Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
1
No one leadership style is good
TEORI SITUASIONAL No one leadership style is good for all situations Teori Fiedler Hersey dan Blanchard Path Goal Theory Evan dan House Teori Subtitusi Kepemimpinan Kerr dan Jermier Teori pertukaran pemimpin-anggota
2
TEORI KONTINGENSI FIEDLER Fiedler Contingency Theory
Teori ini merupakan “kakek” (grand daddy) dari semua model kontingensi lainnya. Teori ini berisi tentang hubungan antara gaya kepe-mimpinan dengan situasi yang menguntungkan atau mendukung. Kinerja kelompok tergantung pada kesesuaian antara gaya pemimpin dan situasi menguntungkan (membe-rikan kendali kepada pemimpin tersebut)
3
Mengidentifikasi Gaya Kepemimpinan
Fiedler menyusun suatu kuesioner rekan kerja yang paling tidak disukai (least prefered cowoker-LPC-questionneire), untuk mengukur gaya kepemimpinan seseorang. LPC merupakan kumpulan 18 kata sifat yang saling berlawanan (spt tidak ramah –ramah, tidak koperatif-koperatif, terbuka-tertutup, efisien-inefisien) Responden diminta mengingat sesama rekan kerja dan mendiskripsikan salah satu di antara mereka yang paling tidak disukai untuk mereka ajak kerja sama, dengan cara memberi nilai pada orang tersebut dengan skala 1 sampai 8 untuk tiap-tiap 18 kumpulan kata sifat di atas.
4
Gaya Kepemimpinan Berdasarkan jawaban dari kuesioner LPC dapat dike-tahui gaya kepemimpinan dasar mereka, yaitu : Bila nilai LPC seseorang rendah (skor 57 atau lebih rendah), mengindikasikan seorang pemimpin yang “termotasi atas tugas” sering disebut dengan gaya Perilaku Tugas Bila seseorang memiki skor 64 atau lebih adalah termasuk ber-LPC tinggi, berarti peka terhadap kebutuhan orang lain dan tergolong sebagai pemimpin yang “termotivasi pada hubungan” biasa disebut gaya Perilaku Hubungan. Bila skor diantara 58 sampai 63 mengindikasikan suatu campuran gaya perilaku tugas dan perilaku hubungan.
5
Karakteristik Perilaku Tugas
Mengutamakan tercapainya tujuan Mementingkan produksi yang tinggi Mengutamakan penyelesaian tugas menurut jadwal yang telah ditentukan Lebih banyak melakukan pengarahan Melaksanakan tugas dengan prosedur yang ketat Melakukan pengawasan secara ketat Penilaian terhadap bawahan semata-mata didasarkan prestasi kerja
6
Karakteristik Perilaku Hubungan
Memperhatikan kebutuhan bawahan Berusaha menciptakan suasana saling percaya dan saling menghargai Simpati terhadap perasaan bawahan Memilki sikap bersahabat Menumbuhkan peran serta bawahan dalam pembuatan keputusan dan kegiatan lain Lebih mengutamakan pengarahan diri , mendisiplinkan diri dan mengontrol diri
7
Dimensi Situasi Fiedler menemukan tiga dimensi situasi yang menentukan apakah pemimpin ber-LPC tinggi atau rendah akan lebih efektif. Hubungan pemimpin – anggota, mengacu pada derajat keya-kinan, kepercayaan, dan rasa hormat para anggota terha-dap pemimpinnya. Struktur tugas:Tingkat sejauh mana penentuan pekerjaan diproseduralkan (yaitu terstruktur atau tidak terstruktur) Kekuasaan posisi. Tingkat pengaruh yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang berasal dari posisi strukturalnya atas variabel-variabel wewenang seperti perekrutan, pemecatan, promosi, hukuman, dan kenaikan gaji. (Robbins and Judge (2008:60)
8
Kategori Dimensi Situasi
Tiga dimensi situasi yang menentukan efektivitas kepemimpinan Hubungan pemimpin – anggota. (baik atau buruk). Baik, bila pemimpin memiliki dukungan dan kesetiaan bawahan dan terbina suasana persahabat dan kooperatif. buruk bila terjadi kondisi sebaliknya. Struktur tugas.(tinggi atau rendah) Tinggi, bila tugas-tugas bawahan tersusun dengan jelas, adanya SOP dalam melakukan kegiatan, adanya wewenang dan tanggung jawab yang tegas. Rendah, bila terjadi yang sabaliknya. Kekuatan posisi pemimpin (kuat atau lemah) Kuat, bila pemimpin memiliki kewenangan utk mengevaluasi kinerja bawahan dan memberikan penghargaan (gaji, promosi) dan hukuman (pendisiplinan, pemecatan). Lemah, bila sebaliknya.
9
Situasi Menguntungkan
Situasi akan menguntungkan bagi pemimpin, ditandai: Adanya hubungan baik antara pemimpin dengan bawahan. Tugas-tugas yang terstruktur Kekuasaan pososi relatif kuat. Jika yang terjadi sebaliknya (hubungan pemimpin –anggota buruk, tugas tidak terstruktur dan kekuasaan posisi lemah) situasi akan tidak menguntungkan bagi pemimpin. \
10
Teori Kepemimpinan Fiedler
Baik Perilaku Tugas Perilaku Hubungan Kinerja Buruk Menguntungkan Sedangg Tidak menguntungkan Hubungan Pemimpin-Anggota Baik Buruk Struktur Tugas Tinggi Rendah Tinggi Rendah Kuat Lemah Kekuasaan Posisi Pemimpin Kuat Lemah Kuat Lemah Kuat Lemah Kategori 1 2 3 4 5 6 7 8
11
Memberi Bobot Situasi Keuntungan ditentukan dengan memberikan bobot ketiga aspek situasi Prosedur pemberian bobot mengasumsikan bahwa hubungan pemimpin-anggota lebih penting daripada struktur tugas, yang akhirnya struktur tugas adalah lebih penting daripada kekuasaan posisi. Kemungkinan kombinasi memberikan delapan tingkatan situasi keuntungan, yaitu kategori ; 1,2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8.
