Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA"— Transcript presentasi:

1 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
Presentasi Kelompok V KODE MEMORI SAFARI (G2I ) RAHMAT (G2I ) TATY ANDRIATI AMRIN (G2I ) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI, 2013

2 Kode memori (memory code) adalah symbol yang digunakan untuk menyimpan sebuah item dalam memori.
Pilihan menciptakan kode memori yang berbeda adalah keuntungan tertentu ketika defisit memori membatasi jenis kode memori yang dapat diciptakan oleh seseorang. Ketika orang tidak mengalami kerusakan mencoba untuk belajar, mereka mungkin akan membentuk beberapa jenis kode memori. Sebagai ganti, kita biasanya meminta mereka untuk membuat penilaian terhadap kata-kata tanpa mengatakan kepada mereka bahwa mereka harus mengingat atau mengenali kembali kata-kata tersebut selain tugas penilaian. Tujuan tugas penilaian (biasanya disebut tugas yang berorientasi (Orienting task) adalah mencoba untuk mengendalikan jenis kode memori yang dibentuk dengan permintaan bahwa seseorang akan membuat keputusan mengenai aspek kata tertentu, seperti pelafalan dan maknanya.

3 Teori Tingkat Pemrosesan Penekanan pada Strategi Pengodean
Tulisan Craik dan Lockhart (1972) memiliki tiga tujuan: untuk menguji alasan dalam mengajukan model multistore, untuk menanyakan keadekuatan model tersebut, dan untuk mengajukan suatu kerangka kerja alternatif yang berhubungan dengan tingkat pemrosesan.

4 Craik dan Lockhart meringkas perbedaan umum dalam penyimpanan yang dapat diterima orang-orang (Tabel 6.1). Atribut Penyimpanan sensoris Memori Jangka Pendek Memori Jangka Panjang Masuknya informasi Preattentive Membutuhkan perhatian Pengulangan informasi Penyimpanan informasi Tidak memungkinkan Perhatian yang berkelanjutan Repetisi Bentuk informasi Salinan masukan informasi secara harifiah Fenomenik. Kemungkinan secara visual Kemungkinan semantik Sebagian besar semantic Beberapa auditori dan visual Kapasitas Besar Kecil Batas yang tidak diketahui Kehilangan informasi Aus/kemeresotan Penggantian Kemungkinan aus Kemungkinan tidak hilang Kehilangan kemampuan untuk mengakses atau membedakan karena gangguan Jangka waktu untuk melacak ¼ - 2 detik Hingga 30 detik Menit hingga tahunan Pemanggilan kembali Membaca dengan keras Kemungkinan secara otomatis Item berada dalam kesadaran Petunjuk sementara/fonem Petunjuk pemanggilan kembali Proses pencarian yang memungkinkan

5 Craik dan Lockhart percaya bahwa bukti perbedaan antara STM dan LTM tidaklah sejelas yang seharusnya. Mereka berpendapat bahwa pertama, kapasitas STM sangat bervariasi daripada perkiraan Miller mengenai lima sampai Sembilan chunk (potongan- potongan besar). Misalnya, orang dapat menghasilkan kembali deretan kata sampai 20 kata jika kata-kata tersebut membentuk sebuah kalimat. Kedua, meskipun format utama dalam STM adalah fonem dan LTM adalah sematik, terdapat bukti kode visual dan sematik dalam STM (lShulman, 1971) serta kode visual dan fonem dalam LTM.

6 Teori tingkat pemrosesan terdiri atas 3 tahap.
Tahap awal berhubungan dengan analisis hal-hal fisik, seperti garis, sudut, keterangan, kualitas suara, dan kekerasan suara. Tahap kedua berhubungan dengan pengenalan kembali pola dan identifikasi makna pola tersebut. Setelah stimulus dikenali kembali, kemudian akan dapat dielaborasi-sebuah kata, penglihatan, atau penciuman dapat memicu asosiasi, gambaran, atau cerita pada dasar pengalaman individu di masa lalu dengan stimulus tertentu. Teori tingkat pemrosesan adalah sebuah teori bagaimana kita menganalisis sebuah stimulus dan apa yang dihasilkan oleh kode memori dari tingkat analisis yang berbeda. Craik (1979) menyatakan bahwa poin penting dari studi tingkat pemrosesan ini adalah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih menyeluruh mengenai pengoperasian kode memori dalam LTM, bukan untuk menolak perbedaan yang ada antara STM dan LTM.

