Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehSri Sugiarto Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
Kedudukan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana
Angkasa
2
Kedudukan korban dalam Sistem Peradilan Pidana (SPP) saat ini belum ditempatkan secara proposional dan adil bahkan cenderung terlupakan sehingga menimbulkan rasa ketidakpuasan terutama bagi para korban
3
Grabosky : “…crime victim as the forgotten and neglected participant at the criminal justice system”
4
Karmen: “…crime victim were pictured as “invisible” or “forgotten”
5
Zweig: “In our time we experience too many things too quickly for us to have good memories”, We forget the victim”
6
James Reilly If there is one word that describe how the criminal justice system treat victims of crime and witnesses, it is “badly”
7
Robert Ellias: “Arguing that victims encounter a society that neglects their victimization, and a criminal justice system that imposes a second victimization,…”
8
Mc Donald: “…Today, he is seen at best as the forgotten man of the system and at worst as being twice victimized, the second time by the system itself”
9
Mc. Donald Offenders are provide with lawyers, housing, food, medical care, recreational opportunities, schooling, job training, and psychological counseling. Victim must fend for themselves. At best, victims are the forgotten person within the crime problem; at worst, more intent on satisfying the needs of its constituent agencies and official than of the directly injures parties
10
Kedudukan Korban dalam Hukum Pidana Nasional.
Kedudukan Korban dalam Hukum Pidana nasional tampaknya sejalan dengan pendapat dan/atau pandangan para viktimolog tetang kedudukan korban dalam Sistem Peradilan di berbagai negara.
11
Hukum pidana di sini terdiri atas hukum pidana materiil (strafrecht), hukum pidana formal (strafprozesrecht) serta hukum pelaksaan pidana (strafvollstreckungsrecht)
12
Kedudukan Korban dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Kedudukan korban dalam KUHP tampaknya belum optimal dibandingkan pelaku
13
Pertama, KUHP belum secara tegas merumuskan ketentuan yang secara konkrit atau langsung memberikan perlindungan hukum terhadap korban misalnya dalam hal penjatuhan pidana wajib dipertimbangkan pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban:
14
KUHP juga tidak merumuskan jenis pidana restitusi (ganti rugi) yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi korban dan/atau keluarga korban. Rumusan pasal-pasal dalam KUHP cenderung berkutat pada rumusan tindak pidana, pertanggungjawaban dan ancaman pidana
15
Kedua, KUHP menganut aliran neoklasik yang antara lain menerima berlakunya keadaan-keadaan yang meringankan bagi pelaku tindak pidana yang menyangkut fisik, lingkungan serta mental.
16
Demikian pula dimungkinkannya aspek-aspek yang meringankan pidana bagi pelaku tindak pidana dengan pertanggungjawaban sebagian, di dalam hal-hal yang khusus, misalnya jiwanya cacat (gila), di bawah umur dan sebagainya
17
Kedudukan Korban dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Kajian tentang kedudukan korban dalam termasuk korban perkosaan dalam KUHAP tampaknya menunjukkan bahwa KUHAP juga lebih berorientasi kepada pelaku daripada korban.
18
Hal ini sangat disayangkan karena dalam konsiderannya sebenarnya KUHAP sudah membuka peluang secara universal untuk mencapai keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terseleggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945
19
Pertama adanya pertimbangan keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia. Keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia di sini tentunya bukan hanya pelaku saja namun meliputi korban. Akan tetapi dalam penjabaran diktumnya aspek keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat korban sangat terbatas atau kurang tampak.
20
Kedua, KUHAP dimaksudkan mengatur hak serta kewajiban bagi mereka yang ada dalam proses peradilan pidana, sehingga dasar utama negara hukum dapat tercapai. Pihak yang ada dalam proses peradilan pidana selain aparat penegak hukum juga korban dan pelaku. Namun dalam penjabaran pasal-pasal di dalam diktum serta dalam penjelasannya tidak terakomodir ketentuan yang memuat hak dan kewajiban bagi korban secara adil.
21
Ciri KUHAP berorientasi pelaku
Pertama, dalam Bab I tentang ketentuan umum Pasal 1 yang terdiri atas angka 1 (satu) hingga 32 (tiga puluh dua) dan berisi tentang berbagai macam pengertian yang berkaitan dengan proses peradilan dengan segala aspeknya, tidak satupun yang merumuskan pengertian tentang korban.
22
Kedua, dalam Bab VI tentang Tersangka dan Terdakwa, yang terdiri atas 19 pasal sarat dengan aturan yang memberikan hak sebagai perlindungan hak asasi manusia terhadap pelaku
23
Ketiga, Bab VII tentang Bantuan Hukum dalam ketentuan pasal-pasalnya mengatur adanya beberapa hak dan kewajiban dari penasihat hukum selama proses peradilan. Hak-hak ini dapat pula dikatakan sebagai pendukung bagi terlaksananya hak-hak dari pelaku.
24
Keempat, Bab XII tentang Ganti Kerugian dan Rehabilitasi, menunjukkan pula adanya beberapa hak bagi pelaku sebagai ujud dari perlindungan hukum
25
Kelima, Bab XIV tentang Penyidikan juga dijumpai ketentuan-ketentuan yang lebih berorientasi terhadap hak pelaku.
26
Keenam, di samping dalam diktum yang tertuang dalam pasal-pasalnya, dalam penjelasannya juga tampak bahwa KUHAP lebih berorientasi kepada kepentingan pelaku daripada korban, walaupun dalam penjelasan umumnya menyebut adanya tujuan untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan.
27
Kedudukan Korban dalam Undang-undang Pemasyarakatan
Undang-undang Pemasyarakatan tampaknya juga sama dengan KUHAP. Kedudukan korban masih lemah, orientasinya cenderung sangat memperhatikan kepentingan pelaku daripada korban. Dalam ketentuan tersebut, konsideran maupun diktumnya cenderung hanya mengatur tentang hak-hak pelaku sebagai realisasi atas penghormatan hak asasi manusia.
28
Aspek yang menunjukkan betapa pelaku memperoleh banyak sekali hak untuk kepentingan pelaku utamanya terdapat pada ketentuan Pasal 14 Undang-undang Pemasyarakatan
29
Regulasi dalam Hukum Positif Nasional saat ini yang sudah mengatur kepentingan Korban.
30
Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia;
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang
31
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang
32
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
33
Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 13 tahun 2006 tentang PerlindunganSaksi dan Korban.
34
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban Dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat;
35
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Kompensasi, Restitusi, Dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat;
37
TERIMA KASIH
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.