12
Kesesuaian Situasi dan Gaya Kepemimpinan
Fiedler menyimpulkan bahwa pemimpin yang berorientasi tugas cenderung bekerja secara lebih baik dalam situasi yang sangat menguntungkan (kategori 1, 2, dan 3) dan dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan (kategori 7 dan 8) Ketika situasi moderat (cukup menguntungkan) antara menyenangkan dan sangat tidak menyenangkan (kategori 4,5, dan 6) maka gaya kepemimpinan yang menekankan pada hubungan akan sangat efektif. Fiedler berasumsi bahwa gaya kepemimpinan seseorang bersifat tetap atau tidak akan berubah.
13
TEORI KEPEPEMIMPINAN SITUASIONAL
( TKS ) Hersey and Blanchard
14
TKS lebih menekankan pada tingkat kematangan atau kesiapan(maturity) bawahan, yang terdiri dari:
kemampuan (job maturity) dan kemauan (psychological maturity). Indikator kematangan Seorang yang tinggi dalam kematangan kerja memilki kemampuan untuk melakukan pekerjaan tanpa pengarahan dari atasannya. Sorang yang tinggi dalam kematangan psikologis, memilki kemauan (motivasi) yang kuat untuk melakukan pekerjaan berkualitas tinggi dan sedikit membutuhkan pengawasan langsung Seorang pemimpin harus mengetahui tingkat kema-tangan pengikutnya dan kemudian menggunakan suatu gaya kepemimpinn yang sesuai dengan ting-katan kematangan tersebut.
15
Empat Tingkat Kematangan Bawahan
Tingkat kematangan rendah, diberi kode M1, dengan ciri tidak mampu dan tidak mau, atau tidak mantab Tingkat kematangan rendah ke tingkat kematangan madya diberi kode M2 dengan ciri; tidak mampu tetapi mau atau yakin. Tingkat kematangan madya ke tingkat kematangan tinggi diberi kode M3 dengan ciri; mampu tetapi tidak mau atau tidak mantab. Tingkat kematangan tinggi diberi kode M4 dengan ciri; mampu/cakap tetapi mau/yakin.
16
TKS menggunakan dua dimensi kepemimpinan yaitu perilaku tugas dan perilaku hubungan dan dikem-bangkam menjadi empat perilaku kepemimpinan; Mengatakan/telling, (tugas tinggi, hubugan rendah). Dalam gaya ini pemimpin lebih banyak mengatakan apa, dimana, kapan tugas dilakukan dan bagaimana melaku-kannya. Gaya 1 (G1) Menjual/selling,(tugas tinggi, hubungan tinggi). Pemimpin banyak memberikan tugas-tugas terstruktur sekaligus juga dorongan kepada pengikut. Gaya 2 (G2) Berperan serta /participating, (Hubunga tinggi, tugas rendah) Dalam gaya ini pemimpin dan pengikut saling berbagi keputusan mengenai penyelesaian tugas yang paling baik. Gaya 3 (G3) Mendelegasikan/delegating, (tugas rendah, hubungan rendah). Disini pemimpin memberikan sedikit pengarahan maupun dukungan. Gaya 4 (G4)
17
Model Kepemimpinan Situasional Hersey dan Blanchard
Perilaku Pemimpin Tinggi Hubungan Tinggi Tugas rendah S3 S2 tugas Tinggi Hubungan tinggi BERPERANSERTA MENJUAL Perilaku Hubungan S4 Hubungan rendah Tugas Rendah tugas Tinggi Hubungan rendah S1 MENDELEGASIKAN MENGATAKAN Rendah Perilaku Tugas Tinggi Kematangan bawahan Matang M4 Mampu & Mau M3 Mampu & Tidak Mau M2 Tdk Mampu & Mau M1 Tdk Mampu & Tidak Mau Tdk Matang
18
Hersey & Blanchard menjelaskan hubungan kematangan bawahan, dan gaya kepemimpinan sbb;
Pada tahap awal-ketika bawahan baru masuk organisasi, mereka memerlukan pengarahan mengenai tugasnya dan dibiasakan dgn peraturan dan prosedur organisasi baku. Tahap kedua, bawahan sudah mulai mengenal tugas, wewenang dan tanggung jawabnya, mulai terbiasa dgn peraturan dan prosedur kerja, maka manajer yang berorientasi tugas masih penting. Hubungan manajer-bawahan makin akrab Tahap ketiga,bawahan telah meningkat kemampuannya, bawahan sudah dapat melaksanakan tugas tanpa harus menunggu perintah, maka bawahan sudah dapat diajak untuk berperanserta memikirkan berbagai masalah organisasi. Tahap akhir, bawahan benar-benar telah tumbuh kemampuan dan kemauannya untuk berkarya dengan prestasi tinggi. Mereka sudah tahu apa yang mampu ia kerjakan dan mau mewujudkannya, tanpa pengarahan dan dorongan dari manajer, maka gaya delegating sangat tepat digunakan oleh manajer.
19
TERIMA KASIH
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.