7 Implikasi Pengulangan Verbal
Model Atkinson-Shiffrin menaruh perhatian pada pengulangan verbal sebagai sebuah cara untuk memindahkan informasi dari STM ke LTM. Namun menurut Craik dan Lockhart, pengulangan tidak secara otomatis berhasil dalam pembelajaran. Keefektifan pengulangan, seperti metode belajar yang lainnya, tergantung pada tingkat materi tersebut diproses. Alasan mengapa pengulangan biasanya berhasil adalah bahwa orang-orang selalu memikirkan makna dari materi tersebut selama pengulangan.

8 Bukti Pendukung Teori Tingkat Pemrosesan
Studi yang dilakukan oleh Hyde-Jenkins (1969) di University of Minnesota berkaitan dengan paradigma pembelajaran tidak disengaja (incidental learning task). Penelitian terbagi empat kelompok. Kelompok satu diberikan tugas yang disengaja dengan mengingat 24 kata dan terdiri atas 12 pasangan asosiasi utama (primary associates). Tiga kelompok yang lain adalah kelompok yang tidak disengaja. Satu kelompok berdasarkan kesenangan terhadap kata-kata, satu kelompok lain memperkirakan jumlah huruf, dan kelompok keempat menilai berdasarkan kehadiran huruf e. Aspek yang paling menarik dari hasil ini adalah bahwa siswa dalam kelompok menyenangkan-tidak menyenangkan pada dasarnya mengingat kembali kata-kata sebanyak kelompok yang diminta untuk mempelajari kata-kata tersebut (16,3 versus 16,1). Dengan kata lain, pembelajaran yang tidak disengaja sama efektifnya dengan pembelajaran yang disengaja ketika siswa tersebut mempertimbangkan mengenai makna kata-kata yang diberikan.

9 Proses Struktural, Fonem, dan Semantik
Pengujian terhadap teori tingkat pemrosesan pada umumnya terfokus pada tiga tingkat, ketika kedalaman pemrosesan meningkat dari pengodean secara struktural ke fonem ke semantik. Pengodean struktural (structural coding) menanyakan mengenai apakah kata-kata tersebut dalam huruf besar. Pengodean fonem (phonemic coding) dibangkitkan dengan menanyakan apakah sebuah kata memiliki rima, dengan kata lain – pertanyaan menekankan pada pelafalan. pengodean semantik (semantik coding) – seseorang harus mengevaluasi makna dengan tujuan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan tepat.

10 Tabel 6.2. Pertanyaan yang biasanya digunakan dalam penelitian tingkat pemrosesan
Tidak Struktural Apakah kata tersebut dituliskan dalam huruf kapital? TABLE table Fonem Apakah kata tersebut memiliki rima dengan WEIGHT crate MARKET Semantik Apakah huruf yang melengkapi kalimat berikut? “He met a… in the street”? FRIEND cloud

11 Penelitian Craik dan Tulving (1975), mendukung prediksi bahwa penyimpanan informasi akan meningkat karena pemrosesan berlanjut dari tingkat struktural ke fonem ke semantik. Jika penyimpanan yang baik disebabkan oleh lamanya waktu respons, pemrosesan struktural seharusnya akan lebih baik dalam penyimpanan daripada pemrosesan semantik. Pengenalan masih lebih baik setelah pemrosesan semantik, membuktikan bahwa tingkat pemrosesan, bukan mengenai waktu pemrosesan, adalah penentu terbaik dalam penyimpanan

12 Kritik dan Modifikasi Teori
Teori tingkat pemrosesan memiliki dampak besar dalam penelitian memori. Salah satu kritikan utama terhadap teori ini adalah bahwa terlalu mudah untuk menjelaskan rentang perbedaan dari melupakan dengan daya tarik teori. Untuk menghindari kritik ini, perlu untuk mengukur kedalaman proses secara bebas dari penyimpanan. Satu masalah yang muncul pada asumsi tersebut adalah bahwa meskipun urutan ini memberikan suatu penjelasan yang masuk akal mengenai bagaiman informasi akan dianalisis, hal tersebut bukanlah suatu urutan yang penting (Baddeley, 1978; Craik, 1979).

