Upload presentasi
Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu
Diterbitkan olehVera Indradjaja Telah diubah "6 tahun yang lalu
1
STEREOTIPE PEREMPUAN DALAM IKLAN DI TELEVISI (Analisis Semiotik Iklan Neo Hormoviton, Hand and Body Marina dan Sabun Mandi Lux) Oleh : Prambudy Hari Widyastanto
2
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Melalui citra-citra atau image-image yang diciptakannya, iklan diharapkan mampu mengubah perilaku seseorang, menciptakan permintaan konsumen dan juga mampu membujuk orang agar berpartisipasi dalam kegiatan konsumsi, yang pada akhirnya mereproduksi masyarakat konsumen (Ratna Noviani, 2002 : 14). Salah satu simbol yang sering digunakan oleh media massa dalam menampilkan bentuk visual pada masyarakat adalah sosok kaum perempuan untuk mengikat daya tarik kepada para publik penonton. Sehingga menjadikan perempuan dalam media massa hanya sebagai stereotipe yang identik hanya pada tubuh dan seksualitas semata.
3
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah : Bagaimana makna stereotipe perempuan yang ditampilkan dalam teks iklan Neo Hormoviton versi “makan malam”, Hand and Body Marina versi”festival film hitam dan putih” dan Sabun Mandi Lux versi “play with beauty”? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna stereotipe perempuan yang ditampilkan dalam teks iklan Neo Hormoviton versi “makan malam”, Hand and Body Marina versi “festival film hitam dan putih” dan sabun Lux versi “play with beauty”.
4
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis : Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan bagi penelitian selanjutnya sehingga mampu memberikan hasil yang lebih berkualitas tentang stereotipe perempuan dalam teks iklan televisi karena peneliti sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. 2. Manfaat Kritik Sosial Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi masyarakat tentang kesadaran akan kesetaraan gender. Dengan sadarnya masyarakat tentang kesetaraan gender maka kasus-kasus pengeksploitasian perempuan di Indonesia bisa diminimalisir
5
E. Tinjauan Pustaka E.1. Perempuan dalam Media Massa McQuail mengatakan tentang peran mediasi (penengah/ penghubung) media massa, yakni penghubung antara realitas sosial yang obyektif dengan pengalaman pribadi (Denis Mc Quail, 1993). Dalam kerangka inilah bisa dipahami bahwa stereotipikasi dan segresi perempuan di media adalah faktual dan tetap aktual. Identik dengan fakta bahwa “perempuan haruslah muda dan cantik dalam penampilan”. Hal ini menunjukkan bahwa isi media dengan streotipe dan “menyerang” kelompok yang dianggap minoritas (McQuail, 1996 : 38).
6
G. Metode Penelitian G. 1. Tipe Penelitian G. 2. Dasar Penelitian G. 3
G. Metode Penelitian G.1. Tipe Penelitian G.2. Dasar Penelitian G.3. Ruang Lingkup Penelitian G.4. Unit Analisis G.5. Teknik Pengumpulan Data G.6. Teknik Analisis Data
7
SAJIAN DAN ANALISIS DATA
Dari ketiga iklan tersebut di atas stereotipe yang melekat pada perempuan setidaknya dapat digambarkan sebagai berikut: D.1 Perempuan Harus Cantik Dari jaman dahulu kala perempuan memang sudah ditakdirkan harus cantik, karena dengan kecantikannya itu perempuan akan dapat memikat pria. Hal inilah yang menarik dunia periklanan yang membutuhkan sosok perempuan sebagai model iklan. Dalam iklan seolah-olah keindahan tubuh seorang perempuan adalah segala-galanya dan merupakan suatu keharusan bahwa seorang perempuan harus memiliki tubuh yang ideal D.2 Perempuan Dijadikan Eksploitasi Seks Dalam kenyataannya kehidupan seks perempuan sebenarnya ‘terjajah’ Perempuan ebih tampil sebagai objek seks, pemuas seks dan korban dari pelbagai pelecehan seksual, seperti; perkosaan, dan hubungan seksual pranikah. Hal ini mendorong intensitas masalah-masalah seksual yang berdampak pada seks yang tak aman (unprotected sex), penyebaran penyakit kelamin, dan kehamilan yang tidak dikehendaki. Masalah yang disebut terakhir ini akan menimbulkan masalahmasalah lain, seperti: aborsi dan praktek hubungan seks pranikah.
