagaimana terdapat dalam Ps 167 (1), 168, 179, 180, 189, 190, 198, , 333 (1), 334 (1), 335 (1), 372, 429 (1), 431, 433 (1), 448, , 472 dan 522. Sedangkan penggunaan wederrechtelijke untuk menunjukkan maksud atau cogmerk dapat dijumpai dalam Ps 328, 339, 362, 368 (1), 369 (1), 378, 382, 390, 446 dan 467. Ada sebagian pasal yang tidak mencantumkan kata “melawan hukum” disebabkan: Dilihat dari rumusan undang-undang, perbuatan yang tercantum sudah sedemikian wajar sifat melawan hukumnya sehingga tidak perlu dinyatakan secara eksplisit. Bila Perbuatan seseorang dianggap melawan hukum berarti menunjukkan bahwa perbuatannya bertentangan dengan kaidah materiil yang berlaku baginya.

4 Pengertian Melawan Hukum
Melawan hukum: unlawfulness, onrechtmatige daad, wederrechtelijk, illegal, zonder behoegdheid (tanpa kewenangan), zonder eigenrecht (tanpa hak). Perbuatan melawan hukum tidak lagi hanya berarti apa yang bertentangan dengan hak orang lain atau bertentangan dengan dengan lewajiban hukum si pelaku, melainkan juga apa yang bertentangan baik dengan tata susila maupun kepatutan dalam pergaulan masyarakat. Prof. Satochid Kartanegara berpendapat bahwa wederrechtelijk formil bersandar pada undang-undang, sedangkan wederrechtelijk materiil bersandar pada asas-asas umum yang terdapat dalam lapangan hukum atau apa yang dinamakan algemene beginsel.

5 Paham sifat Melawan Hukum
Perbuatan melawan hukum formil, yaitu suatu perbuatan dianggap melawan hukum apabila perbuatan tersebut sudah diatur dalam undang-undang. Perbuatan melawan hukum materil, yaitu terdapat mungkin suatu perbuatan melawan hukum walaupun belum diatur dalam undang-undang.

6 Melawan Hukum sebagai Unsur Delik
Pendapat bahwa “melawan hukum” sebagai unsur delik di antara para pakar, tidak bulat. Sebagian pakar berpendapat bahwa jika pada rumusan suatu delik dimuat unsur “melawan hukum”, unsur tersebut harus dibuktikan dan sebaliknya jika tidak dirumuskan, tidak perlu dibuktikan. Hal demikian merupakan pendapat para pakar yang menganut paham formil, antara lain Prof. Simons. Berbeda dengan pakar yang menganut paham materiil, yang menyatakan bahwa meskipun tidak dirumuskan, unsur “melawan hukum” perlu dibuktikan. Penganut paham meteriele wederrechtelijke adalah Zevenberger dan van Hamel. Mereka menyatakan bahwa semua delik tidak saja bertentangan dengan undang-undang, akan tetapi juga bertentangan dengan paham kemasyarakatan.

7 Adanya perbedaan pendapat antara Simons dengan zevenberger dan van Hamel membuka penerapan hukum yang luas. Hal tersebut dapat diketahui dengan kasus-kasus sebagai berikut: Penganiayaan yang diatur dalam Pasal 351 KUHP. Penganiayaan adalah suatu perbuatan yang menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain. Menurut Simons, penganiayaan dapat dihukum karena dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Menurut Zevenberger, penganiayaan belum tentu dapat dihukum. Sebab, apabila terdapat hal-hal yang memang membolehkan, perbuatan itu tidak perlu dihukum, misalnya orang tua yang memukul anaknya dalam rangka mendidiknya. Van Hamel berpendapat bahwa perbuatan memukul anak, tidak dihukum. Sehubungan dengan itu, harus dibuktikan apakah perbuatan itu wederrechtelijk atau tidak.

8 Pidana dalam Islam Para fuqaha sering menggunakan istilah jinayah atau jarimah untuk menyebut tindak pidana.

9 Unsur Jarimah Unsur ‘amm: unsur yang harus dipenuhi pada setiap jarimah. Unsur formil: adanya undang-undang atau nash (ar-rukn asy-syar’i). Asas legalitas. Unsur materil: sifat melawan hukum (ar-rukn al-madi). Adanya tingkah laku yang membentuk jarimah baik by commission maupun by omission. Unsur moril: pelakunya mukallaf (ar-rukn al-adabi). Menpertimpangkan aspek mukallaf dan tidak sahnya hukuman karena subhat. Unsur ‘khass: unsur yang harus dipenuhi pada jarimah tertentu.

10 Unsur khass Unsur yang hanya terdapat pada peristiwa pidana (jarimah) tertentu dan berbeda antara unsur khusus pada jenis jarimah yang satu dengan jenis jarimah lainnya. Misalnya pada jarimah pencurian, harus terpenuhi unsur perbuatan dan benda. Perbuatan itu dilakukan denagn cara sembunyi-sembunyi, barang itu milik orang lain secara sempurna dan benda itu sudah ada pada penguasaan pihak pencuri. Syarat yang berkaitan dengan benda itu berupa harta, ada pada tempat penyimpanan dan mencampai satu nisab. Unsur khusus yang ada pada jarimah pencurian tidak sama dengan jarimah hirabah (penyamun), pelakunya harus mukallaf, membawa senjata, jauh dari keramaian dan menggunakan senjata.

11 Klasifikasi Tindak Pidana dalam Islam
Dilihat dari berat ringannya hukuman ada tiga jenis: Jarimah hudud: hukumannya telah ditetapkan Allah (had). Tidak mempunyai batas maksimal dan minimal serta tidak bisa dihapus perorangan (si korban atau walinya) atau ulil amri. Contoh: zina, qadzaf, pencurian, hirabah, al-baghy, minuman keras dan riddah. Jarimah Qisas Diyat: ancamannya berupa qisas dan diyat. Telah ditentukan dan tidak ada batas minimal dan maksimal tetapi bisa dihapus perorangan atau ulil amri. Contoh: al-qatl al-amd, al-qatl sibh al-amd, al-qatl al-khata’, al-jarh al-amd, al-jarh al-khata’. Jarimah Ta’zir, diancam dengan hukuman selain had dan qisas diyat. untuk menentukan hukumannya berada di tangan ulil amri

12 Pembagian jarimah ta’zir
Jarimah hudud dan qisas diyat yang mengandung unsur syubhat atau tidak memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiat, seperti wati’ subhat, pencurian harta syirkah, pembunuhan ayah terhadap anaknya, pencurian yang bukan harta benda. Jarimah ta’zir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nash, tetapi sanksinya oleh syar’I diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palsu, menipu timbangan, menipu, mengingkari janji, mengkhianati amanat dan menodai agama. Jarimah ta’zir dan jenis sanksinya secara penuh menjadi wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Misalnya pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup, lalu lintas, dan peraturan lainnya.


Download ppt "Faiq Tobroni, SHI., MH. Pertemuan Kesembilan"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google