13 Elaborasi Kode Memori Menurut J.R. Anderson & Reder (1979), kode memori berbeda dalam jumlah dan tipe penyimpanan elaborasi dalam memori. Pandangan ini mengasumsikan bahwa orang akan menyimpan lebih banyak item yang diberikan kepada mereka, mereka juga menyimpan asosiasi tambahan yang membantu mereka untuk mengingat item-item tersebut. Meskipun sangat mudah untuk mengelaborasi materi pada tingkat semantik, hal yang sulit untuk membangun elaborasi pada tingkat struktural atau fonem. Kebanyakan asosiasi yang kita punya menekankan pada makna daripada struktur fisik huruf, pengejaan, atau pelafalan. Alasan untuk perbedaan ini adalah bahwa orang biasanya mencoba untuk mengingat makna apa yang mereka baca daripada mengingat detail huruf yang mereka lihat seperti apa. Sebagai akibatnya, orang telah mempelajari untuk mengelaborasi isi semantik karena pada umumnya melakukan hal tersebut akan lebih bermanfaat darpada mengelaborasi isi yang nonsemantik.

14 Stein dan Bransford (1979) menguji keefektifan dari elaborasi yang tepat dan tidak tepat dengan membandingkan empat kelompok siswa dalam suatu tugas pembelajaran tidak disengaja. Hasil tersebut menunjukkan bahwa elaborasi tidak selalu efektif dalam mengingat kembali karena elaborasi yang tidak tepat sebenarnya menyebabkan sebuah penurunan dalam tampilan yang relatif dengan kelompok kendali. Agar menjadi efektif, elaborasi harus menjelaskan konsep yang signifikan atau berkaitan yang relative dengan konteks yang muncul.

15 Pembeda Kode Memori Terdapat beberapa cara berbeda ketika sebuah item dapat dibedakan. Schmidt (1991) yang membedakan di antara empat jenis pembeda. Satu jenis pembeda disebut pembeda utama (primary distinctiveness) ketika pembeda didefinisikan secara relatif dengan konteks yang langsung. Pembeda sekunder (secondary distinctiveness) didefinisikan secara relatif dengan informasi dalam LTM kita daripada informasi dalam konteks yang langsung. Pembeda emosional (emotional distinctiveness) dan didorong oleh penemuan bahwa kejadian yang menghasilkan respons emosi yang kuat terkadang dapat diingat dengan baik. Pembeda pemrosesan (processing distinctiveness) tergantung bagaimana kita memproses suatu stimulus, karena hal tersebut merupakan hasil dari kode memori yang kita ciptakan untuk sebuah item daripada karakteristik dari item itu sendiri.

16 Kekhususan Pengodean dan Pemanggilan kembali Informasi
Menurut prinsip kekhususan pengodean (encoding specificity principle), “Operasi pengodean khusus dilakukan berdasarkan pada apa yang dipersepsi menentukan apa yang disimpan, dan apa yang disimpan menentukan apa petunjuk pemanggilan kembali yang efektif untuk memberikan akses kepada apa yang disimpan” (Tulving & Thomson, 1973, hlm.369).

17 Situasi pengodean dan pemanggilan kembali dapat diterapkan dalam konteks yang lebih luas seperti dalam lokasi ketika pembelajaran muncul atau bahkan pada mood pelajar. Studi mengenai memori yang terikat dengan mood (mood-dependent memory) menguji hipotesis bahwa kita akan lebih baik untuk mengambil kembali informasi jika mood kita selama pemanggilan kembali cocok dengan mood kita selama belajar. Studi yg dilakukan oleh Eich, Macaulay, & Ryan, (1994) menemukan dukungan yang kuat untuk memori yang terikat dengan mood ketika orang harus mengingat kembali kejadian yang berhubungan dengan riwayat hidup mereka sendiri yang telah mereka buat beberapa hari sebelumnya.