8
Telaah Hasil Penelitian
Analisis Semiotika Analisis semiotika merupakan salah satu metode yang digunakan dalm penelitian kualitatif. Metodologi yang digunakan dalam analisis semiotika adalah interpretatif. Semiotika adalah sebuah ilmu yang mengkaji makna-makna dari tanda. Semiotika dikemukan oleh seorang filsuf berkebangsaan Amerika, Charles Sanders Pierce melalui filsafat pragmatismenya.
9
Dalam website Wikipedia, mendefinisikan semiotika sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory (semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki), ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia.
10
Dalam semiotika sosial, ada tiga unsur yang menjadi pusat perhatian penafsiran teks secara kontekstual, yaitu (Sudibyo, Hamd, Qodari, 2000:23) : Medan Wacana (field of discourse): menunjuk pada hal yang terjadi : apa yang dijadikan wacana oleh pelaku mengenai sesuatu yang sedang terjadi dilapangan peristiwa. Pelibat wacana (tenor of discourse): menunjuk pada orang-orang yang dicantumkan dalam teks (berita); sifat orang-orang itu, kedudukan dan peran mereka. Sarana Wacana (mode of discourse) menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa, bagaimana komunikator (media massa) menggunakan gaya bahasa untuk menggambarkan medan (situasi) dan pelibat orang-orang yang dikutif); apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau hiperbolik, eufemistik atau vulgar.
11
Stereotipe Perempuan Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penanda terhadap suatu kelompok tertentu (Fakih, 1996 : 16), Stereotipe selalu merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotipe itu adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan yang bersumber dari penandaan (stereotipe) yang dilekatkan pada mereka.
12
ANALISA Dalam penelitian ini peneliti menemukan stereotipe yang dimunculkan produk iklan terhadap perempuan. Dimana peran perempuan dalam iklan semata-mata dilihat dari sisi estetikanya saja. Perempuan dalam iklan tampil sebagai sesuatu yang indah dan memiliki daya tarik seksualitas. Peneliti menemukan bahwa iklan memunculkan sebuah persepsi umum di tengah masyarakat bahwa seorang perempuan cantik adalah perempuan yang cantik dengan kulit dan tubuh yang bagus. Hal ini memunculkan sebuah tipe perempuan yang universal. Sehingga untuk menjadi seorang perempuan
13
Iklan Televisi Spriegel dalam Liliweri (1992:17) mendefinisikan iklan adalah penyampaian informasi barang atau gagasan yang menggunakan media non personal yang dibayar. Definisi iklan televisi sesuai konsep penelitian ini, iklan dipandang sebagai sebuah proyeksi produk barang, jasa, dan ide atau gagasan yang disampaikan melalui media televisi dengan tujuan (secara umum) menginformasikan dan mempromosikan suatu pesan, gagasan, pikiran, produk barang, atau jasanya itu kepada khalayak. Sebuah iklan televisi biasanya mengandung makna verbal dan nonverbal. Dalam iklan televisi kita bisa menyaksikan perpaduan gambar/objek dan audio yang keduanya mampu memunculkan sebuah pesan yang ingin disampaikan kepada konsumen untuk menarik minat konsumen terhadap produk tertentu.
14
Mengindonesia di Australia: Perubahan dan Kesinambungan Identitas Etnik Oleh : Prof. Dr. Deddy Mulyana
15
Pendahuluan Masalah penelitian ini adalah sejauh mana perubahan (transformasi) identitas etnik 25 orang Indonesia di Melbourne, Australia, berdasarkan persepsi mereka sendiri sejak mereka datang ke negara tersebut. Perubahan kesadaran inilah yang akan ditelaah dalam makalah ini. Kesadaran itu berarti hubungan diri yang mengamati, mengetahui dan berefleksi dan dunia social di sekelilingnya; ia adalah pemahaman manusia atas pengalamannya.
