Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehHadi Rachman Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
Prinsip Kerja Media Relations Tahapan Media Relations
2
Prinsip Kerja Media Relations
Frank Jefkins (1992: 101) menyebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan PR dalam menyelenggarakan media relations yang baik: Memahami dan melayani media setiap saat. Membangun reputasi sebagai organisasi yang dapat dipercaya media. Menyediakan salinan informasi yang memadai dan akurat: foto-foto yang diperlukan, siaran berita atau news release. Bekerja sama dalam penyediaan materi informasi. Contohnya bersama-sama dalam mempersiapkan sebuah acara wawancara atau temu pers dengan tokoh-tokoh tertentu. Menyediakan fasilitas verifikasi. PR perlu memberi kesempatan kepada jurnalis melakukan verifikasi (membuktikan kebenaran) atas setiap materi yang mereka terima. Contoh konkretnya, para jurnalis diijinkan untuk langsung menengok fasilitas atau kondisi-kondisi organisasiyang hendak diberitakan. Membangun hubungan personal yang kokoh dengan media. Antara lain dapat ditempuh dengan keterbukaan, kejujuran, kerja sama, dan sikap saling menghormati profesi masing-masing.
3
Tahapan Media Relations
Tahapan media relations menurut Rhenald Khasali (1994: 231): 1. Mengidentifikasi krisis. Untuk mengindentifikasi suatu krisis, seorang PR perlu melakukan penelitian. Bila krisis terjadi dengan cepat, penelitian harus dilakukan secara informal dan cepat. 2. Menganalisis krisis Sebelum melakukan komunikasi, PR harus melakukan analisis atas masukan yang diperoleh. Analisis ini adalah pekerjaan yang dilakukan di belakang meja dengan keahlian membaca permasalahan. Analisis yang dilakukan mempunyai cakupan yang luas, mulai dari analisis parsial sampai analisis yang saling mengkait. 3. Mengisolasi krisis Untuk mencegah krisis menyebar harus diisolasi, dikarantina sebelum tindakan serius dilakukan.
4
4. Menetapkan pilihan strategi menghadapi krisis.
Sebelum mengambil langkah-Iangkah komunikasi untuk mengendali kan krisis, perusahaan perlu melakukan penetapan strategi generik.Tiga strategi generik untuk menangani krisis: a. Strategi Defensif (Defensive strategy), meliputi langkah-langkah: Mengulur waktu Tidak melakukan apa-apa (not in action atau low ProfiIe) Membentengi diri dengan kuat (stone walling) b. Strategi Adaptif (Adaptive Strategy), meliputi langkah-langkah : Mengubah kebijakan Modifikasi operasional Kompromi Meluruskan citra
5
c. Strategi Dinamis (Dynamic Strategy)
c. Strategi Dinamis (Dynamic Strategy). Bersifat agak makro dan dapat mengakibatkan berubahnya karakter perusahaan. Pilihannya adalah: Merger dan akuisisi Investasi baru Menjual saham Meluncurkan produk baru atau menarik peredaraan produk lama. Menggandeng kekuasaan Melemparkan isu baru untuk mengalihkan perhatian 4. Menjalankan program pengendalian Program pengendalian adalah langkah penerapan yang dilakukan menuju strategi generik yang dirumuskan. Umumnya strategi generik dapat dirumuskan jauh-jauh hari sebelum krisis timbul, yakni sebagai guidance agar para eksekutif bisa mengambil langkah yang pasti. Berbeda dari strategi generik, program pengendalian biasanya disusun di lapangan ketika krisis muncul. Implementasi pengendalian diterapkan pada: perusahaan (beserta cabang), industri (gabungan usaha sejenis), komunitas, dan divisi-divisi perusahaan
6
Di antara kekeliruan dalam hubungan dengan media massa
Mengukur hubungan dengan uang Menyembunyikan fakta dan data Salah menentukan media: jenis media, sasaran audiens, jangkauan. Tidak memahami karakter dan cara kerja orang-orang pers/media Kurang menguasai persoalan yang menjadi tanggungjawabnya Tidak mau membuat dan menyampaikan siaran pers yang efektif Tidak mengikuti perkembangan berita di media massa Tidak mampu membina hubungan jangka panjang dengan orang-orang pers/media: menghubungi jika perlu, menghindar jika bermasalah, personalitas lemah Salah memilih mitra dikalangan pers: tidak memahami struktur organisasi pers. Tidak mampu meyakinkan pimpinan tentang pentingnya fungsi kehumasan: kultur perusahaan/lembaga, wartawan sebagai musuh, penguasaan terhadap ilmu kehumasan
7
Beberapa Prinsip (Lainnya) dalam Membina Hubungan Baik dengan Media
8
1. Keterbukaan dan Kejujuran Sebagai Asas Utama
PRO lembaga politik, bisnis, maupun sosial budaya harus menjaga asas yang paling utama dalam membangun dan mempertahankan hubungan baik dengan media. Asas utama tersebut adalah keterbukaan (oppeness) dan kejujuran (trust). Hanya melalui kejujuran dan keterbukaan, transparasi dan akuntabilitas, kebenaran informasi dapat disampaikan. Hal ini menjadi indikator bahwa sebuah lembaga mempunyai integritas dan dapat dipercaya 2. Siap Menerima Media Siap menerima media berarti jurnalis tidak merasa mengalami apa yang dikenal dengan istilah “block of information”, sukar mengakses informasi yang sangat diperlukan.