18 Interaksi Antara Operasi Pengodean dan pamanggilan kembali Informasi
Hasil studi yang yang dilakukan R.P. Fisher & Craik, (1977) tentang bagaimana prinsip kekhususan pengodean diterapkan ketika terdapat dua perbedaan tingkat pemrosesan- semantik dan fonem. dalam situasi penelitian dan harus menjawab ya atau tidak atas pertanyaan ini: “Diasosiasikan dengan sleet (hujan salju dan air)?” Kemudian Anda melihat kata hail (hujan es) dan menjawab ya. Anda diberikan satu petunjuk pemanggilan kembali seperti di bawah ini: Diasosiasikan dengan sleet Diasosiasikan dengan snow Berima seperti bail Diantara ketiga petunjuk pemanggilan kembali di atas mana yang menurut anda akan sangat membantu untuk mengambil kembali kata hail. Prediksi atas jawaban tersebut disajikan pada tabel berikut:

19 Tabel 6.3. Proporsi kata-kata yang dipanggil kembali sebagai fungsi persamaan antara konteks pengodean dan petunjuk pemanggilan kembali Rima Proporsi Asosiasi Konteks pengodean Contoh: hail Konteks pemanggilan kembali Berima dengan pail Diasosiasikan dengan sleet Identik 0,24 0,54 Sama Berima dengan bail 0,18 Diasosiasikan dengan snow 0,36 Berbeda 0,16 0,22

20 Studi Hertel, Anooshian, & Ashbrook (1986) menemukan bahwa orang tidak mampu secara akurat memprediksi keefektifan dari petunjuk pemanggilan kembali. Subjek membuat 40 kata dalam tugas orientasi semantik, memprediksi sejumlah kata yang dapat mereka ingat kembali, dan kemudian mencoba untuk mengingat kembali kata-kata tersebut. Hanya subjek yang diberikan petunjuk pemanggilan kembali semantik yang secara signifikan mengingat kembali kata-kata yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok kontrol. Akan tetapi, kekuatan dari petunjuk semantik tidak diantisipasi oleh subjek yang berada dalam penelitian yang memprediksi bahwa petunjuk semantik dan fonem akan sama-sama efektif. Kegagalan prediksi tampaknya berdasarkan pada generalisasi yang berlebihan terhadap pengalaman terdahulu ketika petunjuk fonem lebih efektif..

21 Proses Transfer yang Sesuai
Proses transfer yang sesuai mengatakan bahwa keefektifan dari pembelajaran hanya dapat ditentukan berkaitan dengan situasi pengetesan. Misalnya, jika tes menekankan pada informasi fonem dan Anda telah memusatkan konsentrasi pada informasi semantik, maka Anda berada dalam masalah. Jika tesnya berupa pilihan ganda, tampaknya pengetahuan akan detail akan lebih berguna daripada pengetahuan secara umum. Jika tesnya berupa esay, maka sepertinya pengaturan yang hati-hati mengenai materi akan lebih bermanfaat daripada detail.

22 Dalam proses transfer yang sesuai, keputusan dibuat pada tahap pengodean.
Dalam kekhususan pengodean, pengodean telah muncul dan keputusan membutuhkan penemuan petunjuk pemanggilan kembali yang efektif untuk mencocokkan pengoden. Proses transfer yang sesuai tampaknya mengarah pada waktu, dari pengoden menuju pemanggilan kembali, sementara kekhususan pengodean tampaknya berbalik dalam waktu dari pemanggilan kembali ke pengodean.

23 PEMANGGILAN KEMBALI PENGODEAN Proses transfer yang sesuai
Kekhususan pengoden Proses transfer yang sesuai Memaksimalkan kesamaan


Download ppt "PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google