16
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan multiplisitas identitas etnik diantara orang-orang Indonesia di wilayah metropolitan Melbourne, Australia. Penelitian ini menjelaskan bagaimana kategori-kategori etnik orang Indonesia sebagaimana yang dipersepsi oleh oerang-orang Indonesia sendiri dan kemudian penelitian ini akan menjelaskan bagaimana subjek penelitian aktif mengkronstuksi identitas etnik mereka dalam penyesuaian antarbudaya mereka di negeri baru.
17
Tinjauan Pustaka Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini mencakup gagasan George Herbert Mead (1934), Erving Goffman (1959), dan Fredrik Barth (1969). Sementara sebagian gagasan Mead telah dielaborasi oleh Goffman, sementara gagasan Goffman sendiri telah dikembangkan oleh Barth. Maka pendekatan Barth terhadap identitas etnik sebenarnya didasari oleh konsep dan arahan untuk penelitian social yang dikembangkan oleh interaksionisme simbolis.
18
Teori / Pendekatan Penelitian ini menggunakan kerangka konseptual interaksionis simbolik untuk mengkaji pengalaman hidup para responden. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek yang diteliti. Pengendapan nilai-nilai etnik ini menyediakan suatu kerangka rujukan bagi individu untuk menata diri dalam suatu lingkungan social. Dengan kata lain, kerangka rujukan ini digunakan individu sebagai pedoman untuk menafsirkan situasi apapun yang mereka hadapi. Dalam kaitan ini, adalah mungkin bahwa individu mengalami transformasi identitas etnik.
19
Metode dan Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mewawancarai secara mendalam dan mengamati 25 responden dari generasi pertama Indonesia (lahir di Indonesia) yang dipilih melalui quota sampling. Wawancara dan poengamatan itu berlangsung lebih dari dua tahun ( ). Mereka telah tinggal lebih dari lima tahun di Australia, sebagian besar pria, sebagian besar Muslim, sebagian besar termasuk kelas pekerja dan sebagian besar mengikatkan diri kepada kelompok-kelompok yang berbeda pula di Melbourne. Dalam kaitan ini, identitas etnik responden, baik pada saat pertama kali mereka datang ke Australia dan pada saat belakangan berada di Australia, akan dikategorikan ke dalam model-model berdasarkan kemiripan-kemiripan dan regularitas dalam citra diri mereka sendiri dan perspektif mereka tentang pengalaman hidup, tipe kelompok rujukan (orang-orang yang dianggap penting), pola perilaku dan motifnya.
20
Analisis Model Identitas Etnik Orientasi Waktu Kesetiaan Dasar
Significant Others Religious Terutama masa depan Agama (Islam) Muslim Moderat Masa kini, masa lalu & masa depan Negara asal, budaya dan agama Orang Indonesia Cosmopolitan Kemanusiaan universal Orang Indonesia & orang Australia Nasionalis Terutama masa lalu & masa kini Negara Indonesia
21
Analisis Etnik Religius
Terdapat sebelas orang yang menjadi responden model ini. Mereka umumnya kelas pekerja, berusia tahunan. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa transformasi identitas etnik yang mereka alami adalah : Etnik moderat yang menjadi etnik religious. Kebanyakan etnik religious pertama kali tiba di Australia sebagai etnik moderat, umumnya pada usia 20 tahunan. Contohnya Imran, ketika pertama kali datang, dia merasa tidak menemukan Muslim dan mesjid. Dia jadi sering meninggalkan sholat. “saya terbawa arus.” Ungkapnya. Hanya setelah mereka mengalami apa yang disebut Kelsen suatu “keadaan liminal” yang ditandai dengan ketidakpastian tentang makna hidup dan diri (1981:204) dan bergaul dengan orang-orang religious, mereka mulai menjalani hidup yang lebih shaleh. Dengan kata-kata William James, gagasan-gagasan keagamaan yang tadinya menempati pinggiran dalam kesadarannya, sekarang mengambil tempatnya yang penting dan bahwa cita-cita keagamaan merupakan pusat energinya.” Etnik religious yang semakin religious Etnik nasionalis yang menjadi etnik religious.