9
3. Tidak Boleh Mewarnai Fakta
Terdapat kecenderungan bagi siapa pun untuk membumbui fakta dengan beragam bentuknya, seperti dengan menambah sesuatu yang terjadi dengan pendapat atau opininya sendiri. Sekilas dan untuk jangka pendek terkesan tidak menjadi masalah, namun jika itu terus menerus dan sudah menajdi habit atau culture, dapat menimbulkan masalah, seperti terhadap tingkat kredibilitas lembaga. Akhirnya tidak tertutup kemungkinan akan merusak nama baik dan masa depan lembaga. Selalu Siap Untuk Dikutip sebagai Berita Jurnalis adalah orang yang haus akan berita, lebih-lebih lagi berita yang termasuk dalam kategori “add values”, mempunyai nilai jual atau nilai lebih dimata pengaksesnya. Lembaga suplayer berita harus selalu siap jika diminta untuk memberikan berita yang diperlukan, khususnya lagi jika terjadi “manajemen krisis” dan “manajemen isu”.
10
5. Hindari Pernyataan off the record Pernyataan off the record dalam menyelamatkan lembaga dari menjawab pertanyaan para jurnalis dapat menjadi boemerang. 6. Berlaku Adil Terhadap Semua Media PRO harus menjaga asas proporsional dan profesional berdasarkan journalist mapping. 7. Tidak Boleh Mengeluh dalam Pencetakan Prinsip penting yang harus dipegang teguh oleh PRO dalam berhubungan dengan media adalah, no body perfect. Selalu ada kesalahan dan kekurangannya. Namun yang perlu digaris bawahi adalah yang berkenaan dengan unsur tidak sengaja. Tidak tertutup kemungkinan media dalam mencetak ataupun menyampaikan berita yang diperoleh dari lembaga, salah dalam proses pencetakan ataupun penyampaiannya.
11
8. Jangan Membuat Wartawan Bingung Meskipun ada adendum menyatakan, semakin tinggi tingkat ketidak pastian tentang sesuatu, semakin tinggi nilai informasinya. Namun dalam konteks studi hubungan media dengan lembaga, adendum tersebut tampaknya tidak berlaku. Wartawan memerlukan sesuatu yang pasti, yang tidak membingungkan untuk disampaikan kepada para pengaksesnya. Jika lembaga berkeinginan membangun dan mempertahankan hubungan baik dengan media, maka langkah yang harus ditempuh jangan membuat media, dalam hal ini wartawan berada dalam kebingungan, khususnya berkenaan dengan berita yang diterimanya. Salah satu efeknya wartawan akan salah menafsirkan berita yang disampaikan dan akhirnya pengakses mendapatkan berita yang salah pula.
12
9. Jangan Salahkan Redaktur Media Jika Berita Tidak Diturunkan Naik-turun sebuah berita, lazimnya sangat ditentukan oleh “nilai berita”. News values. Jangan mencari kambing hitam, apalagi menyalahkan redaktur sebuah media, jika sebuah berita dari lembaga pihak PR tidak dimuat. Evaluasinya adalah mungkin pada nilai dan momentum serta kondisinya yang belum sesuai dengan yang diharpkan. 10. Ikut Prosedur Struktural Salah satu aspek yang menjadi faktor penghalang terbangun hubungan yang harmonis antara media, khususnya wartawan, dengan lembaga PR adalah faktor ketersinggungan wartawan. Artinya, wartawan yang meliput lembaga jangan merasa tersinggung oleh ulah lembaga, khususnya oleh mereka-mereka yang diberi kepercayaan untuk membangun hubungan baik dan saling menguntungkan dengan media, dalam berbagai bentuknya, terutama dalam bentuk merasa ataupun nyata-nyata dilangkahi dalam hubungannya dengan pemberitaan, baik dalam bentuk melaporkan wartawan peliput kepada atasannya ataupun tidak mempercayainya dengan cara langsung menyampaikan berita kepada atasannya.
13
11. Pahami Karakteristik Wartawan Memahami karakteristik wartawannya, Khususnya berkenaan dengan emosionalnya: intropert atau extropert, tertutup atau terbuka, emosional ataupun tidak, dapat menjaga rahasia atau tidak, kecenderungan afiliasi atau keberpihakkan pada paham, ideologi, sistem, atau politik tertentu, misalnya. 12. Suplai Wartawan dengan Berita Para jurnalis atau wartawan dapat diilustrasikan sebagai orang yang selalu haus akan berita. Mereka selalu memerlukan berita yang dapat mereka publikasikan ataupun siarkan kepada publik pembaca, pendengar dan pemirsa ataupun pengaksesnya. Untuk itu mereka akan sangat terbantu jika lembaga dari pihak PR dapat dijadikan sebagai sumber berita, apalagi dengan tanpa bersusah payah. Dr. Fal. Harmonis, M.Si.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.