Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Kuliah ke-5 PENGENDALIAN SEDIMEN DAN EROSI

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Kuliah ke-5 PENGENDALIAN SEDIMEN DAN EROSI"— Transcript presentasi:

1 Kuliah ke-5 PENGENDALIAN SEDIMEN DAN EROSI
“Mekanisme Transpor”

2 Pada saluran dengan dasar mobile bed (material sedimen non kohesif yang dapat bergerak), akan terjadi interaksi antara aliran dengan dasar. Perubahan aliran dapat menyebabkan terjadinya perubahan konfigurasi dasar (tinggi kekasaran); dan sebaliknya, perubahan kekasaran akan mempengaruhi aliran itu sendiri.

3 Contoh Akibat aliran terjadi gelombang pasir sebelum terjadi gelombang pasir k  d, setelah terjadi gelombang pasir k >> d.  berubah dengan angka k Jenis / phase dari konfigurasi dasar sangat tergantung dari sifat / jenis aliran dan bahan penyusun material dasar (pasir, kerikil).

4 FLOW REGIME (Resim Aliran)
Pada aliran dalam saluran terbuka, angka Froude, Fr, sering digunakan sebagai kriteria suatu aliran. Untuk tujuan klasifikasi konfigurasi dasar (bed form), dibedakan 3 regim aliran, yaitu : a. Lower flow regime, Fr < 1. b. Transition flow regime, Fr  1. c. Upper flow regime, Fr > 1. Sketsa / bentuk ideal dari konfigurasi dasar diperlihatkan pada gambar, dengan penjelasan sebagai berikut ini.

5 Pada waktu kecepatan aliran masih sangat kecil, tegangan gesek kritik, ocr, dari dasar masih belum terlampaui, dan material sedimen tidak / belum bergerak  dasar masih rata (plane bed). Apabila pada phase ini mulai terjadi angkutan sedimen (kecepatan aliran bertambah) : - butiran akan bergerak secara menggelinding, menggeser atau meloncat secara random terhadap ruang (dan waktu). - apabila material sedimen adalah halus, dapat terjadi saltasi, awan (clouds), dan suspended load.

6 Dengan bertambahnya kecepatan, intensitas angkutan sedimen bertambah (secara random), dan terbentuk konfigurasi dasar. Bentuk konfigurasi dasar yang terjadi pada “lower flow regime” biasanya mempunyai karakteristik seperti bukit-bukit pasir. Bentuk bukit – bukit pasir tersebut sering dikenal sebagai “ripples” atau “dunes”. A. Ripple misal Hr = 1 cm, Lr = 5 – 10 cm mempunyai amplitudo, Hr, relatif kecil terhadap panjang gelombang, Lr  Hr << Lr. Kekasaran bertambah (akibat shape/form roughness), k >> d Tiga dimensi Relatif simetris

7 B. Dunes Gelombang dengan sisi sebelah hulu lebih landai dan sisi sebelah hilir lebih curam Bentuk kurang teratur dan asimetris Kemiringan yang curam pada sisi hilir dari dunes tersebut menyebabkan terjadinya separasi aliran, sehingga bukit / gundukan pasir bergerak ke arah hilir dan bergabung (menjadi satu) dengan dunes di sebelah hilirnya  panjang dunes bertambah dan puncaknya mendatar  bars , dimana shape/form roughness berkurang.

8 Antara lower flow regime dan upper flow regime, terdapat kondisi transition. Pada kondisi ini dunes seperti dibersihkan (tergelontor). Konfigurasi dasar tidak teratur dari bentuk dunes sampai flat / plane bed.

9 Apabila kecepatan aliran terus bertambah, the upper flow regime akan tercapai. Bentuk konfigurasi yang pertama kali diamati adalah plane bed (sheet flow), k  d. Apabila kecepatan terus bertambah, permukaan air menjadi tidak stabil, dan dasar plane bed berubah terbentuk gelombang pasir antidunes. Apabila angka Froude tidak terlalu besar (meskipun Fr > 1), muka air hanya bergelombang (antidunes standing wave), tetapi apabila angka Fr sangat besar, muka air yang bergelombang tersebut akan berkembang, menjadi tidak stabil dan pecah (antidunes breaking wave). Bila hal ini terjadi, bentuk anti dunes rusak, dan dasar menjadi rata kembali. Aktifitas antidunes yang sangat kuat akan menghasilkan chutes & pool flows.

10 Apabila dunes menjadi satu, gundukan-gundukan pasir akan sangat besar dengan ukuran  lebar saluran. Bentuk ini dikenal dengan nama bars. Bars biasanya terbentuk pada waktu debit / kecepatan besar dan akan tampak sebagai pulau – pulau kecil pada waktu debit kecil (air dangkal).

11 PARAMETER DALAM PENENTUAN KONFIGURASI DASAR SUNGAI
Karena pada prinsipnya konfigurasi dasar terbentuk sebagai hasil gesekan pada dasar, maka akan logis untuk menggunakan kriteria tegangan (kecepatan) gesek sebagai parameter konfigurasi dasar. Liu (1957) merumuskan suatu parameter untuk presentasi data (yang dikenal sebagai Liu’s mobility number) Liu hanya melakukan penyelidikan bentuk konfigurasi dasar ripple.

12 D : kedalaman aliran/hidraulik
Albertson, Simons dan Richardson (1958), memperluas hubungan tersebut untuk semua konfigurasi dasar : 1. Plane bed 2. Ripples 3. Dunes 4. Transisi 5. Antidunes ; D : kedalaman aliran/hidraulik

13 Menurut Tsubaki, jika , maka ada kecenderungan butir akan bergerak dalam / sebagai suspensi – saltasi (saltation). Bogardi membuat hubungan serupa dengan Albertson, dkk, dengan parameter : atau

14 I : plane bed II : ripple III : dune IV : transistion V : antidune

15

16

17

18

19 Contoh soal : Data sebuah sungai, diketahui :
B = 100 m, h = 5 m, Q = 400 m3/d, I (=So) = 5,12 x 10-5 Bahan dasar pasir bulat, d = 1,7 mm tair = 20C, g = 9,81 m/d2 Pertanyaan : a. Phase transportasi sedimen (konfigurasi dasar) b. Tinggi kekasaran dasar sungai (k) Jawab : a. Mencari , R  h m/d

20 Diagram S4 (Richardson, dkk)
t = 20C w = 25 cm/d = 0,25 m/d d = 1,7 mm = = 0,2 Diagram S4 (Richardson, dkk) = 0,2 DUNES

21 Cara lain : = = 85 DUNES d = 1,7 mm

22 (hal ini disebabkan karena dasar bergelombang)
0,8 m/d k = 0,10 m = 100 mm >> d = 1,7 mm (hal ini disebabkan karena dasar bergelombang)

23

24


Download ppt "Kuliah ke-5 PENGENDALIAN SEDIMEN DAN EROSI"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google