22
Etnik religious adalah orang-orang yang punya orientasi ke masa depan, yang komitmen tertingginya mereka berikan pada agama. Para responden masih punya keterikatan pada negeri asal mereka, tetapi tak jadi soal bagi mereka dimanapun mereka tinggal sepanjang mereka bisa mempraktikkan agama mereka dan punya kepuasan spiritual. Para responden adalah orang-orang marjinal diantara warga Australia di Melbourne dan merasa terisolasi di Australia. Mereka menentang hampir semua nilai dan perilaku Australia serta seminimal mungkin bergaul dengan orang-orang Australia. Maka, mereka sangat berhati-hati dalam memilih dan menerima aspek budaya Australia.
23
Analisis Etnik Moderat Tujuh responden berada dalam kelompok ini
Pola perubahan identitas etnik mereka adalah: Etnik nasionalis yang menjadi etnik moderat Etnik moderat yang tetap moderat Etnik moderat ditandai dengan identifikasi mereka yang kuat dengan budaya Indonesia. Mereka mempersepsi dan menilai kedisinian dan kekinian menurut manfaatnya yang segera. Tujuan-tujuan jangka panjang dan utama mereka tidak sepenuhnya merupakan bagian dari kesadaran keseharian mereka. Mereka sibuk mengurusi detil-detil kerja dan permainan sehari-hari dan hanya sesekali mengingat masa depan yang jauh. Meskipun mereka mengalami perubahan ketika sampai di Australia, namun perubahan itu terjadi kurang berarti, namun karena terus menerus dan kumulatif dalam waktu yang lama, perubahan akhirnya cukup besar juga. Mereka melaksanakan sholat, tetapi tidak setaat etnik religious, meskipun mereka punya kesetiaan pada agama mereka. Seperti juga etnik religious, mereka melihat diri mereka berbeda dalam banyak hal dengan orang-orang Australia. Identitas Indonesia mereka secara tetap disokong oleh komunitas Indonesia dan oleh teman-teman Indonesia. Apa yang mereka alami pada hakikatnya buka perubahan identitas, tetapi kesinambungan identitas.
24
Analisis Etnik Kosmopolitan
Lima responden termasuk ke dalam kelompok ini. Pada dasarnya etnik cosmopolitan mempunyai status social lebih tinggi, berpendidikan lebih tinggi dan tinggal lebih lama di Australia daripada kelompok-kelompok sebelumnya. Pola perubahan identitas etnik mereka adalah sebagai berikut: Etnik moderat yang menjado etnik cosmopolitan Etnik nasionalis yang menjadi etnik cosmopolitan Mereka adalah orang-orang yang terlibat dalam suatu intercultural eclecticism, yaitu suatu strategi penyesuaian diri yang sangat kuat dan luwes tanpa merasa mengalami kehilangan identitas budaya. Mereka secara kuat menunjukkan keinginan untuk mempelajari nilai-nilai Australia yang positif dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Etnik cosmopolitan adalah orang-orang yang berpandangan bahwa mereka punya kesamaan nilai dengan kelompok-kelompok etnik dan ras lainnya. Mereka telah mengalami perkembangan diri penuh yang ditandai dengan international mindedness, punya identitas kemanusiaan yang lebih luas dan lebih inklusif, serta intercultural person. Meskipun begitu, mereka masih terikat dengan budaya Indonesia, bergaul dengan orang-orang Indonesia, namun mereka juga bergaul luas dengan orang-orang Australia tanpa kehilangan identitas etnik mereka. Para responden biasanya tidak seketat etnik religious dalam melaksanakan kewajiban agama mereka. Mereka menganggap persoalan agama adalah masalah privasi. Bagi mereka, nilai esensialnya lebih penting daripada nilai ritualnya.
25
Analisis Etnik nasionalis
Ivan dan Ridwan -keduanya termasuk dalam generasi lebih tua- mewakili kelompok ini. Sejak mereka tiba di Australia mereka tetap bersikap nasionalis. Model ini tampaknya hanya berlaku bagi generasi tertentu : mereka yang secara langsung mengalami perjuangan untuk merebut kemerdekaan dan kelangsungan hidup Republik Indonesia. Saya telah merasa nasionalis sejak saya sekolah di MULO. Saya ingat tahun 1938 kami mengadakan upacara untuk memperingati Kartini. Kami menyanyikan lagu Raden Ajeng Kartini dan menaikkan bendera merah putih (Ridwan). Ivan dan Ridwan tidak melaksanakan ritual keagamaan mereka secara ketat. Mereka juga tidak menyokong pengelompokan kedaerahan. Kawan-kawan dekat Ivan dan Ridwan masing-masing terbatas pada orang-orang Indonesia, terlepas dari latar belakang agama atau daerah. Ivan dan Ridwan aktif mempromosikan budaya Indonesia, mempertahankan Indonesia bila dikritik dan bahkan mengkritik orang-orang yang mengkritik Indonesia.
26
=Telaah Hasil Penelitian=
Pada riset diatas, peneliti menggunakan teori Interaksi Simbolik. Perspektif interaksi simbolik berada dibawah payung perspektif fenomenologis atau perspektif interpretative. Menurut Maurice Natanson, istilah fenomenologis merujuk pada semua pandangan ilmu social yang menganggap kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai focus untuk memahami tindakan social. Mead berpendapat bahwa inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang “diri”, yaitu suatu proses yang berasal dari interaksi social individu dengan orang lain. Pengelompokan subjek penelitian oleh peneliti tersebut didasarkan pada hasil penafsiran subjek terhadap dirinya ketika pertama kali ia sampai di Australia hingga saat ini. Berdasarkan kesadaran dan pengalamannya, individu mencoba mendefenisikan lingkungan social yang mereka masuki, kemudian merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Makna tentang lingkungannya bisa saja berubah lewat interpretasi individu ketika situasi yang ditemukan dalam interaksi social juga berubah.
27
Secara ringkas, interaksionisme simbolik didasarkan pada premis-premis berikut:
Pertama, individu merespons suatu situasi simbolik. Ketika mereka menghadapi suatu situasi, respon mereka bergantung pada bagaimana mereka mendefenisikan situasi yang dihadapi dalam interaksi social. Jadi, individu yang dipandang aktif dalam menentukan lingkungan sendiri. Kedua, makna adalah produk interaksi social, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Individu membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Ketiga, makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi social. Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri.
28
Berdasarkan tiga hal diatas, orang-orang Indonesia yang baru memasuki suatu daerah baru seperti halnya Australia, mencoba menginterpretasikan lingkungan sosial berdasarkan pemahamannya. Setelah mereka mendapatkan makna dari situasi yang dihadapinya, mereka merencanakan apa yang akan dilakukannya. Namun, sejalan dengan proses hidup, makna yang telah ada tadi bisa saja berubah. Seperti pola perubahan identitas etnik yang terjadi pada beberapa responden, ada yang pada mulanya beridentitas etnik moderat lalu berubah menjadi etnik religious. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh significant others atau orang-orang yang berpengaruh pada diri individu tersebut disamping kesadaran dan pengalamannya. Penelitian ini menjelaskan pada kita bahwa perpindahan orang-orang Indonesia ke daerah lain tidak membuat mereka mengubah identitasnya menjadi “ke-Australiaan” melainkan berupa penyesuaian diri terhadap lingkungan baru dan berbeda dari lingkungan sebelumnya.
Presentasi serupa
© 2024 SlidePlayer.info Inc.
All rights reserved.